aiwantobehepi

FULL OF LOVE

Posted on: September 22, 2023

BAB I

RAY VS SHILLA

Siapa bilang kalau punya saudara kembar itu enak? kalau pertanyaan itu dipertanyakan untukku, dengan semangat empat lima dan tanpa berpikir dua kali aku akan berkata dan berteriak kalau PUNYA SAUDARA KEMBAR ITU GAK ENAK..!!!.  Sama sekali tidak enak.   Kenapa aku ngomong gitu? Aku bukan mengada-ngada atau bukan seorang aktifis anti anak kembar (emang ada ya aktifis anti anak kembar didunia? Kalau memang ada aku benar-benar berniat masuk dan bergabung didalamnya. Whateverlah..itu nggak penting saat ini).  

Kenapa aku bisa begitu percaya diri mengatakan kalau mempunyai saudara kembar itu bukan ide yang baik? Itu karena aku memang benar-benar mengalaminya sendiri. Kalau kalian menjadi aku, kalian juga akan memiliki perasaan dan pendapat yang sama denganku. Aku mempunyai saudara kembar yang hanya berbeda dua jam dariku. Walau hanya beda dua jam, bila menceritakan tentangperbedaan antara aku dan dia bisa menghabiskan waktu dua hari dua malam. Terkadang aku juga tidak percaya kalau kami saudara kembar. Kami adalah saudara kembar yang paling tidak mirip di dunia ini.

Bukan hanya jenis kelamin kami saja yang berbeda, sifat dan penampilan fisik kami sangat bertolak belakang. Walaupun Ray laki-laki, dia selalu berhasil membuat semua wanita memandang iri padanya. Dia memiliki wajah yang terlalu cantik untuknya. Dia mewarisi semua kecantikan Mama. Mata yang besar dan membulat sempurna, bulu mata yang panjang dan lentik, Wajah yang yang sedikit memanjang dan dagu yang terbelah, hidung yang mancung serta bibir yang tipis dan mungil menjadi ciri khas Ray. Sedangkan aku? Sudahlah… aku tidak mau membahasnya. Aku benar-benar yakin saat pembagian jatah didalam kandungan Mama, Ray mengintimidasiku dan memonopoli semua gen Mama dan tidak membaginya denganku. Alhasil, semua gen kecantikan Mama diwariskan sepenuhnya padanya. Karena itulah aku tidak suka mempunyai saudara kembar. Andaikan dulu aku tidak mempunyai saudara kembar, aku pasti mewarisi kecantikan Mama seutuhnya tanpa harus berbagi dengan saudara kembarku.

Sejak kecil kami sering dibanding-dibandingkan. Padahal kembar bukan berarti kami harus sama. Walau bagaimanapun kami dua orang yang berbeda yang tidak bisa dibandigkan. Ray selalu dipuji karena kecantikannya sedangkan aku selalu dipandang aneh karena kemampuan yang bisa berubah menjadi hulk dan bisa membanting tubuh Ray kelantai bila dia mengangguku. Aku muak dengan semua ini. Seluruh sahabat, saudara, sepupu, tetangga, bahkan satpam kompleks perumahanku pun lebih menyukai Ray dibandingkan aku. Sejak kecil dia selalu dielu-elukan dan menjadi bintang dikomplek perumahan ini. Aku masih ingat dengan jelas setiap aku dan Ray bermain sepeda disore hari, banyak sekali ibu-ibu dikomplek perumahan ini yang memanggil Ray dan memberikan Ray cemilan sore. Walaupun sebagian besar cemilan yang diberikan pada Ray diberikannya padaku. Mungkin karena dari kecil Ray sudah merasa iba padaku yang tidak pernah mendapatkan hadiah dan perhatian apapun dari para tetangga. Atau mungkin karena Ray takut aku akan membanting tubuhnya lagi kelantai . Entahlah.. aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

Sejak  kecil Ray sudah menarik perhatian publik. Dia mempunyai bakat yang bisa membuat semua orang berdecak kagum memandangnya. Yah.. dia jago maen drum dan bercita-cita jadi drummer berbakat. Dan cita-citanya terwujud. Sejak umur 10 tahun dia telah dinobatkan jadi salah satu best drummer termuda di Indonesia. Dan dia semakin bersinar, sedangkan aku?? Meredup..tak bersinar.. Aku semakin terpuruk dibalik sinarnya Ray.

Bila dipikir-pikir, apa sih susahnya main drum. Tinggal nabuh dan mukulin kepingan-kepingan besi (yang aku sendiri gak tau namanya) dan akan mengeluarkan suara-suara yang memekakkan telinga. Gak ada special-spesialnya. Aku juga heran, kenapa satu dunia seperti terhipnotis dengan sosok Ray. Semua orang seprtinya selalu mengagung-agungkan nama Ray. Bahkan waktu Ray tamat SD, banyak SMP-SMP favorit yang menawari Ray untuk masuk kesekolah mereka. Tanpa testing. bikin iri saja.. Padahal aku harus ngos-ngosan, dan berjuang setengah mati untuk bisa masuk di sekolah itu. Dunia benar-benar tidak adil untukku.

Raynald Alvadz Prasetya. Nama itu selalu menganggu mimpi-mimpiku selama 16 tahun ini. Dia benar-benar mimpi buruk untukku. Untung saja SMA ku berbeda dengan Ray. Ray lebih memilih masuk ke sekolah musik paling elit dikota ini untuk mengembangkan bakatnya. Sedangkan aku? Aku yang memang tidak punya bakat dan minat dibidang musik lebih memilih masuk kesekolah umum.Bila harus dirinci secara khusus, akan terlihat dengan jelas PERBEDAAN antara aku dan Ray. Perbedaan yang cukup besar, yang mampu membuat seluruh dunia mengernyitkan dahi tidak percaya bila kukatakan kami hanya beda dua menit.

  No.  The Best About Ray  The Best (?) About Shilla
  1.             2.           3.       4.           5.    Ray Mempunyai wajah mirip Mama. Ray memiliki Mata Besar, Bibir halus dan mungil, Bulu mata yang panjang dan lentik tanpa bantuan mascara serta tubuh yang mungil (walaupun dia kelihatan tidak suka dengan postur tubuhnya yang dibawah rata-rata. Tapi tetap saja karena wajahnya manis, semua bisa dimaafkan).   Ray anak berbakat dan membanggakan. Dia drummer muda yang diidolakan dikota ini. Bila Jumlah piala yang didapatnya sampai saat ini disusun, tingginya bisa mengalahkan tinggi monas.     Ray terkenal ramah dan pandai bergaul. Sejak kecil dia tidak pernah sendiri. Ray seperti punya magnet yang bisa menarik semua orang untuk dekat dengannya.   Ray itu kaya. Diusianya yang masih muda dia sudah mampu mencari uang sendiri. Dia bahkan mampu membeli dan mengoleksi ratusan jam tangan dan parfum terkenal. Kadang aku berfikir suatu saat nanti Ray bisa membuka toko aksesoris sendiri mengingat jumlah koleksinya yang melebihi batas normal. Ray mempunyai ratusan, atau mungkin ribuan fans diluar sana yang selalu memujanya setiap waktu.    Bukannya ingin menghina gen Papa, tapi aku sedikit kecewa karena lebih banyak mewarisi gen dari Papa.  wajah yang sedikit oriental, alis mata yang tebal dan tidak beraturan, tubuh tinggi seperti raksasa serta telapak kaki yang “besar”. Oke “besar” dalam arti yang sebenarnya. Aku sering kesulitan untuk mencari sepatu yang sesuai dengan nomor kakiku yang terlalu besar.     Sedangkan aku? Entahlah.. bukan bermaksud menghina diri sendiri. Selama 16 tahun ini aku tidak pernah mendapatkan piala apapun. Piala pertama dan terakhir yang kudapat adalah saat aku memenangkan lomba makan kerupuk disekolah saat acara 17-an.       Aku orangnya kaku dan tidak cepat akrab dengan orang lain. Ray sering mengataiku sebagai cewek freak yang rela menghabiskan waktu berjam-jam didepan laptop dan komik. Dia bahkan tega menyebutku otaku tingkat dewa.   Jangan ditanya. Aku hanya mengandalkan uang jajan yang diberikan Papa tiap minggu. Walaupun jumlahnya lumayan, tapi tentu saja sampai kapanpun aku tidak akan pernah mampu membeli satu pun koleksi jam tangan atau parfum seperti milik Ray. Kalaupun aku ingin, aku harus rela berpuasa selama setahun penuh. Benar-benar menyedihkan !   Aku tidak punya fans. Dibandingkan fans, aku lebih banyak memiliki musuh.Kalaupun ada yang mengidolakanku, itu hanya Ozy adik kecilku yang masih berumur 3 tahun.

Itu adalah garis besar yang menunjukkan betapa besarnya perbedaan yang kumilki dan Ray. Terkadang aku berfikir andai saja aku bisa bertukar tempat dengan Ray.Andai saja aku lahir 15 menit lebih lama dari Ray, mungkinkah kehidupanku akan berubah. Entahlah..

“Kakak… Kakak lagi mikirin apa sich? Kok ngomong sendiri sich?”

Suara kecil itu mengagetkanku. Sontak aku menoleh kearah datangnya suara. Aku melihat sesosok makhluk kecil yang terus menatapku curiga, seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya tersenyum dan mengangkat tubuh kecilnya dan kuletakkan dipangkuanku.

“Hahahaha.. siapa juga yang ngomong sendiri.  Tumben Ozy disini? Gak main ama acha?” Aku mencubit hidungnya gemas. Entah kenapa aku selalu suka semua ekspresi adik kecilku ini. Dia selalu menggemaskan. Aku lebih menyukainya dibandingkan Ray. Walaupun wajahnya lebih mirip Ray, namun sifatnya lebih mirip denganku. Kami memiliki selera yang sama. Mungkin karena itulah aku lebih mencintai dan memanjakan Ozy. Untukku, Ozy seperti vitamin yang selalu membuatku bersemangat dan ceria setiap hari.

“Kenapa? Kok wajahnya sedih gitu? Lagi berantem ya ama Acha?” tebakku saat melihat ekspresinya yang terlihat sedih. Bahkan saat sedih begini, adik kecilku ini tetap terlihat sangat imut. Ingin rasanya aku mencium pipinya yang mungil. Tapi aku harus menahan keinginanku, karena Ozy paling tidak suka aku mencium pipinya. Entahlah aku tidak tahu mengapa, padahal waktu kecil dia selalu senang bila aku mencium pipinya. Aku mulai kehilangan adik kecilku yang manis.

Ozy memang punya sahabat kecil bernama Acha yang rumahnhya tepat disebelah rumah ini. Ozy dan Acha bagai dua orang anak kembar. Dimana ada Ozy disitu ada Acha. Kalau Acha terluka pasti Ozy nangis, dan begitu pula sebaliknya. Terkadang aku berfikir kenapa mereka punya chemistry yang kuat dibandingkan aku dan Ray yang jelas-jelas saudara kembar.  

“Nggak Kak. Ozy nggak berantem kok ama Acha. Acha lagi pergi ama mamanya ketempat Oma Romi. Jadinya Ozy gak punya temen maen sore ini” Ozy menunduk perlahan. Aku mencoba tersenyum mendengar penjelasan Ozy.  Aku hanya membelai pelan rambut Ozy, adik semata wayangku. Melihatnya bersedih seperti ini benar-benar menghancurkan perasaanku.

“Ya udah kalau gitu, Ozy maen ama kak Shilla aja yok. Ozy udah makan belum?” Aku mengangkat wajahnya yang tertunduk dan memamerkan senyumanku. Selama ini aku selalu berusaha menjadi kakak yang terbaik untuk Ozy. Aku selalu melindunginya dari marahabaya dan selalu menghiburnya saat dia sedang sedih.Seandainya ada penghargaan untuk kakak terbaik, aku pasti bisa memenangkannya.

“Udah kok kak. Tadi kak Ray udah masakin Ozy kentang goreng dan ayam goreng. Enak banget.Masakan kak Ray beneran enak, jauh lebih enak dibandingkan masakan kak Shilla” cerocos Ozy dengan mata berbinar-binar sambil memainkan lidahnya dipermukaan bibir mungilnya menandakan kelezatan yang rada ”lebay”.  Aku hanya merengut kesal mendengar penjelasan Ozy. Tidak… semua orang sudah jatuh cinta pada Ray. Aku tidak akan membiarkan Ozy lebih mencintai Ray dibandingkan aku. Ozy adalah vitaminku yang tidak akan kuserahkan pada siapapun. Terutama pada Ray. Sepertinya aku harus mencari cara yang lebih jitu untuk menarik perhatian Ozy.

“Emang kak Ray mana sekarang?”

“Kak Ray udah pergi ama kak Alvin dan Kak Ken, katanya mau latihan band” ujar Ozy sambil memain-mainkan tanganku. Sudah kuduga, Ray memang paling tidak betah dirumah. Aku juga jarang melihat Ray ada didirumah. Tiap hari dia selalu latihan bersama  bandnya yang kalau nggak salah bernama Starband itu. Tapi bagus juga sih, aku bisa mempunyai waktu yang lebih banyak bersama Ozy tanpa harus mendapat gangguan dari Ray.

“Kakak.. Ozy ngantuk. Mau bobo..” Ozyl mengucek-ngucek pelan matanya. Sepertinya dia benar-benar mengantuk. Ini memang sudah jamnya Ozy untuk tidur. Aku langsung mengangkat tubuh kecilnya dan menggendongnya menuju kamar. Kamar Ozy memang berada tepat disebelah kamarku. Karena Ozy sangat menyukai karakter angry bird, seluruh desain dan perabotan yang ada dikamar ini penuh dengan angry bird. Mulai dari gorden merah bergambar angry bird red, Seprei biru dengan motif yang sama, sampai karpet bulu lembut yang menutupi seluruh lantai kamarnya juga memiliki motif yang sama. Angry bird.

Sesampainya dikamar, dengan pelan aku merebahkan tubuh Ozy diatas tempat tidur. Aku langsung mengambil boneka angry bird biru dan meletakkan boneka itu disebelah Ozy. Setiap tidur, Ozy memang sangat suka memeluk boneka kesayangannya itu.  

“Ya udah, ditutup dong matanya sayang.. katanya ngantuk” ujarku saat melihat Ozy yang masih memandangku.  Aku mencoba merapikan selimutnya dan membelai rambutnya pelan.

“Kakak.. Ozy mau bilang kalau kakak shilla itu cantik banget.pasti Mama juga mirip ama kakak. Sama cantiknya kayak kak Shilla” cerocos Ozy tiba-tiba. Aku tidak bisa menutupi senyumanku mendengar ucapan Ozy. Bagaimana tidak, sejak kecil saja dia sudah pintar menggombal seperti ini bagaimana kalau udah gede? Membayangkannya saja sudah membuatku terseyum lebar.

“Mama jauh lebih cantik dari kak Shilla. Mama lebih mirip kak Ray..”

“Kenapa lebih mirip kak Ray? Kak Ray kan laki-laki. Kak Shilla lebih cantik daripada kak Ray” ujar Ozy yang kembali membuat dadaku kembang kempis karena bangga. Inilah salah satu alasan kenapa aku sangat menyukai Ozy. Dia sangat jenius dan mempunyai selera yang bagus. Jelas aku lebih cantik daripada Ray. Walau bagaimanapun aku kan perempuan sedangkan Ray itu laki-laki. Aku pasti jauh lebih mirip dengan Mama dibandingkan Ray.

“Ozy sayang banget ama kak Shilla. Kak Shilla janji yach jangan pernah berani berfikir buat ninggalin Ozy kayak Mama” Ozy menatapku intens. Tatapan matanya terlihat serius. Aku merasakan nyeri dihatiku mendengar ucapan Ozy barusan. Bagaimana mungkin anak sekecil ini bisa mengatakan hal sesedih ini. Aku memeluk Ozy erat, aku tidak peduli saat dia mencoba membebaskan dirinya dari pelukanku. Aku masih ingin memeluknya dan mengatakan padanya kalau dia tidak sendirian didunia ini. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah membiarkannya sendirian.

“Kakak juga sayang banget ama Ozy. Kakak nggak mungkin ninggalin Ozy sendirian. Nggak usah khawatir, kakak selalu ada untuk Ozy” bisikku pelan sambil membelai rambutnya lembut.

 Aku masih ingat, empat  tahun yang lalu Mama berjuang keras untuk melahirkan Ozy didunia ini.  Aku tidak mengerti apa yang terjadi saat itu. Menurut dokter terjadi masalah dengan kandungan mama, sehingga Ozy harus dikeluarkan dari rahim mama secepatnya.  Aku masih ingat dengan jelas wajah Papa yang pias saat menandatangai berbagai surat yang diserahkan dokter padanya. Aku yang tidak mengerti apa-apa namun merasa ada sesuatu yang salah terus menangis tanpa henti. Firasaatku mengatakan kalau ada yang tidak beres malam itu. Aku terus menangis sedangkan Ray yang duduk disebelahku hanya diam tanpa mengatakan sepatah katapun. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya saat itu. Aku tahu kalau dia juga khawatir karena aku bisa merasakan perasaannya dengan jelas saat itu. Ray tidak menangis. Aku mewakilinya menangis malam itu.

Setelah melalui berbagai operasi yang panjang dan lama akhirnya Ozy bisa diselamatkan dan terlahir tanpa cacat. Tapi semua tidak berjalan dengan baik. Malam itu aku dan semuanya harus merelakan kepergian Mama untuk selamanya. Tangisanku beralasan. Akhirnya apa yang paling kutakutkan terwujud nyata. Mama meninggalkan kami selamanya. Karena terlalu lelah menangis atau karena terlalu shock aku tidak sadarkan diri saat itu juga.

Butuh waktu cukup lama untukku bisa menerima kehadiran Ozy dalam kehidupanku. Aku selalu menganggapnya sebagai penyebab kepergian Mama. Aku selalu merasa terusik mendengar suara tangisannya setiap malam. Aku berfikir andai saja Ozy tidak lahir didunia ini pasti saat ini Mama masih ada bersamaku. Tentu saja itu hanya pikiran bodoh dan egoisku saja. Aku tahu semua sudah menjadi kehendak-Nya. Ozy tidak salah apa-apa. Dia hanya bayi kecil yang tidak berdosa. Ozy tidak pernah meminta untuk dilahirkan didunia ini. Mamalah yang menginginkan kehadiran Ozy dan rela mengorbankan nyawanya untuk Ozy. Jelas, Ozy sangat berharga sampai Mama rela meninggalkanku demi memberiku seorang adik laki-laki.

Hatiku mulai terbuka saat Ozy tidak pernah berhenti mencuri hatiku. Dia selalu merangkak dan datang menghampiriku. Bahkan saat aku memandangnya dengan tatapan galak dia selalu memberiku senyuman Angalic-nya yang sempurna. Aku kalah. Dibulan ketujuh aku menyerah dan takluk padanya. Tembok kebencian yang selama ini kutanamkan roboh sudah. Aku tidak mempunyai kemampuan untuk terus membencinya.

 Aku masih ingat dengan jelas malam itu Ozy menangis lama. Karena terlalu berisik, aku pergi kekamarnya dan berniat membangunkan Mbak Ina, baby sitter yang bertugas untuk menjaga Ozy. Karena terlalu penasaran, aku mengintip baby box tempat Ozy tidur. Dia menatapku. Mata kami bertemu. Tangisnya berhenti tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku menjulurkan lidahku menunjukkan kalau aku benar-benar tidak menyukainya. Dia hanya tersenyum dan tertawa membuatku semakin kesal.

Tiba-tiba saja dia mengangkat kedua tangannya dan menatapku dengan mata yang berbinar-binar. Tanganku bergerak tanpa kuperintahkan. Aku mengangkat tubuhnya dan menggendong tubuh kecilnya. Ajaib. Malam itu perasaanku menjadi sangat tenang dan aku merasa jauh lebih baik. Aku merasa seperti orang yang paling bahagia didunia. Perasaan yang sebelumnya tidak pernah kurasakan. Itu adalah pertama kalinya aku berada sedekat ini dengan Ozy. Alunan detak jantungnya yang ringan benar-benar mampu menenangkanku. Malam itu aku seperti tersadar akan kelakukanku selama ini. Aku merasa bersalah. Aku sadar kalau Ozy adalah hadiah yang diberikan Mama untukku.

 Aku kembali teringat ekspresi bahagia Mama saat tahu dia mengandung Ozy. Berkali-kali Mama memintaku berjanji untuk selalu menjaga dan menyanyangi Ozy. Aku yang memang sudah lama ingin mempunyai adik hanya mengangguk dan tersenyum. Seakan larut dalam kebahagiaan Mama yang tak bertepi. Aku benar-benar melupakannya. Aku benar-benar lupa tentang janjiku pada mama. Dan malam itu Ozy seperti ingin mengingatkan dan menyadarkanku kembali.

“Maafin kakak Zy. Mulai malam ini kakak janji bakal jadi kakak yang baik untuk kamu” bisikku sambil mengecup pipinya lembut. Seperti mengerti perkataanku, Ozy tertawa sambil memamerkan kedua lesung pipinya. Saat itu aku benar-benar merasa kalau Ozy merupakan kado terindah yang tinggalkan Mama untukku. Dalam hati aku selalu berjanji akan membuatnya selalu tertawa seperti saat ini. Aku akan membuktikan pada Mama kalau aku adalah seorang putri dan kakak yang bisa diandalkan.

****

Kring..Kring..Kring..

Kring..KRing..Kring..

Suara telpon yang memekakkan telinga itu langsung membuyarkan lamunanku tentang PR yang harus kuselesaikan malam ini. Aku masih tidak mengerti kenapa telpon dirumahku tidak pernah berhenti bordering padahal ini sudah jaman telpon genggam dan internet. Aku sering meminta pada Papa untuk memutuskan sambungan telpon dirumah ini, tapi Papa selalu menolak permintaanku dengan berbagai alasan yang tidak bisa kubantah. Papa selalu mengatakan kalau telepon rumah sangat penting dan tidak boleh diputus. Tapi masalahnya telepon dirumah ini bukanlah telepon biasa. Telepon dirumah ini terlalu sering bordering. Hampir ratusan kali aku menerima telepon tidak jelas yang mengaku sebagai fans Ray. Aku tidak mengerti kenapa Ray selalu memberikan telepon rumah ini pada semua fansnya. Padahal Papa sudah membelikannya sebuah handphone paling canggih. Ralat. Papa sudah membelikannya tiga smart phone terbaru. So… kenapa dia masih menganggu kebahagianku dengan memberikan nomor telepon rumah ini pada fansnya. Benar-benar menyebalkan.

“ Halo.. sapa ni?” tanyaku ketus.

“Ini Dea. Ehem maaf  mbak.. Ray nya ada?” tanya suara disebrang sana. Cewek. Seperti yang kuduga telepon ini pasti dari salah satu fansnya Ray. Sekarang fans dari mana lagi ini?dari Jakarta? Bandung? Medan? Bahkan beberapa hari yang lalu aku sempat menerima telepon dari orang asing yang mengaku sebagai fans Ray dari Australia. Bayangkan.Aku benar-benar stress meladeni pertanyaan-pertanyaan mereka. Tidak jarang rumah ini penuh kiriman bingkisan-bingkisan dari para fansnya yang tentu saja sebagian besar menjadi milikku. Ray memang tidak pernah melarangku mengambil semua bingkisan kiriman dari fansnya. Walau terdengar sangat jahat, tapi Ray benar-benar tidak peduli dan tidak tertarik dengan semua itu.

“Nggak Ada. Udah keluar”

“Keluar kemana yah? Aku telpon ke handphone nya kok nggak aktif-aktif. Panggilin Ray dong Mbak, bilang ini penting” ujarnya ngotot. Sepertinya cewek ini benar-benar ingin mencari ribut denganku.

“Mana Aku tau. emangnya aku assisten pribadinya. Berisik banget. Kalau aku bilang nggak ada ya nggak ada. Jadi cewek kok keras kepala banget. Bikin bête aja. ” cerocosku kesal. Sejujurnya aku tidak berniat untuk memarahi cewek ini. Tapi entahlah, dia benar-benar membuatku kesal.

“Galak banget sih. Baru juga jadi pembokatnya Ray sombongnya udah selangit. Ntar kalau aku jadi pacarnya Ray kamu siap-siap aja angkat kaki dari rumah itu. Dasar pembatu sombong!!”

Apa katanya? Apa aku tidak salah dengar? Dia menyebutku pembantu? Oke Fine. Persetan dengan beramah tamah dengan fansnya Ray. Persetan dengan imej Ray yang bakal rusak. Persetan dengan tumpukan bingkisan yang mungkin akan berkurang. Aku tidak peduli. Dia benar-benar membuatku marah.

“Dasar nggak tahu diri. Ampe langit runtuh juga kamu nggak akan bisa pacaran ama Ray. Aku tahu banget selera Ray bukan cewek norak kayak kamu”

“Apa kamu bilang? Emang kamu siapa sih sok tahu banget tentang Ray”

“Kenalin. Aku pacar sekaligus tunangannya Ray. Karena itu berhentilah bermimpi dan jangan pernah menelpon kemari lagi!”

Aku menutup telepon dan langsung mencabut tali sambungan telepon. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi gadis yang bernama Dhea tadi. Pasti saat ini dia kesal setengah mati. Siapa suruh dia mencari masalah denganku. Rasain.  Perempuan seperti itu memang harus diberi pelajaran biar tahu sopan santun.

 “Kamu ngapaen cengar cengir sendirian kayak gitu?” Tanya Ray yang tiba-tiba sudah beridiri didepanku.

“Kamu. Sejak kapan kamu disitu?!” teriakku frustasi sambil memandangnya curiga. Mampus. Bagaimana kalau Ray mendengar ucapanku barusan, bisa-bisa selama setahun aku jadi bahan candaan Ray. Bukankah Ray memang sangat senang menggodaku. Mau ditaruh dimana wajahku bila Ray tahu kalau tadi aku mengaku sebagai pacar dan calon istrinya. Oh God. Bunuh saja aku.

Ray terlihat kebingungan. Dia hanya mengernyitkan dahinya, membuat kedua alisnya menyatu. “Aku baru datang. Ada apa sih? Kamu lagi nyembunyiin sesuatu yach? Apa?” Ray terlihat curiga. Dia memandangku dari atas kebawah sambil menatapku curiga. Dasar bodoh. Apa sih yang sedang dipikirkannya saat ini.

“Jangan-jangan kamu baru nonton film dewasa yah? Makanya gugup dan ketakutan gitu. Mana-mana… aku mau lihat dong” ujar Ray yang berhasil membuatku meraih bantal sofa yang ada dibelakangku dan melemparkannya tepat diwajahnya.

“Dasar cowok mesum. Aku nggak kayak kamu yang hobi nonton film gituan” cercaku sambil menendang tulang kering kanannya. Dia terlihat meringis kesakitan sambil memegangi kakinya. Rasain. Siapa suruh menuduhku yang tida-tidak. Ternyata kelakukan Ray dan Fansnya sama saja. Sama-sama tidak tahu diri.

“Aku kan hanya bercanda. Sakit tau..!!!” gerutu Ray kesal. Aku hanya mencibir pura-pura tidak mendengar ucapannya.

 “Ada apa ini? Kok pada ribut-ribut?” Tanya Mas Elang, kakak pertamaku yang saat ini sudah duduk ditingkat kedua fakultas hukum. Mas Elang memandang kami satu persatu seolah masih menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Shilla Mas. Dari dulu sifat bar-barnya nggak ilang-ilang. Aku nggak salah apa-apa tapi disiksa kayak gini.”

“Boong Mas. Ray tuh yang duluan. Dia nuduh Shilla yang nggak-nggak” aku berusaha membela diri didepan kakakku ini. Aku menjulurkan lidahku mencoba mengejek Ray. Ray balas mengejekku. Benar-benar cari ribut kayaknya. Karena kesal, aku kembali meraih bantalan kursi dan melemparkann kearah Ray. Namun kali ini meleset.  Ray dengan gesit menghindar.

“Tuh kan Mas..liat sendiri. Jelas-jelas aku nggak salah apa-apa. Tapi dia ngelempar aku pakai bantal”

“Kamu kan ngejek aku”

“Lha. Kan kamu duluan yang ngejek aku” Ray tidak mau kalah.

 “Ada-ada aja sih. Udah juga masih berantem. Bikin malu aja.  Ngomong-ngomong Ozy dimana Shil?”

“Lagi tidur Mas, katanya tadi ngantuk” terangku sambil melirik Ray yang masih mengelus-ngelus kakinya. Apa kakinya beneran sakit? Kalau dipikir-pikir aku memang sedikit keterlaluan. Tapi bodo amat. Siapa suruh dia mengangguku. Bukankah sudah kukatakan dari dulu kalau aku tidak menyukai Ray.

“Ooo..emang Tante Irna kemana?” tanya Mas Elang lagi. Tante Irna adalah adik kandung Almarhumah Mama. Selama ini, tante Irnalah yang membesarkan Ozy setelah kepergian Mama. Untung aja ada Tante Irna yang selalu ada bersama Ozy. kalau nggak kasihan Ozy harus kesepian dan sendirian. soalnya kami bertiga sibuk sekolah dan kuliah jadi tidak bisa setiap saat ada disamping Ozy.

“Tante Irna lagi ke supermarket Mas. Katanya tadi mau sekalian beli keperluan sehari-hari bareng Bi Atun” terangku. Mas Elang hanya manggut – manggut kayak badut yang lagi dengerin musik dandut (nah apa hubungannya?).

“Ya udah dech Mas, shilla ke atas dulu. mau ngerjain tugas dulu”

 Mas Elang hanya mengangguk..

“Hahhahaha… tumben kamu rajin ngerjain PR. bukannya kamu paling malas ya Shil ngerjain PR. Wah ada kemajuan ini. Hebat. Ada angin apa ini sampai seorang Shilla berniat mengerjakan PR nya sendiri?”

“Ada angin dari surga. Berisik banget.” ujarku kesal sambil berjalan meninggalkan Mas Elang dan Ray yang masih tertawa. Heran. Sepertinya Ray tidak pernah jera mencari masalah denganku. Apa tendanganku yang tadi kurang keras untuknya. Harusnya tadi aku menendang kedua tulang keringnya biar dia kapok dan tidak mempunyai keberanian lagi menganggu hidupku yang nyaman ini. Aku sedikit menyesal sempat merasa kasihan padanya. Pria seperti Ray memang tidak pantas untuk dikasihani. Ray bodoh…!!! Dari dulu kamu memang selalu mengusik kehidupanku.

***

“SHILLA..BANGUN…!!!! UDAH JAM BERAPA NI? NTAR TELAT LHO.. BURUAN BANGUN…”

Oh my God. Seperti pagi-pagi kemarin, pagi-pagi dua hari yang lalu, dan pagi-pagi yang sebelumnya. Setiap pagi selalu terdengar suara teriakannya tante Irna yang menggelegar yang bisa membangunkan seisi kompleks. Aku tidak mengerti kenapa tante Irna mempunyai suara sebesar itu padahal tubuhnya kecil dan mungil.

Aku mencoba menarik selimutku dan kembali tertidur. Aku benar-benar mengantuk pago ini.  Mataku tidak bisa dibuka. Kemarin kan aku harus begadang buat nyelesain tugas… Ah bodo, tidur lima menit lagi gak salah kayaknya.

KRIIIIING.. KRIIIING.. KRIIIING WAKE UP.. WAKE UP.. WAKE UP… KRIIING.. KRIIING.. KRIIIING..

Aku langsung melompatt kaget mendengar suara cempreng yang menusuk telinga itu. Dengan nafas terengah-engah sangking terkejutnya aku mencampakkan benda berbentuk kucing dengan lingkaran bulat ditengahnya yang berisi angka-angka kelantai . Seolah itu adalah benda paling mengerikan yang pernah kutemui selama ini.

“ SIAPA SICH NI YANG NARUH WEKER DISAMPING TELINGAKU?!! teriakku mencak-mencak. Gila aja nich weker, suaranya cempreng gak jelas gini. Bener-bener merusak telinga.

“ Huaaahahhahhahhahaha..”

Tiba-tiba aku melihat sosok makluk yang paling usil sedunia sedang tertawa cengegesan sambil memungut weker berbentuk kucing yang tadi kubuang kelantai.

“RAAYYYY… NGAPAEENN  KAMU DISINIII.. KELUUUAARR…!!!!!!!!“ Teriakku sambil melemparkan bantal kearah Ray.Ray masih tertawa kayak orang gila.

“Hahahha. .Kamu sih, dibangunin susah banget. Tapi ekspresi kamu kalau lagi kaget gitu juara banget. Harusnya tadi aku rekam tuch terus masukin ke youtube. Aku jamin pasti kamu bisa langsung terkenal ngalahin aku” ujar Ray sambil senyum-senyum tidak jelas. Aku mengacak rambutku yang memang sudah berantakan. Dia benar-benar merusak pagiku.

Dengan kesal aku menghampiri Ray dan mendorongnya keluar dari kamarku.

“Cepetan mandi sana. aku tunggu 10 menit lagi. Kalau kamu belum siap juga. Aku tinggal. Kamu naek angkot aja kesekolah” ancam Ray.

“Berisik..” ujarku sambil membanting pintu tepat dihadapan Ray.

Tidak sampai sepuluh menit aku udah siap lengkap dengan seragam SMA ku. Bukannya apa-apa, aku juga tidak mau Ray melakukan tindakan aneh-aneh lagi untuk membangunkanku. Pernah satu kali Ray menyiram wajahku hanya untuk membangunkanku dan akhirnya seharian aku kena flu. Penyakit yang paling kubenci didunia ini. Flu dan hidung mampet membuatmu tidak bisa melakukan apa-apa. Bernafas susah, mau ngapa-ngapain juga susah karena khawatir cairan hidungmu akan meleleh didepan orang lain apalagi bila cairan hidungmu harus keluar didepan orang yang kau cintai. Oh.. membayangkannya saja sudah membuatku takut. Aku langsung turun kebawah menuju meja makan. Tempat semua keluarga berkumpul.

“Wiss.. cepet banget mandinya. Jangan-jangan kamu gak mandi yach? Mana ada anak cewek yang mandi secepat ini. Mencurigakan.” Ray memicingkan matanya dan menatapku curiga. Aku memandangnya galak dan berhasil menyikut ulu hatinya. Ray hanya meringis kesakitan sambil memegangi ulu hatinya. Rasakan. Enak saja dia menuduhku tidak mandi. Aku memang paling malas berlama-lama dikamar mandi. Karena itu aku tidak perlu waktu lama untuk bersiap-siap. Tidak seperti pria yang duduk disebelahku ini. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam dikamar mandi. Bahkan aku sempat kaget saat melihat perlengkapan mandinya yang sangat lengkap, mengalahkan perlengkapan perempuan.

“Udah – udah, masih pagi juga udah pada ribut. Sarapan dulu, jangan berantem mulu” tante Irna mencoba menengahi. aku hanya mengangguk sambil meraih sepotong roti dan langsung melahapnya. Hmm selai blueberry kesukaanku..

“Tante, Papa mana? Ozy berangkat ama siapa ni kesekolah?” tanya Mas Elang yang tiba-tiba datang duduk disebelahku. Aku bisa mencium aroma sabun sitrus yang segar dari tubuhnya. Berbeda dengan Ray, mas Elang tidak menyukai parfum. Lebih tepatnya tidak bisa memakai Parfum. Badannya bisa merah-merah dan gatal bila terkena percikan parfum jenis apapun. Karena itulah mas Elang tidak pernah memakai parfum. Walau begitu, mas Elang selalu terlihat segar setiap hari. Aku malah lebih senang mencium aroma shampoo dan sabun mas Elang dibandingkan mencium aroma parfum milik Ray yang berlebihan.

“Kamu ada kuliah gak Lang? Kalau gak ada, kamu mau kan anterin Ozy ama Acha. Kebetulan Papanya Acha gak bisa nganterin mereka ke sekolah. Tapi kalau Elang ada kuliah, ya udah biar tante aja ntar yang anterin” terang Tante Irna sambil menyuapi Ozy.

“Ya udah, Elang aja yang ngantar mereka, Elang kuliah siang kok. Papa mana?” Mas Elang mengulang pertanyaannya sambil meneguk susu putih yang ada dihadapannya.

“ Papa tadi pagi udah berangkat, kayaknya ada urusan gitu dch.. Tante juga kurang tau”

Papa berangkat pagi? Tumben. biasanya Papa selalu berangkat setelah kami semua berangkat. Tumben Papa berangkat pagi.

“Shill, udah siap belum? Buruan.udah jam tujuh nih, ntar macet lagi.” Ray berdiri dari tempat duduknya dan meraih jaketnya.

“Iya-iya udah kok. Tante, Shilla berangkat dulu yach..” aku menyalaim tangan Tante Irna dan Mas Elang.

“Kak Shilla berangkat dulu ya sayang, jangan berantem disekolah yah..” ujarku sambil mengelus pelan rambut Ozy. Ozy hanya mengangguk sambil tersenyum dengan mulut penuh dengan bubur kacang ijo kesukaannya.  

Aku berjalan menuju motor ninja double R bewarna hijau milik Ray. Ray menyodorkan helm padaku. Dengan cepat aku langsung meraihnya. Dan disini lah aku sekarang, duduk diboncengan adik kembarku yang super duper jahil. setiap pagi Ray selalu mengantarku kesekolah. Walaupun sekolah kami berbeda tapi Ray selalu bersedia mengantarku.Dia mengaku tidak tega melihatku harus berdesak-desakan diangkot pagi hari dan harus berlari-lari karena telat.  Walau terkadang jahil, tapi Ray mempunyai sisi baik yang tidak bisa kupungkiri.

“Thanks ya Ray. Untung ada kamu jadi aku nggak telat hari ini” ujarku sambil menyodorkan helm pada Ray begitu tiba tepat digerbang sekolahku.

“Makanya  cari cowok dong. Biar aku gak perlu nganterin kamu lagi tiap hari”

“Jadi kamu nggak ikhlas nih ngantarin aku? Kan kamu sendiri yang nawarin pengen jadi ojek aku tiap pagi”

“Bukannya gitu. Cuma miris aja, masa sampai sekarang kamu belum punya pacar sih. Makanya jadi cewek jangan galak-galak. ntar gak ada yang mau. Aku kan bisa repot kalau punya saudara perawan tua” Bisik Ray yang berhasil membuat wajahku memerah karena kesal. Aku menatapnya galak. Ray hanya tertawa dan kembali menstarter motornya.

“Yaudah aku pergi dulu yah”

Aku hanya melongos tidak peduli. Andai aja Ray itu gak terkenal dan gak jahil, pasti aku bisa baik ama dia. Untung aja disekolah ini nggak ada yang tau kalau aku saudaraan ama Ray, drummer terkenal dikota ini. Kalau tidak, aku harus mengulang masa-masa kelamku saat SMP dulu. Setiap hari selalu ada aja yang sok-sok munafik bertemen denganku hanya untuk deket dengan Ray. Menyebalkan.

Disekolah yang sekarang aku bisa punya sahabat-sahabat yang gak peduli aku adiknya Ray atau bukan. Dan satu lagi, aku senang sekolah disini karna disini aku bisa ngeliat RADITH. Anak kelas 3. ketua osis SMA IDOLA BANGSA ini dan satu – satunya cowok yang kutaksir didunia ini.

Sebagian besar waktuku disekolah ini kuhabiskan dengan melihat, memandang, dan memikirkan RADITH. Bahkan untuk sekedar memandangnya aja udah bisa membuatku senyum-senyum sendiri. Radith adalah sosok cowok sempurna dimataku. Dia benar-benar menyita perhatianku selama ini.  All his  life maybe is like photoshoot. Mataku selalu terkunci disatu titik fokus yang sama. Dia. Setiap sudut terlihat sempurna. Diambil dari angle manapun ekspresinya terlihat bercahaya dan menarik. Seperti pagi ini, aku sengaja perlambat langkahku saat melewati kelas kak Radith.

Dan seperti yang kuduga, dia melakukan aktifitas yang sama seperti pag-pagi sebelumnya.  Matanya yang fokus pada buku yang ada dihadapannya. Tangan kirinya yang selalu memegang pulpen dan selalu mengetuk-ngetukkannya diatas meja, seolah ingin membuat bunyi-bunyi halus yang terdengar menarik ditelingaku. Terkadang aku curiga, dia sebenarnya sedang membaca buku atau sedang menikmati musik. Ketukan irama pulpennya seperti orang yang sedang asyik menikmati alunan musik yang sedang bermain. Sebenarnya sedikit sulit untukku menangkap moment ini terlalu lama. Aku hanya menatapnya diam-diam saat melewati kelas tiga. Seandainya aku bisa, aku ingin lebih lama berdiri didepan pintu kelasnya dan memandangnya sepuasnya. Tapi tentu saja, aku tidak mungkin melakukannya. Bisa-bisa kak Radith menganggapku cewek stalker yang gila. Tidak. Membayangkannya saja aku tidak sanggup.

“Hei… Lagi mikirin apa sich? Kok bengong gitu?” Kyla, sahabatku mencoba menyadarkanku.

“Siapa juga yang bengong” aku berusaha mengelak. Tapi Kyla dan Nuri hanya senyum-senyum penuh makna. Seolah mengatakan kalau aku artis gagal yang tidak pandai mengelabui mereka.

“Apaan sich? Kalian berdua kok senyam senyum gak jelas gitu? Lagi kesambet ya?” tuduhku seenaknya.

“Yee..enak aja. Yang iyanya kamu yang kesambet. Mana pake acara bengong dijalan lagi, ntar kesambet setan baru tahu. Hmm… Pasti Kamu lagi mikirin Kak Radith kan? Iya kan? Iya kan? Hayoo..ngaku..” Ujar Nuri sambil merangkul pundakku dan memandangku sambil senyam senyum nggak jelas.

“Enak aja. Gak tuch. Siapa juga yang ngelamunin kak Radith. Kayak nggak ada kerjaan lain aja. Eh udah bel, masuk yok. ” aku mencoba mengalihkan pembicaraan. kedua sahabatku ini memang paling tau kalau aku selama ini naksir pada Kak Radith. Sekeras apapun aku mengelak mereka tetap tahu kalau aku memang naksir kakak kelasku itu.

“Bu winda gak masuk kok, les pertama kita kosong. Ngomong – ngomong gimana hubungan Kamu ma Kak Radith? Udah ada kemajauan belum?”

“Apaan sich.. gak ada kelanjutan apa-apa. Yah masih gitu-gitu aja. Aku juga gak yakin kalau Kak Radith kenal ama Aku. Yang suka ama Kak Radith kan banyak. Mana mungkin Kak Radith ngelirik aku. Lagian aku juga nggak pantas buat kak Radith” terangku jujurm. Selama ini aku tidak pernah mengungkapkan perasaanku pada siapapun. Hanya Kyla dan Nuri sajalah yang tahu kalau aku mengagumi sang ketua osis sekolah ini. Jadi tidak mungkin ada kemajuan apa-apa antara aku dan kak Radith. Sampai kapanpun aku harus ikhlas dan puas memandangnya dari jauh. Aku hanyalah satu dari puluhan pengagumnya yang lain.

“Dasar bego.. gimana sich Kamu? Siapa bilang Kamu gak pantas? Hello.. Shilla.. Liat diri Kamu. Kamu cantik. Kamu keren. Kamu punya otak yang pas-pasan tapi itu gak ngaruh. Cowok biasanya memang nggak terlalu suka ama cewek yang lebih smart dari dia. Gak ada yang gak mungkin didunia ini. Asal kamu yakin, Kamu pasti bisa dapetin siapapun yang kamu mau. Kamu harus berusaha buat ngeraih apa yang Kamu inginkan Shil. Jangan Cuma bisa nunggu dan diam terus. Mau ampe kapan shill? Ampe Kak Radith tamat? Ampe Kak Radith pacaran ama Sivia? Ampe Kamu gak bisa lagi berbuat apa-apa untuk mencuri perhatian Radith? Gitu maksud Kamu?” cerocos Kyla panjang lebar sambil memandangku tajam. Kalau aku lihat, saat ini Kyla seperti nenek-nenek yang lagi nasehatin cucunya. Oke. Mungkin aku lupa menjelaskannya. Kyla memang seperti. Sifatnya rada bawel dan lebay. Kalau sudah berkomentar nggak pakai titik koma. Nyerocos terus sampai mulutnya berbusa.

 “ Iya-iya Kylaku sayang, bawel dech. Kita kekantin aja yok daripada ngomong gak jelas gini” ujarku sambil menarik tangan Kyla dan Nuri. Jujur, aku tidak sanggup mendengar omelan Kyla yang berujung. Bikin kuping dan hati panas. Kalau aku ladenin bisa-bisa omelannya makin panjang. Cara terbijak yang bisa kulakukan untuk menghentikan ocehannya adalah dengan pura-pura mengerti dan mengalihkan perhatiannya pada makanan.

“Tapi janji lho, kamu jangan lama-lama nunda buat deketin Kak Radith, keburu disambar orang. Apalagi saingan kamu si Sivia, wakil ketua osis yang nyaris sempurna itu” Kyla masih aja berkomentar. Aku hanya manggut-manggut sok ngerti. Daripada ngebantah, mending iyakan aja dech. Biar cepat.

Mungkin karna masih pagi, kantin masih sunyi. Biasanya setiap jam istirahat, kantin ini selalu penuh. Terkadang kami harus antri untuk mendapatkan tempat duduk di kantin ini. Untunglah pagi ini kantin benar-benar sunyi. Hanya ada tiga orang anak siswa yang nongkrong diujung kantin.  Aku, Sivia dan Nuri memilih untuk duduk dikursi tengah kantin.

“Kalian mau makan apa? Sini biar sekalian aku pesanin” tawar Nuri.

“Aku udah sarapan sich, masih kenyang. Aku minta es pisang ijo aja deh satu” 

“ Shilla,.. ngapaen kamu makan es pagi-pagi. Ntar kamu bisa sakit perut. Minum es pagi-pagi itu nggak sehat Shilla. Mending kamu minum teh manis hangat aja biar badan kamu seger. Atau gak kamu minta jus buah tanpa es aja. Jus juga bagus  diminum pagi-pagi” Penyakit Kyla kambuh lagi. Aku dan Nuri hanya geleng-geleng kepala.

“Nuri, aku pesan teh manis hangat aja satu. Daripada kena ceramah pagi dari nenek Kyla lagi”ujarku pasrah. Kyla hanya senyum penuh kemenangan. Dasar.

“Kamu mesen apa nih jadinya? Pasti nasi goreng ama teh manis hangat kan?” Nuri mencoba menebak pesanan Kyla. Kyla hanya mengangguk. Dari dulu kyla selalu memesan menu yang sama. Nasi goreng dan teh manis hangat. Heran. Apa Gak bosen apa yah dia mesan menu yang sama tiap hari.

“Bilang gulanya dikit aja ya. Soalnya aku ada keturunan diabetes, jadi gak boleh makan dan minum yang manis-manis terlalu banyak”

“Iya-iya aku tau…” potong Nuri sambil berlalu meninggalkanku dan Kyla berdua.

“ Shill, ntar malem kamu ada acara nggak? Ntar malem starband maen lho maen di the chocolate cafe. Kamu mau nonton gak? Bandnya keren Lho Shill, personilnya juga cakep – cakep. Apalagi vokalis ama drummernya. Wih gila banget.. keren-keren Shill, Kamu kenal starband  kan?” tanya Kyla yang membuatku speechless untuk beberapa saat sangking kagetnya. Bukannya itu band nya Ray? drummernya pasti Ray. Memang benar aku belum pernah ngeliat penampilan Ray dan teman – temannya secara langsung. Bisa mati kepedean ntar si Ray kalau tahu aku nonton bandnya. Males banget..

“Lagi ngomongin apa sich?” tanya Nuri yang telah selesai memesan makanan dan langsung duduk disebelahku.

“ ku mau ngajak Kamu berdua nonton starband  ntar malem di the chocolate café. ?”

Tiba-tiba wajah Nuri berubah cerah. “Oh.. Starband. Aku tau band itu. Gila banget, drummernya yang namanya Ray cakep banget ya.  buat aku jatuh cinta tiap ngeliat dia nabuh drumnya. Keren banget” ujar Nuri dengan mata berbinar-binar. Aduh..mimpi apa aku semalam. Kenapa aku harus terjebak diantara dua orang fansnya Ray. Dan kenapa kedua sahabatku ini menyukai bandnya Ray sih. Kayak nggak ada band lain aja yang lebih oke. Kenapa starband selalu dielu-elukan di kota ini. Padahal menurutku penampilan mereka pasti biasa saja. Cuma menang disegi visual aja. Namanya aja udah norak. Star band. Apaan coba. Tapi nggak mungkin aku mengungkapkan pendapatku ini didepan Kyla dan Nuri. Bisa-bisa aku dipanggang hidup-hidup dan dijadikan sate ama mereka.

“Kalau aku sich lebih suka ama vokalisnya.  cakep banget. namanya Alvin. Wajahnya kayak artis korea gitu. Oriental banget. Keren banget.”

Aku nyaris tertawa mendengar penjelasan Kyla. Alvin? Yang mana lagi itu. Aku memang sering mendengar Ray menyebut nama Alvin, tapi aku tidak benar-benar menyimaknya. Mendengar penjelasan Nuri saja sudah membuatku gatal-gatal. Pasti dia hanya satu dari ratusan anak muda diluar sana yang sok-sok Korean wannabe. Entah kenapa aku tidak terlalu suka dengan sesuatu hal yang berbau boyband seperti itu. Norak banget. Seperti tidak punya identitas sendiri pakai acara niru-niru boyband luar.

“Oh iya. aku denger-denger mereka semua anak SMA musical yang terkenal itu. Wajar aja sih bandnya keren, sekolahnya aja elit kayak gitu”

“Mereka anak SMA musical? Pantas aja auranya agak beda. Anak musical kan emang gudangnya musisi-musisi dan artis terkenal. Huwaaa..ngeliat sekolahnya aja aku udah merinding. keren banget..!!!”

Kyla hanya mengangguk menyetujui pendapat Nuri. SMA musical benar-benar sekolah musik bertaraf internasional. Sekolah itu selalu memenangi hampir semua festifal musik dan segala perlombaan musik tingkat nasional. Bahkan beberapa kali mereka mengirimkan utusannya untuk bertanding diluar negri. Aku juga heran kenapa Ray bisa masuk kesekolah itu dengan mudah. Sebenarnya bukan masuk, lebih tepatnya Ray diundang untuk bergabung disekolah itu. Dunia benar-benar tidak adil.

“Gimana? Kamu mau gak nonton mereka ntar malem?” tanya Kyla gak kalah semangat. Nuri hanya mengangguk sambil terus tersenyum.

“Mau banget Kyl.. ntar aku ajak Doni juga deh biar rame. Gak papa kan?”

Kyla menggeleng dan tersenyum, “Yah gak papa dong, ajak aja Doni. Dia kan cowok Kamu. Lagian kita deket kok ama Doni masih nyambung gitu. Kamu ikut kan Shill?”

Kyla dan Nuri kompak memandangku dengan mata yang berbinar-binar. Sial. Kenapa mereka memasang eskpresi seperti itu, membuatku susah untuk menolak permintaan mereka. Aku hanya menelan ludah pelan.

“Aku belum pernah dengar tuch namanya starband. Aku gak nge fans ama mereka. Kalian berdua aja deh yang pergi. Aku males banget. Apalagi ntar malem aku udah janji ama Ozy mau nemenin dia belajar” aku mencoba mencari alasan. Dan sepertinya berhasil, Ozy memang alasan yang paling bisa mereka terima. Nuri dan Kyla hanya tertunduk pasrah mendengar alasanku.

“Oh yaudah deh Shill, gak papa kok. Lagian Ozy lebih membutuhkan Kamu daripada kita. Kamu bener-bener kakak yang baik Shill” ujar Kyla yang disambut anggukan Nuri.

“Iih.. Kalian apa-apaan sih. Kok jadi serius gini. Biasa aja kali. Jangan pasang ekspresi nggak jelas kayak gitu dong, bikin aku nggak enak. Eh, ngomong-ngomong pesenan kita kok lama banget ya datangnya?” aku mencoba menoleh kearah ibu kantin. Aku kaget melihat sosok yang sangat kukenal berdiri beberapa meter dari tempat kami duduk. Dia berjalan perlahan mendatangi meja kami. Oh God. Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kukatakan. Apa aku pura-pura cuek dan nggak kenal dengannya toh dia juga nggak kenal denganku. Atau aku pura-pura sok akrab dan menyapanya duluan. Ah…otakku tidak bisa berfikir saat ini. Aku memandang Nuri dan Kyla bergantian. Mencoba mengirimkan telepati untuk menentukan sikap yang harus kuambil saat tapi. Bukannya menerima telepatiku, kedua bocah itu hanya cengegesan nggak jelas sambil mengedipkan mata padaku. Ini sama sekali tidak membantu. Apa yang harus kulakukan? Kak Radith semakin dekat. Oh God. Tolong aku…

 “Kalian anak kelas berapa?” tanya Kak Radith sambil menatap kami satu persatu. Aku hanya terdiam dan jantungku berdegup kencang saat mataku bertemu langsung dengan mata Kak Radith. Orang yang selama ini kuidolakan. Dilihat dari jarak sedekat ini kak Radith benar-benar tampan. Matanya yang hitam dan tegas dipadu dengan alis matanya benar-benar tebal menambah kesan kharismatik yang mendalam. Aku kaget dan tersadar saat kaki Nuri menendang-nendang tulang keringku.

“Kita kelas X-5 Kak..” ujarku cepat tanpa mengalihkan mataku darinya.

“Kenapa? Ada yang bisa kita bantu Kak? Tumben kakak nyamperin kita. Wah ada angin apa nich Kak? Oh iya kenalin namaku Kyla, ini Nuri, dan yang paling cantik itu namanya Shilla..” cerocos Kyla yang ngebuat kening Radith mengernyit nggak karuan. Radith memincingkan matanya dan menatap kami seolah kami bertiga makhluk alien yang tersesat dimuka bumi.

“Kalian bertiga tau nggak kalau ini belum jadwalnya istirahat. Kalian nggak tau aturan sekolah ini apa? Siswa dilarang nongkrong dikantin diluar jam istirahat ” ujar seorang pria yang sedari tadi berdiri disebelah Kak Radith. Pria  yang belakangan ini kutau bernama Ferdi Andryos. Wakil ketua osis yang terkenal dengan sifatnya yang sama sekali tidak bersahabat

“Lho? Sejak kapan aturan itu dibuat sich? Lagian kita kan belum pada tahu. Namanya juga anak baru. Harusnya sebagai petinggi osis, Kakak harus bisa mensosialisasikan semua peraturan yang ada disekolah ini dengan baik kepada para siswa.  Kakak nggak boleh asal marah-marahin kita gini dong. Kakak gak punya hak marahin kita. Kakak dan aku itu sama. Sama-sama siswa disekolah ini. Jangan mentang-mentang kakak petinggi Osis, kakak  jadi belagu gitu” cerocos Kyla kesal sambil menatap Ferdi tajam. Aduh… Kyla apa-apaan sih. Bisa-bisanya dia bikin ribut kayak gini. Pakai acara ngejelek-jelekin osis lagi.

Karna terlalu malu, aku segera menarik tangan Kyla dan memberinya isyarat untuk diam. Kalau dibiarkan bisa-bisa aku dan kedua sahabatku ini mendapatkan hukuman yang tidak masuk akal. Bukankah Ferdi terkenal sebagai wakil ketua osis yang berhati baja. Saat ospek, aku masih ingat jelas kalau dia sering menghukumku setiap kali aku berbuat kesalahan. Menghindari Ferdi adalah solusi terbaik saat ini. Aku mencoba tersenyum dan memandangi kak Radith dan Ferdi bergantian.

“Maafin kami Kak. kami benar-benar nggak tau.. Maaf kak, kami benar-benar nggak tahu kalau siswa dilarang kekantin selain jam istirahat. Kami benar-benar minta maaf” ujarku tulas. Nuri yang sedaritadi hanya diam disebelahku ikut menunduk dan meminta maaf.

“Maafin kami kak. Kami janji nggak bakalan ngulangin lagi” tambah nuri.

Ya udah dech nggak papa. Lain kali jangan diulang lagi yah. Lebih baik kalian balik kekelas aja sekarang sebelum guru pengawas menangkap basah kalian yang berkeliaran di kantin. Emang siapa gurunya?” tanya Kak Radith mulai ramah. Aku hanya tersenyum kecil menahan kegembiraanku. Ternyata dugaanku benar. Kak Radith sangat baik dan pemaaf.

“Iya Kak. Pasti.hehehe.. Makasih yah Kak. Tadi Les pertama Bu Winda. Katanya Bu Winda lagi sakit jadinya kelas kosong  dech” terangku. Kak Radith hanya manggut-manggut.

“Ooo.. Iya, Bu Winda emang lagi demam. sejak kemaren emang udah gak masuk. Ya sudah kalian bertiga lebih baik balik ke kelas aja sekarang. Dan ingat ini terakhir kalinya kakak melihat kalian berkeliaran dikantin dijam belajar” ujar Kak Radith tegas disambut anggukanku, Nuri dan Kyla bersamaan.

“Makasih yah kak. Kami ijin dulu..permisi” ujarku sambil meninggalkan kantin bersama Nuri dan Kyla. Aku tidak sanggup membalikkan badan lagi. Aku benar-benar malu saat ini. Tapi kalau dipikir-pikir ada bagusnya juga sih. Dengan begini akhirnya aku bisa berbicara langsung dengan Kak Radith. Ini benar-benar menakjubkan. Kalau gini ceritanya sih, aku rela deh dimarahin tiap hari ama kak radith dan Ferdi.

“Nuri.. Kamu kenapa sih? Kok daritadi bengong aja” aku memandang Nuri yang memang sejak tadi hanya diam.

“Aku masih shock. Baru kali ini aku ngelihat Ferdi semarah itu”

“LHO? KAMU KENAL AMA FERDI?!” tanyaku dan Kyla kompak.

Nuri hanya tersenyum kecil dan mengangguk.

 “Ya kenal lah. Dia dulu temen SMP ku. Karna nilainya selalu bagus, dia ikut kelas akselerasi. Makanya sekarang dia lebih cepat setingkat dibandingkan kita. Aku benar-benar nggak nyangka dia udah berubah drastis sekarang. Padahal dulu Ferdi itu sangat tertutup dan tidak pernah peduli dengan lingkungannya. Dia hanya tertarik dengan pelajaran dan soal-soal yang ada dihadapannya. Seolah mengatakan kalau tidak yang jauh lebih menarik didunia ini selain kumpulan soal-soal yang ada dihadapannya.  Aku benar-benar nggak nyangka dia ikut berorganisasi dan menjadi wakil ketua osis”

Aku dan Kyla saling berpandangan mendengar penjelasan Nuri.

“Kayaknya kamu kenal banget ama Ferdi. Tapi kenapa tadi dia kayak nggak kenal ama kamu? Apa orangnya emang sombong gitu. Walau bagaimanapun kan kalian pernah satu SMP dan pernah jadi teman sekelas. Kenapa dia pura-pura nggak kenal gitu?” Kyla menatap Nuri tidak mengerti.

Nuri menghela nafas panjang.

“Tentu saja. Dia tetanggaku dan teman bermainku sejak kecil. Aku tidak mengerti kenapa sekrang hubungan kami jadi seaneh ini. Dia tiba-tiba menjauhiku dan memusuhiku. Entahlah.. Aku juga tidak mengerti”

Aku merangkul pundak Nuri pelan.

“Sudahlah… Kok jadi ngebahas Ferdi sih. Nggak penting banget”

“Bener. Kayak nggak ada topik lain aja. Tapi kalau dipikir-pikir sebenarnya Ferdi itu lumayan cakep yah. Coba aja dia rajin senyum dan nggak masang ekspresi nggak bersahabat. Dia pasti jauh lebih cakep dari kak Radith”

“Yee.. enak aja. Jangan sama-samain kak Radith ama Ferdi dong. Jauh banget. Bagai langit dan bumi” ujarku nggak terima.

“Ih.. coba deh bayangkan kacamata Ferdi dilepas, pasti cakep. Badannya juga tinggi dan keren. Coba aja dia nggak galak dan ramah kayak kak Radith. Aku yakin banget kalau fansnya bisa lebih banyak daripada kak Radith. Apalagi Ferdi itu juara umum. Bener-bener sempurna”

“Yee..walau bukan juara umum, tapi nilai kak Radith nggak jelek-jelek banget. Pokoknya kak Radith jauh lebih baik dari Ferdi”

“Udah-udah. Kalian kok jadi memperebutkan sesuatu yang nggak masuk akal sih. Nggak penting banget. Kak Radith dan Ferdi emang beda dan nggak bisa dibanding-bandingkan.  Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Udah deh, ngapain juga mikirin mereka. Mereka aja nggak mikirin kita. Nggak penting banget” ujar Nuri bijak. Aku dan Kyla hanya mengangguk dan tersenyum. Dibandingkan kami berdua, Nuri memang lebih dewasa dan bijak. Karena itulah aku dan Kyla benar-benar beruntung berteman dengan Nuri. Nuri seperti jembatan yang selalu bisa menghubungkanku dan Kyla.

****

BAB II

THE STAR

“Kak Ray… Kak Ray.. mau kemana? Ozy ikut… Ozy ikuuuut….!!!!!” Rengek Ozy sambil menarik-narik celana jins Ray. Ray yang sedang sibuk memakai jaketnya hanya melirik Ozy yang memeluk kakinya erat.

Ray terlihat menghela nafasnya pelan sebelum akhirnya Ray menunduk dan mengangkat kedua tubuh Ozy. Ozy masih merengek dan mencoba memberontak. Tapi tenaga kecilnya tidak mampu menandingi tenaga Ray.

“Kakak ada Show malam ini. Ntar kalau Ozy ikut siapa yang jagain Ozy coba?. Ntar kalau Ozy diculik, siapa coba yang sedih?” Ray mencoba membujuk adiknya sambil mengelus kepala adik kecilnya. Tapi sepertinya Ray gak berhasil, Ozy masih terus merengek..

“Ozy mau ikuttt…!!!!!!!!!!! Ozy udah besar. Nggak harus dijaga.. Pokoknya Ozy Ikuutttt.. Huwwaaaaa…Ikut..Ikut..” rengekan Ozy makin menjadi-jadi.Rengekan Ozy membuat tante Irna yang sedang sibuk menyiapakan makan malam langsung berlari keruang tamu. Jarang-jarang Ozy menangis histeris seperti mala mini.

“Kok Ozy nangis? Kenapa sayang?” tanya tante Irma sambil membelai rambut Ozy yang terus menagis di pelukan Ray

“ Ozy.. Mau ikut Kak Ray..” ujar Ozy disela-sela tangisnya

“ Emang kamu mau kemana Ray?”

“ Ray mau ke  the chocolate cafe Tante. Ada Show.. Gak mungkin dong Ray bawa Ozy. Ntar kalau kita manggung siapa yang jagain Ozy. Duuh..Tante bujukin Ozy dong. Ray udah mau telat nih” terang Ray yang membuat tangisan Ozy semakin menjadi jadi.

“Ozy mau ikuutttt……….” Teriak Ozy kencang yang membuat Ray makin kebingungan. Bahkan bujukan tante Ozy, yang biasanya selalu didengar oleh Ozy sama sekali nggak berpengaruh. Ozy masih terus merengek-rengek minta ikut.

“Shil. bujuk Ozy tuch..kasian”  Ujar Mas Elang sambil menyenggolku

“Ah bodo. Kan ada Ray.. bairin aja dia yang ngurus Ozy” ujarku cuek sambil menatap layar TV yang malam itu sedang menampilkan acara musik luar negri.

“Shilla. Jangan cuek gitu dong. Sana coba bujuk Ozy. Ozy kan biasanya paling ngedengerin kamu. Kasihan lho Ozy daritadi nangis-nangis gitu. Ray juga kasihan, ntar dia telat lho show nya”

“Sok seleb banget sich si Ray. Males ah..biarin aja dia telat..”

“ Shila….” Mas Elang menatapku seakan ingin mengatakan sesuatu

“Iya-iya” ujarku cepat sambil berdiir dari tempatku. Aku memang paling tidak bisa menolak perintah Mas Elang.

Aku langsung menghampiri Ray dan Ozy. Ray terlihat lega saat melihat kedatanganku. Dia member isyarat dengan mulutnya untuk memintaku melepaskan Ozy dari rangkulannya.  Tangan kecil Ozy melilit keras leher Ray

“ Ozy saying..  maen ama Kak Shilla yok dek. Ngapaen sih pakai acara meluk-meluk kak Ray. Ozy nggak mau maen ama Kak Shilla lagi ya? Ozy lebih milih Kak Ray ya dibanding Kak Shilla. Kalau gini ceritanya mending kak Shilla pergi aja deh. Percuma. Toh Ozy juga lebih milih kak Ray disbanding kak Shilla” aku mencoba mendramtisir keadaan. Ray memandangku aneh. Aku tidak peduli. Aku tidak punya ide lain untuk membujuk Ozy saat ini. Dan sepertinya berhasil. Ozy memutar wajahanya yang sebelumnya disembunyikannya dibalik pundak Ray dan menatapku.

“Ozy emang lebih suka ama kak Shilla tapi Ozy mau ikut ama Kak Ray” terang Ozy dengan suara yang melemah. Aku nyaris tertawa melihat ekspresinya yang terlihat kebingungan dan putus asa.

“Jadi kamu lebih milih keluar ama Kak Ray dibandingkan main ama kak Shilla dirumah?” aku mencoba meyakinkan Ozy. Ozy lama terdiam dan mengangguk perlahan.

“Berarti Ozy nggak saying dong ama Kak Shilla. Ozy tega banget ngebiarin kak Shilla kesepian malam ini“

“Kalau gitu kak Shilla ikut aja”

“Ha? Nggak lah sayang.. kakak malas nonton konser kak Ray. Berisik. Mending kita dirumah, ngedengerin band-band lain yang lebih bagus. anak kecil gak bagus keluar malem-malem. Mending dirumah aja.  maen ama Kak Shilla, Mas Elang, dan Tante Irna.. Yok sini maen ama Kak Shilla aja” aku mencoba membujuk Ray dan berusaha meraih tubuh Ozy dari pelukan Ray. Ray mencoba memberikan Ozy padaku tapi Ozy semakin mempererat pelukannya dileher Ray.

“Ozy… Ayo dong. Kasihan kak Ray udah telat. Ntar kapan-kapan kita nonton shownya kak Ray deh. Kakak janji. Tapi malam ini kamu main ama Kak Shilla aja ya” Aku kembali meraih tubuh Ozy. Ozy mengehempaskan tanganku kasar.

 “Gak Mau… Gak Mau.. Ozy mau ikuttt.. Ozy mau ikut Kak Ray..!!!!!” Raung Ozy keras. Ray menatapku. Aku hanya mengangkat bahu. Aku menyerah. Aku tidak tahu bagaimana caranya membujuk Ozy. Biasanya aku selalu berhasil membujuknya tapi aneh, mala mini Ozy sama sekali tidak mau dibujuk.

“Udah dech Ray. Kamu bawa aja Ozy, kasihan juga daritadi nangis terus pengen ikut ama kamu”

“Yee.. Gimana Aku mau bawa dia. Ntar kalau aku manggung siapa yang jagain dia? Kalau dia nangis dan teriak dicafe kamu mau tanggung jawab?” Tanya Ray tidak terima.  Memang benar sih yang dikatakan Ray. Gimana kalau Ozy tiba-tiba nangis disana? Siapa yang bakalan ngebujuk dan jagain dia. Bisa-bisa pemilik café bakalan ngusir Ozy karena dituduh mengganggu kenyamanan pelanggan. Tidak. Membayangkannya saja aku nggak sanggup.

“Ya udah kalau gitu kamu ikut aja Shil ama Ray.. Kasian Ozy kalau gak ada yang jagain. Daripada dia nangis terus dan Ray telat mending kamu ikut aja bareng Ray” usul tante Irna yang membuatku membelalakkan mata. Ini tidak mungkin. Ini solusi terburuk.

“Ikut ama Ray.. Wiss..ogah..Gak mau..males banget” ujarku ketus. Sampai kapanpun aku tidak pernah berniat melihat penampilan Ozy dan bandnya. Nggak penting banget.

“Ozy mau ikuttttt..!!!! Pokoknya Ikuttt…!!!” teriak Ozy tiba-tiba.  Kenapa Ozy pakai acara teriak-teriak gini sih.

Aku menatap Tante Irna meminta pertolongan. Bukannya menolongku, Tante Irna menatapku intens.

“Kamu sekarang ikut ama Ray. Jagain Ozy dengan baik. Ntar kalian perginya bareng Mas Elang aja. Sesekali ajak adik kalian jalan-jalan napa sich. Gak kasian apa liat Ozy yang teriak-teriak gitu” ujar Tante Irna sambil memandangku dan Ray bergantian. Ray hanya diam dan ikut menatapku. Apaan sih..

“ Tapi Tante…” Aku mencoba mencari alasan yang tepat untuk menolak ide gila tante Irna.

“Gak ada tapi-tapian. Buruan. Ntar Ray telat lagi. Kasian.. Ya udah Ozy mau ikut kan? Pakai jaket dulu yach biar gak masuk angin” ujar Tante Irna disambut anggukan dan senyum cerah Ozy.

Aku hanya bisa pasrah Aku melirik Ray yang kini berdiri tepat disebelahku.

“ Apaan?” tanya Ray seperti bisa membaca pikiranku

“Aku ikut karna terpaksa, bukan karna aku pengen liat kamu dan band kamu manggung” ujarku ketus.  Ray terlihat kaget sebelum akhirnya dia kembali senyum-senyum gak jelas. Dasar orang gila. Bisa-bisanya dia senyum-senyum seperti itu.

“Iya-iya aku tau kok adikku sayang. Kamu dari dulu emang nggak pernah mau kalah dariku. Tapi sampai kapanpun kamu tetap nggak bisa ngalahin aku. Kamu tahu kenapa? Karena kamu itu adikku” terang Ray sambil tersenyum kecil.

“Heh..Ray..kita tu Cuma beda 2 jam. Dan aku lahir dua jam lebih awal dari kamu. Jadi seharusnya aku yang lebih tua dari kamu. Seharusnya kamu itu adikku Raynald..” Aku menatap matanya tajam. Dari dulu Ray selalu menagtakan bahwa aku adiknya, padahal jelas-jelas aku lahir dua jam lebih awal dari dia. Otomatis aku dong yang kakak-an bukannya Ray.

“ Yee.. Kamu nggak tau filosofi tentang anak kembar ya Shill. Buat anak kembar, anak yang lahir belakangan itu lebih tua daripada yang lahir duluan. Kamu tahu kenapa? karna dia ngejaga adik kembaranya dan membiarkan adik kembarnya keluar duluan melihat dunia ini. Jadi mulai sekarang kamu boleh manggil aku Mas Ray..hahahhahaha” ujar Ray sambil merangkul pundakku yang langsung kutepis..

“ Yee ngarang..aturan dari mana lagi tuh”

Ray hanya tertawa. Aku heran, kenapa Ray senang sekali tertawa. Apa dia pikir dia makin cakep kalau terus tertawa seperti itu? Yang benar saja!

“Ayo Kak..kita pergi sekarang…” ujar Ozy yang telah siap dengan sepatu kets putih plus jaket kaos dan topi andalannya. Aku menatap Ozy dari atas sampai bawah..

“Wiss.. adik kakak cakep banget sich.. Mau kemana? Kayak mau nge-date aja..” usilku

nge-date apaan kak?” tanya Ozy polos.aku hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Sepertinya aku salah ngomong.

“ Ya udah kita bernagkat sekarang aja yok.. kamu gak ganti baju Shil, pakai baju tidur?” tanya Mas Elang sambil menatapku heran. Aku menepuk jidatku pelan. Bisa-bisanya aku lupa kalau saat ini aku hanya memakai piama.  

“ Ya ampuun… Shilla lupa. Tunggu bentar ya kak, Shilla ganti baju dulu” teriakku sambil berlari kekamar. aku langsung meraih kaos dan jaket pink favoritku. Gak sampai lima menit aku telah siap dan langsung masuk kemobil honda jass milik Mas Elang. Aku langsung duduk dibelakang bersama Ozy yang sedaritadi tidak berhenti memamerkan senyumannya. Sepertinya dia benar-benar bahagia malam ini. Setelah pamit pada tante Irma, Mas Cakka langsung melajukan mobilnya menuju café tempat show-nya Ray.

 “ Ray… kecilin dong AC-nya.. dingin banget. Ntar Ozy masuk angin lagi” ujarku sambil merapatkan jaket Ozy.

“ Iya-iya. Bawel amat sich. Udah kayak emak-emak aja” ujar Ray seenaknya. Sembarang mengataiku seperti emak-emak. Karena terlalu kesal, aku langsung menjitak kepala Ray dari belakang. Itung-itung untuk balas dendam karena sudah seenaknya menghinaku. Ray meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Dia menatapku kesal. Aku tidak peduli.

“Sakit tau. Kamu itu perempuan apa tukang pukul sih. Kalau udah mukul nggak kira-kira. Kalau kepala aku ampe benjol kamu mau tanggung jawab ha?!”

“Salah sendiri. Siapa suruh kamu ngeledek aku” ujarku membela diri. Ray hanya menghela nafas panjang.

“Dasar norak.  Nggak bisa diajak bercanda. Jadi cewek kok tempramen banget”gerutu Ray sambil membalikkan tubuhnya.

“Apa kamu bilang?Kamu pikir aku nggak dengar barusan kamu ngomong apa? Siapa juga yang tempramen. Jadi cowok dewasa dikit dong. Candaan kamu nggak lucu” ujarku tidak mau kalah.

“ Udah-udah. Kalian ini.. ngak dirumah , nggak dimobil kerjaannya berantem mulu. Berisik banget. Nggak malu apa ama diliatin ama Ozy yang masih kecil. Heran deh, kalian ini kembar tapi kayak air dan minyak. Nggak bisa nyatu”  Mas Elang yang sedaritadi diam mulai angkat bicara. Aku hanya diam tidak tahu harus berkata apa. Dari dulu aku memang tidak pernah mau mengalah dari Ray. Dia selalu membuat hariku berantakan, karena itulah aku tidak terlalu menyukainya. Aku juga heran kenapa aku tidak bisa sabar menghadapi Ray. Sedangkan bila bersama Mas Elang ataupun Ozy aku bisa sabar dan berubah menjadi gadis yang baik. Entahlah..

“Emang ada aturannya ya Mas kalau anak kembar itu harus akur?”

Mas Elang melirik Ray sekilas dan kembali menatap jalanan yang ada dihadapannya. “Tentu saja. Anak kembar biasanya memiliki hubungan emosi yang lebih erat. Mereka bisa memahami pribadi dan perasaan masing-masing tanpa harus diungkapkan dengan kata-kata. Seharusnya sebagai anak kembar kalian bisa tahu apa yang diinginkan dan tidak diinginkan kembaran kalian. Keadaan ini bisa memperkecil konflik yang terjadi antar anak kembar. Mas suka heran dengan kalian berdua. Kenapa yah kalian tidak mirip seperti anak kembar pada umumnya?” Mas Elang mengernyitkan dahinya.

Aku hanya diam mendengarkan penjelasan Mas Elang. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku mendengar ini. Semua saudara dan kerabatku pun sering mengatakan kalau kami tidak cocok sebagai anak kembar. Terlalu berbeda. Tidak ada persamaan yang menunjukkan kami sebagai anak kembar. Tapi ini bukan salahku. Salahkan Ray yang teralalu bersinar. Coba saja Ray tidak terlalu mencolok sejak kecil, aku yakin kami bisa menjadi saudara kembar yang akur . Aku seperti menutup mata dan hatiku untuk Ray. So, wajar saja kalau hubungan kami tidak sedalam anak kembar lainnya. Kami bahkan tidak pernah melakukan telephaty yang konon katanya sering dilakukan anak kembar untuk berkomunikasi.

***

Setiba di café, Aku, Mas Elang, dan Ozy langsung memilih duduk dimeja terdepan. Sedangkan Ray langsung menuju belakang café untuk berkumpul dan mempersiapkan diri bersma teman-temannya anak the star.

Aku menatap sekeliling café. Ternyata café nya benar-benar ramai. Penuh dengan orang-orang yang sepertinya sengaja datang dengan pasangannya untuk melihat penampilan Ray dan teman-temannya. Untung saja meja yang saat ini kami tempati tidak ada yang menempati. Kata Ray sih, dia tadi sudah menelpon pemilik café ini untuk menyediakan satu meja khusus untuk kami. Meja khusus yang dimaksud adalah meja yang tepat berada ditengah dan berada paling depan, dekat dengan panggung. Mungkin fansnya Ray akan berteriak kerangan bila duduk ditempat ini, tapi tidak untukku. Posisi ini sama sekali tidak strategis. Terlalu dekat dan terlalu berisik. Bagaimana aku bisa menikmati makan malamku bila beberapa meter didepanku Ray dan teman-temannya akan membuat keributan tidak berarti diatas panggung. Beneran deh, daripada melihat penampilan Ray dan teman-temannya aku lebih memilih menonton penampilan topeng monyet sekalian. Setidaknya aku tidak melihat muka Ray yang selalu tebar pesona kepada fansnya diatas panggung. Bikin mual.

Seorang pelayan wanita segera tersenyum pada kami sambil menyerahkan daftar menu padaku. Aku segera membukanya dan menatap satu per satu menu yang ditawarkan café ini. Dari gambar di menu ini, sepertinya ice cream lady chocoblue langsung menarik perhatianku. Bentuk ice cream nya yang tinggi dan bewarna merah cerah dengan siraman saus blueberry dan ditaburi potongan-potongan coklat renyah mampu membuatku tersenyum. Aku akan memesan ice cream cantik ini.

“Ozy mau makan apa?” tanyaku pada Ozy yang duduk disebelahku.

“Mau ice cream…” ujar Ozy smabil menunjuk gambar ice cream corn chocolate yang terdapat dimenu makanan.  Ternyata Ozy memikirkan apa yang sedang kupikirkan saat ini. Aku dan Ozy memang mempunyai selera yang sama dalam soal makanan.

“Sama nasi goreng ya. Ozy kan belum makan malam” Ujarku sambil menatapnya. Ozy hanya mengangguk sambil terus menatap sekeliling. Sepertinya dari tadi dia terus mencari keberadaan Ray. Padahal jelas-jelas saat ini Ray ada dibelakang, sedang siap-siap bersama bandnya. Kenapa akhir-akhir ini Ozy jadi semakin dekat dengan Ray yah. Aneh. Memikirkannya saja sudah membuatku kesal.

“ Mas Elang mau makan apa?” tanyaku pada Mas Elang yang sedaritadi sibuk dengan handponenya.

“ Terserah kamu dech Shil, kamu aja yang pilih. Mas kebelakang dulu ya. Kalian disini aja, jangan kemana-mana” ujar Mas Elang bangkit dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkanku dan Ozy berdua. Sebenarnya aku paling tidak suka kata “terserah”. Aku tidak bisa mengambil keputusan. Apalagi aku tidak tahu Mas Elang mau makan atau hanya minum. Aku juga tidak tahu Mas Elang lebih suka nasi atau mie. Hmm… Kalau dipikir-pikir sepertinya aku memang tidak terlalu mengerti selera Mas Elang. Aku benar-benar blank, tidak tahu apa-apa. Mungkin karena selama ini Mas Elang jarang berada dirumah karena sibuk dengan kuliahnya.

 Setelah berfikir cukup lama, sampai membuat mbak-mbak pelayan yang sedari tadi berdiri disebelahku mulai menatapku dengan tatapan tidak sabar. Akhirnya aku memesan hot black chocolate, cheese burger, dan mie kuah buat Mas Elang. Setidaknya kalau mas Elang tidak suka mie kuahnya aku bisa melahapnya dengan suka rela.

Aku dan Ozy kembali terdiam. Ditengah keramaian café ini kami hanya diam memperhatikan sekeliling. Terlalu asing. Selama ini aku memang tidak bergitu suka tempat keramaian, terlalu berisik. KArena itulah aku tidak pernah menonton konser . Kalau ingin nonton konser, lebih baik aku nonton ditelevisi. Lebih praktis.Terkadang aku suka heran melihat remaja-remaja yang rela berdsak-desakan untuk menonton konser idola mereka. Benar-benar menyedihkan. Bagaimana bisa mereka menikmati musik ditengah ratusan orang seperti itu. Belum lagi resiko yang mungkin ditimbulkan, seperti kerusuhan dan copet yang sering terjadi. Ah, membayangkannya saja sudah membuatku malas.

Untung saja konser mala mini lebih bersifat privat,terbatas jumlahnya. Hanya konser sederhana the star dengan beberapa orang fansnya yang sudah terlebih dahulu membeli tiket limited edition. Kata Ray sih, jumlah fansnya hanya tiga ratus orang. Mungkin untuk Ray, tiga ratus orang jumlah yang terlalu berisik. Tapi untukku dan Ozy, jumlah ini terlalu banyak. Jumlah ini berhasil membuat kami terdiam dan terbengong bego.Tidak tahu harus berkata apa. Apakah harus ikut teriak-teriak meneriaki nama-nama anggota band favorit mereka. Yang benar saja..!!!

“Ozy….!!!!”

Aku dan Ozy serentak menatap arah datangnya suara. Awalnya kupikir aku salah dengar, apalagi teriakan-teriakan wanita dibelakangku semakin kencang membuat telingaku berdengung. Tapi setelah melihat dua orang pria yang berjalan menuju mejaku dan tersenyum ramah pada Ozy membuatku yakin kalau mereka tadi memang memanggil nama Ozy. Tapi tunggu dulu, kenapa mereka kenal dengan Ozy?

 “Ozy kok ada disini ? Ama siapa?” tanya seorang pria yang memakai kaos biru muda dipadu dengan jaket kaos dengan warna biru tua. Dia tersenyum ramah sambil mengacak rambut Ozy lembut. Sepertinya mereka kenal baik dengan Ozy, apa jangan-jangan mereka temannya Ray.

“Ozy sendiri? Kak Ray mana?” Tanya pria tinggi yang berdiri disebelah pria berbaju biru tadi. Ternyata dugaanku benar, mereka temannya Ray. Eh..nanti dulu, sepertinya dua pria ini benar-benar tidak menyadari keberadaanku. Daritadi mereka terus menatap Ozy dan bertanya Ozy datang sama siapa. Jelas-jelas Ozy duduk disini bersamaku. Itu artinya Ozy datang bersamaku.

“Kak Ray udah masuk. Ozy datang ama Mas Elang dan Kak Shilla” ujar Ozy sambil menatapku. Kedua pria itu kompak mengiutti arah pandangan Ozy dan menatapku. Aku hanya bisa tersenyum kecil, sebisa mungkin mencoba untuk ramah. Walau aku yakin banget kalau saat ini senyumanku benar-benar buruk sekali.

“Shilla? Adiknya Ray?” Tanya Pria berbaju biru menatapku takjub. Apa katanya? Adiknya Ray?Sejak kapan aku menjadi adiknya Ray. Pasti anak satu itu menyebarkan rumor palsu yang mengatakan kalau aku adiknya. Padahal jelas-jelas kalau aku lahir dua jam lebih cepat darinya.Seharusnya aku dong yang jadi kakaknya, bukan sebaliknya.

“Aku bukan adiknya Ray. Aku lahir dua jam lebih cepat dari Ray” aku meralat ucapannya. Pria berbaju biru itu terdiam sebelum akhirnya tertawa kecil.

“Sorry… ternyata benar yang dibilang Ray. Aku pikir selama ini Ray hanya becanda”

“Emangnya Ray ngomong apa?” tanyaku curiga.

“Dia bilang kalau kembarannya selalu ngamuk kalau dibilang adiknya Ray. Katanya kamu selalu keberatan dan nggak terima. Ternyata emang beneran yah.. ekspresi kamu serius banget. Segitu nggak sukanya jadi adiknya si Ray”

Aku hanya tersnyum kecut. Ini tidak lucu. Jadi dia hanya mengujiku, yang benar saja. Ini semua gara-gara Ray. Dia benar-benar mempermalukanku didepan orang asing. Lihat saja kalau nanti aku ketemu Ray, aku akan menyikut tulang rusuknya sampai patah.

“Ternyata benar-benar nggak mirip”

Aku terdiam. Awalnya kupikir aku salah dengar, tapi sepertinya tidak. Aku yakin sekali kalau pria tinggi tadi menghela nafas panjang dan mengatakan kalau aku benar-benar tidak mirip. Pasti saat ini dia sedang membandingkanku dengan Ray. Oke, sebenarnya dilihat dari kacamata apapun aku memang sama sekali tidak mirip dengan Ray. Tapi mendengar langsung dari orang lain, apalagi orang itu adalah orang asing yang baru pertama kali kau temui rasanya benar-benar bikin marah. Apa coba maksudnya menghinaku seperti itu. Aku menatapnya kesal. Bukannya merasa bersalah, dan meminta maaf pria itu hanya menghela nafs dan membuang wajahnya. Sial.

“Ya udah Ken, kita masuk. Si Ray juga udah didalam. Bentar lagi kita manggung” ujarnya angkuh sambil berjalan pergi. Pria berbaju biru yang ternyata bernama Ken itu terlihat kebingungan melihat Pria tinggi itu berjalan meninggalkannya.

“Alvin tunggu dong…!!! Oh yaudah deh Shil, aku cabut dulu daripada dimarahin ama Alvin gara-gara telat. Oh iya Zy, ntar kalau udah selesai makan kebelakang yah.. ketemu ama kakak. Oke” ujar Ken sambil mengacak rambut Ozy. Ozy hanya mengangguk patuh.

 “Ozy kok kenal ama mereka? Teman-temannya kak Ray yah?” tanyaku tidak sabar

“Iya. Kak Ken ama Kak Alvin. Mereka kan sering main dirumah. Ozy juga sering diajak kak Ray kerumah kak Alvin”

“Kapan? Kok kakak nggak tahu?”

Ozy hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum kecil , “Yaiyalah kakak nggak tahu. Orang kak Shilla selalu tidur dikamar. Kalau kak Shilla lagi tidur, kak Ray suka ngajak Ozy pergi” Ozy menjelaskan. Aku hanya manggut-manggut. Pantas saja akhir-akhir ini aku jarang melihat Ozy dirumah. Selama ini aku berfikir kalau Ozy sedang bermain dirumah Raisha, tetangga kecilku.

 “Teman-temannya kak Ray baik-baik. Kak Ken dan Kak Alvin itu suka nyanyi. Kalau Kak Ray main drum, kak Ken ama Kak Alvin selalu nyanyi” terang Ozy. suka nyanyi? Maksudnya vokalis? Siapa vokalisnya? Ken apa Alvin?

“ Siapa yang suak nyanyi de? Kak Alvin atu Kak Ken- nya?” tanyaku penasaran. Aku juga tidak mengerti kenapa aku jadi mencari tahu informasi the star  dari anak umur tiga tahun.

“Dua-duanya. Kak Ken ama Kak Alvin”

“HA??? Dua-duanya?” tanyaku gak percaya. Maksudnya vokalis the star ada dua? Belum hilang kekagetanku, tiba-tiba semua orang bersorak sorai daa tepuk tangan begitu Ray dan teman-temannya keluar dan mengambil posisi ditempat masing-masing. Dan ternyata benar, seperti yang dikatakan Ozy, Vokalis the star ada dua orang. Ken dan Alvin. Bassis dipegang oleh dua cewek cantik yang kutau dari Ozy bernama Karel dan Fei dan drummernya siapa lagi kalau bukan Ray.

Setelah menyapa para penonton, Ray langsung memainkan stick drumnya dan langsung menabuh drumnya. Oke, kali ini aku gak bisa bohong. Sumpah.. Ray keren banget malam ini. Pantes saja banyak cewek yang kelepek-klepek liat dia. Rambutnya yang panjang jatuh kedahi bermain-main mengikuti hentakan musik yang dibawanya. Selama ini aku memang tahu kalau Ray memang keren, tapi aku malas mengakuinya. Egoku yang terlalu besar membuatku selalu menutup mata dan berusaha terus mencari kelemahan Ray. Mendengar suara wanita-wanita dibelakangku memanggil-manggil nama Ray histeris membuatku tidak dapat menyembunyikan senyumanku. Baru kali ini aku merasa bangga menjadi kembaran Ray. Setidaknya disbanding mereka semua, aku mempunyai hak istimewa untuk lebih dekat dengan Ray dibandingkan wanita lain. Oke… sepertinya aku benar-benar terbawa suasana. Sepertinya ada yang salah dengan otakku, kenapa aku jadi punya pikiran aneh seperti ini. Ini seperti bukan diriku.

Aku langsung mengalihkan perhatianku dari Ray, dan menatap dua orang bassis dan gitaris yang berdiri didepan Ray. Aksi Fei dan Karel juga tidak kalah memakau, aku benar-benar salaut melihat keahlian dua cewek cantik itu. Jarang-jarang sebuah band punya bassis dan gitaris cewek dinegara ini. Menurutku mereka menganut aliran visual kei Jepang, dimana band ini memakai kostum yang dramatis dan imej visual untuk menarik perhatian penonton. Bila dilihat sekilas, mereka mirip band J-Rock jepang, the gazette. Bedanya mereka tidak mewarnai wajah mereka dengan make up tebal, hanya kostumnya saja yang sedikit mirip.  Gitaris dan bassist the star mengunakan konsep Lolita, mereka mengenakan gaun anak-anak khas jaman Victoria yang bertingkat-tingkat. Mereka terlihat sangat imut dan menarik. Sedangkan tiga personil pria lainnya (Ken, Alvin dan Ray) malam Mereka menggunakan kostum bewarna merah dan hitam yang terlihat agak gotchic. Mungkin aku lupa mengatakannya, tapi aku adalah penggemar berat kebudayaan jepang. Aku suka manga, anime, visual kei dan J-rock yang jadi ciri khas negara sakura itu. Karena itulah aku langsung membandingkan penampilan mereka dengan band jepang yang selama ini kusukai.

Menurutku mereka tidak buruk. Setidaknya mereka tidak hanya jual tampang saja, kemampuan mereka benar-benar lumayan.  Mungkin selama ini aku salah menilai penampilan the star karna kau belum pernah memperhatikan band ini secara langsung. Padahal sudah empat bulan band ini resmi debut tapi ini pertama kalinya aku melihat aksi mereka secara langsung. Wajar saja mereka langsung melejit, mereka terlalu berbeda.

Lagu-lagu yang mereka tampilkan juga benar-benar ceria dan easy listening banget. Khas anak muda.  Belum lagi suara vocal Ken dan Alvin yang saling mengisi. Membuatku benar-benar merinding. Walaupun sama-sama vokalis, keduanya memiliki warna dan style yan bertolak belakang. Ken yang energik memiliki suara yang soft dan merdu. Ken terlihat sangat menguasai panggung, entah sudah beberapa kali dia lompat sana lompat sini untuk berinteraksi dengan para penonton. Walaupun aku sedikit khawatir Ken akan terjatuh karena dia seperti tupai yang teerus melompat sana sini. Berbeda dengan Ken, Alvin lebih kalem. Suaranya juga terdengar lebih berat. Alvin hanya duduk dikursi bening dengan stand mike didepannya. Tidak ada gerakan yang berarti selain tangannya yang berkali kali bergerak seperti sedang mengikuti alunan musik.

Walaupun begitu, menurutku ini kombinasi yang sempurna. Mereka terlihat seperti bintang yang bersinar. Wajar saja selama ini seluruh kota, bahkan seluruh Indonesia mengelu-elukan mereka. Beberapa minggu yang lalu, mereka menerima penghargaan dari negara tetangga karena single debut mereka merupakan lagu yang paling banyak didownlot dinegara itu. Selama ini aku selalu berfikir kalau itu hanya permainan media dan manajemen mereka untuk mendongkrak popularitas band ini. Tapi ternyata aku salah, ini benar-benar keren. Aku bahkan berniat mendonlot lagu mereka nanti malam. Sebenarnya aku bisa saja meminta Ray memberiku kaset asli mereka, tapi aku tidak mau. Aku tidak mau Ray tahu kalau aku mendengarkan musikmereka. Bisa besar kepala nanti dia. Tidak. Aku tidak boleh membiarkan itu terjadi.

“Kak Ray keren..!!!” Teriak Ozy dengan mata yang berbinar-binar. Aku yang seperti terhipnotis oleh suara lembut mereka hanay mengangguk-angguk tanda setuju dengan pendapat Ozy.

“Keren banget” aku menegaskan.  

“Hahahahahahaha…Akhirnya kamu suka juga dengan bandnya Ray. Mas kirain ampe lebaran monyet kamu juga gak bakalan suka” cetus Mass Elang tiba-tiba. Aku menatap Mas Elang yang duduk disebelahku.

“Lho kapan Mas Elang datang?” tanyaku kaget. Aku benar-benar tidak tahu Mas Elang udah datang. Aku menatap piring kosong yang ada dihadapan Mas Elang. Mas Elang udah makan? Kok aku nggak sadar.

“Udah daritadi. Kamu gak liat tuch  makanan Mas udah habis daritadi. Kamu aja yang terlalu  serius ngeliatin Ray dan temen-temennya. Ampe Mas datang kamu juga gak sadar”

Aku hanya tersenyum kecil. Sedikit merasa bersalah pada Mas Elang. Aku benar-benar tidak tahu. Salah sendiri dong, kenapa Mas Elang nggak ngomong-ngomong kalau dia udah datang.

“Kayaknya sebentar lagi kamu bakalan join deh jadi salah satu fangirl nya Ray” Mas Elang menggodaku.

“Enak aja. Siapa bilang Shilla mau jadi fangirl nya Ray. Rugi banget. Orang kayak gitu kok diidolain. Shilla kan bilang kalau band nya keren, bukan RAY nya. Kalau Ray mah biasa aja, nggak terlalu istimewa. Lagu-lagunya juga keren-keren, apalagi yang Stay With Me nya. Suka banget” ujarku menegaskan.

Stay with Me? Maksud kamu lagu karangan Ray?”

Aku membelalakkan mata tidak percaya. Barusan Mas Elang bilang kalau Stay With Me itu lagu karangan Ozy? Hei.. yang benar saja. Nggak mungkin banget. Menurutku itu  lelucon paling tidak lucu abad ini.

“Kamu nggak percaya? Kamu pikir mas boong?” Tanya Mas Elang seperti bisa membaca keraguan diwajahku. Aku hanya mengangguk. Jelas ini bohong. Aku tahu Ray itu drummer berbakat, tapi sebagai penulis lagu? Sepertinya itu sedikit tidak masuk akal. Dari dulu aku tahu banget kalau Ray itu paling malas dengan pelajaran bahasa          . Nggak mungkin anak itu bisa menulis lirik semanis ini. Nggak masuk akal.

“Kalau nggak percaya kamu bisa cek dialbum mereka. Disana tertulis jelas kok, kalau lirik dan composer lagu itu milik Ray” ujar Mas Elang sambil meneguk air mineral yang ada dihadapannya. Aku hanya diam. Tidak tahu harus berkomentar apa. Sepertinya Mas Elang tidak berbohong, lagu itu benar-benar milik Ray. Aku menatap Ray diatas panggung. Dia tertawa lebar sambil memainkan stik drummnya, membuat wanita-wanita dibelakangku berteriak histeris. Benar-benar tidak masuk akal. Bagaimana mungkin cowok senorak dia bisa menuliskan lagu semanis ini.

 “ Kak Fei..!!! Kak Karel…!!!!” Ozy berteriak memanggil bassis dan gitaris  the star itu. Keduanya langsung melambai pada Ozy dan tersenyum lebar. Bahkan salah satu cewek berambut panjang memanggil nama Ozy dan melambaisebelum akhirnya menghilang dibelakang panggung. Ternyata Ozy udah kenal dan udah akrab ama semua personil the star itu.

“Kayaknya Ozy akrab banget ama personil the star

Mas Elang yang menyeruput hot chocolate nya tersenyum kecil. “Ya iyalah. Mereka semua kan teman-temannya Ray di SMA musical. Mereka sering maen kerumah waktu kamu gak ada dirumah. Mereka juga sering banget ngajak Ozy jalan-jalan. Apalagi cewek-ceweknya, Fei dan Karel. Sayang banget ama Ozy” ujarr Mas Elang disambut anggukan Ozy.

“Ozy juga sayang ama kak Fei dan Kak Karel”

“Lebih sayang mana dibanding kak Shilla?” tanyaku sedikit cemburu melihat ekspresi Ozy yang ceria. Ozy tiba-tiba terdiam dan memandangku, “Tentu saja lebih sayang ama kak Shilla lah” ujar Ozy yang berhasil membuatku tersenyum lebar. Syukurlah kalau begitu. Aku tidak akan pernah rela Ozy membagi perasaannya pada wanita lain selain diriku. Oke, kenapa aku seperti terkena syndrome brother complex gini sih.

“Oh iya Mas, Mas kok kenal anak-anak the Star juga?”

“Kan udah mas bilang, mereka sering banget main kerumah. Tapi kamunya aja yang nggak kelihatan. Tiap temennya Ray datang kerumah kan kamu selalu ngurung diri dikamar”

Aku hanya manggut-manggut. Sebenarnya yang dikatakan Mas Elang itu benar. Selama ini aku selalu bersembunyi dikamar setiap kali Ray datang bersama teman-temannya. Tidak ada alasan khusus, aku hanya malas mendengar komentar teman-temannya bila tahu aku kembarannya Ray. Untung saja kamarku berada dilantai dua paling ujung, jadi aku bisa bersembunyi dengan nyaman di zona nyamanku tanpa harus mendapat gangguan dari teman-temannya Ray.

 “Baru kali ini Shilla sadar kalau Ray dan teman-temannya benar-benar seorang bintang. Disekolahan Shilla juga mereka terkenal. Fansnya ada dimana-mana. Bahkan Kyla dan Nuri juga naksir banget ama Ray dan Alvin”

Mas Elang terdiam lama, seperti sedang memikirkan sesuatu. “ Emang yang paling banyak fansya itu ya si Alvin, vokalisnya.. baru disusul Ray dan yang lainnya. Kalau Mas nggak salah sih kemaren liat poling popularitas member the star, dan Alvin punya fans pribadi paling banyak. Sebenarnya beda tipis sih dari Ray, hanya beda beberapa point saja”

 Aku hanya mengernyitkan dahi, dari semuanya yang banyak fansnya Alvin? Masa sich? padahal menurutku Ken jauh lebih baik dari Alvin. Lebih ramah dan energic. Sedangkan Alvin terlalu pendiam dan terkesan lebih tertutup. Sama sekali jauh dari kesan ramah.Kalau Ray sih aku tidak ragu, dari kecil dia memang selalu popular. Wajahnya yang imut dan senyumannya yang cerah selalu menarik hati semua orang. Jadi kenapa Alvin bisa lebih popular dibandingkan yang lain? Kalau aku disuruh milih sih, aku akan memilih Alvin menjadi nomor empat. Walaupun suaranya keren, ekspresinya yang jauh dari kesan ramah sama sekali tidak enak dilihat. Posisi kelima tentu saja akan kuberikan dengan senang hati pada Ray.

“Kenapa bukan Ken? Shilla lebih suka vokalisnya Ken, lebih ramah. Alvin kayaknya terlalalu sombong, tidak pernah senyum”

“Siapa bilang Alvin sombong. Nggak kok. Menurut Mas sih dia baik banget malah. Diantara semuanya, Alvin itu sahabat terdekatnya Ray. Kayaknya sih Ray percaya banget ama Alvin.  Kalau Ken, anaknya emang ramah dan rame banget. Mas juga nggak ngerti kenapa dia kalah pamor ama Alvin. Mas juga nggak tau lah. Kamu kan cewek, harusnya lebih tau dong. Kok malah tanya ke Mas sich..” protes Mas Elang. Aku hanya tersenyum kecil melihat Mas Elang. Sepertinya Mas Elang tahu banyak tentang the star. Aku tidak menyangka kalau Mas Elang menaruh minat yang besar pada band adiknya itu. Mas Elang memang sosok kakak yang baik. Dia selalu peduli dan care pada kami semua.

“Yaudah kita pergi sekarang yok” ujar Mas Elang sambil berdiri dan menggendong Ozy.

“ Mau kemana Mas?”

“Kebelakang. Nyusul Ray dan temna-temannya. Mereka gak mungkin kesini, ntar pada disamperin penonton lagi. Buruan”

Aku hanya mengangguk dan segera mengikuti Mas Elang dari belakang.  Aku harus sedikit bersusah payah melewati kerumunan orang dicafe ini. Malam ini pengunjung café ini over capacity membuatku harus memegang ujung kaos Mas Elang erat agar tidak terpencar. Kami langsung melewati pintu samaping yang dijaga oleh satu orang satpam. Mas Elang berbicara sebentar dengan satpam tersebut, dan dia hanay mengangguk dan mengantarkan kami disebuah ruangan khusus, tempat Ray dan teman-temannya berkumpul.

Begitu pintu dibuka, semua mata melirik kami. Aku melihat empat personil the star dan Ray sedang asyik makan langsung menghentikan aktifitas mereka dan melihat siapa yang datang. Mas Elang segera menurunkan Ozy dari pelukannya. Ozy langsung berlari dan menyerbu cewek berambut panjang yang kutau bernama Fei.

 “Gimana penampilan kakak tadi? Keren nggak?” tanya Fei sambil mengacak-ngacak rambut Ozy. Sepertinya dia punya kebiasan yang sama dengan Ken, senang sekali mengacak-ngacak rambut Ozy.

“ Keren banget.. Kak Fei cantik.” Fei hanay tertawa kecil mendengar pujian Ozy. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat Ozy. Anak kecil kok jago banget gombalnya. Belajar dari siapa sih? Mas Elang? Atau Ray? Hmm…..

“Wiss.. Cuma Kak Fei aja yang dibilang cantik, Kak Karel nggak.. Ozy mah gitu, suka pilih kasih” ujar Karel pura-pura memasang ekspresi sedih. Ozy terlihat merasa bersalah. Dia menatap Karel lama.y

“ Gak kok Kak. Kak Karel juga cantik.Ozy suka.Ntar kapan-kapan Ozy ajak Acha buat nonton penampilan kakak. Acha paling suka ama Kak Karel..” terang Ozy sambil tersenyum. Karel hanya tertawa dan ikut-ikutan mengacak-ngacak rambut Ozy. Aku heran kenapa personil the star hobby banget sich ngacak-ngacak rambut Ozy. Besok-besok aku akan ngasil gel rambut kerambutnya Ozy, biar mereka nggak ngacak-ngacak rambut Ozy lagi. Kalau masih tetap ngotot sih yah nggak papa, paling-paling tangan mereka akan penuh minyak gel rambut. Sepertinya itu bukan ide yang buruk.

Aku menatap sekeliling. Mataku bertemu dengan mata Ken. Dia tersenyum padaku, aku membalas senyumannya. Gila aja ni cowok, jangan sering-sering senyum dong..! Jantungku jadi nggak normal gini.

“Gimana Shill penampilan aku tadi? keren nggak?” ujar Ray sambil merangkul pundakku yang segera kutepis keras.

“ Biasa aja tuch” ujarku malas. Tentu saja, sampai matipun aku tidak akan pernah mau mengatakan kalau penampilan Ray itu keren. Bisa besar kepala dia nanti.

 “ Huh..ngakuin aku keren aja susah amat” Ujar Ray sambil mengacak rambutku. Akusegera menepiskan tanganya dan membelalakkan mataku marah. Bukannya merasa bersalah, Ray hanya memamerkan senyumannya. Sepertinya semua personil the star ini punya penyakit yang sama. Suka banget ngerusakin rambut orang. Apa ini trademark mereka?

“Padahal tadi aku ngelihat kamu mandangin aku kayak orang yang terpesona gitu”

“Heh. Kapan aku mandangin kamu? Ngaco! Daripada mandangin kamu mendingan aku mandangin monyet sekalian. Lebih bermanfaat. Monyet aja jauh lebih cakep dari kamu” ujarku tidak terima. Sial. Aku tidak tahu kalau tadi dia sadar aku memandanginya.

Ray memandangku takjub. Aku balas menatapnya lebih tepatnya menantangnya. Apa? Dia mau bilang apa lagi sekarang?

“Jadi kamu suka ama monyet? Ya Ampun Shil, kamu kok nggak bilang-bilang sih kalau punya kelainan. Sebagai kakak kamu, aku bisa nerima kok kekurangan kamu yang suka ama monyet. Selama ini aku selalu berfikir kenapa kamu nggak pernah punya cowok, ternyata gara-gara ini toh. Tenang aja shil, aku selalu dukung kamu kok. Kalau ada monyet yang kamu suka, bilang aja keaku. Aku bakalan dukung kamu sepenuhnya” Ujar Ray sambil memelukku. Aku tertegun lama. Tunggu. Ada yang salah disini. Barusan dia bilang kalau aku punya kelainan suka ama monyet. Okeh, ini sedikit berlebihan. Ray benar-benar cari ribut denganku.

Aku tidak peduli kalau dia punya jutaan fangirldiluar sana. Aku mencabut perkataanku yang sebelumnya menilai kalau dia keren. Tidak. Itu hanya kamuflase belaka. Inilah sosok aslinya. Menyebalkan dan selalu membuatku marah.

Aku segera melepaskan tubuhku dari pelukannya, menendang tulang keringnya dan mendorongnya sekuat tenaga sampai tubuh kecilnya terjatuh kelantai. Dia terlihat meringis kesakitan sambil memegangi tulang keringnya.

“Shilla….!!!! Sakit tau. Dari dulu tenaga bar-bar kamu nggak berubah. Kamu selalu menindas orang yang lebih lemah. Kejam banget” Ujar Ray memasang ekspresi sedih. Oke, aku tahu itu hanya akting picisan tak bermakna. Benar-benar aktor yang payah.

“Kak Shilla jahat. Kenapa mukul kak Ray sih. Kak Ray kan kasihan dipukuli terus ama kak Shilla” Tegur Ozy tiba-tiba.  Aku hanya menganga tidak percaya. Jangan bilang ozy percaya dengan akting picisan bocah satu ini. Dan kenapa jadi aku yang disalahkan. Jelas-jelas Ray yang mencari masalah duluan. Salah sendiri dia punya tubuh selemah itu. Dibanting dikit aja langsung jatuh. Lemah banget.

“Udah ah Ray, berhenti bercandanya. Kalian ini nggak dirumah, nggak diluar kerjaannya ribut terus. Kasihan Ozy jadi salah sangka gitu. Nggak malu apa jadi bahan tontonan yang lain” Mas Elang yang sedaritadi diam angkat bicara. Aku tersenyum mendapat pembelaan penuh dari Mas Elang. Dari dulu Mas Elang emang selalu ada dipihakku.

Ray menghela nafas dan berdiri dengan cepat. Dia menatap Ozy dan menggeleng, “Mas Elang enak ah. Padahal kan seru gangguin Shilla setelah manggung, lumayan buat refreshing. Ngilangin capek karena sejam lebih nabuh drum terus” ujar Ray cuek. Aku hanya memandangnya tidak percaya. Sepertinya tali saraf Ray benar-benar sudah putus. Dia pikir aku mainanannya. Benar-benar menyebalkan. Kenapa sih aku harus punya saudara seperti dia. Benar-benar nggak masuk akal.

“Sorry.. Aku cuma bercanda kok. Makanya jadi cewek jangan tempramen gitu dong. Lebih kalem dikit” lagi-lagi Ray mencoba mengangguku. Tapi kali ini aku tidak akan termakan umpannya lagi. Aku langsung membuang wajahku, cuek. Rasain.

Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling. Semua mata masih memandangku dan Ray antusias, seperti sedang menonton pertunjukan gratis dan menarik. Ray benar-benar membuatku malu. Pasti semua orang diruangan ini berfikir aku cewek kasar dan pemarah. Ini semua gara-gara Ray. Aku benar-benar benci padanya.

Tidak. Sepertinya tidak semua. Pria yang sedaritadi duduk diujung seperti tidak tertarik dengan kelanjutan pertengkaranku dan Ray. Dia terlihat sibuk melahap nasi goreng dan ayam goreng yang ada dihapannya tanpa peduli keadaan sekitar. Aku menghitung ayam goreng yang ada dihapannya, sepertinya lebih dari enam potong. Astaga… dia lapar apa doyan. Ternyata vokalis the star yang selalu memasang ekspresi cuek dan dingin itu punya nafsu makan yang luar biasa. Benar-benar menarik.

***

“ Gila. Gara-gara kemaren mobil Doni mogok, kita gak jadi ke café chocolate. Jadi nggak bisa ngeliat penampilan the star. Aku kecewa banget ama cowok kamu itu. Kok bisa-bisanya sich mobilnya Doni mogok diwaktu yang nggak tepat. Udah gitu aku disuruh ngedorong lagi. Apes banget dech malam itu. Untung aja Kamu gak ikut Shill, kalau ikut bisa sial kayak aku. Semalaman ngedorong mobil bututnya si Doni. Nyebelin banget” cerocos Kyla dengan semngat berapi-api.

Aku hanay tersenyum kecil. Gimana yah reaksi Kyla dan Nuri kalau tahu aku kemarin datang ke café chocolate dan ngeliat langsung penmpilan the star untuk pertama kalinya. n Bagaimana reaksi mereka kalau tau bahwa Ray itu adalah saudara kembarku. Oh God, jangan sampai… aku gak mau persahabatan kami rusak gara-gara popularitas Ray yang bisa bikin semua berantakan.

“Yee.. emang Doni sengaja apa. Kan kamu tau sendiri kondisi mobilnya Doni, mobil klasik tujuh turunan. Ya wajar aja lah kalau mobilnya rada ngambek tadi malam” Nuri berusaha membela Doni

“Bukan salah Doni juga Kyl. Siapa juga yang mau mobilnya mogok. Itu tandanya kalian emang belum jodoh aja ketemu ama anak the star.” Ujarku aku sok diplomatis. Nuri memelukku erat. “ Maksih ya Shill udah belain Doniku..” ujar Nuri sok lebay..aku hanay tertawa. Kyla yang merasa gak ada yang berpihak padanya hanya merengut kesal.

Tiba-tiba Kyla menyenggol tanganku..

“ Apan sich?”

Kyla hanay diam sambil memain-mainkan matanya kesamping.

“ Apaan sich Ngel? Mata Kamu kenapa? Kelilipan?” tanyaku gak mengerti.

“ Iya, kenapa sich Kamu? Sakit mata?” Nuri ikut bertanay. Tapi yang ditanya malah tetap sibuk memain-mainkan matanya. Aku yang tidak mengerti hanya menatap Kyla penuh tanda tanya. Kyla seperti mengucapkan sesuatu tanpa suara. Tapi aku yang memang gak bisa membaca gerak mulut Kyla hanay mekamungo.

“ Apaan sich ngel? Gnomon aja..gak kedengaran tau” ujarku kesal.

“ ADA KAK RADITH DIBELAKANG KAMU…!!!!” Teriak Kyla keras. Aku hanya terpengarah mendengar suara Kyla yang keras. Gila aja ni si Kyla, satu kantin langsung menatap kami dengan tatapan aneh. Aku yang udah malu setengah mati hanya bisa menunduk menutup wajahku. Nuri juga terdiam mematung. sekarang kami jadi objek tontonan satu kantin gara-gara Kyla. Kyla.. sumpah. Sepulang dari sini aku bakalan ngebunuh Kamu. Liat aja…

“ Ada yang manggil saya kayaknya..”

Suara yang begitu kukenal menyapa kami. Tiba-tiba aku merasakan tubuhku membeku. Andai aja bumi terbelah dua, aku bakalan masuk kedalam lubang tersebut dan gak akan keluar lagi untuk selamanya. Aku belum siap menghadapi situasi ini. Aku belum siap malu dihadapan Kak Radith.

“ Shill…” Nuri mencoba menyadarkanku. Oke, calm down Shilla…. Masa Kamu salah tingkah depan Radith sich..ntar dia jadi ilfeel lagi Aku menggenggam tanganku Nuri erat, sekedar menutupi kegugupan yang langsung memenuhiku. Aku mencoba menarik nafas pelan dan berusaha tersenyum.

“ Eh Kak Radith. Kapan datangnya kak?” Aku mencoba basa basi. Pertanyaan yang benar-benar basi. Ingin rasanya aku membanting kepalaku saat ini didinding untuk menghukum mulut dan otakku yang tidak bisa bekerja sama. Kenapa aku mempertanyakan pertanyaan bego kayak gitu. Aku melirik kak Radith dengan ujung mataku. Bisa kulihat dengan jelas dia dan dua temannya tertawa cekikan. Bodoh. Apa sih yang bisa lebih buruk dari ini. Kak Radith pasti benar-benar berfikir aku junior yang tulalitnya keterlaluan.

“ Udah dari tadi kok” ujar Kak Radith sambil berusaha menghentikan tawanya. “Tadi kalian  manggil aku ya?” tanya kak Radith lagi sambil menatap kami satupersatu.  Kyla dan Shilla hanya diam menatap hpnya masing-masing dan berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Kak Radith. Dasar sahabat tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya mereka kompak jadi tuli gitu. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Mencoba mencari-cari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan kak Radith.

“Hmm..Gak kok Kak. kakak salah dengar. Si Kyla emang suka gitu. Suka latah gak jelas. Dia tadi gak ada nyebut nama kakak kok. Beneran. Kakak udahh makan belum? Makan yok Kak. Kakak mau apa? Mau bakso gak? atau mau siomay. Biar sekalian aku pesenin. Atau Kakak mau milk shake? Atau…”

“Gak usah. Gue bisa mesan sendiri” potong Kak Radith cepat sambil berlalu meninggalkan aku yang masih melongo menatap kepergian kak Radith. Kenapa kak Radith pergi? Emang aku barusan ngomong apa sich? Kenapa langsung ditinggal pergi?

Satu detik… dua detik… tiga detik…

“ HUAHAHAHAHHAHAHHAHAHA….”

Kyla dan Nuri tertawa terbahak-bahak melihatku. Aku tersadar saat mendengar tawa kompak dua makhluk yang duduk didepanku. Dua orang yang selama ini kuanggap sebagai sahabat sejatiku. Dua orang yang sama sekali tidak peduli saat aku kebingungan berbicara dengan kak Radith. Dua orang yang dengan kejamnya tertawa puas melihatku yang dicuekin secara tragis oleh orang yang kukagami. Oke, sepertinya aku harus berfikir ulang untuk memasukkan nama mereka dalam list sahabat terdekatku.

“ Shilla..Shilla.. Kayaknya kamu udah kena virusnya Kyla. Nyerocos terus kayak kereta api. Kak Radith ampe kaget dan kebingungan gitu ngeliat kamu yang ngomong gak ada putus-putusnya.kayak orang kesurupan..Hahahahhaha” Nuri dengan kejamnya mengkritikku. Aku hanya menghela nafas panjang. Kurasa ini adalah hari terburuk dalam hidupku. Bisa-bisanya aku melakukan hal paling memalukan didepan orang yang empat bulan ini selalu kukagami. Kali ini aku yakin banget kak Radith pasti malas berbicara denganku lagi. Dia pasti benar-benar berfikir kalau aku ini cewek freak yang menyebalkan.  

 “Jangan ngambek dong Shill. Kita kan cuma bercanda. Habis lucu aja ngeliat ekspresi kamu. Kayak orang bego.Huahahahahahhaha..” Nuri masih terus tertawa. Aku hanya memandang kesal orange juice milik Kyla dan langsung meneguknya tanpa sisa. Belum reda rasa kesalku, aku juga merampas teh botol milik Nuri dan meneguknya cepat.

“Kamu haus apa kesetan Shil? Minum kok kayak orang abis gali sumur gitu”

“Biarin. Ini gara-gara kalian. Coba aja Kyla nggak teriak-teriak manggil nama kak Radith, pasti aku nggak bakal melakukan hal memalukan seperti tadi. Baru kali ini aku dicuekin kayak gini. Rasanya benar-benar absurd. Benar-bener bikin mood berantankan. Kak Radith pasti menganggapku cewek aneh. Aku benar-benar merusak segalanya. Kisah cintaku harus berakhir sebelum aku sempat memulai. Semua benar-benar berakhir. Game over.” aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Bisa kurasakan tangan Kyla dan nuri merangkul bahuku lembut.

Sorry Shill, Kita nggak pengen buat kamu malu. Beneran. Aku dan Nuri tadi Cuma pengen ngasih kamu kesempatan untuk bisa ngobrol ama kak Radith. Kami benar-benar nggak tahu kalau reaksi kamu akan setegang tadi. Selama ini aku pikir kamu cuma ngidolain kak Radith kayak anak-anak lain. Seperti fans dan Idol.  Mana aku tahu kalau ternyata reaksi kamu berbeda ampe pakai acara salah tingkah kayak tadi’. Kyla mencoba menghiburku.

“Kenapa harus malu sih Shill? Menurut aku itu charm yang kamu miliki. Kalau memang kak Radith suka ama kamu, dia pasti bisa nerima kamu apa adanya. Termasuk ekspresi kamu yang nyerocos nggak henti kalau lagu gugup. Kalaupun kak Radith jadi ilfeel dan ngejauhin kamu, yach mau gimana lagi. Itu artinya kak Radith emang bukan yang terbaik buat kamu dan kamu bukan yang terbaik buat dia.  Take it easy girl, Jangan terlalu dibesar-besarin. Dunia nggak bakalan kiamat kok kalau kak Radith jauhin kamu” Ujar Nuri sambil menepuk bahuku pelan. Aku mengangkat wajahku dan tersenyum kecil. Nuri memang begini. Selalu mengatakan apa yang ada dipikirannya. Terdengar blak-blakan tapi tetap bermakna.

“Bener Shill. Bisa aja tadi kak Radith lagi gak mood basa basi. Mungkin kak Radith lagi sakit perut dan pengen buru –buru ke toilet. Positive thingkin lah” Kyla menambahkan. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Sepertinya kata-kata sebelumnya harus kuralat. Semenyebalkan apapun mereka, aku tetap mencintai mereka. Karena hanya mereka berdua lah yang mampu membuatku tersenyum dan kembali percaya diri. Aku akan tetap mempertahankan nama mereka berdua dalam daftar sahabat terbaikku.

“Oh  iya aku ada gossip baru. Masih anget-angetnya..” Kyla merapatkan tempat kursinya dan memandang kami antusias.

“Gossip? Gossip apa lagi? Gossip kalau Dimas jadian ama Franda, senior kelas tiga?” Tanya nuri malas. Kyla menggeleng keras, “Bukan. Bukan itu.. eh, tapi benar yah si Dimas jadian ama kak Franda. Kok bisa sich? Aku beneran baru dengar. Ternyata cowok tipe bad boy kayak Dimas suka ama cewek kutu buku kayak kak Franda. Apalagi  kak Franda itu senior dan juara umum. Kok bisa sih jadian ama berandalan sekolah?”

Yee.. mana aku tahu. Kalau emang cinta yach mau gimana lagi. Kayak kata pepatah lama, kalau jatuh cinta tai kucingpun jadi rasa coklat”

Iss..Pepatah dari mana lagi itu? Amit-amit. Mau jatuh cinta atau nggak, tai kucing tetap tai kucing mana bisa jadi coklat”

“Kan bisa aja, kamu sih nggak pernah nyoba. Makanya ntar kalau kamu jatuh cinta, coba buktiin pepatahnya benar apa nggak. Cicipin dech tai kucing, kali aja emang bener rasa coklat”

Iih… Kalian berdua kok bahas tai kucing sih dikantin. Bener-bener bikin selera makan ilang. Emang ada gossip apa sih Kyl?” tanyaku tidak sabar. Aku tahu, kalau dibiarkan topik mengenai tai kucing dan coklat ini bisa menjadi topik pembahasan yang panjang dan mendalam. Bukan apa-apa, aku khawatir kami akan diusir dari sekolah ini karena membuat seisi kantin muntah mendengar ocehan mereka yang tidak etis.

“Oh iya.  Tadi waktu ngantarein absen diruang guru, aku denger bu Winda cerita ama Bu Cecil”

“Cerita apa? Cerita kalau mereka berdua naksir Pak Andri, guru olahraga?” Potong Nuri yang membuakut dan Kyla menatapnya kaget. Ini benar-benar gossip baru. Kami benar-benar tidak tahu kalau Bu winda dan Bu Cecil menyukai Pak Andri. Memang harus kuakui, diantara semua guru disekolah ini Pak Andri punya wajah diatas rata-rata. Belum lagi tubuhnya yang atletis yang selalu terlihat dibalik kaos ketat yang selalu dipakainya membuat para wanita memujanya. Bahkan kalau tidak salah, ibu penjaga kantin merupakan salah satu fans setia pak Andri.

Aku benar-benar salut dengan informasi yang diperoleh Nuri. Hampir semua informasi dan gossip disekolah ini telah dilahap habis olehnya. Dia memiliki sinyal gossip yang tinggi. Sepertinya Nuri benar-benar berbakat menjadi wartawan infotainment yang menyajikan gossip tentang para artis. Sepertinya bila Nuri benar-benar menjadi wartawan infotainment, Ray harus ekstra hati-hati menyembunyikan rahasianya.

“Bukan. Bukan itu.. walaupun itu gossip penting yang akan aku catat, tapi bukan itu yang mereka bicarakan. Mereka sama sekali tidak membahas pak Andri. Menurut cerita yang kudengar, minggu depan kelas kita akan kedatangan murid baru. Cowok. Aku yakin pasti ganteng”

“Ganteng? Kira-kira gantengan mana yach ama Doni? Kalau ganteng boleh juga nih jadi cadangan” ujar Nuri sambil nyengir.

“Kok malah ngebandingin ama Doni sich. Emang Doni belum cukup buat kamu?” Aku membelalakkan mataku padaku Nuri. Bisa-bisanya dia membandingkan pacaranya dengan anak baru yang masih belum jelas wujudnya.

“Ya nggak lah. Dihati aku cuma Doni doang kok. Yang lain mah selir hati doang. Gak lebih”

Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar komentar Nuri. Aku berharap sich anak baru ini tidak jauh lebih cakep dari Doni, kalau nggak kasihan dong si Doni. Padahal menurutku Doni lumayan baik. Dia bukan hanya baik pada Nuri, tapi juga padaku dan Kyla. Walaupun kecintaannya pada benda antik sering membuatnya terlihat aneh dan “kuno”. Untung saja wajahnya nggak ikut antik. Setidaknya wajahnya masih lumayan. Maklum saja, neneknya adalah orang belanda Asli karena itu wajahnya sedikit mirip bule masuk kampong. Tapi lebih dari itu, Doni benar-benar lumayan dan bisa diandalkan.

 “Emang kalian tahu dari mana kalau anak barunya cakep?  Emang kalian kenal ama anak barunya?” tanyaku tidak mengerti.

Just feeling. Perasaan aku bilang, kalau cowok anak baru itu pasti cakep” Ujar Kyla yakin.

“Iya sama. Feeling aku juga bilang kalau anak baru ini pasti istimewa. Biasanya sih feeling aku jarang meleset. Aku bahkan curiga kalau aku keturunan Mama Lauren. Aku kayaknya bisa meramal masa depan”

Oke. Sepertinya dua orang sahabatku ini mulai kambuh gilanya. Semua hanyut dalam ilusi masing-masing. Peramal dari hongkong. Menurutku dibandingkan peramal, dia lebih cocok jadi wartawan infotainment. Nuri lebih berbakat menjadikan berita biasa menjadi luar biasa dengan bumbu-bumbu gossip dibanding harus meramal masa depan.

“Setau aku sich anak baru yang bakalan datang minggu depan jauh banget dari khayalan kalian berdua. Dia benar-benar culun abis. Cowok dengan rambut berminyak, kawat gigi yang tebal dan bewarna warni, kaca mata tebal, dan celana yang ketinggian. Itu pasti dia. Dia anak baru yang bakalan datang kekelas kita minggu depan”

“Kamu tahu darimana Shill? Kamu kenal ama anak barunya? ” Nuri dan Kyla memandangku tidak percaya. Ekspresi mereka terlihat serius. Jauh lebih serius saat Mr. Joko memberikan soal Math dipapan tulis dan menyuruh satu per satu siswa untuk maju mengerjakan soalnya. Aku mencoba menahan tawaku.

“ Sama. Just feeling. Hahahahahha” Tawaku pecah melihat ekspresi Nuri dan Kyla. Mereka benar-benar terdiam lama. Melongo nggak jelas mendengar ucapanku.

“ Yee..garing kamu. Kirain kamu beneran kenal ama anak barunya”

“ Biarin…yang penting happy..”

Happy apaan?”

“ Happy salma?”

“ Hahahhaha..bukan Happy salma tapi Happy Birthday..”

“ Beneran garing”

“ Biarin..”

***

BAB III

HE IS BEAUTIFUL

“ Shill, temenin aku yok.”

Aku mengalihkan perhatianku dari layar laptopku dan menatap Ray yang duduk disebelahku.

“Shill…temenin aku yok. Please…” Ray mengulangi perkataannya untuk yang kesekian kalinya. Kali ini dia menatapku dengan tatapan penuh harap. Seperti tatapan anak anjing kecil yang minta dikasihani. Ekspresi yang selalu ditunjukkannya setiap kali dia meminta sesuatu dariku. Oke, apalagi kali ini.

“Temenin kemana? Emang kamu mau kemana?”

Ray tersenyum cerah, dia tahu aku akhirnya luluh. Dia selalu mengetahui kelemahanku. Dia menggunakan matanya untuk membuatku tidak tega menolak permintaannya. Bagaimana mungkin aku bisa menolaknya bila matanya benar-benar mirip dengan mata Mama dan Ozy.

“Aku mau kamu nemenin aku beli kado”

“Kado?buat siapa? Temen kamu ulang tahun?” tanyaku penasaran. Bukan apa-apa, tapi biasanya Ray tidak pernah meminta bantuanku bila ingin membeli kado untuk temannya. Seperti yang semua orang tahu, Ray punya selera yang juah lebih bagus dariku. Jadi, aneh saja kalau kali ini dia memintaku untuk menemaninya.

“Nggak.. Bukan ulang tahun. Aku pengen ngasih sesuatu yang spesial untuk dia tapi aku benr-benar bingung mau ngasih apa. Aku benar-benar butuh bantuan kamu kali ini”

 “Buat siapa? Cewek Kamu?” tanyaku curiga. Tidak biasanya Ray seaneh ini apalagi kalau untuk  urusan cewek. Dari wajahnya terlihat jelas kalau dia terlihat kebingungan dan khawatir. Gadis pertama yang benar-benar membuat Ray yang biasanya selalu tampil sempurna jadi segalau dan sekacau sekarang. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya.

 “Nggak. Bukan buat pacar aku kok.  Ini buat gadis yang belum pernah kutemui sebelumnya. Walaupun begitu, dia gadis yang special untukku karena itu aku juga ingin memberikan hadiah special untuknya dipertemuan pertama kami nanti”

Aku memandangnya heran. Apa dia serius? Gadis yang bahkan sebelumnya belum pernah ditemuinya dan dia mengatakan gadis itu special? Hello.. Tau darimana kalau gadis itu spesial. Ray itu sebenarnya jenius atau bodoh sih. Walaupun aku berusaha untuk tidak tidak peduli dengan kehidupan pribadi Ray, tapi tetap saja aku sedikit khawatir.

“Hem.. Males ah.  Ntar paling-paling aku harus ikut ngumpet dan kejar-kejaran ama kamu dari serbuan fans-fans kamu yang gak jelas. Kapok jalan ama kamu Ray” ujarku jujur. Sebulan yang lalu menemani Ray beli buku disalah satu Mall dan apa yang terjadi? Awalnya semua menatapku sinis, sepertinya mereka berfikir aku cewek jelek yang sudah memelet Ray agar mau nge-date denganku.  Ini bukan pertama kalinya aku menerima perlakuan seperti itu. Aku sering sekali menerima tatapan iri dan sinis dari gadis-gadis yang cemburu melihat kedekatanku dan Ray. Awalnya aku cuek dan pura-pura tidak peduli, hingga akhirnya puluhan cewek tiba-tiba menghampiri Ray dan menyingkirkanku keluar dari toko buku itu. Ray sedang sibuk memenuhi permintaan fansnya untuk foto bareng dan tanda tangan sama sekali tidak sadar kalau para fansnya udah menendangku keluar dari toko buku itu.

Mereka malah menjelek-jelekkaku dan mengatakan kalau aku gak pantas jadi ceweknya Ray. Hello..yang benar aja. Gak mungkin dong aku pacaran ama adik kandungku sendiri. Tapi tetap saja, aku tidak pernah mengatakan pada mereka kalau aku kakak kembar Ray. Kalau aku mengatakannya, aku yakin mereka bukan hanya mengusirku tapi  mereka mungkin akan memanggangku hidup-hidup karena berfikir aku sedang berusaha mencemarkan nama baik Ray dengan menyebarkan rumor palsu yang tidak masuk akal. Karena itulah, aku lebih memilih untuk tutup mulut dan kabur dari tempat itu

Aku yang saat itu sedang marah dan kesal langsung meninggalkan Ray dan pulang sendiri kerumah. Seminggu lamanya aku mogok ngomong, mogok keluar, dan mogok bertemu dengan Ray. Sejak saat itu aku bersumpah agk bakalan mau lagi nemenin Ray jalan berdua. Apapun itu alasannya.

“Iya-iya aku tau kok. Aku benar-benar minta maaf Shill. Saat itu aku benar-benar nggak bisa jaga kamu dan kehilangan kamu. Itu nggak bakal terjadi lagi. Aku janji. Please Shil, kamu harus nemenin aku dan bantuin aku nyari kado yang tepat buat dia. Aku bingung mau minta tolong ama siapa lagi. Aku janji, kejadian sebulan yang lalu nggak akan terulang lagi. Aku nggak akan ngelepasin tangan kamu dan biarin kamu pulang sendirian lagi. Karena itu kamu harus bantuin aku”

“Kenapa Kamu nggak pergi ama temen-temen kamu aja sich. Ama Fei atau Karel gitu.. mereka khan cewek juga. Aku malah yakin selera mereka jauh lebih bagus dariku”

“Nggak bisa. Aku nggak bisa pergi dengan mereka.  Mereka pasti lagi sibuk ama urusan masing-masing. Lagian kalau aku pergi bareng mereka pasti langsung narik perhatian orang-orang. Ribet banget. Gak nayaman. Please shil, temenini aku ya..Please…”

“Yaudah deh kalau gitu.Aku bakalan nemenin kamu. Tapi dengan satu syarat, kalau kejadian kemarin terulang lagi,  Bukan hanya seminggu.. Aku bakalan mogok ketemu ama kamu selama setahun penuh” ancamku. Ray hanya tersenyum dan mengangguk.

“Pasti. Tenang aja. Aku bisa pastiin kalau kejadian kemarin nggak bakalan terulang lagi. Ya udah kalau gitu kamu cepat ganti pakaian, aku juga maiu siap-siap dulu. By the way, thanks banget ya Shill.. Kamu emang adik kembar terbaikku” Ujar Ray sambil memeluk tubuhku kencang. Aku langsung berusaha melepaskan diri dari pelukan Ray. Bukan apa-apa, dia benar-benar membuat nafasku sesak.

“Lebaya banget sich kamu. Oh iya, ingat satu hal.  Aku bukan adik kembar kamu, tapi kakak kembar kamu.” aku mencoba mempertegas statusku sebagai anak kedua.

“Terserah kamu aja deh. Ya udah, Aku tunggu sepuluh menit lagi ya..” ujar Ray sambil berlari kekamarnya. Sepertinya dia benar-benar bersemangat.

Aku membuka lemariku dan mengeluarkan kaos terusan selutut bewarna ungu pastel dan cardigan silver kesukaanku. Aku langsung meraih flat shoes yang senada dengan kaos yang kupakai. Jujur, aku masih penasaran dengan gadis spesial yang dimaksud Ray.Gadis yang membuat Ray jadi seaneh sekarang. Apa dia benar-benar gadis yang spesial seperti yang dikatakan Ray? Semoga saja. Walaupun aku tidak terlalu menyukai Ray, tapi aku benar-benar tidak ingin melihatnya terluka karena seorang gadis.

****

Dan disinilah aku sekarang, tterperangkap disebuah toko perhiasan dilantai dasar sebuah Mall di kota ini. Seperti yang dikatakan Ray, dia sedang melakukan peyamaran walaupun penyamaran yang dilakukannya sedikit aneh menurutku. Bayangkan saja, dicuaca sepanas ini dia memakai hoodie lusuh kebesaran, topi baseball, sandal jepit, kaca mata hitam dan masker anti debu. Memang sih tidak ada yang mengenalinya tapi tetep saja semua mata di Mall ini khususnya di toko perhiasan ini mau tidak mau tertuju padanya. Dia seperti makhluk alien yang tersesat di Bumi. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas kalau beberapa pelayan tadi sempat memandang Ray curiga. Wajar saja sih, mereka pasi mengira Ray adalah perampok toko yang sedang menyamar.

Seolah tidak peduli dengan tatapan orang disekitarnya, Ray melenggang cuek masuk kedalam toko. Mau tidak mau aku terpaksa mengikutinya dari belakang.Untung saja sesampai ditoko, Ray melepaskan masker yang sedaritadi dipakainya.

Mbak, tolong liat koleksi kalung musim ini dong” ujar Ray pada pelayan toko yang dari bed nama yang dikenakannya kutahu bernama Dinda. Dinda hanya memicingkan matanya menatap Ray dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menurutku dia pasti berfikir kenapa seorang gembel bisa masuk toko perhiasan sebesar ini. Tatapannya beralih dari Ray dan menatapku. Tatapannya terhenti di tas Chanel asli milikku, kado dari Ray saat kami berulang tahun.  Ray menghadiahiku sebuah tas chanel asli bewarna hitam sedangkan aku hanya memberikannya sebuah tas quick silver bewarna biru. Perbedaan harga antara tas chanel dan tas quicksilver yang kuberikan memang cukup besar. Tapi setidaknya aku benar-benar berusaha keras untuk menabung uang jajanku selama dua bulan penuh untuk membeli tas itu. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku ini miskin sedangkan Ray kaya raya. So, wajar aja dong kalau dia memberikan kado yang sepuluh kali lebih mahal dari kado yang kuberikan.

 Berbeda dengan reaksi yang diberikannya pada Ray dia tersenyum padaku. Mungkin dia berfikir setidaknya gembel seperti Ray mempunyai seorang teman yang “normal” sepertiku. Ternyata pengaruh sebuah “tas”  sangat berpengaruh besar di toko ini. Wajah Dinda yang semula memandang Ray masam berubah menjadi cerah. Dia memberikan senyuman yang lebar dan melayani kami dengan baik. Wajar saja tadi Ray memaksaku untuk memakai tas pemberiannya. Jujur saja aku jarang memakai tas ini kecuali untuk acara-acara penting. Bukan apa-apa sih, cuma sayang aja kan kalau tas semahal ini sampai lusuh dan rusak karena terlalu sering dipakai.

Pelayan bernama Dinda itu segera mengambil tiga buah kalung dari dalam etalase kaca yang ada dihadapannya dan meletakkannya didepanku dan Ray. Aku dan Ray segera mengamati ketiga kalung yang disarankan Dinda pada kami.

“Ini koleksi kalung terbaru toko kita Mas. Bahannya terbuat dari perak kualitas terbaik. Tidak berkarat dan tidak bikin alergi” ujar Dinda tanpa melepaskan senyuman diwajahnya. Aku dan Ray menatap ketiga kalung yang ditunjukkan Dinda. Ketiganya memiliki motif yang sama, yang membenakannya hanya bandul-bandul kecil hiasan kalung masing-masing. Bandul-bandul kecil itu ada yang berbentuk hati, berbentuk bulan sabit, dan yang terakhir berbentuk matahari. Jujur, menurutku ketiganya benar-benar indah.  Simple but expensive.

“Terlalu biasa. Saya ingin kalung yang lebih istimewa. Apa mbak bisa ngerekomendasikan kalung yang lebih istimewa? Saya kan minta koleksi kalung musim ini, bukan koleksi kalung musim kemarin. Bukannya tiga kalung ini koleksi toko ini tahun kemaren yach? Apa saya perlu menelpon Mr. Paul untuk memastikan kalau saya salah?” Tanya Ray sambil menatap Dinda dibalik kaca mata hitamnya. Dinda kelihatan salah tingkah dan gugup. Aku bisa melihat tetesan keringat kecil didahinya.

“Maaf Mas.. saya yang salah. Tolong maafkan saya mas”ujar Dinda dengan suara yang bergetar.

“Oke aku maafin. Kalau begitu, tolong rekomendasikan koleksi kalung terbaik di toko ini” ujar Ray sambil memamerkan senyumannya.

“Ba-Baik Mas, tolong tunggu sebentar”

Aku memandang Ray heran. Kelihatannya dia lebih mengenal segala sesuatu tentang perhiasan. Jadi, kenapa dia harus memintaku untuk menemaninya. Benar-benar aneh. Aku saja benar-benar tidak tahu kalau tiga kalung yang diberikannya tadi bukan keluaran terbaru. Aku pasti percaya-percaya saja kalau itu jenis kalung model terbaru. Lagian, siapa sih yang peduli. Kalau menurutku sih, masalah new arrival dan stok lama bukan masalah besar. Yang penting modelnya cantik dan harganya tidak terlalu mahal. Itu yang paling penting.

“Ini Mas, koleksi terbaru dan terbaik toko kita” ujar Dinda sambil membuka dua kotak kalung yang baru dihadapan kami. Aku hanya bisa terpengarah  menatap dua koleksi kalung yang ditunjukkan Dinda pada kami. Mainan kalungnya benar-benar indah. Bentuknya sedikit abstrak namun penuh dengan taburan permata-permata kecil berwarna blue sapphire yang berkilauan. Sedangkan kalung yang satunya berbentuk tiga melati kecil yang juga dihiasi taburan permata putih diatasnya. Walaupun tiga kalung sebelumnya benar-benar manis, tapi kalung yang ini jauh lebih indah.

“Gimana Shill, menerut kamu lebih bagus yang mana?” Tanya Ray sambil menatapku. Aku hanya mengernyitkan dahi menatap kedua kalung dihadapanku. Mencoba menilai mana yang lebih cantik. Aku mencoba menilai, tapi tidak berhasil. Keduanya benar-benar indah dan punya ciri khas masing-masing. Keduanya mempunyai kekuatan yang berbeda. Ini seperti sedang membandingkan sunrise dan sunset, sama-sama indah namun memberi kehangatan dan kesan yang berbeda.

“Bingung. Keduanya sama-sama bagus” ujarku jujur

“Ini memang koleksi kalung terbaik kita Mbak. Kalung yang penuh taburan permata blue shapphire ini memiliki kesan yang kuat dan tegas. Sedangkan kalung dengan taburan permata diatas melati ini memiliki kesan yang lembut dan manis. Kalau menurut saya sih,kayaknya Mbak lebih cocok pakai kalung melati ini. Lebih kelihatan feminim dan manis. Cocok banget buat Mbak” ujar Dinda sambil memerkan senyumannya.

Aku melirik Ray sekilas. Aku bisa melihat dengan jelas kalau dia tersenyum mendengar ucapan Dinda. Dasar menyebalkan.

“Kalau aku sih lebih suka ama kalung yang ini. Lebih keren.” ujarku akhirnya sambil menunjuk kalung berbentuk abstrak dengan taburan permata blue sapphire diatasnya.

“Udah aku duga. Kamu pasti lebih milih kalung yang ini. Tapi berhubung kalung ini mau aku kasih ama cewek yang sifatnya sangat bertolak belakang ama kamu, jadi aku lebih milih kalung melati ini. Kayaknya kalung ini lebih cocok untuknya. Yaudah deh Mbak, Kalau gitu saya beli kalung melati ini saja.” Ray tersenyum sambil mengeluarkan kartu kreditnya. Aku hanya bisa memandangnya kesal. Kalau memang dia sudah memutuskan untuk membeli kalung yang mana, kenapa harus mengajakku dan menanyakan pendapatku segala. Benar-benar menyebalkan. Kalau gitu apa gunanya aku ikut menemaninya kalau pendapatku sama sekali tidak dianggap. Lebih baik tadi aku menolak ajakan Ray, dan memilih untuk nonton drama korea favoritku dikamar. Benar-benar menyebalkan.

Thanks ya Shill udah nemenin aku hari ini. Yaudah deh sekarang kamu mau apa?  aku traktir deh sebagai ucapan terima kasih” Ray merangkul pundakku dan mengajakku keluar dari toko ini. Aku hanya memandangnya kesal.

“Ada apa? Muka kamu kok kusut gitu kayak belum disetrika. Jelek banget tahu. Ada apa sih?”Tanya Ray sambil memandangku bingung. Benar-benar nggak peka. Apa dia benar-benar tidak tahu kalau dia sudah membuatku kesal.

“Ngapaen kamu ngajak aku nemenin kamu kalau kamu bisa milih kadonya sendiri. Kayaknya tanpa bantuan aku kamu baik-baik saja. So.. ngapain kamu ngeganggu hariku dan memaksaku untuk membuang-buang waktu untuk nemenin kamu?” tanyaku kesal. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa sekesal ini padanya. Kupikir ini hal yang wajar.  Ray memintaku untuk membantunya memilih kado untuk “cewek spesialnya” dan dia sama sekali tidak mendengar pendapatku. Bukankah ini sedikit berlebihan?

Ray mengernyitkan dahinya sebelum akhirnya tersenyum dan mengacak rambutku pelan. “Aku kirain kenapa, ternyata cuma gara-gara itu toh. Yaudah deh, aku minta maaf karena nggak dengerin pendapat kamu. Kalau gitu sekarang kita mau ngapaen? Kamu lapar? Makan yok..aku traktir deh sebagai ucapan terima kasih dan permintaan maaf karena udah bikin kamu kesal” Ray mencoba membujukku sambil memamerkan senyumannya.

“Yaudah deh… aku juga lapar”. Aku menghela nafas pelan. mungkin aku saja yang terlalu cepat marah dan kesal pada Ray. Setidaknya Ray sudah berbaik hati untuk meminta maaf padaku. Bagaimanapun juga, dia kan saudaraku. 

Ray langsung mengajakku masuk kesalah satu restoran seafood yang terletak tidak jauh dari tempat kami berdiri. Seperti biasa, Ray selalu memesan mie udon sea food dan segelas milk shake vanilla. Sedangkan aku lebih memilih untuk memesan tiga porsi dimsum udang favoriku dan segelas avocado juice.

“Emang tiga porsi cukup? Bukannya biasanya kamu mesan lima porsi?”

“Rencanya juga gitu. Ntar kalauyang ini habis, aku ada rencana buat nambah lagi kok. Tenang aja” ujarku cuek sambil melahap dimsum udang yang ada dihadapanku.

Dasar. Kalau kamu makannya sebanyak ini, cowok-cowok bisa lari lihat kamu. Untung aja kamu perginya ama aku. Coba kalau kamu pergi ama cowok lain, aku jamin dalam hitungan detik dia akan pergi meninggalkan kamu sendiri”

“Emang kenapa? Apa salahnya sih dengan cewek yang hobby makan? Salahkan restorannya dong, bikin dimsum kok bisa seenak ini” ujarku asal.

“Bukan apa-apa sih. Cowok lain pasti ngeri lihat selera makan kamu yang kayak orang kesetanan. Kamu bisa bikin cowok kamu bangkrut mendadak”

Aku mengangkat wajahku dan menatap Ray , “Jadi maksudnya kamu nggak ikhlas nih bayarin aku? Bukannya tadi kamu bilang aku bisa pesan apapun yang aku mau?”

“Yah bukan gitu juga. Kan tadi aku udah bilang, kalau kamu lagi sama aku, kamu bisa makan apapun yang kamu mau. Kalau mau, kamu bisa mesan sepuluh porsi lagi karena aku nggak bakalan protes. Aku udah terbiasa dengan nafsu makanmu yang luar biasa. Tapi kalau depan cowok yang kamu suka kamu nunjukin kebiasan kamu ini, biasa-bisa dia kabur duluan. Aku kan nggak mau kalau saudara kembar aku harus jomblo sepanjang hidupnya hanya karena nafsu makannya yang berlebihan”

Aku terdiam lama. Apa jangan-jangan kak Radith juga meninggalkanku karena nafsu makanku yang berlebihan. Aku ingat kalau saat itu dimejaku ada berbagai jenis makanan yang kupesan sendiri. Pasti kak Radith ilfeel ngelihat jumlah pesananku. Apa benar yang dikatakan Ray kalau cowok tidak suka dengan cewek yang hobby makan sepertiku.

“Kalau dia benar-benar tercipta untukku, harusnya dia bisa dong nerima kelebihan dan kekuranganku. Termasuk kebiasaan makanku. Kalau dia tidak bisa menerima itu artinya dia bukan untukku dan aku bukan untuknya. So simple…”ujarku mencoba mengulang ucapan Nuri kemarin.

“Bener. Tumben kamu pintar…” Ray tersenyum sambil kembali mengelus rambutku pelan. Oke, apa dia pikir aku ini anjing kecil peliharaannya yang bisa dia elus-elus seenaknya.

“Kalau kamu punya pemikiran kayak gini, aku bisa tenang ninggalin kamu. Kamu nggak perlu buru-buru jatuh cinta hanya karena usia memaksamu untuk jatuh cinta. Kamu harus bisa mencari pria yang rela menyerahkan segalanya untuk membahagiakanmu tanpa perlu kamu minta. Pria yang tidak akan pernah melepaskan genggaman tanganmu ditengah keramaian. Pria yang akan menjagamu dan menjadikanmu ratu satu-satunya bahkan saat keriput diwajahmu mulai terasa nyata. Kamu harus menemukan pria seperti itu..”

Aku memandang Ray heran. Tumben dia berbicara seserius ini. Biasanya dia selalu bercanda dan menggodaku. Aku benar-benar tidak menyangka dia bisa mengatakan hal seperti ini. Apa karena ini saat ini dia sedang jatuh cinta makanya dia bisa berubah sedrastis ini. Bukankah banyak yang mengatakan, kepribadian seseorang bisa berubah seratus delapan puluh derajat saat sedang jatuh cinta. Aku benar-benar yakin saat ini Ray sedang falling in love. Ini satu-satunya alasan yang mampu menjelaskan kenapa Ray bisa berubah sedrastis ini.

Ray… kamu lagi jatuh cinta yah?” tanyaku curiga.. Bukannya menjawab pertanyaanku, Ray malah senyum-senyum nggak jelas. Semakin membuatku curiga. Jangan-jangan Ray kerasukan setan, dia bukan seperti Ray yang selama ini kukenal. Aneh.

No.. more than that. I think I found my soulmate…”

“Soulmate? Maksud kamu? Bukannya harusnya yang jadi Soulmate kamu itu aku? Aku kan saudara kembar kamu Ray. Kita mempunyai ikatan batin yang lebih kuat dari siapapun?”

Ray menatapku, dia tersenyum , “Of course.. Sampai kapanpun kamu tetap soulmate ku. Kamu bagian dari jiwaku, bila kamu terluka aku juga ikut terluka. Bukankah itu hukum alam untuk anak kembar seperti kita?. Tapi ini lain Shill, aku menemukan soulmate yang lain. Soulmate yang jauh lebih terkoneksi denganku. Soulmate yang jauh lebih istimewa. Well, bukan berarti aku mau bilang kamu tidak istimewa. Kamu tetap istimewa untukku, aku tahu kamu tahu itu. Tapi setidaknya bertemu dengannya memberiku harapan yang baru. Memberi harapan yang sebelumnya tidak pernah kubayangkan. Aku seperti menemukan potongan jiwaku yang hilang.”  Ray tersenyum dan memandang lurus kedepan. Seperti sedang membayangkan sesuatu. Aku tidak tahu yang dibayangkannya namun kutahu pasti kalau gadis itu benar-benar memilki posisi penting di hati Ray. Ray tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ini benar-benar aneh.

****

“Tante Ray mana?”

“Dikamarnya kali, Tante juga nggak tahu. Tante kan baru pulang belanja. Kamu kan daritadi dirumah, harusnya kamu yang lebih tahu Ray ada dimana.” Ujar tante Irna sambil menyusun belanjaannya kedalam kulkas.

“Shilla kan daritadi dikamar terus. Siapa tahu aja tante tahu Ray ada dimana. Yaudah deh, Shilla mau ngecek kekamarnya dulu” aku langsung meninggalkan tante Irna sendirian dan berjalan menuju kamar Ray. Sebenarnya aku mau minjam laptop Ray untuk mengerjakan tugas karanganku. Laptopku mendadak mati dan tidak bisa hidup lagi. Sepertinya kebanyakan virus sampai nggak bisa nyala seperti itu. Besok aku bakalan minta bantuan Mas Elang untuk memperbaikinya. Sebenarnya bisa aja malam ini aku memakai laptop mas Elang, tapi masalahnya sejak tadi sore mas Elang sudah keluar dan belum pulang juga. Kamarnya juga terkunci. Aku tidak punya pilihan lain selain meminjam laptop milik Ray. Biasanya Ray jarang meminjamkan laptopnya padaku. Itu karena aku sering sekali memasukkan virus kedalam laptonya dan membuat datanya hilang. Belum lagi kabel-kabel yang jumlahnya seabrek yang selalu tersambung dengan beberapa alat-alat aneh yang tidak kutahu namanya.. Kata Ray sih itu hardware untuk mengkomposer lagu. Aku juga tidak terlalu mengerti tapi yang pasti memakai laptop Ray benar-benar ribet. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku terlalu malas untuk kewarnet. Meminjam laptop Ray adalah solusi terbaik malam ini.

“Ray….!!! Aku pinjam laptop kamu dong..!!!”

Aku membuka pintu kamar Ray. Ternyata tidak kunci. Syukurlah, artinya Ray ada dikamar saat ini.

“Ray..!!! Pinjam laptop dong”

Aku terpaku ditempatku berdiri. Tepat dihadapanku aku melihat seorang wanita cantik dan Alvin duduk ditempat tidur Ray. Aku bisa melihat beberap potong gaun dan pakaian sekolah perempuan berserakan ditempat tidur. Beberapa detik yang lalu aku melihat dengan jelas kalau Alvin sedang berusaha menarik resleting gaun wanita cantik itu. Aku menatap mereka bergantian. Alvin dan gadis itu terlihat salah tingkah. Apa yang mereka lakukan dikamar Ray? Siapa gadis ini? Apa dia pacarnya Alvin? Kalau bukan pacarnya Alvin, nggak mungkin mereka berduan di kamar Ray seperti ini. Ray dimana? Bisa-bisanya dia membiarkan Alvin dan pacarnya masuk kekamarnya.

Sorry..Aku nggak bermaksud ngeganggu acara kalian. Ray mana?” tanyaku galak sambil menyapu seisi kamar, mencoba mencari sosok Ray. Aku langsung berjalan kekamar mandi mencoba mencari Ray disana. Namun nihil, Ray tidak ada disana.

Aku kembali menatap Alvin, mencoba meminta penjelasan. Bukannya menjawab pertanyaanku atau menunjukkan perasaan bersalah, Alvin hanya menatapku tanpa mengatakan apapun.

“Ray mana?” aku mencoba mengulang pertanyaanku. Aku tidak peduli tapi aku tahu aku berhak untuk marah. Walau bagaimanapun aku tuan rumah disini dan aku berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi disini.

“Kalau kalian ingin pacaran jangan dirumah ini dong. Kalian bisa sewa hotel atau pacaran ditaman kota. Gratis. Kenapa jadi ngerusak kamar Ray seperti ini. Aku tahu kamu sahabat dekatnya Ray, tapi bukan berarti kamu bisa ngelakuin ini ke Ray. Bukankah ini melanggar kode etik persahabatan? Aku tahu kamu seorang superstar dan ini mungkin hal yang biasa untuk kalian. Tapi untukku ini perbuatan yang tidak pantas. Apalagi kalian melakukannya dikamar Ray. Benar-benar memalukan. Kalau kamu nggak mau aku ngelaporin tingkah kamu dan pacar kamu ke media, lebih baik kamu keluar dari kamar ini. Sekarang..!!!”

Ini tidak benar. Aku tidak mungkin membiarkan hal memalukan seperti ini terjadi dirumah ini. Aku tidak peduli dengan tatapan Alvin yang memandangku bingung. Aku tahu saat ini dia hanya berakting pura-pura bingung dan tidak bersalah. Padahal jelas-jelas tadi aku melihatnya sedang  menaikkan resleting gaun wanita yang duduk disebelahnya. Wajahnya emang ganteng, tapi kelakuannya benar-benar minus. Aku benar-benar nggak mengerti kenapa Ray bisa dekat dengan orang seperti ini.

“Shill.. ini aku. Kamu nggak ngenalin aku?”

Aku mengalihkan perhatianku dari Alvin dan menatap gadis cantik yang duduk disebelah Alvin.

“Shill… ini aku. Ray.”

Aku terpaku. Terdiam. Terbodoh. Gadis cantik berambut panjang bergelombang yang semula kupikir pacarnya Alvin ternyata Ray. Ya Tuhan.. ada apa ini? Kenapa Ray bisa berdandan jadi cewek begini dan kenapa dia bisa secantik ini? Aku tahu Ray memang mempunyai wajah yang lembut dan mata yang cantik tapi aku benar-benar tidak menyangka dia benar-benar cantik seperti ini. Ratusan atau ribuan wanita diluar sana bisa menangis melihat penampilan Ray saat ini. Bagaimana mungkin seorang pria bisa jauh lebih cantik dari wanita.

“Ray….?”

Ray tersenyum dan mengangguk , “Iya ini aku. Ternyata transformasi ku berhasil. Bahkan kamu sendiri yang sudah jelas kenal baik denganku tidak bisa mengenaliku. Itu artinya aku nggak perlu khawatir sekarang”

Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Ray bisa menyamar jadi cewek begini. Apa jangan-jangan ada kelainan psikis yang dialami Ray membuatnya mengalami gejala trangender seperti ini. Tidak. Aku benar-benar merasa bersalah, selama ini aku tidak pernah peduli dan memperhatikan Ray. Aku tidak menyangka dia akan berubah seperti ini. Andai saja aku memberikan sedikit perhatianku pada Ray, mungkin dia tidak akan berubah seperti ini.

Air mataku jatuh. Aku memeluk Ray kencang. Baru kali ini aku memeluk Ray seperti ini. Aku benar-benar merasa bersalah.

“Ray… Maafin aku nggak pernah sadar selama ini. Maafin aku yang nggak pernah memperdulikan kamu. Aku benar-benar nggak tahu kamu mempunyai masalah seperti ini. Harusnya sebagai kembaran aku, aku bisa tahu perubahan yang kamu alami. Aku harusnya lebih tahu dan sadar dengan sendirinya. Maafin aku Ray, aku benar-benar menyesal. Aku ingin kamu tahu, walaupun aku tidak pernah memperdulikanmu aku tetap mendukungmu dan selalu menerimamu apa adanya”

Aku melepaskan pelukanku dari Ray dan mencoba menghapus air mataku yang tidak berhenti keluar. Ini terlalu menyakitkan untukku. Aku merasa seperti saudara kembar yang gagal. Gagal melindungi kembaranku sendiri dan membiarkannya terperangkap sendiri. Tapi tidak, semua belum terlambat. Tidak ada kata terlambat saat ini.

Aku menggenggam kedua tangan Ray erat dan memandangya intens. Aku harus kuat. Aku tidak boleh membuat Ray semakin terpuruk lagi. Walau ini berat untuk kuterima tapi aku harus bisa melewatinya. “Ray… Ini belum terlambat. Aku tahu mungkin akan sedikit sulit tapi aku yakin kamu bisa melewatinya Ray. Kamu harus bisa melawan semuanya. Ini tidak benar Ray, kamu tidak boleh berubah seperti ini. Mama pasti akan sedih kalau ngelihat kamu yang seperti ini. Aku akan membantumu untuk kembali normal Ray. Aku yakin kamu pasti bisa Ray. Aku yakin…”

“Tunggu dulu. Maksud kamu apa? Apa jangan-jangan kamu sedang berfikir kalau aku mengalami kelainan identitas diri?”

“Lho? Emang bukannya?” tanyaku tidak mengerti. Bukannya menjawab pertanyaanku, Ray malah memukul kepalaku dengan gulungan kertas yang ada ditangannya,

“Dasar bego. Aku ini masih normal tahu. Aku masih suka ama cewek dan tidak tertarik sama sekali untuk melakukan operasi transgender. Kamu itu kalau mikir jangan kejauhan gitu dong. Nyeremin tau nggak”

“Lha kalau gitu kenapa kamu dandan kayak cewek gitu? Kalau bukan kelainan apa dong namanya?”

Kali ini aku harus mengalihkan perhatianku dari Ray saat mendengar suara tawa renyah seseorang. Aku melihat Alvin yang tertawa disebelah Ray. Baru kali ini aku melihat Alvin tertawa seperti ini. Biasanya dia selalu menunjukkan wajah tanpa ekspresi setiap saat. Tidak pernah tersenyum atau tertawa seperti ini. Padahal kalau dilihat-lihat, Alvin lumayan juga kalau sedang tertawa seperti ini. Benar-benar kelihatan cerah dan tampan. Ya Ampun..kenapa aku jadi mikir yang nggak-nggak sih.

Aku kembali menatap Ray , “Kalau bukan kelainan apa dong namanya?” aku mengulang pertanyaanku. Ray hanya tersenyum dan menyuruhku duduk disebelahnya. Aku hanya menurut dan ikut duduk diujung tempat tidur Ray. Aku masih menunggu penjelasan yang masuk akal dari Ray.

“Sebenarnya aku lagi nyamar jadi cewek”

“Iya aku tahu. Tapi kenapa” potongku tidak sabar. Ray menghela nafasnya pelan , “untuk masuk kesekolah kamu”

Aku terdiam. Mencoba mencerna maksud ucapan Ray.

“Masuk ke sekolah aku? Maksudnya kamu sekolah ditempatku?”

Ray hanya mengangguk. Tunggu dulu..tapi kenapa Ray masuk kesekolahku? Bukankah sekolah Ray jauh lebih bergengsi dibandingkan sekolahku. Jadi kenapa Ray harus masuk kesekolahku dan kenapa dia harus menyamar.

Seperti bisa membaca pikiranku, Ray kembali menjelaskan , “Aku bukan pindah kesekolah itu secara resmi. Lebih tepatnya aku ingin menyusup dan berpura-pura menjadi anak baru disekolah kamu. Aku ingin bertemu seseorang disana dan aku tidak mau menjelaskan siapa yang ingin kutemui disana. Intinya, selama seminggu penuh aku akan bersekolah disekolah kamu dan aku nggak pengen ada satu orangpun yang tahu. Kamu tahu sendiri kan kalau semua orang tahu identitasku bisa jadi masalah besar. Apalagi aku tidak benar-benar pindah kesana. Aku hanya menyusup”

“Tapi buat apa? Dan gimana caranya kamu menyusup dan berpura-pura menjadi anak baru? Kamu kan perlu berkas-berkas untuk mendaftar disekolah ini?”

Ray hanya tersenyum. Saat tersenyum seperti ini dia terlihat sangat manis dan cantik. Aku benar-benar iri dengannya.

“Aku akan memberitahu alasannya saat waktunya tepat. Dan untuk masalah berkas, kamu tenang saja. Alvin sudah membantuku mengurus semuanya”

Aku memandang Alvin yang kembali terdiam disebelah Ray. Aku memang tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang mereka merencanakan. Toh kalaupun aku bertanya, aku jamin Ray tidak akan menceritakannya padaku. Bukankah kata Ray dia akan menceritakannya padaku saat waktunya tepat. Baiklah. Aku bisa bernafas lega saat ini. Setidaknya aku tahu kalau saudara kembarku ini tidak mempunyai kelainan. Dia masih normal.

Aku memandang Alvin dan sedikit merasa bersalah padanya. Bukankah tadi aku sudah memarahinya dan memfitnahnya dengan kejam. “Sorry.. udah salah sangka dan nuduh kamu yang nggak-nggak”

Alvin mengangguk pelan , “That’s okay..” Sebuah kalimat yang singkat dan padat.  Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

“Yaudah deh kalau gitu aku balik kekamar dulu. Oh iya Ray, aku minjem laptop kamu dong”

Ray hanya mengangguk dan menyerahkan sebuah notebook  bewarna biru merk HP padaku. Aku hanya menatap notebook bewarna biru yang kini ada ditanganku.

“Punya siapa ini?”

“Punyaku. Baru beli. Aku tahu kamu pasti bakalan sering minjem laptop aku. Aku nggak akan menyerahkan laptopku untukmu. Kapok. Kena virus terus. File-file penting yang ada didalamnya banyak yang terhapus. Aku nggak mau hasil kerja keras aku berminggu-minggu harus lenyap begitu saja. Yaudah deh kamu pakai aja notebooknya sesuka kamu. Buat kamu aja. Anggap aja itu hadiah tutup mulut untuk merahasiakan semua ini”

Aku hanya tersenyum dan mengangguk senang.

Okeh. Beres. Aku pastikan penyamaran kamu akan sempurna. By the way, thanks yach notebooknya..” ujarku sambil pergi meninggalkan Ray dan Alvin. Siapa sih yang nggak suka barang gratisan didunia ini. Ada untungnya juga punya saudara yang beken dan kaya raya seperti Ray. Setidaknya aku sering mendapatkan barang gratisan seperti ini.

***

Hari ini sekolah heboh dan gempar gara-gara ada dua anak baru muncul di SMA IDOLA BANGSA ini. Tadi pagi, Alvin memang mengantarku dan Ray ke sekolah. Begitu turun dari mobil, seisi sekolah langsung heboh.  Alvin berhasil membuat keributan besar disekolah ini. Untung saja aku cukup pintar untuk keluar dari mobil Alvin saat ruangan parkiran sedang kosong. Setidaknya aku bisa lolos dari serbuan fans nya. Sebenarnya Alvin hanya lima menit datang kesekolah ini, tapi keributan yang dibuatnya belum selesai sampai disini. Apalagi Alvin menjelaskan kalau Ray adalah sepupunya yang baru datang dari luar kota. Bener-benar lucu. Dan semua orang percaya begitu saja dengan kebohongannya.

Dikantin, lapangan basket, dikelas, dan disetiap sudut sekolah ini membahas tentang dua orang anak baru yang benar-benar mencuri perhatian satu sekolahan. Apalagi salah satu anak baru (Ray) menyandang status sebagai sepupu seorang artis. Alhasil, sekarang ini kelas X-5 penuh dengan sisswa kelas lain yang berkerumunan didepan pintu dan jendela padat dengan serbuan mendadak para siswa. Semua langsung membubarkan diri saat kepala sekolah turun tangan langsung untuk menyuruh semua siswa itu masuk kekelasnya masing-masing.

“Shil, tebakan aku kemarin tepat. Anak barunya cakep” bisik Kyla yang duduk didepanku.“Tapi aku benar-benar nggak nyangka kalau anak barunya ada dua orang. Kelas kita benar-benar dapat jackpot. Calon bintang baru sekolah ini dari kelas kita semua” tambah Kyla sambil memandang dua anak baru yang berdiri didepan kelas dengan tatapan takjub.

Aku hanya tersenyum kecil mendengar komentar Kyla. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Kyla kalau tahu salah satu siswa baru yang berdiri didepannya saat ini adalah Ray, idolanya. Aku hanya bisa berdoa semoga tidak ada yang sadar kalau dia adalah Ray. Aku tidak bisa membayangkan keributan besar apa lagi yang akan muncul kalau mereka tahu identitas Ray.

 “Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan nama saya Zailand Renaldo. Biasa dipanggil Zai.Saya pindahan dari salah satu SMA di Bandung. Saya mohon kerja samanya dan bantuan dari semuanya. Terima kasih”

Sorak sorai dan tepuk tangan langsung memenuhi seisi kelas saat anak baru bernama Zai itu mengenalkan dirinya. Dia tersenyum ramah sambil menatap sekeliling. Harus kuakui, tebakan Nuri dan Kyla sama sekali tidak meleset. Menurutku dia lumayan. Oke, sebenarnya aku terlalu pelit member pujian. Dia bukan lumayan tapi cakep banget.  Dia memiliki postur tubuh yang bagus dan jauh lebih tinggi dari Ray yang berdiri disebelahnya. Dia mempunyai garis wajah dan tulang pipi yang keras, membuatnya terkesan lebih manly. Belum lagi hidungnya yang berdiri tegak dan alisnya yang benar-benar tebal dan rapi menjadi poin plus untuknya. Senyumanya juga terkesan ramah dan hangat. Aku tahu dia akan menjadi salah satu cowok most wanted di sekolah ini. Lihat saja… beberapa teman sekelasku sudah mulai jatuh cinta padanya.

Aku terus menatapnya, mencoba menerka-nerka dimana aku bertemu dengannya. Rasanya wajahnya sedikit tidak asing untukku. Tiba-tiba dia menatapku, mata kami bertemu. Dia tersenyum padaku. Tunggu.. dia benar-benar tersenyum padaku?. Aku hanya memalingkan wajahku dan berpura-pura tidak melihat senyumannya. Bukan bermaksud sombong, tapi bisa jadi kan dia tidak senyum padaku. Bagaimana kalau dia senyum pada orang dibelakangku atau pada Kyla yang duduk tepat didepanku. Aku bisa dianggap cewek bodoh yang senyum nggak jelas karena terpesona padanya. Tidak. Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Apalagi Ray berdiri tepat disebelahnya dan tidak melepaskan perhatiannya dariku. Ray akan mengolok-olokku seumur hidupnya bila mendapati sedang tersenyum bodoh pada orang yang baru kukenal.

 “Perkenalkan nama saya Raya Diandra. Saya pindahan dari salah satu sekolah di melbourne, austarlia. Saya kembali ke Indonesia karna Papa pindah kerja. Saya mohon kerja sama teman-teman semua buat membantu saya disekolah ini.. terima kasih” Ujar Ray sambil memamerkan senyumannya. Aku nyaris tertawa mendengar perkenalan Ray. Ini benar-benar berlebihan. Pindahan dari melbourne? yang benar saja. Seumur hidupnya, dia sama sekali belum pernah menginjakkan kaki ke melbourne. Paling jauh juga dia paling pergi ke Singapore, itu juga karena diundang oleh salah satu stasiun TV disana. Dan sekarang dia mengaku sebagai siswi pindahan dari melbourne? So funny…

“Cantik banget..mirip boneka ya.”

“Pantas anaknya cantik. Ternyata bule”

“Imut banget. Wajar aja sih, sepupunya kan penyanyi terkenal itu. Kayaknya keluarganya punya gen yang bagus”

Seisi kelas mulai berisik dan berkomentar. Kyla yang terkenal tidak bisa diam juga mulai ikut berkomentar. Aku hanya diam dan mendengarkan penjelasan Kyla tanpa mengeluarkan komentar apapun. Bukan apa-apa sih. Aku hanya kasihan saja pada semua perempuan yang ada dikelas ini termasuk mengasihani diriku sendiri. Bagaimana mungkin seorang pria bisa jauh lebih cantik dari wanita dan mendapat tatapan takjub dari semua pria? Ini sedikit melukai sisi kewanitaanku.

 “Udah-udah tolong semuanya diam. Jangan berisik lagi. Kalau kalian ingin bertanya dan mengenal teman baru kalian lebih dalam lagi, kalian bisa bertanya saat jam istirahat nanti. Sekarang kita akan mulai pelajarannya. Kalau begitu, Zai kamu duduk disebelah Shilla, dan Raya kamu duduk di sebelah Andi saja”

Seisi kelas langsung memandangku iri. Kyla yang duduk didepanku menunjukkan ekspresi cemburunya dengan jelas.

“Beruntung banget kamu. Kalau aku tahu bakalan ada anak baru, aku juga dari awal milih untuk duduk sendiri”ujar Kyla dengan suara lemah. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Aku juga tidak ingin duduk sendiri. Itu benar-benar sebuah kebetulan. saat pembagian teman semeja aku harus berbesar hati saat tahu aku mendapat kerta zonk yang tidak berisi nama siapapun. Alhasil, selama enam bulan ini aku selalu duduk sendiri. Bu winda memang membuat sistem satu meja cowok  dan cewek. Menurutnya ini salah satu cara paling efektif untuk mengurangi kebiasan para cewek menggosip dengan teman semejanya. anak-ank cewek yang doyan ngegosip kalau udah ngumpul ama sesama cewek. Menurutku sih ini tidak terlalu efektif. Buktinya aku dan Kyla masih bisa tetap berkomunikasi walau dia duduk didepanku, bukan disebelahku.

“Bu… Saya boleh duduk disebelah Shilla aja gak bu?” ujar Ray tiba-tiba. Seisi kelas kembali menatapku. Aku hanya terdiam tidak tahu harus berkata apa. Kyla segera menatapku meminta penjelasan lebih. Aku hanya diam, pura-pura tidak melihat sorot matanya.

 Kenapa? Dikelas ini memang ada sistem satu meja gak boleh satu jenis kelamin. Ntar bisa ngegosip lagi. Emang kenapa harus dekat Shilla? Kamu kenal Shilla?”

“ Dia sepupu saya Bu. Saya rasa saya lebih nyaman kalau duduk dekat dia. Saya harap Ibu bisa membantu saya” ujar Ray sambil memberikan senyuman terbaiknya pada bu Winda. Bu Winda terlihat salah tingkah.

Ray bodoh. Bagaimana mungkin dia mengatakan kalau aku sepupunya. Sudah jelas-jelas semua orang tahu kalau dia sepupunya Alvin. Kenapa bisa ribet gini sih? Gimana caranya aku menjelaskan pada semuanya. Apa dia mau menghancurkan semuanya dihari pertamanya?

“Shil.. kamu kok nggak pernah cerita sih kalau dia sepupu kamu. Kalau Raya sepupu kamu, itu artinya Alvin sepupu kamu juga dong?”

Aku hanya menggaruk-garuk kepalaku. Terlalu bingung harus berkata apa untuk menjawab pertanyaan Kyla. Nuri yang duduk agak jauh dariku juga ikut menatapku intens, seolah ingin menuntut penjelasan dariku.

“Dia sepupu jauhku. Aku juga nggak  tahu kalau dia bakalan masuk kesekolah ini. Aku juga kaget banget. Aku juga jarang ketemu dia, maklum aja dia kan tinggal diluar negri. Kalau Alvin aku tidak kenal Alvin. Dia sepupu Raya bukan sepupuku. Aku sama sekali tidak mengenalnya”

Sepertinya aku berhak mendapatkan piala citra tahun ini. Aktingku benar-benar bagus. Buktinya Kyla dan teman-teman sekelasku percaya dengan ucapanku. Tidak ada yang bertanya lagi, semua percaya kalau Raya sepupu jauhku. Mungkin karena wajah kami yang benar-benar jauh dan tidak mirip membuat mereka percaya begitu saja ucapanku. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah karena telah membohongi Kyla dan Nuri. Kuharap mereka akan memaafkanku saat tahu yang sebenarnya.

 “ Ya sudah kalau begitu.. Kamu duduk disebelah Shilla dan Zai disebelah Andi. Tapi ini untuk satu minggu saja. Minggu depan kalian harus kembali ke formasi yang ibu bilang tadi” putus bu Winda akhirnya. 

“ Iya. Makasih banyak yah Bu” ujar Ray sumringah dan langsung berjalan menuju tempat dudukku. Dia menatapku dan memamerkan kedua lesung pipinya yang selalu membuatku iri setengah mati dengan senyumannya.

“ Dasar bego. Kamu udah bikin jantung aku nyaris copot pagi ini” bisikku pelan.

“Tenang aja. Nggak usah terlalu khawatir gitu. Semuanya bakalan baik-baik aja” ujarnya enteng.

Aku hanya bisa mendengus kesal mendengar ucapannya. Ini tidak benar. Kenapa hanya aku yang khawatir sedangkan dia santai-santai saja. Apa dia tidak tahu, kalau penyamarannya terbongkar semua akan berakhir. Karir dan popularitas yang selama ini diraihnya akan melayang begitu saja. Dan dia menyuruhku untuk tidak khawatir? Yang benar saja!!

“Ya sudah kalau begitu tolong keluarkan buku matematika kalian. Ibu akan membahas pelajaran yang tertunda kemarin” ujar bu Winda sambil berjalan kembali menuju tempat duduknya. Kelas kembali hening saat bu winda mulai menjelaskan tentang kalkulus dipapan tulis. Tidak ada yang berkomentar semua terlihat fokus. Bukan apa-apa, bu Winda memang senang sekali menyuruh siswa yang ketahuan ribut untuk menyelesaikan soal-soal dipapan tulis dan bila tidak bisa, maka siswa itu harus berdiri didepan kelas selama pelajaran. Benar-benar memalukan. Karena itulah tak seorangpun yang berani bersuara saat bu Winda memulai kelasnya.

Beberapa kali menangkap lewat ujung mata kalau mencuri  pandang kearahku. Awalnya aku tidak yakin, tapi saat menyadari mataku bertemu dengannya beberapa kali membuatku yakin kalau dia memang menatapku. Tapi sebenarnya aku juga ragu, sebenarnya dia sedang memperhatikanku atau sedang memperhatikan Ray yang duduk disebelahku. Tidak ada alasan masuk untuk Zai memperhatikanku. Aku yakin, saaat ini dia pasti sedang memperhatikan Ray. Jangan-jangan Zai tertarik pada Ray yang sedang menyamar. Kasihan Zai… andai aja dia tau kalau Raya itu ternyata cowok..pasti bisa patah hati tuch si Zai. Hihihihihihihihihi.

“Shilla.. kenapa kamu ketawa sendiri? emang ada yang lucu? Kamu sudah mengerti penjelasan saya? Kalau begitu silahkan kerjakan soal dihalaman 187 no.4 dipapan tulis. Sekarang!”

Sial. Ini benar-benar hari yang buruk untukku.

****

“ Shill… Si Raya beneran sepupu kamu? Kamu beneran nggak kenal ama Alvin?

Ini sudah keseratus kalinya Kyla menanyakan hal yang sama padaku. Aku hanya memandangnya lemah dan mengangguk, “Iya Kyla.. Aku beneran nggak kenal ama Alvin dan aku juga nggak terlalu dekat ama Raya. Dia sepupu jauh. Jauh banget….”

“Yah..padahal kalau kamu kenal ama Alvin, aku kan bisa punya kesempatan”

“Kesempatan apa?” tanyaku dan Nuri kompak

“Kesempatan dekat dengan Alvin. Syukur-syukur aku bisa jadi pacarnya dan jadi Nyonya Alvin” Kyla mulai mengkhayal. Aku dan Nuri hanya bisa geleng-geleng kepala dan kembali menikmati makanan kami.

 “Ngomong-ngomong Raya dimana Shill? Nggak kamu ajak kekekantin? Tadi gittu bel bunyi dia langsung menghilang. Emang dia mau kemana? Kayaknya buru-buru banget”

Aku terdiam sebentar. Yang dikatakan Nuri memang benar. Saat bel istirah berbunyi, Ray langsung keluar tanpa mengatakan apapun. Sebenarnya apa yang dilakukannya disekolah ini? Aku benar-benar penasaran. “Gak tau juga. Mungkin dia sakit perut makanya buru-buru keluar. Dia kan udah gede, kalau lapar dia pasti kekantin sendiri” ujarku cuek dan kembali menikmati  siomayku.

“Kamu ini jadi sepupu kok nggak bertanggung jawab banget sih Shill. Kalau dia tersesat gimana? Kan kasihan..”

“Yee..kamu pikir dia anak kecil umur 5 tahun yang bisa tersesat disekolahan ini? Udah deh nggak usah khawatir. Raya itu anaknya mandiri kok. Dia bisa mengurus dirinya sendiri. so  santai aja”

Nuri menyikut lenganku membuat siomay yang ada disendokku jatuh dilantai. Aku menatapnya ingin protes tapi bukannya meminta maaf Nuri malah memanggil nama Zai.

 “Zai…”

Aku menatapnya tidak mengerti. Apa dia sudah gila?

“Boleh gabung nggak? Semua udah pada penuh, gak ada meja kosong lagi”

Aku mengalihkan perhatianku pada Nuri dan menatap Zai yang ternyata sudah berdiri disebelahku. Aku memandangnya heran.

“Boleh gabung nggak? Tanganku kepanasan” ujar Zai menyadarkanku. Aku menatap semangkok bakso panas ditangan kanannya dan sebotol teh botol ditangan kirinya Aku hanya mengangguk, “Boleh..Boleh kok.Silahkan”

“Terima kasih”

Zai langsung duduk disebalahku. Aku menatap Kyla yang daritadi menatapku dan bertanya tanpa suara kenapa Zai bisa gabung dengan kita?. Aku hanya mengangkat bahu menandakan aku juga tidak mengerti. Padahal jelas-jelas kantin tidak terlalu ramai siang ini. Aku bisa melihat ada beberapa meja kosong diujung kantin. Rasanya benar-benar aneh melihat Zai yang tiba-tiba ikut bergabung dengan kami.

“Kok pada diam sich? Ada yang aneh ya?” tanya Zai sambil menatap kami satu per satu.

“Nggak kok. Kami hanya kaget dan heran aja ngeliat kamu yang tiba-tiba datang ke meja kita”  Nuri mencoba menjelaskan.

“Emang nggak boleh ya? Aku kan cuma kenal kalian bertiga. Aku belum akrab dengan yang lain. Makan sendiri kan nggak enak banget, kesannya aku jadi satu-satunya orang paling kesepian ditengah keramaian ini. Untung aja aku ngeliat kalian bertiga, jadinya aku samperin deh. Kalian nggak keberatang kan?”

“Nggak kok. Sama sekali nggak keberatan. Kita malah senang kamu mau gabung. Oh iya, kenalin aku Kyla” Kyla langsung menjulurkan tanggannya disambut uluran tangan Zai.

“Aku Nuri”

“Aku Shilla” ujarku sambil tersenyum. Ray hanya mengangguk dan ikut tersenyum.

“Karena sekarang kita sudah berteman, artinya kamu boleh gabung dengan kita kapanpun kamu mau”

“Oke. Makasih banyak lho atas tawarannya. Aku benar-benar senang banget”

Aku hanya menatap Zai yang masih tersenyum. Heran, sedaritadi dia terus tersenyum. Sepertinya dia mempunyai penyakit yang sama dengan Ray. Sadar kalau senyum mereka memikat.

“Hmm.. Zai, ngomong-ngomong apa sebelumnya kita pernah ketemu? Rasanya wajah kamu benar-benar nggak asing”

“SHILLA…!!!” Teriakan kompak Kyla dan Nuri benar-benar membuatku kaget. Aku menatap mereka satu persatu.

“Apaan sih? Kalau manggil nggak usah pake toak juga kali. Berisik tau nggak” protesku kesal.

“Kamu nyuri start duluan sih”

“Iya benar. Lagian trick pura-pura kenal itu udah basi Shilla” tambah Nuri. Aku memandang mereka tidak mengerti.

“Tapi aku nggak pura-pura kenal. Wajahnya emang nggak asing”

Kyla dan Nuri hanya geleng-geleng kepala. “Beneran. Aku nggak bohong” ujarku sedikit frustasi.

“Hahahaha. Shilla benar kok. Aku memang kenal ama Shilla” ujar Zai yang berhasil membuatku kembali menatapnya. Dugaanku benar. Kami memang pernah bertemu sebelumnya. Wajahnya tidak asing untukku. Masalahnya aku benar-benar tidak ingat kapan dan dimana kami bertemu.

“Tuh kan. Aku nggak bohong. Aku emang kenal ama dia. Tapi ngomong-ngomong, aku kenal kamu dimana?” tanyaku penasaran. Zai terdiam lama seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Kamu beneran nggak ingat?” suara Zai terdengar melemah.

“Dimana? Apa jangan-jangan…” Aku menggantung ucapanku. Tunggu dulu, sepertinya aku mulai mengingatnya. Wajah yang sama. Setahun yang lalu ditaman kota. Aku mengingatnya. Saat itu aku masih duduk dibangku kelas Sembilan. Aku menangis sendirian dikursi tanpa memperdulikan sekeliling. Aku bahkan tidak sadar kalau sedaritadi seorang anak cowok sebayaku duduk disebelahku dan melihatku menangis. Saat tersadar aku langsung menghapus air mataku cepat dan menatapnya lama. Dia tidak mengatakan apapun. Sampai akhirnya aku menjelaskan padanya kalau aku tidak menangis. Aku hanya kesal karena Ray telah menandatangani kontrak untuk bergabung disebuah group band dan mendapatkan undangan khusus bersekolah disekolah musik terkenal.

“Kamu sudah ingat?” Tanya Zai sambil tersenyum. Aku mengangguk cepat. Aku bisa merasakan wajahku memerah dan memanas saat ini. Itu adalah kejadian paling memalukan dalam hidupku. Bayangkan saja, sudah jelas-jelas air mataku keluar dan aku mengatakan kalau aku tidak menangis. Apalagi anak itu tidak mengatakan dan bertanya apapun padaku. Dia hanya memandangku tanpa mengatakan apapun. Aku tidak menyangka aku akan bertemu lagi dengannya.

Tapi tunggu dulu.. Bukankah itu artinya dia tahu kalau aku kembarannya Ray?

“Tenang saja. Aku nggak bakalan cerita kesiapa-siapa kok” ujar Zai seperti bisa membaca pikiranku. Aku memandangnya takjub.

“Kalian cerita apa sih? Bikin penasaran aja”  

“Iya nih. Pakai acara rahasia-rahasia segala. Nggak seru banget. Aku benar-benar nggak nyangka Shilla benar-benar kenal dengan semua anak baru hari ini”

“Iya bener”

Aku hanya tersenyum mendengar komentar Kyla dan Nuri. Biarlah. Mungkin lebih baik mereka tidak tahu hubunganku dan Ray. Belum saatnya aku menceritakan yang sebenarnya pada mereka. Aku masih menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu yang sebenarnya pada mereka.

“Shilla! Pinjam duit dong, dompet aku ketinggalan!”

Aku mengangkat wajahku dan mendapati Ray berdiri dihadapanku. Ya ampun..apalagi sekarang?

“Kamu dari mana aja sih?”

“Udah deh. Kamu nggak perlu tahu aku darimana. Pinjem duit dong. Aku lapar banget”

Aku hanya mendengus kesal dan menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan pada Ray.

Thank you. Ntar dirumah aku ganti yach”ujar Ray sambil bersiul dan berjalan meninggalkan kami.

“Kamu bilang kamu nggak akrab ama Raya. Tapi aku kelihatannya lumayan akrab kok” bisik Kyla disambut anggukan Nuri. Aku hanya tersenyum kecil dan pura-pura sibuk menikmati minumanku. Lagi-lagi Ray membuatku harus berbohong didepan sahabatku. Ini mulai tidak menyenangkan lagi.

Tidak berapa lama, Ray kembali muncul dengan sepiring nasi goreng penuh dengan beberapa potongan gorengan diatasnya dan dua kaleng soft drink. Dia langsung duduk disebelah Kyla dan melahap makanannya dengan cepat. Kyla dan Nuri memandang Ray takjub. Apa dia nggak sadar kalau sekarang dia sedang berubah menjadi Raya? Mana ada sih cewek cantik yang makannya seperti kuli bangunan begini. Ray seperti tidak sadar dan tidak peduli dengan tatapan orang-orang disekitarnya. Dia terus menikmati makanannya dengan lahap. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“Bego. Kalau mau nyamar yang total dikit dong. Mana ada cewek normal yang makannya serakus kamu. Kamu mau ngebongkar kedok kamu dihari pertama?” Omelku dengan suara pelan pada Ray saat kami berjalan kembali kekelas.

“Itu artinya kamu juga bukan cewek normal dong. Nafsu makan kamu kan hampir sama denganku” ujar Ray yang berhasil membuat wajahku memerah. Ingin rasanya aku menendangnya saat ini juga. Tapi aku tidak bisa melakukannya karena Ray langsung berjalan didepanku bersama Kyla dan Nuri.

“Kayaknya kamu benar-benar akrab dengan Raya” ujar Zai yang sedaritadi berjalan disebelahku. Aku memandangnya kaget. Aku benar-benar tidak sadar kalau sedaritadi dia ada disebelahku.

“Ng..Nggak kok. Aku nggak akrab ama dia” ujarku berbohong. Zai hanya tertawa kecil dan mengangguk.

Aku melihat dia.. RADITH STEVEN ada dihadapanku. Dia berjalan dari arah berlawanan bersama teman-temannya. Tiba-tiba aku merasakan jantungku berdegup jauh lebih kencang dari biasanya. Kerongkonganku tercekat, seperti ada sesuatu yang mengganjal kerongkonganku. Membuatku kesulitan untuk bernafas dengan normal saat ini. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi denganku saat ini.  Aku selalu meraskan hal seperti ini bila bertemu dengan kak Radith. Sepuluh langkah lagi.. Sembilan… Tujuh… Enam…

Dia menatap kami. Teman-temannya yang lain juga ikut menatap kearah kami. Kyla dan Nuri kompak membalikkan tubuh mereka dan menatapku. Seolah memberi isyarat padaku tentang keberadaan kak Radith yang hanya beberapa langkah lagi didepan kami.

Lima langkah lagi…empat…tiga.. dua..

Dia tersenyum. Senyum yang lebar dari biasanya.  Benar. Apa aku mimpi? Kak Radith tersenyum kearahku. Aku tidak bermimpi. Aku tidak berhalusinasi. Ini benar-benar terjadi. Kak Radith tersenyum padaku. Oh Tuhan.. terima kasih banyak. Itu artinya kak Radith tidak membenciku sejak insiden kantin kemarin. Kalau dia membenciku, dia tidak mungkin tersenyum seramah itu padaku.

“Shill, Kamu kenapa? Kok bengong?” Zai mengagetkanku.

Aku menggeleng pelan, “Gak.. Aku nggak papa kok” ujarku berbohong

“ Kamu suka ya ama cowok tadi?’ bisik Zai tiba-tiba ditelingaku. Aku terpengarah dan menatap Zai tajam. Aku heran, kenapa sepertinya Zai bias membaca semua pikiranku. Kenapa aku merasa Zai mengerti apa yang sedang kurasakan. Kenapa Zai bisa tahu?

“Semua orang juga bisa tau kalu ada yang nggak beres denganmu. Ekspresi kamu itu jelas nunjukin kalau kamu terpesona dengan pria tadi. Nggak usah disembunyikan. Semua tertulis jelas diwajah kamu”

Aku menatapnya tidak percaya. Apa dia benar-benar bukan paranormal?

***

TEET… TEETTT… TEEETTTT….

“Bibi…. Ada tamu tuh…!!!!!” aku yang sedang asyik nonton kaset DVD film kesukaanku hanya bisa berteriak minta tolong pada Bi Inah untuk membukakan pintu.

TETT..TEETTT…TEEETTTT..

“Bibi…. Ada tamu tuh..!!!” aku mengulang teriakanku dengan suara yang jauh lebih kencang. Suara bel itu sedikit mengganggu konsentrasiku menikmati drama korea sedang kutonton.

“Tante ama Bi Inah lagi sibuk Shill. Tolong bukain dong pintunya. Kamu nggaka ada kerjaan kan?” Teriak tante Irma dari arah dapur. Aku hanya bisa mengeluh pelan. Dengan setengah hati aku mengambil remote dan menclick tombol pause. Aku langsung menuju pintu depan dan membuka pintu.

 “Ray nggak ada. Udah keluar” ujarku cepat saat tahu siapa orang yang sudah mengangguku siang ini.

“Pergi kemana? Tadi baru aja dia nelpon aku nyuruh datang kesini” ujar Alvin yang sore itu mengenakan kaos spiderbilt hitam dan celana jins yang juga bewarna hitam. Apa dia mau melayat? Kenapa pakaiannya serba  hitam kayak gini?

“ Gak tau juga.. Ya udah dech, mending kamu tunggu didalam aja.  paling bentar lagi dia juga pulang kok” saranku pada Alvin. Alvin hanya menagngguk dan langsung masuk kedalam rumah meninggalkanku sendiri yang masih berdiri didepan pintu. Hahaha.. Sepertinya anak ini tidak punya sopan santun. Yang punya rumah siapa? Dia atau aku?

Sabar Shill.. Sabar.. Aku berusaha menenangkan perasaanku sendiri. Setelah menutup pintu, aku kembali masuk kedalam. Disanalah aku melihat Alvin duduk didepan TV dan telah mengganti film yang kutonton dengan channel bola yang sama sekali tidak kumengerti. Oke, semakin lama dia semakin mirip dengan Ray. Suka seenaknya dan tidak pernah peduli dengan sekeliling. Wajar saja mereka bisa berteman dengan baik. Sifatnya sama. Dengan sedikit kesal, aku berjalan kedapur dan langsung mengambil minuman dalam kulkas. Aku langsung meneguk dan menghabiskannya dalam beberapa detik. Bi inah dan Tante Irna yang sedang sibuk memanggang kue menatapku heran.

“ Kesel banget. Gak ada sopannya kali tu anak. Nyebelin banget..!!!” ujarku gak jelas

“ Siapa Shill?” Tanya Tante Irna heran

“ Itu, temannya si Ray. Si Alvin”

“ Ha? Ada Alvin??? Suruh masuk dong Shill, kasih minum sana.. Ya ampuun.. tante lagi sibuk nih gak bisa nemenin Alvin. Kamu temenin Alvin dulu ya Shill, bisa kan?? Bawain minum sekalian ke Alvin sana” cerocos tante Irna seperti kebakaran jenggot. Aku hanya bisa terpelongo menatap tante Irna.

“ Tante apa-apan sich. Males banget ah” Protesku kesal

“ Gak mau tau. Ini minumannya. Anterin ke Alvin sana. Buruan” ujar tante Irna sambil menyodorkan segelas juice jeruk padaku. Dengan perasaan terpaksa karena malas berdebat degan tante Irna, aku mengambil juice jeruk dari tangan tante Irna dan berjalan kembali keruang keluarga.

“ Nih. Silahkan diminum” aku meletakkan juice jeruk itu dihadapan Alvin. Alvin hanya diam sambil terus menatap saiaran bola yang ada dihadapanku. Gila. Aku dicuekin. Ray kemana sich? Nagapain juga aku harus nemenin Alvin. Kurang kerjaan banget.

Aku meraih majalah yang ada dibawah meja dan membolak-balaik halamannya. Sesekali aku mencuri-curi pandang pada Alvin yang duduk disebelaku. Mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya dipikirkannya saat ini.

“Ray kok lama yach?” ujar Alvin tiba-tiba sambil melirik jam tangan yang melilit dipergelangan tangan kirinya.

“ Telpon aja. Siapa tahu dia lupa. Ray kan emang gitu. Suka lupa kalau udah janji”

“ Males ah.. Ntar malah ganggu”

“Ganggu? Emang Ray lagi ngapaen? Lagi ama cewek yach?” tanyaku curiga. Alvin hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar TV.

“Hah? Beneran? Emang Ray udah punya pacar? Siapa? Aku udah curiga sih waktu Ray ngajak aku buat beli kalung cewek. Sebenarnya aku mau nanya ama dia tapi lupa terus. Perhatianku terpecah karena ulahnya yang membuat kehebohan disekolahku. Aku sampai lupa menanyakan masalah ini padanya. Kamu kenal ama pacarnya Ray? Gimana? Cantik nggak?” Tanyaku antusias.

“Vin.. Kamu kok diam aja sich? Emang Ray udah punya pacar? Siapa? Kamu kenal?”  Aku mengulang pertanyaanku menatap Alvin penasaran. Tapi percuma. Alvin tetap fokus melihat pertandingan bola yang ada dihadapannya dan mengeluarkana jurus andalannya yaitu jurus“ DIAM TANPA KATA” . Aku menyerah. Percuma aku cerita panjang lebar padanya, dia pasti tidak akan mengatakan apapun padaku. Aku kembali membolak balik majalah yang ada dipangkuanku.

 Ray,kamu dimana sih? lama banget sich kamu pulangnya. Aku sudah hampir gila nemenin temen kamu dirumah. Buruan pulang.. !!! jangan pacaran aja dong..!! cepat pulang..!!

Aku meencoba melakukan telepati pada Ray. Tapi tidak ada balasan. Apa telepatiku gagal lagi seperti yang dulu-dulu.  Ray sepertinya menutup pikirannya untukku dan tidak bisa menerima pesan darurat dariku. Aku selalu penasaran kenapa sinyal telepatiku dan Ray benar-benar buruk. Aku bahkan tidak bisa merasakan perasaannya saat ini.

“Kak Alviiiiiiinnnnnnnnn……!!!!!” teriakan nyaring anak kecil menyadarkanku. Alvin yang daritadi tidak mengalihkan perhatiannya dari layar televisi itu langsung mencari arah datangnya suara. Seorang bocah kecil tersenyum manis dan langsung memeluk tubuh Alvin kencang.  Alvin langsung berdiri dan mengangkat bocah tinggi-tinggi. Bocah kecil itu tertawa kegirangan.

“ Kak Alvin… turunin Acha dong…” Tiba-tiba bocah kecil lainnya menarik-narik ujung celana Alvin. Alvin melirik bocah kecil yang menarik-narik ujung celananya dan tersenyum kecil. Selama ini aku selalu berfikir kalau Alvin itu mayat hidup. Makhluk tanpa ekspresi. Ternyata aku salah,  dia punya sisi lembut seperti ini juga. Benar-benar menarik.

“Eh Ozy mau digendong juga?” tawar Alvin smabil menurunkan Acha, teman sepermainan Ozy. Ozy menggeleng tegas.

“ Gak mau. Kak Alvin jangan gendong Acha lagi..!!!!” teriak Ozy sambil menatap Alvin tajam.

“ Ozy kenapa sich? Jahat banget. Kenapa ngelarang-larang kak Alvin ngegendong Acha. Acha kan mau digendong ama kak Alvin..!!!” Protes Acha sambil balik menatap tajam pada Ozy. Ozy hanya mendengus kesal mendengar omelan Acha.

“ Kak Alvin itu pangerannya Acha. Nanti kalau Acha udah besar kayak kak Shilla, Acha bakalan jadi istrinya kak Alvin. Jadi, Ozy gak boleh jahat ama kak Alvin. Ngerti???!!!” ujar Acha sambil merangkul kaki Alvin. Alvin hanya garuk-garuk kepala. Dia terlihat kebingungan.

“Nanti juga kalau Ozy udah besar jadi cakep kayak Kak Alvin kok” ujar Ozy sambil merengut dan melipat kedua tangannya didannya. Alvin sepertinya kaget mendengar ucapan OZy. Alvin tersenyum dan mengacak-ngacak rambut Ozy. Sepertinya didepan Acha dan Ozy, dia banyak senyum. Ekspresi yang ditunjukkannya benar-benar berbeda dengan yang biasa ditunjukkannya didepanku. Benar-benar tidak adil.

“Masih kecil aja Ozy udah cakep kok. Apalagi kalau udah gede. Pasti jauh lebih cakep dari Kak Alvin. Kak Alvin pasti kalah deh” ujar Alvin sambil mengacak-ngacak rambut Ozy. Ozy akhirnya tersenyum mendengar perkataannya Alvin dan menatap Acha

“Nanti kalau udah gede Ozy bakalan jauh lebih cakep dari Kak Alvin” Ozy mengulang pernyataan Alvin tadi dan menatap Acha. Acha hanya menjulurkan lidahnya.

“Huh.. !!! Dasar cewek matre..!!! mentang-mentang Kak Alvin kaya, Acha langsung naksir” ujar Ozy sambil menatap Acha tajam. Aku nyaris tertawa mendengar perkataan Ozy. Cewek matre? Darimana Ozy tau istilah itu. Ya ampuunn… anak jaman sekarang udah banyak kemajuan kayaknya.

“Biarin aja. Pokoknya Acha bakalan jadi istrinya Kak Alvin..!!!!” teriak Acha keras. Aku hanya bisa tertawa mendengar pertengkaran Ozy dan Acha. Mereka berdua benar-benar imut kalau sedang kesal seperti itu.

“Ya ampun. kok jadi bertengkar gini sich jadinya. Ya udah dech, kak Alvin pulang aja daripada ribut gini” ancam Alvin pada dua bocah yang ada dihadapannya. Dan sepertinya, taktik Alvin berhasil. Acha dan Ozy langsung diam dan tambah kencang memeluk Alvin.

“Iya-iya. kita gak bernatem lagi kok. Ozy… maafin Acha ya” ujar Acha sambil memeluk Ozy. Ozy hanya mengangguk dan tertawa senang.

“Nah gitu dong. Kalau udah baikan gini kan enak..” aku yang daritadadi hanya bisa  diam memperhatikan tiga makhluk yang ada dihadapanku akhirnya angkat bicara.

“Kak Alvin, jalan-jalan yuk. Acha suntuk nich dirumah” ujar Acha sok dewasa sambil mendekap kedua tangannya diatas perutnya.

“ Iya.Ozy juga suntuk kak dirumah terus bareng kak Shilla dan Acha. Kakak kan tau, cewek itu berisik kak. Suntuk.” timpal Ozy ikut-ikutan sok dewasa. Yaelah, mereka berdua ngapaen sih? Lagi memainkan peran apa sekarang sampai pakai akting-akting suntuk segala. Padahal seharian terus kerjaan mereka main terus.

Alvin menatapku seakan meminta pertolongan. Aku hanya tersenyum kecil. Baru juga ngadepi dua bocah satu hari aja kamu udah kebingungan gitu. Kebayang kan gimana nasib aku yang sudah empat taun ini ngadepin mereka.

“Emang kalian berdua suntuk eknapa sich, biasanya juga maen dirumah” tanyaku smabil mengelus pelan rambut adik kesayanganku ini.

“Suntuk aja liat muka kak Shilla terus” jawab Ozy cepat disambut anggukan Acha dan tawa kecil Alvin.

“ Hey..!!! enak aja.. gitu ya sekarang.. ni rasakan.!!” Aku berusaha menggelitik Ozy yang ada disebelahku. Ozy berteriak dan berlari menghindariku. Acha juga ikut-ikutan berlari dari serbuanku.

“Sini kalian. tega banget ngejek Kak Shilla ya.. sini..sini…” Teriakku mengejar dua bocah kecil yang terus berlari dan tertawa-tawa menghindariku.

“Hahaha..Ampun kak Shilla. Kita kan cuma bicara jujur” ujar Acha dan Ozy sambil tertawa dan sembunyi dibalik tubuh Alvin.

“Enak ja. Sini kalian berdua. Jangan sembunyi dibalik kak Alvin dong” ujarku sambil berusaha meraih dua bocah kecil itu. Bukannya takut, kedua bocah kecil itu malah makin menjadi-jadi tertawa dan semakin merapatkan tubuh mereka kearah Alvin. Alvin yang memang pendiam, hanya berdiri seperti mematung tanpa melakukan gerakan apa-apa. Aku nyaris tertawa melihat ekspresi Alvin yang mirip patung pancoran itu.

“Sini dong kalau berani. Kalau kak Shilla berani, coba tangkap kita.” tantang OZzy sambil memeluk tubuh Alvin kencang.aku hanya mencibir. Gimana caranya aku mengejar mereka bila mereka bersembunyi dibalik tubuh Alvin seperti itu.

“Yee.. kak Shilla takut ama kak Alvin.. Hdup KAk Alvin..!!! Hidup Kak Alvin..!!!” teriak Acha seperti sedang berorasi. Aku hanya menghela nafas panjang dan duduk disofa. Terserah dech, capek juga lari-lari ngejar-ngejar dua bocah kecil ini.

“Ayo dong Kak Alvin. Jalan-jalan yuk naek mobilnya kak Alvin..” ujar Acha sambil menarik-narik ujung baju Alvin. Ozy juga ikut-ikutan menarik ujung baju Alvin.

“ Iya Kak.. ayok jalan-jalan” Ozy mulai ikut-ikutan membujuk Lavin.

Aku melirik Alvin sesaat. Dia terliha kebingungan. Bukannya dia ada janji ama Ray. Ray mana sich ? kok belum pulang juga. Gak kasihan apa ama temannya disuruh nunggu gini.

“Acha…Ozy… kasihan tuch kak Alvin, kak Alvin lagi nunggu kak Ray tuch. Masak diajak jalan-jalan sich” aku mencoba membujuk dua adik kecilku ini.

“Ih. Kak Shilla kenapa sich? cemburu yach ama kita. Udah kak Alvin, jangan dengerin kak Shilla. Kita pergi aja yok kak” ujar Acha yang membuatku terbengong bego. Aku cemburu ama dua bocah kecil ini? Hahahaha..yang benar aja. Itu lelucon paling tidak lucu abad ini.  Memang benar kata orang tua dulu, ngadepin anak – anak itu harus butuh kesabaran ekstra.

“Ayo kak. ayo dong” Ozy masih tetap semangat membujuk Alvin. Alvin hanya bisa tersenyum dan melirik sebentar pada jam tangan yang melingkar ditangan kirinya.

“Ya udah dech. Apa boleh buat, kayaknya kak Ray juga masih lama” ujar Alvin akhirnya yang disambut sorak sorai Acha dan Ozy yang berteriak kesenangan.

“Iya Kak.. pergi sekarang yok” ajak Acha sambil menarik tangan Alvin. Alvin hanya tersenyum melihat Acha yang semangat menarik-narik tangannya. Alvin berhenti sejenak dan menatapku lama. Aku hanya mengernyitkan dahi heran. Apaan sich?

“Shill.. Kamu ikut yok. Temenin aku” ujar Alvin cepat. Aku hanya menatap heran pada Alvin. Tumben dia mengajakku padahal jelas-jelas dari dulu sikapnya tidak pernah ramah padaku. Apa jangan-jangan dia tidak sanggup menghadapi tingkah dua bocah yang hyperactive ini makanya dia mengajakku untuk jaga-jaga. Kenapa aku merasa seperti seorang nanny yang  diajak majikannya jalan-jalan hanya untuk menjaga anak-anak mereka.

“Ayo dong kak Shilla. Kok malah bengong sih. Udah diajak ama kak Alvin tuch. Ayo cepat!”  Ozy menarik tanganku. Aku hanya bisa pasrah mengikuti Ozy. Sepertinya aku  tidak punya pilhan lain saat ini.

 “Cha, kita duduk dibelakang aja. Biar kak Alvin dan kak Shilla yang didepan” ujar Ozy sambil membuka pintu belakang toyota rush milik Alvin.

“Gak mau.. !!! Acha mau deket kak Alvin” Potong Acha cepat.

“Udah. Biar orang gede aja yang didepan. Kita dibelakang aja” Ozy menarik tangan Acha dan mendorongnya masuk kekursi belakang. Setelah merengut kesal pada Ozy, akhirnya Acha setuju juga. Dengan sedikit terpaksa dia mengikuti Ozy dan duduk di jok belakang. Belum juga pergi mereka sudah ribut. Kenapa aku merasa Ozy dan Acha mirip denganku dan Ray. Kami selalu bertengkar dan mempermasalhkan hal-hal kecil tampa memperdulikan sekeliling. Pertengkaran-pertengkar kecil yang tidak pernah berujung. Pasti seperti ini rasanya menjadi kak Elang setiap kali melihatku dan Ray bertengkar. Benar-benar bikin pusing.

kok malah bengong sih? Buruan masuk” Alvin mengagetkanku. Aku hanya mengangguk dan segera duduk disebelah Alvin. Aku menatap isi mobil Alvin, sebagian besar dia memodifikasi  mobilnya dengan motif garis hitam garis vertikal berwarna hitam dan putih. Kalau tidak salah, ini seperti lambang club sepak bola Juventus. Sepertinya dia penggemar berat club sepak bola ini. Sebenarnya Alvin punya mobil berapa? Biasanya dia selalu memakai honda jazz birunya saat mengantarku dan Ray kesekolah.

Aku melirik Alvin sekilas. Dia hanya  diam dan berkonsentrasi menyetir mobilnya tanpa menoleh atau berbicara apapun. Ini benar-benar awkward. Biasanya saat sedang bersama Ray, dia selalu berkomentar dan berbicara panjang lebar dengan Ray. Mereka selalu terlibat percakapan yang seru. Mulai dari masalah musik, topik tentang sepak bola sampai membahas tentang model dan artis yang muncul divideo clip mereka. Mereka seperti tidak menyadari keberadaanku yang duduk manis dikursi belakang. Tapi sekarang keadaannya berbeda. Alvin dan aku sama-sama terdiam. Tidak tahu harus membicarakan apa. Rasanya benar-benar aneh saat Ray tidak ada disini diantara kami.

Acha dan Ozy yang duduk dibelakang asyik memainkan game angry bird di handphone ku. Aku benar-benar merasa terasing.. Mereka terlihat asyik sendiri. Seolah mereka berada di planet planet yang berbeda saat ini. Tidak mungkin aku menganggu mereka hanya untuk memecahkan dead air yang tiba-tiba terjadi. Aku kembali melirik Alvin, dia masih tidak bergeming. Apa yang harus kulakukan? Sebenarnya bisa saja aku pura-pura sibuk dengan handphoneku. Bukankah itu satu-satunya tindakan paling masuk akal dan paling aman saat kau berada disituasi seperti ini. Pura-pura sibuk dengan handphone mu sendiri walaupun kau hanya mengetik dan menghapus pesanmu tanpa pernah mengirimkannya pada siapapun. Setidaknya kau tidak akan merasa seperti orang bodoh yang salah tempat. Tapi masalahnya, sejak tadi Ozy telah menyita handphoneku. Aku tidak punya alibi untuk menutupi kecanggungan yang terjadi.

Apa sebaiknya aku memulai percakapan duluan dengan Alvin. Kalau dipikir-pikir ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Harusnya kami bisa dikatakan memiliki hubungan yang cukup akrab. Bukankah kami sama-sama terlibat dalam misi berbahaya. Misi untuk menyembunyikan identitas Ray sebagai Raya. Itu artinya kami bukan orang asing. Aku mengenalnya dan dia mengenalku. Bukankah aneh rasanya kalau kami masih bersikap seperti orang asing yang baru pertama kali bertemu?

“ Kamu udah lama ya Vin kenal ama Ray?” Aku mencoba berbasa – basi. Setidaknya aku ingin mencoba ramah. Siapa tahu Alvin tipe pria yang tidak bisa memulai percakapan duluan. Mungkin dia sama-sama bingung sepertiku untuk mencari tahu bahan obrolan yang tepat saat ini. Kurasa aku cukup jenius dengan menanyakan hal tentang Ray. Karena Ray satu-satunya jembatan yang menghubungkanku dan Alvin saat ini. Aku yakin Alvin akan bercerita banyak tentang Ray. Bukankah selama ini dia sangat akrab dengan Ray.

“Udah” ujar Alvin singkat. Aku masih menatapnya, menunggu kalimat lain yang mungkin keluar dari mulutnya. Tapi tidak ada. Dia hanya mengatakan satu kata itu dan kembali terdiam. Aku hanya mengelus dada pelan. Percuma saja aku mencoba berbasa basi dengannya. Percuma aku mencoba akrab dengannya. Aku lupa kalau dia seorang alien yang berasal dari planet lain. Dia tidak akan pernah mau membuka mulut dan hatinya pada makhluk bumi selaim Ray. Ray dan Ray lagi. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa semua orang condong padanya. Didepan Ray, semua orang terlihat seperti sunflower dan Ray sebagai mataharinya.

Mungkin diam adalah pilihan paling bijaksana saat ini. Aku tidak mau mengambil resiko untuk menciptakan dead air yang lebih besar lagi diantara kami.

Tidak sampai dua puluh menit, Akhirnya Alvin  memarkirkan mobilnya didepan sebuah café yang terletak dipinggir jalan. Aku memandang sekeliling mencoba bertanya-tanya apa Alvin tidak salah mengajak kami ke café ini. Ini adalah restoran cool n fresh. Salah satu restoran paling mewah di kota ini. Aku saja baru satu kali masuk kerestoran ini, mungkin sekitar tiga atau empat tahun yang lalu. Hari itu hari ulang tahun Mama. Papa mengajak kami untuk makan direstoran ini. Rasanya sudah lama sekali.

“Ya udah masuk yok” ujar Alvin sambil turun dari mobil Aku hanya bisa melongo berdiri  didepan restoran ini. Rasanya sedikit aneh masuk kedalam restoran ini apalagi dengan pakaian seperti ini. Tahu begini aku tidak akan memakai kaos oblong dan sandal jepit seperti ini.

“Vin apa nggak sebaiknya kita cari café lain aja. Aku tahu kok café yang enak dekat sini” aku mencoba member saran. Bukan apa-apa sih,rasanya sedikit berlebihan kalau Alvin mengajak kami ke restoran ini. Aku masih ingat, harga satu gelas ice creamnya saja lebih dari tujuh puluh ribu rupiah. Ray saja tidak berani mengajakku masuk ke café ini. Katanya buang-buang duit. Aku juga setuju dengan pendapat Ray. Untukku kuantitas memiliki peranan penting dalam memilih tempat makan. Di café lain, dengan harga segitu aku bisa memakan tiga gelas besar ice cream.

 “Udah nggak papa.  Kita makan di restoran ini saja. Aku yang traktir kok. Aku terlalu malas untuk mutar-mutar mencari café lain. Ya udah ayo masuk” ujar Alvin sambil menggenggam tangan kecil Acha. Aku hanya bisa pasrah. Percuma saja aku melarang toh Alvinnya saja cuek begitu. Okeh terserah kamu dech. Jangan sampai mata kamu keluar ngeliat harga-harga makanan yang ada dicafe ini yang benar-benar gak masuk akal.

Begitu pintu café terbuka, aroma dan kesan kemewahan langsung menyergap. Dipintu masuk kami langsung disambut sepasang pelayan yang memakai kostum mirip dengan maid dalam serial anime jepang.

“Selamat datang direstoran café and cool kami” ujar mereka kompak sambil membungkuk. Aku hanya bisa menelan ludah pelan. Waktu pertama kali ke restoran ini, aku benar-benar suka kostum maid mereka. Menurutku kostum mereka benar-benar cantik. Aku bahkan meminta Mama untuk membelikan kostum seperti itu untukku. Ray yang mendengar permintaanku saat itu tertawa ngakak. Dia mengatakan kalau aku mempunyai jiwa sebagai maid. Ray dengan kejam menuduhku punya wajah dan selera yang mirip pelayan. Benar-benar menyebalkan. Padahal aku benar-benar suka kostum itu. Aku selalu merasa kalau kostum maid ini benar-benar imut dan cantik. Tapi saat ini aku merasa kalau aku benar-benar tidak cocok dengan kostum ini. Postur tubuhku terlalu besar dan akan terasa aneh bila memakai kostum imut seperti ini.

“Empat orang. Fantasy Island” Ujar Alvin saat memilih ruangan tempat kami akan duduk. Pelayan itu hanya mengangguk dan mengantarkan kami kelantai dua. Restoran ini memang cukup unik. Tidak seperti restoran lain, mereka membuat ruangan-ruangan sendiri ang memisahkan pengunjung yang satu dengan lainnya. Bukan hanya itu, setiap ruangan memiliki konsep dan tema yang berbeda-beda. Dulu saat mama ulang tahun, kami memilih ruangan dengan konsep romantic. Rasanya benar-benar aneh saat melakukan candle light dinner dengan keluargamu. Romantis sih, tapi tetap saja rasanya aneh. Apalagi saat itu Papa dan Mama seperti hanyut dalam dunia mereka masing-masing. Mereka seperti tidak menyadari keberadaan kami bertiga. Aku saja sampai geli dan mengomentari Mama yang sedang menyuapi Papa. Berlebihan menurutku saat itu. Tapi mana aku tahu kalau itu adalah makan malam terakhir kami. Mana aku tahu kalau itu pertama dan terakhir kalinya melihat wajah mama yang merona kemerahan karena malu seperti itu. Kalau aku tahu, aku tidak akan protes dan melarang Papa bermanja seperti itu pada Mama. Aku pasti akan memberi mereka waktu yang lebih lama untuk menikmati waktu mereka. Tapi percuma, waktu tidak akan mungkin bisa diputar kembali.

Aku menatap ruangan fantasy island yang ada dihadapanku. Suasana ruangan ini memang dibuat persis seperti suasana kerajaan negri dongeng. Acha dan  Ozy terpengarah takjub. Itu sama dengan eksperesiku saat pertama kali menginjakkan kaki di café ini. Aku merasa benar-benar berada disebuah kerajaan sungguhan. Ruangan ini cukup besar dengan replica kerajaan disekelilingnya. Boneka-boneka teddy bear besar yang memakai kostum putri dan pangeran disusun rapi disudut ruangan. Acha yang memang sangat suka dengan boneka langsung berlari dan memeluk boneka itu erat. Sedangkan Ozy terlihat sibuk memainkan dan menghancurkan balok-balok yang sebelumnya telah disusun menyerupai kerajaan kecil. Sepertinya mereka benar-benar bahagia. Menurutku wajar saja sih kalau harga makanan direstoran ini lebih mahal dibandingkan restoran yang lain. Pelayanan dan suasana yang mereka tawarkan juga jauh lebih baik dibandingkan restoran lain. Karena itu restoran ini tidak pernah sepi pengunjung. Ini tetap menjadi restoran favorit orang-orang golongan atas yang mempunyai uang berlebih. 

 “Kamu mau makan apa Shill?” tawar Alvin sambil menyerahkan buku menu padaku. Aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Ini terlalu membingungkan. Kalau tadi yang mengajakku Ray, aku pasti tidak akan segan dan akan memesan semua menu yang kusukai. Tapi masalahnya yang mengajakku Alvin. Rasanya sedikit tidak pantas kalau aku memesan makanan yang kusukai. Bisa-bisa Alvin berfikir kalau aku secara tidak langsung sedang merampoknya. Apalagi harga semua makanan yang disajikan di restoran ini diatas normal.

“Aku bingung. Terserah kamu aja deh Vin” ujarku akhirnya setelah lima menit tidak dapat memutuskan pesananku.

“Acha pengen ice cream ya kak. Yang banyak” ujar Acha sambil berlari kearah kami.

“Ozy juga kak” Ozy gak mau kalah. Alvin hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah melingkari beberapa menu yang ada didaftar menu, Alvin langsung menyerahkan menu tadi pada pelayan yang sedaritadi berdiri disebelah Alvin.

“ Mas Alvin, kita punya menu ice cream baru Mas. Akhir-akhir ini jadi menu paling diminati di café ini Mas. Mas mau nyoba juga? Nanti sekalian saya bawakan” tawar pelayan itu ramah.  Alvin hanya mengangguk mengiyakan. Kenapa rasanya pelayan restoran ini sangat mengenal Alvin. Kalau tidak nggak mungkin kan mereka mengetahui nama Alvin. Astaga, aku benar-benar bodoh. Bukankah Alvin itu pubic figure. Dia kan artis. Bukan hanya pelayan, seluruh Indonesia juga kenal dengan Alvin.

“Oke Mas. Kalau gitu saya permisi dulu. Silahkan ditunggu ya Mas” ujar pelayan itu sambil tersenyum ramah pada Alvin. Alvin lagi-lagi hanya mengangguk tanpa mengeluarkan komentar apapun.

“Kamu sering kesini ya Vin? pelayannya kayaknya kenal banget ama kamu” ujarku penasaran. Alvin terlihat sibuk mengajari Ozy dan Acha memainkan game di tablet miliknya. Alvin melirik sekilas.

“ Lumayan” ujarnya singkat dan kembali fokus menemani Acha dan Ozy yang sibuk mengotak atik tabletnya. Aku hanya melongo bodoh. Lagi-lagi aku dicuekin dan dianggap tidak ada ruangannya. Rasanya benar-benar tidak menyenangkan.

“ Vin.. Kamu kok nyuekin aku sich. Kamu gak suka  ya aku disini” ujarku tiba-tiba. Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa berkata seperti Alvin. Alvin tidak kalah kagetnya denganku. Dia menghentikan aktifitasnya dan menatapku dengan ekspresi kebingungan. Aku hanya menelan ludah pelan. Tidak tahu harus berkata apa saat ini.

 “Aku nggak nyuekin kamu kok” ujar Alvin tanpa melepaskan tatapannya dariku. Baru kali ini dia menatapku sedalam ini. Rasanya benar-benar aneh. Aku bisa merasakan wajahku memanas dan memerah saat ini. Ada apa denganku. Baru juga ditatap seperti ini wajahku sudah memerah seperti ini.

Tapi itu tidak berlangsung lama. Hanya lima detik karena Alvin kembali melakukan aktivitasnya bermain bersama Acha dan Ozy. Dia kembali mengalihkan perhatianku dariku dan sibuk bermain bersama Ozy dan Acha.  Mereka kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Seolah tidak menyadari keberadaanku saat ini. yang benar aja.. !!! Aku merasa jadi gadis paling bodoh beberapa detik yang lalu. Bisa-bisanya wajahku memerah dan detak jantungku tidak karuan saat matanya menatap mataku. Aku merasa istimewa karena berhasil merebut perhatian Alvin. Tapi harapanku harus sirna. Aku seperti terhempas dari ketinggian. Aku seperti berada diruangan hampa udara. Alvin tetaplah Alvin. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah menatapku dan menganggapku jauh lebih istimewa dari Ray. Mungkin kalau aku bukan saudaranya Ray, dia juga tidak sudi mengajakku datang ke restoran ini. Aku tidak tahu apakah aku harus kesal atau berterima kasih telah dilahirkan sebagai kembarannya Ray.

Untung saja makanan yang dipesan Alvin datang. Dua orang maid segera menyususn semua makanan dan minuman pesanan Alvin diatas meja. Aku hanya memandang takjub berbagai makanan dan minuman yang dipesan Alvin. Alvin memesan empat porsi Rib-eye steak, dua piring French fries, satu piring salad buah, sepotong rainbow cake, grean tea cake, dan choco almond steak. Bukan hanya itu, Alvin juga memesan dua gelas orange juice,dua gelas melon juice dan empat gelas ice cream. 

Apa Alvin tidak salah pesan? Kenapa dia memesan makanan sebanyak ini. Bukankah tadi dia hanya menjanjikan akan membelikan ice cream, kenapa harus memesan semua makanan ini.

“Vin ini semua beneran pesanan kamu?” tanyaku pada Alvin. Alvin segera menghentikan aktifitasnya dan menatap seisi. Alvin hanya mengangguk.

“Iya aku bingung mau mesan apa. Kata Ray kamu punya selera makan yang bagus makanya aku pesan makanan yang menurutku enak. Yaudah ayo makan” ujar Alvin sambil menyimpan tabletnya. Ozy dan Acha juga terlihat kaget melihat berbagai jenis makanan yang ada dihadapan kami. 

 Acha langsung meraih ice cream yang ada dihadapannya.

“Eitss Makan dulun baru makan ice cream” uajrku sambil menarik ice cream dan menjauhkannya dari jangakuana acha dan Ozy.  Aku langsung menyodorkan dua piring steak dihadapan mereka. Acha dan Ozy hanya memandangku dengan tatapan kesal.

“Iya makan dulu. Ntar kalau udah selesai makan baru deh minum ice cream” Alvin ikut mendukungku. Dia langsung memotong steak yang dipiring Acha dan Ozy menjadi potongan-potongan kecil. Dan anehnya, kedua bocah ini langsung tersenyum cerah dan menuruti kata-kata Alvin. Mereka seperti terhipnotis dan memakan steak dengan lahap. Padahal tadi waktu aku yang ngomong, mereka merengut kesal. Giliran Alvin yang ngomong mereka langsung senyum dan menuruti ucapan Alvin tanpa komentar. Benar-benar deh.

Setelah memastikan dua bocah ini menikmati makanan mereka, barulah aku menikmati makananku dengan tenang. Aku memakan Rib-eye steak yang benar-benar menggoda ini. Rasanya langsung meleleh dilidahku. Bumbunya benar-benar pas. Benar-benar enak. Teksturnya juga lembut dan mudah dicerna. Benar kata orang ekonomi, harga memang berbanding lurus dengan kualitas.

“Kak makanan Acha udah habis. Udah boleh makan ice creamnya nggak kak?” Tanya Acha setelah berhasil melahap steaknya tanpa sisa.

“Boleh. Tapi minum dulu yach” ujarku. Acha segera mengngguk dan langsung menyeruput juice melonnya dengan cepat. Wajah Acha langsung sumbringah saat ice cream yang daritadi dinanti-nantikannya akhirnya bisa dilahapnya juga.

“Ozy juga udah siapa Kak. Udah minum juice melon juga. Mau ice cream.. !!!” teriak Ozy tidak  mau kalah. Aku hanya mengangguk memberinya satu gelas ice cream. Aku benar-benar heran melihat mereka. Tumben mereka tidak rewel dan menghabiskan semua makanan mereka tanpa sisa.  

“Ice creamnya enak banget. Lembut banget” Teriak Acha sambil menikmati ice creamnya. Aku yang penasaran ikut menikmati ice cream yang ada dihadapanku. Dan benar aja. Rasa ice creamnya benar-benar berbeda. Ada dua sensani aneh ketika lidah menyentuhnya. Ada rasa hangat yang dibungkus dengan rasa dingin yang menyegarkan. Baru kali ini aku merasakan ice cream seperti ini begini. Sebagai penggemar berat ice cream, aku tidak bisa menolak ice cream yang special ini.

Setelah menikmati semua makanan yang ada, Alvin langsung mengajak kami untuk pulang. Ozy dan Acha terlihat enggan meninggalkan restoran itu. Namun setelah Alvin menjanjikan akan mengajak mereka lagi ke restoran ini, barulah mereka menurut dan mau diajak pulang.

Setelah membayar semua pesanan, Ozy dan Acha segera berebut masuk kedalam mobil Alvin.

 “Vin… thanks yah tadi udah ditraktir. Ntar kapan-kapan aku bales dech. Aku yang gentian ntraktir kamu makan. Tapi bukan di restoran ini. Di café lain mungkin” ujarku sambil tersenyum

“Nggak usah. Aku emang senang kok diteminin makan.Selama ini aku selalu makan sendiri.Rasanya menyenangkan juga bila makan ramai-ramai seperti ini” ujar Alvin sambil menstarter mobilnya.

“Lho emang biasanya kamu makan sendiri? emang Papa ama Mama kamu kemana? Sibuk kerja?” tanyaku penasaran. Alvin lagi-lagi Alvin hanya diam dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaanku.

“Ya  udah dech kalau kamu nggak mau jawab. Aku juga kayak gitu kok. Papa aku juga jarang pulang kerumah. Sibuk terus. Untung ada tante Irna yang jagain kita. Aku juga senang punya kak Elang, Ray, dan Ozy yang selalu ngisi hari-hariku. Jadi, Kamu jangan pernah mikir kalau kamu itu sendirian didunia ini. Pasti banyak orang yang sayang ama kamu. Kamu tahu nggak apa hal paling menyedihkan didunia ini? Kesepian. Karena  itu kamu tidak boleh merasa kesepian. Bukankah kamu punya banyak orang disekeliling kamu. Ada ratusan atau mungkin ribuan orang diluar sana yang mengaku sebagai fans kamu dan selalu peduli ama kamu. Karena itu berhentilah memasang ekspresi murung seperti itu” ujarku sok tau sambil memukul pelan pundak Alvin. Aku memang tidak tahu apa yang ada dipikiran Alvin saat ini. Namun ekspresinya tadi jelas menunjukkan kalau dia benar-benar terluka. Aku tidak tahu mengapa tapi aku seperti bisa merasakan kesedihan yang dirasakan Alvin. Alvin hanay melirik sebentar lalu kembali menatap jalan yang kurus kedepan tanpa mengeluarkan komentar apapun.

Mungkin aku salah. Alvin bukan tidak ingin bercerita tapi dia tidak tahu bagaimana caranya bercerita. Aku juga pernah mengalami hal seperti itu. Menutup diri dari orang-orang sekitar

Akhirnya disepanjang perjalanan pulang aku asyik bercerita pada Alvin. Cerita tentang Ray yang selalu sempurna diamat semua orang. Tentang Mas Elang yang gak pernah pacaran lagi gara-gara trauma ditinggal Kak Aren, yang meninggal dunia karna kecelakaan. Bahkan aku juga cerita tentang aksi Ray yang berubah jadi perempuan dan membuat heboh satu sekolahan. Alvin hanya mendengarkan semua ceritaku tanpa memberikan komentar apa-apa. Dia sesekali melirikkku dan mengernyitkan dahinya bila mendengar ceritaku tentang betapa tidak menyenangkannya menjadi kembarannya Ray. Setiap saat selalu merasa terancam karena harus selalu dibandingkan dengannya.  Sesekali Alvin tertawa dan tersenyum kecil saat kuceritakan bagaimana satu sekolahan benar-benar berfikir kalau Ray itu cewek. Ray telah menjadi idola dan jadi bahan rebutan cowok-cowok disekolahan. Suasana tegang perlahan mencair. Setidaknya ini jauh lebih baik dibandingkan saat kami pergi tadi.

Sesampai dirumah, aku segera turun dari mobil Alvin. Acha dan Ozy sudah terlelap dibelakang. Kecapaian dan kekenyangan membuat mereka  tertidur pulas. Aku langsung membuka pintu belakang dan mencoba mengangkat tubuh Ozy dan menggendongnya.  Tapi belum sempat aku meraih tubuh Ozy, tangan lain langsung meraih tubuh Ozy dan menggendongnya. Aku membalik tubuhku dan mendapati Ray yang sedang menggendong Ozy.

“Kamu dari mana aja sih? Daritadi Alvin nungguin kamu” protesku pada Ray. Ray hanya tersenyum kecil dan menatap Alvin.

“Sorry Vin tadi aku lupa waktu. Oh iya, tolong bantu angkat Acha kedalam dong” ujar Ray pada Alvin. Alvin hanya mengangguk dan mengangkat tubuh Acha pelan, khawatir Acha terbangun.

 “Letakin disini aja” ujarku sambil membuka lebar pintu kamar Ozy. Alvin langsung meletakkan tubuh kecil Acha diatas tempat tidur,  disusul Ray yang meletakkan perlahan tubuh Ozy disebelah Acha. Acha dan Ozy benar-benar tertidur pulas.

“Kayaknya mereka bener-bener kecapean. Pulas banget tidurnya”

Setelah memastikan mereka benar-benar telah tertidur, aku langsung memberi aba-aba agar Ray dan Alvin keluar dari kamar. Mereka sepertinya mengerti dan meninggalkan kamar Ozy. Setelah memastikan suhu AC dikamar Ozy stabil, aku langsung keluar dan menutup pintu kamar Ozy. Ini bukan pertama kalinya Acha tidur siang dirumah ini. Acha memang lebih sering menghabiskan waktunya dirumah. Mungkin karena Acha adalah anak satu-satunya dan kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja. Mama Acha adalah seorang pegawai dikantor kementerian keuangan sedangkan Papanya seorang pengusaha. Wajar saja kalau Acha lebih senang menghabiskan waktunya dirumah ini dibandingkan harus tinggal berdua saja dengan baby sitternya.

Aku menatap Alvin dan Ray yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Mereka terlihat kaget melihat kedatanganku.“Kamu kemana aja sich Ray? Kasian tuh Alvin daritadi nungguin kamu. Emang kamu dari mana sih? ” tanyaku pada Ray.

“Ih bawel banget sih kamu. Alvin aja nggak apa-apa. Kok malah kamu sich yang sewot” protes Ray sambil mendengus kesal.

“Bukannya gitu, aku kan cuma penasaran aja kamu dari mana ampe lupa waktu gitu. Walaupun kamu sering bikin aku kesal, gini-gini aku masih cukup care ama kamu. Emang kamu dari mana sih? Kata Alvin kamu baru ketemu cewek yach? Siapa? Apa jangan-jangan dia cewek yang pengen kamu kasih kado liontin kemarin?” Aku duduk disamping Ray dan menatapnya penuh minat. Lama aku menatap mata coklat milik Ray mencoba mencari dan menebak kebenaran yang disembunyikan. Aku bisa melihat dengan jelas kalau saat ini Ray sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Bagaimanapun juga, aku ini saudara kembarnya. Aku bisa merasakan kalau akhir-akhir ini sikap Ray sedikit berubah. Dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Apa dia tidak mau memperkenalkan pacarnya padaku? Tapi kenapa?

“Apaan sih. Berhentilah menebak-nebak dan mencoba membaca pikiranku saat ini. Itu takkan berhasil Shil. Mata aku perih harus beradu pandang dengan kamu terus” ujar Ray sambil mengalihkan pandangannya. Aku hanya melenguh pasrah. Percuma aku mencoba untuk masuk kedalam pikirannya, dia tidak pernah mengizinkanku untuk masuk. Padahal aku benar-benar ingin masuk dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Tapi sepertinya Ray benar-benar mengunci hati dan pikirannya untukku. Dia seperti memberi batas yang jelas agar aku tidak mengganggu privacy nya saat ini. Baiklah… aku akan menghargai keputusannya saat ini. Sebagai anak kembar, bukan berarti aku harus tahu semua apa yang ada dipikirannya saat ini. Aku harus memberinya kebebesan untuk memecahkan masalahnya sendiri. Toh kalau dia memang membutuhkan bantuanku, dia akan membiarkanku masuk tanpa perlu aku memintanya.

Ray kembali menatapku. Apa lagi ini? Apa dia telah berubah pikiran dan membiarkanku membaca dan menebak pikirannya saat ini?

 “Aku mau ngomong berdua ama Alvin. Kamu bisa pergi nggak dari sini?” Tanya Ray yang berhasil membuatku terbengong bego. Aku mengalihkan perhatianku dari Ray dan menatap Alvin. Alvin juga ikut menatap tanpa mengeluarkan komentar apapun.

“Shilla.. Tolong pergi dari sini. Aku pengen ngomong berdua ama Alvin saat ini. Penting. Kamu denger nggak sih aku ngomong apa?! Cepat tinggalkan kami berdua!” ujar Ray mengulang ucapannya dengan suara yang lebih besar. Aku memandangnya kesal. Bisa-bisanya dia mengusirku saat ini. Kalau memang dia mau ngomong berdua sama Alvin dan tidak ingin aku ganggu, harusnya mereka ngomong diluar. Dia tidak perlu mengusirku. Kesannya aku benar-benar ganggu banget. Bagaimanapun juga ini rumahku juga. Aku berhak duduk disini.

Aku ingin protes tapi tidak jadi. Ekspresi Ray terlihat sangat serius. Baru kali ini aku melihat ekspresinya yang seperti itu. Entah kenapa aku seperti tidak mempunyai keberanian untuk menentangnya saat ini. Seperti terhipnotis, aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan masuk meninggalkan mereka berdua. Aneh. Ini benar-benar aneh. Biasanya aku akan marah besar bila Ray mengusirku seperti tadi. Tapi ekspresi Ray tadi terlihat aneh, matanya terlihat kehilangan fokus. Dia bukan seperti Ray yang kukenal. Ray yang kukenal selalu memamerkan senyuman bodohnya setiap saat dan selalu tertawa padaku. Ray tidak pernah berteriak padaku seperti itu. Rasanya ada rasa nyeri tak tertahan menyergap hatiku. Air mataku jatuh tanpa kutahu penyebabnya. Ada apa denganku?

*****

“Shill… aku boleh masuk nggak?” Tanya Ray untuk yang kesekian kalinya. Entah sudah berapa kali Ray mengetuk pintu kamarku dan memanggilku malam ini. Aku pura-pura tidur dan pura-pura untuk tidak mendengar panggilan Ray. Aku tidak memperdulikan ketukan-ketukan dipintuku. Aku tidak ingin bertemu dengannya malam ini.

“Shill.. aku tahu kamu belum tidur. Tolong buka pintunya. Aku pengen ngomong ama kamu” ujar Ray tidak menyerah. Aku hanya diam sambil memainkan ujung pulpenku.

Ceklek.

Pintu kamar terbuka. Aku menatap Ray yang berdiri tepat didepan pintu kamarku. Lagi-lagi dia membuka pintu kamarku seenaknya. Ray memang mempunyai kunci duplikat kamarku. Dia diam-diam mncuri kunci kamarku dan membuat duplikarnya. Aku pernah protes pada Papa karena membiarkan Ray menyimpan kunci duplikat kamarku. Tapi menurut Papa, Ray memang pantas menyimpan kunci itu karena aku selalu susah untuk bangun pagi. Ray satu-satunya orang yang bisa merusak pagi dan membangunkanku setiap pagi. Sebenarnya ada untungnya juga, setidaknya sejak Ray memegang kunci duplikat kamarku aku tidak pernah terlambat kesekolah.

“Benar dugaanku. Kamu pasti belum tidur” ujar Ray sambil melangkah masuk kekamarku. Aku yang hanya diam dan pura-pura sibuk mengerjakan tugasku. Ray menghempaskan tubuhnya dan duduk diatas tempat tidurku. Aku hanya pura-pura cuek dan tidak memperdulikannya.

“Shill, kamu masih marah denganku? Udah dong masa kamu marah terus sih. Aku benar-benar minta maaf. Tadi sore aku khilaf. Aku tidak bermaksud mengusirmu. Kamu tahu kan aku punya hal penting yang ingin kubicarakan dengan Alvin. Aku terlalu bingung makanya jadi lepas kontrol begitu” ujar Ray dengan suara melemah. Aku tahu saat ini dia benar-benar menyesalnya. Rasanya tidak adil kalau aku tidak memaafkannya. Bukankah dia sudah meminta maaf padaku seharusnya aku juga bisa memaafkannya.

“Aku nggak marah. Aku hanya kaget ngeliat eskpresi kamu tadi. Sorot matamu seolah mengatakan kalau aku benar-benar orang paling mengganggu didunia ini. Rasanya benar-benar menyebalkan. Padahal aku hanya ingin membantumu. Tapi sepertinya kamu tidak percaya dan tidak membutuhkan bantuanku. Kamu lebih percaya untuk menceritakan masalahmu pada temanmu, Alvin.  Rasanya benar-benar menyebalkan. Seolah-olah aku tidak cukup penting untuk tahu masalahmu”

Ray menatapku intens. “Aku tidak percaya kamu berfikir seperti itu tentangku. Aku tahu kamu tahu kalau kamu selalu spesial untukku. Sampai kapanpun kamu selalu menempati posisi pertama dalam hatiku. Aku selalu mengutamakan kebahagianmu dibandingkan apapun. Karena itu berhentilah berfikir kalau kamu tidak cukup penting untukku”

Andai saja yang mengatakan ini orang lain, aku pasti akan salah memahami maksudnya. Aku pasti akan berfikir kalau dia sedang menggombaliku atau sedang merayuku saat ini. Tapi ini beda. Saat Ray mengatakannya aku tahu dia benar-benar tulus. Aku bisa melihat dari sorot matanya kalau dia benar-benar peduli denganku. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia mau repot-repot membujukku dan meminta maaf padaku seperti ini.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Ray mengatakan kalau aku orang paling spesial untuknya. Setiap kali aku marah padanya, dia selalu mengatakan hal yang sama padaku. Dan anehnya, tak pernah sekalipun aku bosan mendengar ucapannya. Ini yang kusebut dengan sihir Ray. Dia selalu mempunyai sihir untuk membuat orang-orang tidak bisa membencinya.

“Bukankah kamu mengatakan ada cewek spesial lainnya dihatimu. Kalau begitu katakan dengan jujur siapa yang lebih spesial untukmu. Aku atau dia?” tanyaku penasaran. Sebenarnya aku hanya ingin mengujinya. Aku tahu dia pasti akan mengatakan kalau aku jauh lebih spesial.

Dugaanku sepertinya salah. Ray terlihat kebingungan, sorot matanya terlihat tidak fokus. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya menatapnya dalam diam. Biasanya bila membandingkan dengan gadis manapun, Ray akan selalu mengatakan kalau aku lebih spesial. Kenapa rasanya kali ini berbeda. Ray terlihat benar-benar kebingungan.

“Kamu kok kayak orang bingung gitu sih. Kalau dia memang jauh lebih special, aku nggak bakalan marah kok. Bagaimanapun  juga kamu kan anak cowok. Udah dewasa. Sudah saatnya jatuh cinta. Cepat atau lambat, kamu pasti akan menemukan wanita lain yang mampu membuatmu bahagia. Wanita lain yang benar-benar melengkapi posisi dihatimu. Posisi yang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa kuisi. Walaupun aku kembaranmu dan kita membagi jiwa yang sama, tapi tetap saja suatu saat kamu akan mencari wanita lain. Aku sadar kok. Aku juga sering memikirkannya. Suatu hari nanti, Ozy juga tidak akan menganggapku spesial. Dia pasti akan menemukan wanita lain yang jauh lebih special untuknya. Bahkan saat ini saja aku sudah merasa tersaingi dengan Acha. Benar-benar lucu. Bisa-bisanya aku cemburu dengan anak umur tiga tahun” ujarku sambil tertawa. Ray menatapku bingung dan akhirnya ikut tertawa. Yach mungkin ini yang dirasakan seorang kakak yang sangat mencintai adiknya. Khawatir kalau suatu saat adik-adiknya akan melupakannya dan jauh mencintai kekasihnya dibanding dirinya. Tapi aku tidak mungkin melarangnya. Itu adalah hukum alam yang tidak bisa dicegah dan dihindari.

“Oh iya Shil, ngomong-ngomong menurut kamu Alvin orangnya gimana?” Tanya Ray mengalihkan pembicaraan. Aku mengernyitkan dahi tidak mengerti.

“Maksud kamu?”

“Maksud aku, kamu juga udah cukup dewasa untuk jatuh cinta dan menyukai pria lain. Menemukan soulmate lain selain aku. Menurutku Alvin orangnya lumayan kok. Dia bisa diandalkan” Ujar Ray sambil tersenyum penuh makna.

“Kamu ngomong apa sih. Kok jadi bahas Alvin gini. Aku nggak punya hubungan apa-apa kok lagian Alvin nggak mungkin suka ama aku. Dia itu ganteng, tinggi, punya banyak fans dimana-mana. Dia bisa aja nunjuk gadis manapun untuk menjadi kekasihnya. Jadi, nggak masuk akal banget kalau aku punya perasaan ama Alvin”

“Jadi kalau Alvin punya perasaan ama kamu, kamu bakalan mempertimbangkannya? Hmm…setauku sih Alvin bukan cowok yang berani membuka dirinya dengan sembarangan cewek. Dia selalu milih-milih siapa yang bisa mendekatinya dan tidak. Dan sepertinya Alvin membuka hatinya untukmu. Buktinya dia mengajak kamu makan siang bersama. Ini salah satu tanda nyata kalau Alvin tertarik ama kamu” ujar Ray yang berhasil membuat wajahku memerah. Dia ngomong apa sih?

“Alvin kan ngajak aku karena aku itu kembaran kamu. Kalau bukan karena kamu, Alvin juga tidak akan mengajakku makan bareng”

Ray tertawa. “Tentu saja. Makanya kamu harus berterima kasih kepadaku. Secara tidak langsung aku sudah bertindak sebagai cupid cinta untuk kalian. Lagian aku benar-benar pengen punya saudara ipar seperti Alvin. Pasti menyenangkan”

Aku hanya melenguh pelan. Ternyata ini dia maksudnya. Ray sepertinya sangat menyukai Alvin karena itulah dia menjadikanku tumbal obsesinya.

“Kamu keluar sana. Aku udah ngantuk pengen tidur” ujarku menarik tangan Ray. Ray hanya mengangguk dan tersenyum kecil , “Oke. Tapi ingat ucapanku. Diantara pria yang lain, aku lebih setuju kamu jadian ama Alvin. Aku jamin, bila kamu beneran jadian sama Alvin kamu pasti bisa benar-benar bahagia. Dia itu konglomerat muda. Kamu pasti bahagia”

Aku memukul kepala Ray pelan, “Yee… kamu pikir aku cewek matre yang jatuh cinta ama cowok hanya karena isi kantongnya. Udah ah..keluar sana !”

Ray hanya cengegesan sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu kamarku. Dasar aneh. Padahal sebelumnya aku ingin mengorek informasi tentang pacar baru Ray. Tapi Ray mengalihkan perhatianku dengan membicarakan hal tentang Alvin.

Sebenarnya kalau dipikir-pikir, siapa sih yang tidak suka dengan Alvin. Sebagai cewek normal tidak bisa kupungkiri kalau Alvin pernah menarik perhatianku. Dia memiliki semua yang diinginkan para wanita. Dia terkenal, punya suara yang menawan, tubuh yang tinggi, wajah yang menarik dan punya banyak uang. Satu kata untuk mendeskripsikan Alvin. Perfect. Walaupun sifatnya yang pendiam dan terkesan cuek membuatnya terlihat sulit didekati. Tapi lebih dari itu dia benar-benar lumayan.

Astaga.. kenapa aku jadi membahas Alvin sih. Ini pasti gara-gara Ray ngomong yang nggak-nggak tentang Alvin. Mau tidak mau jadi kepikiran juga. Andai saja aku bertemu Alvin lebih awal mungkin aku akan jatuh cinta padanya. Tapi masalahnya aku sudah terlebih dahulu bertemu dengan kak Radith. Pria yang selalu membuat waktu disekitarku bergerak slow motion setiap kali dia lewat dihadapanku. Pria yang selalu membuat detak jantungku berdetak tidak karuan setiap melihatnya. Kuras Alvin belum mampu mengalihkanku perhatianku dari kak Radith. Karena sampai kapanpun juga aku hanya menyukai dan mencintai kak Radith. Aku hanya bisa berharap dan berdoa semoga kak Radith benar-benar pria yang ditakdirkan untukku. Pria yang mencintaiku dan rela memberikan apapun yang kubutuhkan tanpa perlu aku memintanya. Pria yang menjadi cinta pertama dan terakhirku. Semoga saja…

BAB IV

SECRET ADMIRER

Sesampai dikelas, mejaku langsung diserbu oleh segerombolan anak cowok kelas lain yang ingin dekat dengan Ray. Aku hanya bisa tertawa kecil saat Ray menunjukkan ekspresi kesalnya padaku. Siapa suruh dia menyamar jadi cewek dan masuk kesekolahku. Ray memandangku dan mengirimkan sinyal minta tolong. Aku kembali tertawa dan pura-pura tidak mengertinya sinyal permintaan tolong yang dikirimkan Ray.

Saat meletakkan tasku dilaci meja, tiba-tiba aku menemukan sebuah amplop surat bewarna peach dan sebuah coklat cadburry. Aku membalik-balik amplop, tapi tidak ada nama pengirimnya. Dari siapa sich? Aku mencoba menatap seisi sekelas mencoba menebak siapa yang iseng mengirimkan coklat dan surat ini ke laci mejaku. Tapi semua sibuk orang terlihat sibuk melayani Raya. Tidak ada seorangpun yang memperhatikanku. Karena penasaran, aku langsung membuka surat yang ada ditanganku dan mulai membacanya.

Cinta itu seperti sebuah coklat..

Kadang manis.. terkadang juga menimbulkan sensasi pahit..

Bila mencicipinya sedikit saja, akan membuat kita ketagihan..

Tapi bila terlalu banayk memakannya akan membuat kita eneg dan bosan..

Aku ingin cinta yanag apa adanay..

Cinta yang bersahaja..

Cinta yang wajar..

Dan aku ingin mencintaimu seperti coklat..

Yang memeberi sensasi disetiap lelehannya..

Aku ingin cinta yang sewajarnya..

Dan aku ingin itu dengan kamu..

Aku nyaris tertawa membaca tulisan yang ada ditanganku ini. Siapapun dia, sepertinya dia benar-benar penggombal sejati. `Bisa-bisa dia menyamakan cinta dengan coklat. Aku jadi ingat candaanku dengan Kyla dan Nuri. Kami sering mengatakan kalau saat jatuh cinta tai kucingpun bisa jadi rasa coklat. Aku menatap sepotong coklat yang ada ditanganku. Aku tidak berhalusinasikan dan membayangkan kalau ini seperti coklat. Ini benar-benar coklat. Ini bukan tai kucing.

Aku melipat potongan surat tanpa nama tadi. Ini benar-benar membuatku penasaran. Siapa sebenarnya orang yang iseng mengirimkanku coklat dan surat seperti ini. Baru kali ini aku dapet surat misterius gini. Siapapun yang megirimkannya, sepertinya dia terlalu banyak nonton Film. Pura-pura mengirimkan hadiah dan surat misterius dan membuat orang yang menerimanya penasaran dan mulai jatuh cinta pada pria tak dikenal itu. Its so drama.  Tapi bukankah wanita memang suka dengan drama? Buktinya aku cukup senang menerima surat dan hadiah coklat ini.

“Kamu lagi mikirin apa sih? Serius banget kayaknya” tanya Nuri yang tiba-tiba muncul dan duduk dibangku Kyla.

“Gak mikirin apa-apa kok. Kyla mana?” tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku langsung memasukkan surat tadi kesaku rokku dengan cepat, khawatir Nuri melihatnya dan memaksaku untuk membacanya. Sebenarnya aku tidak ingin merahasiakan surat ini dari Nuri ataupun Kyla. Aku hanya belum yakin dan ingin memastikan kalau surat ini benar ditujukan untukku. Tidak lucu kan kalau tiba-tiba orang yang mengirimkan surat ini tiba-tiba mengatakan kalau dia salah kirim dan salah meletakkan surat itu dilaci mejaku. Aku hanya ingin memastikannya. Itu saja. Kalau aku cerita sekarang, Nuri dan Kyla pasti ribut dan langsung mengintrogasi semua pria yang ada dikelasku untuk mencaritahu pengirim misterius ini. Efektif sih tapi memalukan. Aku tidak ingin mengambil resiko seperti itu. Karena itu untuk sementara waktu, sebaiknya aku merahasiakan hal ini dari mereka berdua. Setidaknya sampai aku yakin kalau surat itu memang ditujukan untukku.

“Belum dateng. Paling juga bentar lagi dia nyampe” ujar Nuri. Aku hanya manggut-manggut. Tiba-tiba Doni, pacar Nuri datang menghampiriku dan Nuri. Doni melirik sekilas pada Ray yang duduk disebelahku.

“Sepupu kamu?” Tanya doni padaku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

“Kenapa? Kamu mau bilang kalau sepupunya Shilla lebih cantik dari aku. Iya?” Tanya Nuri sewot. Doni terlihat kebingungan dan menggeleng cepat.

“Nggak kok yank. Buat aku, kamu tetap cewek paling cantik dan menarik disekolah ini” ujar Doni yang berhasil membuat Nuri tersenyum lebar. Aku yang mendengar ucapan Doni juga ikut tersenyum mendengarnya. Apa cowok memang ditakdirkan untuk selalu gombal seperti ini yach?

“Yaudah. Ngapaen kamu kesini?”

Doni menggaruk kepalanya. Dia terlihat kebingungan. “Aku mau ngomong ama kamu yank. Penting. bisa kan?”

Nuri hanya mengangguk dan menatapku. “Bentar yah Shill. Aku ama Doni dulu. Gak papa kan?”

 Aku hanay mengangguk dan tersenyum. Doni dan Nuri langsung berjalan keluar dari kelas meninggalkanku. Pikiranku langsung kembali kesurat misterius yang ada dilaciku pagi ini. Aku menatap coklat yang ada disaku rokku dan mengeluarkannya. Coklat dari siapa sich ini? Darimana dia tahu kalau aku suka dengan coklat.  

“Bagi dong ! kamu punya coklat kok nggak bilang-bilang sih” ujar Ray sambil merampas coklat itu dariku dan langsung menggigitnya. Aku menatapnya murka. Bisa-bisanya dia merebut coklat itu dari tanganku dan melahapnya tanpa rasa bersalah. Aku hanya mendengus kesal. Dasar. Ini ni resiko punya saudara kembar. Selera kita sama. Sama-sama cinta berat ama coklat.

“Coklat dari mana sih? Kamu mau?” Tanya Ray sambil menyerahkan sisa coklatnya padaku. Aku hanya mengangguk  dan memakan coklat itu tanpa sisa.

“Dari pengagum rahasiaku”

 “Pengangum rahasia? Maksud kamu”

“Iya. aku punya pengagum rahasia. Dia ngirim coklat dan surat ini dilaci mejaku” ujarku sambil menyerahku surat tadi pada Ray.

“Aneh. Emang masih jaman yach ngirim surat tanpa nama begini. Siapapun dia menurutku dia terlalu pengecut. Kalau memang suka, harusnya dia menyerahkannya langsung padamu.Tidak usah pakai cara sembunyi-sembunyi seperti ini”

“Tidak semua orang punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Mungkin buat kamu, menyatakan perasaan bukan hal yang sulit. Tapi tidak semua orang berfikir seperti itu. Walaupun aku tidak tahu siapa yang mengirimkannya, tapi aku cukup senang karena tahu ada orang lain yang diam-diam memperhatikanku. Rasanya menyenangkan” ujarku sambil tersenyum lebar. Ray hanya menatapku aneh.

“Gimana kalau ternyata yang ngirim surat ini si Daud. Kamu yakin kamu tetap senang?” bisik Ray padaku. Aku langsung menatap Daud yang duduk dikursi paling ujung.  Cowok bertubuh pendek dan hitam yang selalu ngupil disembarang tempat. Daud, cowok yang selalu menonton video porno di handphonenya setiap jam istirahat.

Aku memandangnya ngeri. Tidak. Tidak mungkin aku akan senang kalau tahu yang mengirimkannya itu Daud. Walaupun aku senang ada cowok yang diam-diam memperhatikanku, tapi kalau orangnya daud lain lagi ceritanya. Mendingan nggak usah deh.

“Makanya kamu pastiin dulu siapa yang sebenarnya ngirimin kkamu surat dan coklat ini. Jangan sampai kamu nyesal nantinya” ujar Ray sambil tertawa kecil. Aku hanya mengangguk mengerti. Sebenarnya yang dikatakan Ray tidak salah. Aku tidak boleh senang dulu sebelum tahu siapa sebenarnya orang yang mengirimkan surat dan coklat ini padaku.

****

Cinta itu seperti strawberry..

Terkadang terasa manis.. terkadang terasa asam..

Tapi bila kita menemukan gigitan yang tepat..

Kita akan melupakan rasa asam itu dan menikmati rasa manis yang tidak ada habisnya…

Aku juga ingin cinta yang seperti itu..

Menemukan gigitan yang tepat untuk mendapatkan rasa manis yang tidak ada habisnya…

Tanpa memikirkan apakah strawberry itu akan asam..

Apakah cinta itu akan perih..

Atau kah manis..

Dan aku ingin cinta itu hanya dengan kamu..

Nb: Aku senang banget kamu mau makan coklat pemberianku.

Aku senang ngeliat kamu tertawa senang.

Oh iya, aku bawain kamu oleh-oleh dari puncak.

Strawberrynya aku petik langsung. Moga-moga kamu suka.

Lagi-lagi aku menemukan surat yang sama dan sekotak buah strawberry merah yang diikat dengan pita pink. Ray yang duduk disebelahku langsung mencomot strawberry yang ada ditanganku dengan cepat.

“Ih Ray.. apaan sih. Aku aja belum makan, kok malah kamu sih yang makan duluan”. Aku memukul pelan tangan Ray. Ray hanya nyengir sambil mengunyah strawberrynya.

“ Manis banget Shill strawberry nya. Bagi lagi dong” ujar Ray sambil kembali mencomot buah strawberry yang ada ditanganku. Aku juga  ikut-ikutan mencomot buah strawberry yang benar-benar menggoda itu dan menggigitnya. Benar kata Ray, rasa strawberrynya benar-benar manis. Aku dan Ray langsung melahap habis buah strawberry itu tanpa sisa.

“Hei…kalian berdua lagi makan apa sich? Seru banget kayaknya” tiba-tiba Zai menghampiri mejaku dan menatapku dan Ray bergantian.

“Sorry Zai. Kamu telat datanganya. Tadi kita lagi maan strawberry tapi udah habis” ujarku sambil menyerahkan tisu pada Ray. Zai hanya memadang kami takjub.

“Ya ampun segitunya. Gak papa kok. Lagian aku gak suka strawberry ujar Zai sambil tersenyum. Aku dan Ray hanya ikut tersenyum. Kalau Zai menyipi strawberry tadi aku jamin Zai akan berubah pikiran. Rasanya benar-benar manis dan segar.

“Kalau aku dan Raya mah bukan suka lagi. Tapi bisa dikatakan strawberry holic. Iya kan Ray?” aku menyenggol Ray. Ray yang sedang sibuk membersihkan mulutnya kaget dan mengangguk.

 “Kalian berdua mirip banget. Satu selera lagi. Benar-benar kayak anak kembar” ujar Zai yang membuat aku dan Ray terdiam untuk beberapa detik. Ucapan Zai barusan benar-benar membuatku jantungan. Tidak mungkin kan Zai tahu kalau aku dan Ray benar-benar anak kembar.

“Lagi ngomongin apa sich?” Kyla dan Nuri langung menghampiri tempat dudukku dan berbagi kursi denganku

“Nggak ngomongin apa-apa kok” jawab Ray cepat. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Untung saja suara bel menyelematkanku dari rentetan pertanyaan Nuri dan Kyla. Bagaimana kalau mereka juga menyadari kalau Ray dan aku bukan sepupu tapi anak kembar. Bukankah itu bisa berbahaya.

 “Wiss… udah bel tuch. Balik sana ketempat kalian masing-masing” aku mengusir tiga tamu tak diundangku. Kyla, Nuri, dan Zai hanya mencibir dan kembali ketempat duduk mereka masing-masing.

“Untung aja keburu bel. Kalau nggak bisa gawat kalau si Zai terus curiga ama kita” bisikku pada Ray.

“Shill.. Menurut feeling aku kayaknya si Zai suka deh ama kamu. Keliatan banget dari caranya mandangin kamu. Hmm.. Jangan-jangan dia  secret admirer  kamu” bisik Ray ditelingaku. Aku terpengarah dan menatap Ray heran.

“ Ah masa? Tau dari mana kamu? Jangan ngomong yang nggak-nggak deh” ketusku sewot. Ya nggak mungkinlah Zai naksir denganku. Secara Zai itu anak baru yang paling digandrungi satu sekolahan akhir-akhir ini. Dan kalaupun benar Zai mempunyai perasaan denganku,  kenapa juga Zai naksir dan pura-pura jadi secret admirer ku? Bukankah selama ini hubungan kami cukup dekat? Ngapain juga Zai repot-repot jadi penggemar rahasiaku.

Rasanya berlebihan kalau berfikir Zai sebagai secret admirerku. Aku bukan Renata, wakil ketua osis yang mempunyai wajah dan tubuh seperti model. Aku bukan Nuri yang mempunyai wajah baby face yang imut yang membuat orang tidak pernah bosan memandangnya. Aku hanyalah Shilla. Cewek biasa. Nggak ada alasan Zai naksir denganku. Itu benar-benar tidak masuk akal.

“Aku kan cowok Shill. Aku tau gerak gerik cowok kalau lagi deket ama gebetannya. Kamu hati-hati aja dech. Feeling aku sich Zai emang naksir kamu. Kamunya aja yang nggak sadar” bisik Ray lagi.  

Aku hanya diam dan menatap Zai yang duduk dua meja dibelakangku. Mata kami bertemu. Aku merasakan tiba-tiba degup jantungku semakin kencang. Ada apa denganku. Tidak mungkin aku jatuh cinta lagi kan? Ini benar-benar aneh.  Zai tersenyum padaku. Aku langsung memalingkan wajahku, pura-pura tidak melihatnya dan kembali menatap buku yang ada diatas mejaku.

“Kamu kenapa?” tanya Ray heran. Aku hanya diam dan pura-pura sibuk membolak-balik buk yang ada dihadapanku. Menurutku aku tidak perlu menjawab pertanyaan Ray saat ini. Ini benar-benar membuatku bingung. Selama ini perasaanku baik-baik saja. Ini semua gara-gara Ray. Kenapa dia harus mengatakan kalau Zai naksir denganku. Mau tidak mau aku jadi kepikiran juga. Arrgghhh….!!!! Aku benar-benar tidak menyangka kalau cinta bisa serumit ini.

****

Sepulang sekolah aku langsung menghempaskan tubuhku diatas tempat tidur. Hari ini benar-benar melelahkan. Aku kembali mengeluarkan dua pucuk surat yang  dua hari ini telah menggangu konsentrasiku. Keduanya sama-sama bewarna peach. Aku benar-benar penasaran dengan pengrim surat ini. Siapa sebenarnya yang mengirimkan ini padaku. Apa benar dugaan Ray kalau yang mengirim surat ini adalah Zai?

Sebenarnya gara-gara Ray mengatakan Zai menyukaiku aku jadi semakin sering memperhatikannya. Ternyata benar. Aku sering mendapati Zai memandangku diam-diam. Zai juga selalu memperlakukanku dengan baik. Ini semakin membuatku pusing. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta disaat bersamaan dengan orang yang berbeda. Tidak. Aku tidak mencintai Zai. Aku memang menyukai Zai, tapi aku tidak mencintainya. Aku harap hatiku bisa konsisten seperti ini.

Jujur, walaupun kemungkinan besar orang yang mengirmkan semua hadiah dan surat ini adalah Zai, aku masih berharap kalau surat ini dari kak Radith. Setidaknya aku bisa yakin dengan perasaanku kalau yang mengirimkannya benar kak Radith.

“Shill. Makan dulu ! ” teriakan nyaring tante Irna dari lantai satu membuyarkan lamunanku. Aku segera bangun dari tempat tidurku dan mengganti pakaian seragamku. “Iya Tante. Bentar yah Shilla ganti baju dulu” teriakku.

Setelah mengganti pakaian dengan kaos dan jelana training hitam,aku langsung turun menuju meja makan. Aku menatap makanan yang ada dimeja, hampir semua makanan kesukaanku. Mulai dari tempe bacem, gulai ayam, dan tumis kangkung.  Melihatnya saja sudah membuat cacing-cacing diperutku mulai berdemo tidaks sabar.

“ Ray mana Shill? Ajak makan juga sana” ujar tante Irna

“Paling-paling ntar kalau dia laper dia bisa makan sendiri kok. Wah.. kayaknya makanannya enak semua Tante. Shilla jadi lapar mendadak” Ujarku smabil menyendok nasi keatas piringku. Tante Irna hanya tertawa dan menyerahkan toples berisi peyek kacang padaku. Tante Irna memang sangat pandai memasak. Dia selalu memasak makanan kesukaan kami. Aku benar-benar bersyukur Tante Irna selalu ada disisi kami. Terkadang aku berfikir alangkah baiknya seandainya Tante Irna bisa menjadi ibu kami. Oke, sebenarnya  aku tidak ingin mengkhianati Mama dengan meminta Papa untuk menikah lagi. Tapi kami benar-benar membutuhkan tante Irna. Daripada Papa memilih calon istri baru yang tidak jelas, bukankah lebih baik Papa menikah dengan Tante Irna. Orang yang dengan tulus selalu mencintai kami seperti anak-anaknya sendiri.

Tapi seperti yang aku bilang, ini hanya keinginanku semata. Aku tidak ingin membuat tante Irna terbebani. Tante Irna sangat cantik dan masih muda. Tante Irna masih berusia 29 tahun. Artinya dia sebelas tahun lebih muda dibandingkan Papa. Rasanya tidak adil bila aku memaksanya dan memintanya untuk terus tinggal bersama kami. Aku juga tidak ingin mencampuri urusan pribadi mereka. Mereka cukup dewasa untuk memutuskan apa yang terbaik untuk mereka.

“Shill.. tante perhatikan, akhir-akhir ini Ray agak aneh dech shill. Dia nggak pernah lagi ikut sarapan bareng kita. Kalau mau pergi sekolah dia juga nggak pernah lagi pamit ama Tante. Kamu tau nggak Ray kenapa Shill?” tanya Tante Irna serius. Aku hampir tersedak mendengar pertanyaan tante Irna yang tiba-tiba. Aku langsung meneguk air putih yang ada dihadapanku dengan cepat.  

Mampus. Tante Irna kayaknya mulai curiga nich. Gimana dong? Masa aku harus ngebongkar rahasia Ray sich dan bilang kalau tiap pagi diam-diam Ray nyamar jadi cewek disekolahku. Tante Irna bisa shock kalau tahu Ray berubah menjadi cewek dengan alasan yang tidak jelas.

“Shilla nggak tau tante. Mungkin dia lagi sibuk. Tante kan tahu akhir-akhir ini band nya Ray semakin terkenal. Mereka mulai banyak job kali” aku mencoba mencari alasan. Tante Irna hanya mengernyitkan dahinya dan menatapku. Aku  tahu alasanku sedikit tidak masuk akal. Sesibuk apapun Ray dengan band nya, dia tidak pernah menghilang setia pagi seperti ini sebelumnya.  Aku mengalihkan perhatianku dari tante Irna dan pura-pura fokus menikmati ayam gulai yang ada dipiringku.

“ Kamu beneran nggak tahu Shill?” Tanya tante Irna kurang yakin

“Iya tan Shilla nggak tau” aku berbohong. Semua gara-gara Ray. Aku terpaksa harus berbohong dengan orang yang sudah kuanggap seperti Mamaku sendiri.

“ Ya udah dech kalau gitu. Oh iya, mobil yang diluar mobil siapa sich Shill?” Tanya tante IRna lagi.

“ Mobil? Mobil yang mana tante?”

“ Itu lho.. Honda jazz merah. Tante liat udah tiga hari mobil itu ada disini..” Tante Irna menjelaskan.

“Oh..itu mobilnya Alvin tante dikasih pinjam ama Ray. Maklum, akhir-akhir ini kan mereka lagi sibuk manggung. Jadinya mobilnya Alvin dipinjemin ama Ray dech”. Tante Irna hanya manggut-manggut. Memang benar, untuk memudahkan penyamaran Ray beberapa hari ini Alvin meminjamkan mobilnya pada Ray. Karena Ray sudah berubah jadi cewek, nggak mungkin dong Ray naik motor kesekolah dengan dandanan seperti itu.

“ Oh gitu. Alvin baik banget yah. Ya udah tante tinggal dulu dech. Tante mau jemput Ozy dirumah Acha dulu. Udah waktunya tidur siang”

Aku hanya mengangguk dan tersenyum menatap kepergian tante Irna. Untung saja tante Irna nggak curiga. Kalau nggak bisa gawat. Jujur, seumur-umur baru kali ini aku berbohong ama tante Irna. Aku selalu menganggap tante Irna seperti mamaku sendiri. Maafin Shilla ya Tante, shilla terpaksa bohong ama Tante.

“Hei.. lagi mikirin apa sich..!!!” Ray menepuk pundakku berusaha mengangetkanku. Untung saja aku sempat menangkap bayangan Ray,  jadinya aku nggak terlalu  kaget dengan kejutannya. Ray terlihat kecewa melihatku yang tidak kaget. Dia langsung duduk disebelahku.

“Kayaknya tante Irna mulai curiga dech ama kamu”

Ray yang sibuk menyendok makanannya, menatapku sekilas.

“Maksud Kamu??”

“Tante Irna tadi nanya ke aku kenapa akhir-akhir ini kamu jarang sarapan bareng kita dan nggak pernah pamit kalu pergi kesekolah. Langsung cabut aja. Yah aku bilang aja kamu lagi sibuk”

“Tante Irna percaya?” Ray menatapku khawatir. Aku hanay mengankat bahu, “ Aku juga nggak tau. Moga-moga aja percaya. Aku juga nggak terlalu yakin”

Ray seperti sedang memikirkan sesuatu dna akhirnya tersenyum “Iya..moga-moga aja tante Irna percaya. Eh, ngomong-ngomong kemaren kamu diajak kemana ama si Alvin?”

“Alvin?”

“Iya. Bukannya kemaren kamu diajak makan ama Alvin. Dimana? Di restoran cool n fresh yach?”

Aku menatap Ray, “Dari mana kamu tahu? Alvin ngasih tahu kamu yach?” tanyaku curiga. Ray hanya menggeleng pelan.

“Udah aku duga. Itu emang restoran milik Alvin kok. Wajar aja dia ngajak kamu kesana. Kalau makan disitu kan dia gratis. Aku juga sering diajak makan disana ama si ALvin” terang Ray tertawa lebar. Aku hanya melongo kaget. Pantas saja saat itu Alvin tidak keberatan mengajak kami kerestoran itu. Sebanyak apapun dia memakan dan membayar makanannya, dia tidak akan merasa rugi.Bagaimanapun juga semua uang penjualannya akan kembali lagi kekantongnya.

“Pantesan aja. Alvin ternyata anak orang kaya yach.Aku benar-benar tidak nyangka kamu punya sahabat pemilik restoran mewah itu” ujarku takjub. Ray hanya tertawa.

“Awalnya aku juga nggak tahu. Alvin tidak pernah cerita tentang keluarganya. Aku juga baru tahu akhir-akhir ini. Dan kamu mau tahu apa yang lebih mencengangkan lagi? Sekolah musik tempatku bersekolah milik keluarga Alvin. Dia salah satu pewaris sekolah musik itu”

Hah? Yang benar?” tanyaku tidak percaya. Ray hanya mengangguk sambil melahap makanan yang ada dipiringnya.

“Wiss Alvin benar-benar beruntung. Masih muda, punya karir yang bagus, terkenal, dan ahli waris restoran dan sekolah terkenal lagi. Enak banget jadi Alvin”

“Kenapa? Kamu iri? Kalau kamu mau kamu bisa kok dapetin semuanya. Kamu tinggal jadi Ny. Alvin saja dan semuanya akan jadi milikmu” ujar Ray enteng. Aku meliriknya sekilas. Apa Ray benar-benar sudah gila. Kenapa sepertinya dia terkesan selalu menyomblangiku dengan Alvin. Padahal belum tentu juga Alvin suka denganku. Dasar aneh.

“Yee.. Kamu pikir uang bisa membeli cinta apa. Kalau aku nggak suka yach nggak suka aja walau dia seorang millionaire sekalipun. Cinta itu datangnya dari hati Ray, kalau sang hati bilang nggak cocok yah tetap aja nggak bisa. Mau dipaksain seperti apapun pasti hasilnya tetap sama”

“Kamu yakin?”

Aku hanya mengangguk mantap.

“Bagus dech kalau kamu punya pikiran kayak gitu. Aku juga pengen kamu ketemu cowok yang benar-benar kamu cintai. Bukan karena popularitasnya, bukan karena tampangnya atau karena hartanya. Karena popularitas, tampang, dan harta sifatnya tidak abadi. Semua bisa menghilang seiring berjalannya waktu. Aku pengen kamu ketemu pria yang akan tetap mencintaimu. Bukan hanya sekarang,  tapi sepuluh, dua puluh, tiga puluh atau bahkan empat puluh tahun lagi perasaannya akan tetap sama padamu. Menemukan cinta abadi yang tidak akan pernah lekang oleh waktu. Dan saat kamu menemukan orang yang seperti itu, kamu harus menyadari dan menggenggam tangannya dengan erat”

Aku menatap Ray takjub. Kenapa akhir-akhir ini Ray sering menasehatiku tentang cinta. Apa jangan-jangan dia tahu kalau selama ini aku masih bingung menentukan perasaanku sendiri. Menentukan cinta mana yang seharusnya kupilih. Memilih antara Radith, Zai, atau Alvin. Diantara mereka, siapa sebenarnya takdirku?

*****

Malam ini aku sibuk mengerjakan tugas matematika dari Bu Winda. Ray sejak sore tadi sudah keluar bersama teman-teman band nya. Katanya sich ada pesta music live  di salah satu stasiun TV swasta dan mereka menjadi salah satu bintang tamunya. Jadinya malam ini, mau tidak mau  aku harus menyelesaikan tugas matematika ini dua kali. Satu untukku dan satu lagi untuk Ray. Sebenarnya aku malas mengerjakan tugas untuk Ray, toh dia kan hanya siswa penyusup. Paling beberapa hari lagi dia akan keluar dari sekolah itu dan kembali kesekolahnya sendiri. Tapi entah kenapa membayangkan kalau besok Ray harus berdiri dua jam penuh didepan kelas membuat tidak tega. Apalagi pasti malam ini dia pulang pagi lagi dan akan kelelahan seperti biasanya. Walaupun terkadang dia menyebalkan dan sering membuatku marah, tapi tidak jarang dia juga sering membuatku tertawa. Apalagi Ray sering memberiku banyak hadiah setiap kali dia gajian. Setidaknya ini sebagai bentuk ucapan terimakasihku untuknya selama ini.

Sebenarnya aku tidak terlalu menyukai pelajaran Matematika. Banyak orang yang mengatakan kalau matematika ilmu yang sifatnya mutlak kita perlukan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi tidak untukku. Menurutku Matematika sama sekali tidak penting. Aku yakin aku masih bisa hidup dengan baik walaupun tidak mempelajari Matematika. Apa gunanya sih mempelajari trigonometri dan integral? Oke beritahu padaku, berapa persen kemungkinan kita menggunakan konsep ini dalam kehidupan kita. So.. kenapa juga semua orang harus repot-repot mempelajari tentang dua topik yang sering membuat kepalaku pusing ini.

“Kak Shilla…. Kakak lagi ngapen?”

Aku menatap Ozy yang berdiri disebelahku. Aku melirik jam sekilas. Sudah jam sepuluh malam. Kenapa dia masih ada dikamarku?

“Kakak lagi ngerjain tugas. Ozy kok belum tidur sich? Besok kan harus sekolah lagi”

Ozy hanya diam sambil mengucek-ngucek matanya. Sepertinya dia tadi sudah tertidur dan terbangun dari tidurnya. Rambutnya terlihat berantakan. Matanya juga memerah menahan kantuk.

“Ozy kenapa? Kok belum tidur sih?”. Aku menghentikan aktifitasku dan mengangkat tubuh Ozy ketempat tidur. Ozy hanya tertawa sambil memeluk boneka angry bird kesukaannya.

 “Iya tadi Ozy kebangun. Ozy tidur disini aja yach kaka ma kak Shilla” ujar Ozy sambil menatapku penuh harap. Aku hanya mengernyitkan dahiku heran. Biasanya dia tidak pernah mau tidur dikamarku. Alasannya sih kamarku terlalu panas karena tidak memakai AC. Aku memang sengaja melarang Papa memasang AC dikamarku. Aku lebih suka membiarkan jendela kamarju terbuka dan menikmati semilir angin yang masuk melalui celah-celah jendela.

“Tumben kamu mau tidur dikamar kakak? Tapi katanya kamar kakak panas dan gerah. Kamar kakak nggak pakai AC lho”

Ozy terdiam sebentar. Kedua alisnya menyatu, dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Melihat ekspresinya yang serius seperti itu membuatku tidak tahan untuk tidak mencubit pelan pipinya yang tembem seperti bakpao.

Ozy semakin menggembungkan kedua pipinya tanda kalau dia tidak suka aku mencubit pipinya. Hahahha.. siapa suruh jadi anak kok ngemesin banget.

Nggak papa dech. Ozy mau tidur bareng kak Shilla aja. Biarin aja kamar kak Shilla panas dan banyak nyamuknya. Mala mini Ozy mau tidur disini aja” ujarnya mantap. Aku hanya tertawa mendengarnya. Oke kuakui kalau kamarku memang tidak sesejuk kamar Ozy atau kamar lainnya. Tapi kamarku bebas nyamuk. Aku memang sengaja meletakkan lima pot kecil bunga lavender di balkon kamarku untuk mencegah nyamuk agar tidak datang kekamarku. Dan benar saja, sejak aku memelihara bunga lavender dikamarku, nyamuk-nyamuk itu tidak berani mendekati kamarku lagi.

“Yaudah kalau gitu, kamu boleh tidur disini. Ini udah lewat jam tidur kamu. Sekarang cepat tutup matanya dan tidur” perintahku pada Ozy. Ozy hanya mengangguk dan langsung merebahkan tubuhnya ditempat tidurku. Aku langsung meraih selimut dan menyelimuti tubuh kecil Ozy. Aku khawatir angin malam yang masuk dari jendela kamarku membuatnya masuk angin.

Aku mengusap punggung Ozy lembut. Biasanya dia akan cepat tertidur bila punggungnya diusap seperti ini. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menemani Ozy tidur seperti ini. Dulu saat pertama kali menenangkan Ozy, tubuhnya masih sangat kecil. Aku sering saat tangan kecilnya menggenggam jariku erat. Rasanya benar-benar nyaman. Sekarang Ozy sudah mulai tumbuh besar. Aku benar-benar tidak menyangka waktu bisa berputar secepat ini.

 “Kak Shilla… Ozy kok nggak punya Mama sich?”

Ozy membalikkan tubuhnya cepat. Dia menatapku lekat. Aku kaget mendengar pertanyaan Ozy yang tiba-tiba. Selama ini Ozy tidak pernah menanyakan hal ini padaku. Kami selalu memberikan Ozy perhatian yang lebih dan membuatnya tidak pernah kekurangan kasih sayang. Selama ini aku berfikir kalau Ozy tidak akan pernah menanyakannya. Toh kami selalu ada didekatnya dan memberikan semuanya yang diinginkannya. Mendengar Ozy yang tiba-tiba menanyakan hal seperti membuatku sedikit kaget.

““Kak Shilla… Ozy kok nggak punya Mama sich?” Ozy mengulang pertanyaannya. Dia masih belum melepaskan tatapannya padaku.

Aku hanya mencoba tersenyum dan membelai rambutnya lembut , “Kok Ozy tiba-tiba nanya pertanyaan kayak gini sih. Emangnya siapa yang bilang Ozy nggak punya Mama?”

 “Temen-temen Ozy. Mereka nanya kenapa tante Irna dipanggil tante? Bukan Mama? Mereka bilang Ozy kasihan karena nggak punya Mama. Ozy punya Mama kan kak?” Tanya Ozy polos. Aku hanya terdiam lama dan menunduk. Aku tahu kalau suatu saat nanti Ozy akan menanyakan hal seperti ini padaku. Aku hanya tidak menyangka dia akan menanyakannya secepat ini. Aku belum mempunyai jawaban yang tepat  kenapa Mama bisa pergi meninggalkan kami. Bagaimana aku menjelaskannya padanya? Apa dia akan mengerti bila kuceritakan yang sebenarnya. Bukakah dia masih terlalu kecil untuk mengetahui semua ini.

 “Kak Shilla jangan sedih gitu dong. Maafin Ozy ya Kak. Ozy nggak bakalan nanya gitu lagi dech. Ozy janji. Jangan sedih lagi yach” ujar Ozy tiba sambil mengelus pipiku lembut. Aku mengangkat wajahku dan melihat Ozy merasa bersalah. Tiba-tiba Ozy bangun dan memeluk leherku kencang.

“Maafin Ozy kak” bisik Ozy ditelingaku. Pertahananku roboh. Airmataku tumpah. Aku yang awalnya tidak ingin menangis tiba-tiba tidak bisa menahan air mataku. Aku benar-benar sedih. Apalagi mendengar permintaan maaf Ozy yang memilukan. Aku jadi ingat tentang Mama dan betapa dulu aku tidak menyukai malaikat kecilku ini. Aku menyalahkannya dan membencinya tanpa alasan. Aku benar-benar merasa bersalah.

Aku memeluk tubuh kecil itu.

“Maafin kakak juga Zy. Kakak benar-benar minta maaf” bisikku sambil mengecup pipinya lembut. Aku langsung menghapus air mataku. Tidak. Aku tidak boleh menangis saat ini.

Aku menatap Ozy intens. Dia menatapku bingung. Mata coklat itu mirip sekali dengan Mama. Aku sedikit iri karena Mama hanya mewariskan matanya pada Ray dan Ozy. Tidak untukku. Sebenarnya bukan aku saja, Mas Elang juga mempunyai bola mata yang hitam pekat mirip denganku dan Papa.

“Ozy. Sebenarnya Ozy punya Mama kok. Kita punya Mama. Sama kayak temen-temen Ozy yang lain.Cuma karena Mama orangnya baik, makanya Mama cepat pergi ke surga. Kak Shilla nggak sedih karena Ozy nanyain tentang Mama. Kakak malah senang, itu artinya sampai kapanpun kita tidak akan melupakan Mama. Kalau Ozy mau nanya dan pengen tahu tentang Mama, Ozy bisa nanya ke kakak kapanpun Ozy mau” ujarku sambil tersenyum. Ozy hanya mengangguk.

“Oh gitu ya Kak. Berarti orang baik cepet dipanggil ama Tuhan dong. Kalau gitu kak shilla jangan jadi orang baik dong. Ozy nggak mau kakak cepet-cepet dipanggil ama Tuhan dan ninggalin Ozy juga” ujar Ozy polos. Aku tidak tahu harus tertawa atau terharu mendengar permintaan Ozy. Aku hanya bisa tersenyum dan membelai rambutnya lembut.

“Mama cantik kak? Mama mirip ama Kak Shilla?”

Aku hanya tersenyum dan menggeleng. “Mama lebih mirip kak Ray” ujarku sambil membantu Ozy untuk kembali merebakan tubuhnya kembali ditempat tidur.

“Tapi kan kak Ray cowok. Masa sih mirip Mama. Kalau Mama cantik harusnya Mama mirip ama Kak Shilla dong” protes Ozy sambil menarik selimutnya. Aku tertawa mendengar penuturan Ozy. Andai saja Ozy melihat wajah Ray saat berubah menjadi Raya, aku jamin dia akan berubah pikiran. Tapi tentu saja aku tidak akan mengatakannya. Ozy masih terlalu kecil untuk memahami semua ini.

“Iya. Mama cantik baget mirip kak Shilla. Yaudah Ozy cepat tidurnya. Ini sudah lewat dari jam tidur Ozy. Cepat tutup matanya, jangan cerita terus” perintahku pada Ozy. Ozy hanya mengangguk dan menutup matanya. Tidak sampai sepuluh detik, Ozy langsung terlelap. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Ozy memang jagoan. Tidak butuh waktu lama untuk membuatnya jatuh terlelap. Andai saja aku punya kekuatan seperti Ozy, aku tidak perlu mengalami insomnia setiap hari.                                        

****

Pagi ini dengan mata yang masih mengantuk aku berjalan menuju kelas. Ini karena tadi malam aku harus tidur lebih larut karena mengerjakan tugas Bu winda.  Kami tiba disekolah lebih awal dari biasanya. Sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa saja yang baru datang.  Aku lebih memilih untuk masuk kekelas dan melanjutkan tidurku sebelum bel berbunyi. Sedangkan Ray lebih memilih untuk langsung kekanti. Katanya dia lapar karena tidak sempat sarapan. Memang sejak berubah menjadi “Raya” , mau tidak mau Ray harus melewatkan jadwal sarapannya dirumah.  Ray memang memintaku untuk menemaninya sarapan tapi kutolak. Aku terlalu malas pagi ini. Aku ingin cepat-cepat kekelas dan tidur dimejaku untuk sesaat.

Langkahku tiba-tiba terhenti dipintu kelas. Aku melihat sesosok pria yang sangat kukenal sedang meletakkan setangkai bunga mawar dan sebuah surat kedalam laci mejaku. Dengan cepat aku langsung memutar arah dan bersembunyi dibalik pintu. Takut dia mengetahui dan menyadari keberadaanku. Untunglah, sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku. Setelah melihat sekeliling dia tersenyum kecil dan berjalan meninggalkan kelas. Jantungku nyaris copot saat sosok itu melewati pintu tempat aku bersembunyi. Sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Lagi-lagi dia tidak melihat dan menyadari keberadaanku.

Setelah memastikan dia telah pergi jauh dan tidak kembali lagi, barulah aku berlari masuk kekelas dan langsung berjaan menuju mejaku. Dan benar saja, aku menemukan sebuah surat peach dan setangkai mawar merah yang masih segar dilaci mejaku. Dadaku bergemuruh tidak beraturan. Tanganku bergetar saat mencoba membuka surat itu. Ini seperti mimpi. Mataku yang semula melemah kembali cerah saat membaca tulisan dikertas itu.

Cinta itu seperti mawar merah..

Indah, harum, dan memikat siapapun yang melihatnya..

Membei  aroma kehangatan..

Memberi warna cerah kebahagaian…

Menciptakan kekaguman..

Menimbulkan rasa iri bagi orang lain yang tak bisa mendapatkannya..

Kamu seperti mawar merah ditengah padang rumput..

Indah dan bercahaya..

Menarik mata siapapun yang melihatnya..

Memberi warna dan kecerian bagi sekeliling..

Aku hanya ingin kamu tahu kalau Aku mengagumimu.

Aku pengagum rahasia yang akan selalu memujamu..

Menjagamu..

Menyukaimu..

Mencintaimu..

Sekarang, Nanti dan Selamanya…

Nb: Ini surat terakhir dariku. Aku ingin menemuimu. Aku harap kamu memberiku kesempatan untuk lebih mengenalmu.

Kutunggu sepulang sekolah didepan pintu gerbang.

Aku melipat kertas itu dan kembali memasukkannya kedalam amplop. Aku tidak tahu  kenapa rasanya aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat beberapa menit yang lalu. Mengetahui pengirim sebenarnya surat-surat ini membuatku benar-benar bahagia. Ini seperti mimpi.Orang yang selama ini hanya ada dalam khayalanku tiba-tiba muncul dan mempunyai perasaan yang sama denganku. Bukankah ini terlalu aneh. Sudah lebih tujuh bulan aku mengaguminya. Selama itu juga dia tidak pernah memberi harapan lebih padaku. Dan tiba-tiba saja dia muncul dan menjadi pegagum rahasiaku. Bukankah ini terlalu menakjubkan. Siapa yang pernah menyangka kalau orang yang selama ini diam-diam menaruh surat dan hadiah dilaci mejaku adalah orang yag paling kukagami. Radith Stevan. Mantan ketua osis yang selalu mencuri perhatianku. Andai saja aku tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku tidak akan pernah percaya kalau dia adalah kak Radith. Ini benar-benar scenario yang sempurna. Aku benar-benar bahagia saat ini.

Tapi tunggu dulu.. Kak Radith apsti malu kalau tau aku sudah tau siapa jati dirinya yang sebenarnya. Bisa-bisa dia nanti berubah pikiran kepadaku. Lebih baik aku pura-pura nggak tau saja dan menunggu dia mengatakan sendiri siapa dia yang sebenarnya. Yah, lebih baik begitu.. Tapi Oh tuhan.. terimakasih.. ini benar-benar anugrah terhebat yang pernah kumiliki. Akhirnya aku mendapatkan Kak Radith.. KAk Radith yang selama ini benar-benar kuinginkan..

“Ngapain kamu senyum-senyum sendiri kayak orang gila gitu?”

Aku mengalihkan perhatianku dan melihat Ray yang duduk disebelahku. Ray langsung membuka sebungkus roti coklat yang sepertinya dibelinya di kantin dan melahapnya dengan cepat.

“Kenapa? Kamu mau?” Tanya Ray sambil menyodorkan rotinya. Aku hanya tersenyum dan menggeleng. Bagaimana ini. Apa sebaiknya aku menceritakan pada Ray tentang identitas secret admirerku. Aku yakin Ray pasti akan kaget dan tidak percaya.

“Kamu kenapa sich?” Ray memandangku bingung. Aku hanya tersenyum dan menyerahkan surat yang barusan kudapat di laci mejaku. Aku menunggu reaksi Ray saat membaca surat itu.

“Dia ngasih mawar? Kok nggak ngasih makan sich” ujar Ray yang membuatku membelalakkan mata menatapnya galak. Itu nggak penting saat ini.

“Ray.. Aku udah tahu siapa orang yang selama ini mengirimkan surat-surat ini padaku” ujarku sambil tersenyum bahagia.

“Siapa? Zai?” Tanya Ray malas. Aku hanya tersenyum dan menggeleng keras. Bukan. Dia bukan Zai. Tebakan Ray kali benar-benar meleset.

“Siapa?” Tanya Ray terdengar mulai tidak sabar. Aku hanya tertawa melihatnya. Aku memang sangat senang melihat Ray penasaran seperti ini.

Aku menghela nafas pelan, mencoba menatap sekeliling. Khawatir kalau ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan kami. Sepertinya aman. Semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing, sebagian besar terlihat sibuk mengerjakan tugas dari bu Winda. Untung tadi malam aku sudah menyelesaikan semuanya jadinya aku bisa sedikit tenang pagi ini.

“Radith” bisikku ditelinga Ray.

“Radith?”

Aku menepuk keningku. Sadar kalau Ray tidak mungkin mengenal kak Radith. Ray kan baru empat hari bersekolah disini. Mana mungkin dia mengenal kak Radith.

“Radith, senior kelas tiga. Dia mantan ketua osis sekolah ini. Tadi pagi aku memergokinya sedang menaruh mawar dan surat ini dimejaku. Aku benar-benar tidak menyangka kalau yang selama ini menjadi secret admirer-ku adalah kak Radith. Ini seperti mimpi” ujarku bersemangat.

“Kamu suka yach ama dia?” Tanya Ray yang membuat wajahku memerah.

“Emangnya siapa sih yang nggak suka ama dia. Semua orang disekolah ini suka dengan kak Radith. Wajar dong kalau aku juga suka ama dia” ujarku ngotot. Ray hanya diam dan mengangguk.

“Bagus deh kalau gitu” ujar Ray tanpa ekspresi. Dia kembali sibuk menikmati makanannya. Apaan sich? Kenapa reaksinya biasa saja seperti itu. Ini benar-benar diluar perkiraanku. Rasanya tidak menyenangkan melihat reaksi Ray yang seperti ini sedangkan aku benar-benar bersemangat karena tahu identitas secret adimirer-ku.

Nyebelin . Reaksi kamu kok biasa aja sih Ray. Tau gitu aku nggak usah cerita ama kamu. Kamu bikin mood aku ngedrop”

Ray melirikku sekilas dan tersenyum kecil , “Jadi kamu maunya aku gimana? Teriak-teriak dan lompat kesenangan gitu? Yang benar saja. Aku tidak punya waktu untuk bermain dengan tingkah childish seperti itu”

“Yah nggak gitu juga. Seenggaknya kamu kasih komentar kek, kasih pendapat kek. Jangan cuek kayak gitu. Aku jadi bingung harus gimana ngadepin kak Radith nanti”

Ray menghela nafas pelan. Dia menatapku lama seperti sedang mencari-cari sesuatu dimataku. Ada apa sich? Apa dia pikir aku sedang membohonginya saat ini?

  “Kenapa? Kenapa reaksi aku penting buat kamu? Kalau aku bilang Radith orangnya tidak baik dan memintamu menjauhinya, apa kamu mau melakukannya?” Tanya Ray tiba-tiba. Aku hanya mengernyitkan dahi tidak mengerti  ucapan Ray. Apa jangan-jangan dia tidak suka dengan kak Radith. Tapi kenapa? Bukankah Ray tidak pernah bertemu dengan kak Radith.

Tapi Ray tidak mungkin menjebakku. Aku percaya pada Ray lebih dari siapapun. Tapi kenapa Ray memintaku menjauhi kak Radith. Bila aku menolak permintaannya apa Ray akan marah dan membenciku? Arrghh…Kenapa nasib cintaku harus serumit ini sih.Kenapa Ray menentang hubunga ini. Kenapa juga aku harus memilih antara kak Radith dan Ray.

“Dasar bodoh. Jangan terlalu banyak mikir. Aku hanya bercanda” ujar Ray sambil tertawa. Aku menatapnya tidak mengerti. Ray hanya tersenyum dan mengacak rambutku. Kali ini aku tidak memarahinya dan membiarkannya mengacak rambutku.

“Kenapa kamu harus dengerin pendapat aku sih. Orang yang paling tahu apa yang kamu inginkan bukan aku. Tapi kamu sendiri. Aku tidak punya hak untuk melarang ataupun memintamu menjalin hubungan dengan orang lain. Ini hidupmu. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Dan apapun itu, kamu akan selalu mendapat support penuh dariku”

Aku tersenyum mendengar ucapan Ray. Ini adalah Ray yang kukenal. Dia selalu mampu membuat percaya diri.

“Walaupun aku lebih senang sih kalau kamu milih Alvin dibanding Radith”

Aku menatap Ray sengit. Dia hanya tersenyum lebar memamerkan lesung pipinya. Dasar Ray. Baru beberapa detik yang lalu dia bilang dia akan support penuh apapun keputusanku, Eh dia masih juga bahas tentang Alvin. Si Alvin melet Ray pakai apa sih sampai bikin Ray tergila-gila banget ama dia. Heran.

“Oh iya Shil, aku mau ngasih tahu kamu sesuatu. Mulai besok aku berhenti jadi Raya”

“Lho kenapa? Bukannya kamu bilang seminggu? Ini kan baru empat hari?”

“Urusanku sudah kelar. Aku sudah tidak punya alasan untuk menyamar menjadi Raya lagi disekolah. Lagi pula aku hampir gila terus-terusan pakai rok dan wig kayak gini” ujar Ray sambil menggaruk-garuk wig nya. Aku hanya bisa tertawa melihatnya.

 Lagian ngapain juga sih kamu nyamar jadi cewek? Ribet sendiri kan jadinya. Dasar.

 ****

“Tumben kamu telat banget Kyl” ujarku pada Kyla yang mulai masuk dijam kedua.

 “Ceritanya panjang. Pokoknya hari ini aku apes banget” ujar Kyla sambil mengatur nafasnya yang berantakan. Sepertinya dia dihukum keliling lapangan ama Bu Sisil, guru BP. Kasihan.

“Aku kesel banget hari ini Shill.  Tadi mobil aku mogok ditengah jalan. Berhubung aku sama sekali tidak ngerti tentang mobil, mobilnya aku tinggal dipinggir jalan. Aku nyoba nyari taksi eh nggak tah kenapa pagi ini semua taksi yang lewat penuh semua. Aku benar-benar frustasi, bayangin aja.. Aku coba telpon Pak Mimin, sopir yang ada dirumah tapi telponnya lowbat. Nah pas aku lagi putus asa dan frutasi, Tiba-tiba si Ferdi Lewat”

“Ferdi? Maksud kamu wakil ketua osis itu?”

Kyla mengangguk. “Iya. Ferdi yang notabene masih berstatus sebagai tetanggaku itu tiba-tiba lewat dengan motor ninjahitamnya”

 “Terus? Si Ferdi ngajak kamu berangkat bareng dia?” tanyaku penasaran.

“Aku pikir juga gitu. Aku pikir dia akan kasihan melihat seorang cewek cantik yang kebingungan ditengah jalan karena mobilnya mogok. Seharusnya sebagai warga negara yang baik dan punya sifat tolong menolong yang berlandaskan pancasila, Ferdi akan menawarkan bantuannya. Apalagi aku bukan orang asing. Aku ini bekas sahabatnya. Walau bagaimanapun juga aku dan dia sempat akrab saat SMP. Apalagi saat ini aku dan dia sekolah ditempat yang sama. Eh, bukannya prihatin padaku dia malah cabut dan ninggalin aku begitu saja.  Bayangin Shill? Aku juga nggak tau punya dendam apa tu si Ferdi ama Aku. Dia benar-beanar berubah. Bukan seperti Ferdi yang aku kenal dulu. Seenggaknya dia basa-basi nawarin aku ikut mobilnya. Bener-bener keterlaluan. Untung aja nggak lama aku dapat taxi kosong juga walaupun akhirnya aku harus telat sampai kesekolah”

Aku hanya diam mendengarkan penjelasan Kyla yang tanpa jeda. Kalau sedang bersemangat cerita, Kyla memang selalu berbicara panjang lebar seperti ini. Tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk menginterupsi ataupun sekedar memberi reaksi.

“Aku benar-benar kesal ama Ferdi. Aku tidak mengerti kenapa dia bisa membenciku seperti itu. Apa jangan-jangan dia masih dendam yach Shill karena kita menyiramnnya dengan Oli saat penutupan ospek kemarin. Tapi kan bukan aku saja yang “membeli” Ferdi saat itu. Kamu dan Nuri juga ikut ngelelang dia. Kenapa dia dendamnya cuma ama aku aja sih? ”

Menurutku Ferdi memang sedikit keterlaluan. Apa salahnya sih menolong teman yang sedang kesusahan. Dari awal aku memang tidak terlalu suka dengan Ferdi. Walaupun terkenal pintar, dia benar-benar angkuh dan sombong. Sorot matanya selalu penuh dengan kebencian. Dari dulu dia selalu punya alasan untuk menghukum kami. Aku malah terang-terangan menuliskan namanya sebagai senior paling kejam saat ospek. Aku masih ingat ekspresi Ferdi saat aku menyuruh semua orang di pleton ku untuk menuliskan nama Ferdi dalam pemilihan senior terkejam. Akhirnya nama Ferdi dilelang sebagai senior paling mahal. Aku bahkan rela meminjam uang dari Ray hanya untuk membalaskan dendamku pada Ferdi. Aku benar-benar puas saat menghukum Ferdi dan menyiramnya dengan Oli. Aku tidak peduli. Aku memang tidak suka dengannya.

“Udah dech. Kamu kayak baru kenal si Ferdi aja. Namanya juga Ferdi Voldemort. Dia kan emang gitu. Kejam” aku berusaha menghibur Kyla. Kyla hanya tersenyum mendengar aku menyebut Ferdi dengan julukan Voldemort, musuh utama Harry Potter. Sewaktu Ospek diam-diam kami memang memberikan julukan itu pada Ferdi. Mau bagaimana lagi. Imej nya saat itu benar-benar kelam, menakutkan, dan kejam seperti tokoh Voldemort.

“Tapi dia dulu baek banget Shill. Aku juga heran kenapa dia jadi berubah gitu ama ku. Aku salah apa Shill kedia? Salah apa? Dia seolah-olah nggak kenal denganku lagi” ujar Kyla dengan nada yang didramatisir.

Aku hanya menelan ludah pelan. Kasihan Kyla. Pasti sedih juga dicuekin dengan orang yang selama ini dekat dengan kita.

“Mana aku tau kamu salah apa Kyl? Kamu pikir-pikir dulu deh. Emang kamu ada salah apa ama si Ferdi? Kali aja kamu pernah bohongin dia atau bikin dia kesal”

 “Kayaknya ngak ada dech shill. Selama ini aku selalu berfikir kesalahan apa yang mungkin pernah kulakukan sampai bikin Ferdi jauhin aku. Tapi sampai saat ini aku belum menemukan jawabannya. Aku yakin aku tidak pernah marah atau bikin Ferdi kesal. Dia juga selalu baik padaku. Dia sepertinya sengaja menjaga jarak dan menjauhiku. Ini benar-benar menyakitkan. Seolah-olah aku tidak cukup special untuknya” ujar Kyla dengan suara yang melemah. Aku tersnyum dan merangkul pundak Kyla.

“Udah deh kyl, ngapain juga mikirin orang yang belum tentu mikirin kita. Rugi banget. Ingat kamu itu orang yang special. Mungkin kamu tidak cukup special dimata Ferdi tapi dimata orang lain kamu cukup special. Aku jamin, suatu saat nanti Ferdi akan menyesal seumur hidup karena pernah meninggalkanmu dan menyia-nyiakanmu seperti ini. Karena itu, berhentilah bertanya dan menyalahkan dirimu sendiri. Toh dunia masih berputar walau tanpa Ferdi disampingmu. Benarkan?”

“Makasih Shil. Omongan kamu ada benarnya juga. Makasih banget udah nyadarin aku. Aku sayang banget ama kamu” ujar Kyla sambil tersenyum. Dia memelukku dan mencium pipiku cepat.

Iss.. Jangan bilang karena kecewa ama Ferdi kamu jadi berubah haluan gini”

“Maksud kamu?”

“Kamu masih suka ama cowok kan? Kamu bukan pecinta sesama jenis kan?”

“SHILLAAA….. AKU MASIH NORMAL TAU..!!!”

*****

Sepulang sekolah,  Ray langsung buru-buru pergi meninggalkanku sendirian. Katanya dia  baru dapat telepon dari Manajemennya kalau siang ini mereka harus syuting salah satu iklan softdrink . Bagus sih itu artinya Ray dapat job baru dan Ray telah menjanjikan akan mentraktirku makan begitu honornya keluar.

Aku juga tidak bisa nebeng untuk pulang bareng Kyla, karna tadi pagi mobilnya mogok dan masuk bengkel. Sedangkan Nuri seperti biasa pulang baren Doni, pacarnya. Nggak mungkin dong aku numpang pulang bareng Doni dan Nuri. Bisa-bisa aku dianggap orang yang lagi pacaran dan dicap sebagai setan. Bukannya kata orang tua dulu, kalau ada dua orang lawan jenis sedang berduan, orang ketiganya pasti setan. Aku tidak mau dianggap sebagai setan gara-gara menggangu pasangan itu.

Doni memang menawarkan untuk mengantarkanku pulang tapi langsung kutolak dengan tegas. Tidak. Bukannya tidak ingin menghargai niat baik orang lain. Tapi sendiri keadaan mobil Doni yang suka “ngambek” ditengah jalan. Tidak lucu kalau siang-siang begini aku harus mendorong mobil Doni ditengah jalan. Sepertinya tindakanku untuk menolak tawaran Doni cukup bijaksana.

Sebenarnya selain alasan diatas ada alasan lain yang membuatku tidak bisa pulang bersama Kyla dan Nuri siang ini. Siang ini secret Admirer-ku yang sudah kuketahui identitasnya memintaku untuk menemuinya di depan gerbang sekolah. Wajar dong kalau aku berharap siang ini kak Radith akan menyatakan perasaannya padaku. Kalau benar kak Radith menyatakan perasaan siang ini, aku akan langsung menerimanya tanpa pikir panjang lagi. Membayangkan siang ini akan bertemu kak Radith saja sudah membuatku bahagia.

Dan disinilah aku sekarang. Berdiri sendiri didepan gerbang menunggu kedatangan kak Radith. Berkali-kali aku melirik jam tanganku hanya untuk mengitung waktu yang terlewat untuk menunggunya. Sudah lebih dua puluh menit aku berdiri disini tapi aku masih belum melihat  tanda-tanda kedatangan kak Radith. Apa jangan-jangan dia lupa kalau siang ini dia sudah berjanji akan bertemu denganku. Aku langsung mengambil handphone-ku saat kantongku bergetar. Ternyata SMS dari Ray.

Kamu udah pulang?

Singkat, Padat dan Jelas. Ternyata ditengah kesibukannya, Ray masih sempat-sempatnya mengkhawatirkanku. Dia pasti merasa bersalah karena meninggalkanku sendirian siang ini.

Belum. Aku masih digerbang depan nunggu kak Radith.

Tp sdh setengah jam nunggu kk Radith blm dtng juga.

Ini aku lagi nunggu Taxi. Mau pulang.

Send. Pesan terkirim. Dua menit kemudian handphone- ku kembali bergetar. Ray membalas pesanku.

Ywdh.Kamu tunggu dsitu aja.

Aku udh nyuruh orang buat jemput kamu.

Aku hanya melongo membaca SMS terakhir dari Ray. Menyuruh orang untuk menjemputtku? Apa maksudnya? Apa jangan-jangan Ray menyuruh Alvin untuk menjemputku. Bukannya selama ini Alvin satu-satunya orang yang sering mengabulkan permintaan Ray. Ray pasti memaksa Alvin untuk menjemputku siang ini. Perasaanku mulai tidak enak. Tiba-tiba sebuah mobil avanza hitam berhenti didepanku. Aku yakin kalau ini bukan mobil Alvin. Aku memang sering melihat Alvin sering mengganti-ganti mobilnya tapi ini pasti bukan mobil Alvin.  Tidak mungkin kan Alvin datang secepat ini. Bukan apa-apa, aku hanya tidak ingin kak Radith melihatku pulang dengan pria lain siang ini. Dia bisa salah sangka dan mengatur langkah untuk mundur. Aku tidak mungkin membiarkan hal seperti itu terjadi.

“Kok belum pulang Shill?” ujarnya begitu pintu kaca mobilnya terbuka. Aku langsung tersenyum lebar saat melihat pemilik Avanza hitam ini. Diam-diam aku bernafas lega karena tahu itu bukan Alvin. Penantianku tidak sia-sia. Kak Radith muncul didepanku. Untung saja aku tidak langsung pulang tadi. Kalau tidak aku bisa menyesal seumur hidup karena telah melewatkan kesempatan ini.

“Aku lagi nunggu seseorang kak” ujarku sambil tersenyum. Oke, sepertinya kak Radith sedang bersandiwara saat ini. Aku harus pura-pura ikut dalam sandiwaranya. Pura-pura tidak tahu kalau sebenarnya aku tahu dia adalah secret admirer-ku.

“Nunggu siapa?”

“Hmm.. Nggak tahu kak. Tapi kayaknya dia nggak jadi datang deh. Aku udah nunggu sejak setengah jam yang lalu tapi dia nggak muncul-muncul juga”

Sepertinya aku layak mendapat piala Citra karena aktingku yang memukau siang ini. Aku masih menatap kak Radith. Dia terlihat salah tingkah dan kebingungan. Aku benar-benar tidak tahu kalau kak Radith punya sifat pemalu seperti ini. Apa susahnya sih langsung mengaku kalau dia orang yang memintaku menunggunya siang ini didepan pintu gerbang.

 “Hmm… Kalau kamu nggak keberatan, kamu mau nggak pulang bareng kakak?” Tawarnya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Aku tidak bisa menyembunyikan senyumanku. Kak Radith terlihat lucu kalau sedang kebingungan seperti ini. Dia tidak seperti kak Radith yang selama ini kukenal. Selama ini kak Radith selalu menunjukkan sikap yang kharismatik dan percaya diri. Melihat sisi lain kak Radith yang seperti ini membuatku bahagia. Sepertinya aku semakin menyukainya.

Tapi belum sempat aku mengiyakan tawarakan kak Radith, tiba-tiba Zai muncul dan merangkul pundakku. Aku menatapnya galak. Apa dia tidak lihat kalau aku sedang berbicara dengan kak Radith. Aku tidak dalam mood untuk bercanda saat ini. Tapi sepertinya Zai tidak mengerti maksudku.

 “Sorry ya Shill, kamu lama nunggu” ujar Zai sambil memamerkan senyumannya. Aku hanya bisa melongo mendengar ucapan Zai. Apa-apan sih ini. Apa coba maksudnya Zai aku menunggunya. Jelas-jelas aku sedang menunggu kak Radith bukan menunggunya. 

“Siapa juga yang nungguin kamu. Aku nggak nungguin kamu kok” ujarku sambil melepaskan rangkulan Zai. Aku takut Kak Radith bakalan salah paham dengan keadaaan ini. Aku tahu Zai memang cukup akrab denganku tapi bukan berarti dia bisa seenaknya merusak rencanaku seperti ini.

“Kamu kok ngomong gitu sich Shill. Maaf dech aku telat nyamperin kamu. Tadi aku dipanggil bu Winda kekantor buat beresin berkas-berkas kemarin. Aku benar-benar minta maaf. Jangan ngambek gini dong. Yaudah kalau gitu kita pulang sekarang yok” ujar Zai yang lagi-lagi membuatku tidak mengerti dengan ucapannya. Tunggu dulu. Aku yakin kalau yang kutunggu itu bukan Zai tapi kak Radith. Apa jangan-jangan aku salah lihat. Apa yang dibilang Ray benar kalau secret admirer-ku sebenarnya Zai. Tapi aku benar-benar yakin melihat kak Radith meletakkan surat dan mawar kelaci mejaku pagi tadi. Aku benar-benar bingung.

“Oh.. Ternyata kamu emang beneran lagi nunggu teman. Kakak pikir emang sendirian. Bagus deh kalau teman kamu udah datang. Yaudah kalau gitu kakak pulang dulu ya Shill” ujar kak Radith sambil menaikkan kaca jendelanya.

“Kak Radith…Tunggu dulu…Bukan kayak gitu” aku mencoba menjelaskan dan menahan kak Radith. Tapi sepertinya terlambat. Kak Radith tidak mendengarkanku. Dia langsung melajukan mobilnya dan meninggalkanku berdua bersama Zai. Kenapa semua jadi berantakan seperti ini. Padahal ini kesempatan terbaik aku bisa lebih dekat dengan Radith.  Thanks to Zai. Dia telah menghancurkan rencana besar dalam hidupku. Aku sudah menyia-nyiakan kesempatan yang tidak pernah kutahu kapan kesempatan seperrti ini muncul kembali.

Aku menatap Zai kesal. Apa dia sengaja ingin merusak rencanaku.

“Ih..Serem banget sich ekspresinya Shill.. Kamu marah ama aku?” Tanya Zai dengan ekspresi tidak bersalah. Ya Ampun apa dia benar-benar tidak sadar kalau dia telah menghancurkan hidupku siang ini.

“Iya. Aku marah” ujarku ketus. Zai mengeryitkan dahinya dan memandangku heran. “Kamu marah kenapa sih? Aku kan cuma telat sebentar”

Aku menghela nafasku panjang. Mencoba menenangkan amarah dan kekesalan yang menguasaiku. Kalau tidak ingat negara ini negara hukum. Sudah daritadi rasanya aku ingin mencekik leher Zai karena kesal.  Apa dia tidak sadar kalau itu tidak penting saat ini. Aku tidak peduli dia mau telat satu menit, satu jam atau satu hari sekalipun. Aku tidak peduli karena aku tidak sedang menunggunya.

 “Aku nggak marah karena kamu telat. Lagian siapa sih yang nungguin kamu? Sejak kapan kamu nganterin aku pulang? Ini benar-benar tidak masuk akal.  Kamu udah ngerusak semua rencanaku untuk pulang bareng kak Radith siang ini. Kamu benar-benar merusak semuanya!” teriakku keras. Zai mundur beberapa langkah. Mungkin dia takut kalau aku benar-benar membunuhnya seperti rencanaku semula.

“Jangan marah dong Shil. Aku beneran nggak tahu kalau kamu mau pulang bareng kak Radith. Kirain tadi kalian cuma ngobrol doang. Aku kan nggak dengar kalau kak Radith nawari kamu pulang bareng”

“Terus ngapain kamu kesini? Jangan bilang kamu secret admirer-ku” selidikku curiga. Zai sepertinya kaget mendengar pertanyaanku. Dia hanya menggeleng keras. Aku tersenyum melihatnya. Tentu sajaa. Zai bukan secret admirer-ku. Aku tidak salah. Syukurlah.

So, ngapain kamu disini? Kita kan belum bikin janji sebelumnya. Aku juga nggak sedang nungguin kamu kok

“Barusan Raya nelpon aku. Dia minta aku buat nganterin kamu pulang. Aku pikir Raya udah cerita ama kamu…” Zai menggantung ucapannya. Okay I got it. Artinya, Zai memang bukan secret Admirer-ku. Dia juga tidak sengaja merusak rencanaku bersama kak Radith siang ini. Ini hanya miscommunication saja. Tadi Ray memang mengatakan akan meminta seseorang untuk mengantarku pulang karena berfikir kak Radith tidak jadi menemuiku. Aku pikir dia akan menyuruh Alvin seperti biasanya. Mana aku tahu kalau Ray meminta Zai untuk mengantarku.

Okay sorry. Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu disuruh Raya kesini. Aku tidak percaya Raya benar-benar membuat semua orang repot seperti ini. Aku kan bukan anak kecil lagi. Aku masih bisa pulang sendirian”

Zai hanya tertawa. Apa dia saat ini sedang menertawakanku?

“Itu tandanya dia kakak yang perhatian. Wajar sih. Kalau aku punya adik perempuan aku juga akan bersikap sama sepertinya” ujar Zai pelan. Aku menatapnya kaget. Apa jangan-jangan Zai tahu kalau aku dan Ray kakak-adik. Tapi tunggu dulu, Ray bukan kakakku. Kenapa semua orang selalu mengatakan kalau Ray itu kakak sich. Jelas-jelas dia lahir dua jam lebih lama dariku. Aku yang pertama kali menyapa dunia. Bukannya Ray.

“Kamu kok tahu kalau Ray saudaraku?” tanyaku takut-takut. Dia memang sering mengatakan kalau aku mirip dengan Ray. Apa jangan-jangan dari awal Zai sudah tahu kalau Ray itu saudara kembarku.

“Kamu gimana sich. Satu sekolah juga tahu kalau kamu saudaranya Raya. Bukannya Raya mengatakannya sendiri waktu perkenalan dikelas kemarin? Kalian sepupuan kan?”

Aku menghela nafas lega. Dasar bodoh. Tentu saja Zai tidak tahu kalau aku dan Ray saudara kandung. Aku mengkhawatirkan yang tidak jelas.

“Hehehe..Iya. Aku lupa. Yaudah kalau gitu kita pulang sekarang yuk. Kamu kan udah janji ama Raya bakalan nganterin aku pulang sampai rumah dengan selamat”. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Yaudah kamu tunggu disini aja. Aku ambil mobil dulu” ujar Zai sambil berlari menuju parkiran. Aku hanya mengangguk.

Memang benar rencanaku tidak berjala dengan mulus saat ini. Tapi bukan berarti harapanku untuk bisa terus bersama kak Radith musnah. Setidaknya aku tahu kalau kak Radith diam-diam menyukaiku.

****

BAB V

My Family

 “Mas Elang… Shilla boleh masuk nggak?” aku mencoba mengetuk pintu kamar Mas Elang.

“Masuk aja Shill.  Nggak dikunci kok”

Ceklek. Aku langsung membuka pintur kamar Mas Elang yang memang tidak dikunci. Rasanya sudah lama sekali aku tidak masuk kekamar Mas Elang. Dekorasi kamarnya tidak banyak yang berubah.  Cat kamarnya masih bewarna hijau lumut, warna kesukaannya. Beberapa miniatur-miniatur rumah tersusan rapi dilemari kaca. Mas Elang memang senang mengoleksi miniatur rumah dengan berbagai model seperti ini.

“Kenapa shill? Tumben kesini?” Tanya Mas Elang yang sedang sibuk membuat desain rumah dilaptopnya. Kalau tidak salah Mas Elang pernah bilang kalau dia memakai program Autocad untuk membuat desain rumah seperti itu.

“Mas Elang lagi ngapain? Ngerjain tugas?” tanyaku sambil memperhatikan layar laptop Mas Elang.

“Udah tahu nanya. Dasar. Kamu ngapaen kesini? Mau minjam laptop Mas lagi?” Tanya Mas Elang sambil melirikku. Aku menggeleng pelan , “Nggak. Shilla nggak mau minjam laptop Mas Elang kok. Lagian mas Elang kan lagi sibuk ngerjain tugas. Kalau Shilla pinjam, Mas Elang juga nggak bakal ngasih” ujarku sambil duduk ditempat tidur Mas Elang.

Kamar Mas Elang memang selalu rapi dan bersih. Beda jauh dengan kamar Ray yang selalu berantakan khas kamar anak cowok. Tante Irna saja selalu mengeluh setiap membereskan kamar Ray. Katanya kamar Ray mirip kapal pecah. Sebenarnya aku masih heran apa Tante Irna pernah melihat kapal pecah sebelumnya? Kenapa dia selalu menyebut kamar Ray sepert kapal pecah. Menurutku dibandingkan kapal pecah, kamar Ray lebih terlihat seperti kamar Ray. Maksudku, kamar Ray memang selalu berantakan tiap harinya. Tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Kalau ingat kamar Ray, yang terbayang dikepalaku adalah tumpukan pakaian kotornya yang berceceran dimana-dimana. Belum lagi buku-buku, tumpukan kaset dan barang-barang lainnya yang sengaja dibiarkannya berserakan disofa dan lantai kamarnya. Terkadang aku heran, kenapa teman-temannya bisa betah berlama-lama dikamar Ray.

Kok malah bengong sih. Kamu mau ngapaen sebenarnya? Mau curhat lagi?”

Aku hanya tertawa dan menggeleng, “Males. Lagi nggak pengen curhat.  Shilla lagi bosen aja. Mau gangguin Ozy, Ozy pergi ama Acha. Mau gangguin Ray, Ray belum pulang. Makanya Shilla gangguin Mas Elang aja” ujarku sambil tertawa kecil. Mas Elang hanya tersenyum mendengar penjelasanku.

“Makanya cari pacar dong biar kamu nggak kesepian kayak gini”

“Mas pikir gampang apa nyari pacar. Cari pacar sama susahnya kayak nyari kerja Mas. Ribet. Lowongan kerja sih banyak. Tapi jumlah orang yang mencari lowongan jauh lebih banyak. Kurang spesifiasi dikit, langsung ditolak.  Alasannya sih kurang inilah, kurang itulah. Padahal kan didunia ini mana ada oang yang sempurna. Semua selalu nge-judge menurut penampilan luar semata. Pilihannya cuma dua. Kalau tidak punya otak yang jenius setidaknya dia harus punya wajah yang menarik. Makanya dinegara ini jumlah para jomblo dan pengangguran semakin meningkat tiap tahunnya” ujarku asal.

“Tapi bukan berarti nggak ada kan. Tidak semua perusahaan menilai penampilan. Banyak juga kok perusahaan yang mengutamakan skill dibanding penampilan. Banyak karyawan yang di PHK karena dinilai tidak punya skill yang cukup dan hanya jual tampang diperusahaan. Makanya kalau cari kerja, carilah perusahaan yang benar-benar membutuhkan dan mengakui kemampuan kita. Begitu juga kalau nyari cowok. Harus nyari yang benar-benar kenal dengan kita dan bisa mengakui keberadaan kita”

“Bener. Tapi masalahnya yah itu tadi. Nyarinya yang pas susah Mas. Kita mau, belum tentu dia mau. Dia mau belum tentu kita juga mau. Ribet”

Mas elang tertawa dan menggangguk setuju. 

“Cari yang pas memang susah karena didunia ini tidak akan ada yang sempurna. Kalau kita selalu mencari sosok yang sempurna, sampai kiamat juga nggak bakalan ketemu. Sekarang sih semua tergantung hati kita saja maunya seperti apa. Mau mencari yang lebih sempurna atau menerima yang sudah ada dan menjadikannya sempurna”

Aku terdiam lama mencoba merenungi ucapan Mas Elang. Mencari yang lebih sempurna atau menerima yang sudah ada dan menjadikannya sempurna. Sebenarnya apa yang sudah kulakukan selama ini? Sosok sempurna seperti apa yang sebenarnya kuinginkan?

Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah foto yang terletak diatas meja yang tidak jauh dariku. Aku meraih foto itu dan menatapnya lama. Foto putih abu-abu Mas Elang dengan seorang perempuan cantik yang punya senyuman menawan. Mereka terlihat sangat bahagia. Aku masih ingat kak Cheryl. Pacar pertama Mas Elang. Orangnya cantik dan feminim. Aku pernah berfikir bahwa mereka berdiua benar-benar pasangan yang sempurna. Mas Elang cakep dan kak Cheryl juga cantik. Dia juga akrab denganku dan Ray. Dulu Mas Elang sering mengajaknya kerumah.  Kak Cheryl sering menghadiahiku banyak hadiah lucu. Bukan Cuma Mas Elang, kami semua sayang ama kak Cheryl. Tapi sayang takdir tidak mengizinkan mereka bersatu. Kak Cheryl tewas karena kecelakaan.  Aku tidak tahu kalau Mas Elang masih menyimpan foto kak Cheryl sampai saat ini. Sepertinya Mas Elang belum bisa melupakan kak Cheryl sampai saat ini.

“Kamu kok malah diam sih?”

Mas Elang membalikkan tubuhnya. Dia mendapatiku sedang memandang foto yang sepertinya sengaja disembunyikannya itu. Aku langsung mengembalikan foto itu ditempat semula. Takut Mas Elang akan marah karena aku sembarangan memegang barang miliknya.

Sorry Mas…” ujarku takut-takut. Mas Elang hanya diam dan tidak mengatakan apapun. Gurat kesedihan terlihat nyata diwajahnya. Aku merasa bersalah karena membuat Mas Elang jadi teringat lagi dengan Cheryl. Padahal aku masih ingat Mas Elang butuh waktu yang cukup lama untuk mampu bangkit dari keterpurukannya setelah ditinggal kak Cheryl. Dan sekarang aku mengembalikan lagi kenangan-kenangan itu. Sebenarnya aku tahu kalau sampai saat ini Mas Elang belum mampu melupakan sosok kak Cheryl dari ingatannya. Itu juga alasan terkuat kenapa sampai saat ini Mas Elang memilih untuk tetap sendiri.

 “Mas Elang belum bisa yah lupain kak Cheryl?”

Mas Elang mengangkat wajahnya, dia menatapku. Aku terdiam lama tidak tahu harus berkata apa. Sebagai seorang adik, wajar kalau aku khawatir dengan keadaan Mas Elang. Aku tahu kak Cheryl wanita yang istimewa dan tidak tergantikan oleh siapapun. Tapi bukan berarti Mas Elang harus terus terpuruk dan tenggelam dengan kenangannya. Ini sudah tiga tahun dan rasanya sudah waktunya untuk Mas Elang melepaskan semuanya.

“Entahlah. Awalnya Mas pikir seiring dengan berjalannya waktu Mas bisa melupakannya. Tapi ternyata tidak. Bayang-bayang Cheryl selalu menghantui Mas setiap saat. Rasanya Cheryl selalu ada disekitar Mas dan mengikuti Mas setiap harinya. Benar-benar bikin frustasi. Sepertinya ini hukuman yang harus Mas terima karena sudah membuat Cheryl menderita. Mas layak menerimanya” ujar Mas Elang dengan suara yang melemah. Wajahnya terlihat terluka. Aku benar-benar tidak tega melihatnya.

Aku langsung menghampiri Mas Elang dan memeluk tubuhnya dari belakang. Berusaha untuk menenangkannya.  “Ini bukan salahnya Mas Elang. Mas Elang tidak harus menerima hukuman apapun. Mas Elang tidak salah”

“Tapi Mas yang sudah membunuh Cheryl. Andai saja sore itu Mas mendengar larangan Mama, mungkin semua ini tidak akan Cheryl. Mungkin Cheryl tidak akan meninggal seperti itu. Mas tahu ini tidak untuk Cheryl. Dia masih terlalu muda. Dia masih punya banyak impian yang belum sempat diraihya dan Mas sudah menghancurkan semuanya” ujar Mas Elang tertunduk lemah.

“Ini kan sudah pernah kita bahas Mas. Mas tidak boleh menyalahkan diri sendiri. Ini bukan salah Mas. Ini kecelakaan. Berhentilah terus terpuruk dan menyalahkan diri seperti ini. Kalau Mas seperti ini terus bagaimana dengan Ozy nanti? Apa dia tidak akan berfikir hal yang seperti Mas lakukan saat ini? Dia juga akan merasa bersalah kalau tahu Mama meninggal karena memilih melahirkannya. Tolong Mas.. Ini bukan demi Mas, ini juga demi Ozy”

Aku dan Mas Elang terdiam lama. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Aku masih ingat dengan jelas kejadian tiga tahun yang lalu. Saat itu Mas Elang ingin mengantar pulang kak Cheryl dengan motornya. Mama melarang mereka pergi karena langit mulai menggelap. Sepertinya tidak lama lagi hujan akan turun. Tapi Mas Elang tidak menggubris larangan Mama. Mas Elang tetap pergi mengantar kak Cheryl. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Malam itu aku hanya tahu kalau Kak Cheryl dan Mas Elang dilarikan dirumah sakit. Menurut cerita Papa, motor yang mereka kendarai menabrak truk yang melintas dan membuat keduanya kritis. Mama dan Papa tidak mengijikanku ikut kerumah sakit. Mereka menyuruhku dan Ray menunggu dirumah.

Sepanjang malam kami tidak tidur dan menunggu kabar dari Papa dan Mama. Namun sampai besok paginya tidak ada kabar apapun tentang Mas Elang dan Kak Cheryl. Papa dan Mama juga seharian tidak pulang kerumah. Saat itu aku berfikir aku telah kehilangan Mas Elang untuk selamanya. Aku benar-benar takut dan memaksa Ray menelpon Papa. Menurut Papa, Mas elang tadi malam sudah melewati masa kritisnya sedangkan Kak Cheryl tidak dapat bertahan dan meninggal malam itu juga. Karena itulah Papa dan Mama tidak bisa pulang kerumah sejak tadi malam. Aku tidak tahu aku harus menangis atau bahagia karena tahu Mas Elang selamat dari kecelakaan itu. Saat itu aku benar-benar bersyukur Mas Elang tidak pergi meninggalkan kami.

Setelah tiga minggu dirawat dirumah sakit, Mas Elang diperbolehkan untuk pulang. Namun Mas Elang bukanlah Mas Elang yang selama ini kukenal. Dia berubah menjadi orang lain. Mas Elang hanya diam dan tidak mau berbicara pada siapapun. Kata Ray, Mas elang mengalami shock pasca kecelakaan. Dia tidak pernah mau menemui siapapun. Dia selalu mengurung dirinya dikamar selama tiga bulan penuh. Mama dan Papa telah meminta bantuan banyak psikiater untuk menyembuhkan shock yang dialami Mas Elang. Namun semuanya nihil. Mas Elang tetap diam dan tidak pernah mau keluar dari kamarnya.

Mas Elang mulai keluar dari kamarnya saat mendengar kabar kalau Mama meninggal setelah melahirkan adik barunya. Saat itu Mas Elang menangis dan berteriak seharian sampai akhirnya Mas Elang jatuh pingsan karena kelelahan. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Mas Elang. Namun sejak saat tadi perlahan tapi pasti keadaan Mas Elang mulai membaik. Mas Elang mulai mau membuka diri dan kembali menjadi Mas Elang yang dulu. Takdir seperti mempermainkan keluargaku. Tuhan mengambil Mama dari kami dan mengembalikan Mas Elang diwaktu yang sama. Dibalik kesedihanku aku masih bisa bersyukur karena Mas Elang telah kembali seperti dulu.

“Shil.. Menurut kamu apa Cheryl bisa memaafkan aku?” Tanya Mas Elang tiba-tiba. Aku melepaskan pelukanku dan menatap Mas Elang intens. Terlihat gurat keraguan dimatanya yang bening. Kenapa setelah sekian lama luka itu tidak menghilang juga. Luka itu terus memberi bekas yang semakin lama semakin terlihat nyata.

“Shilla juga nggak tahu Mas karena Shilla bukan kak Cheryl” Aku menghela nafas berat. “Tapi kalau rasa sayang kak Cheryl sama kayak rasa sayang Shilla ke Mas Elang, Kak Cheryl pasti bisa memaafkan Mas Elang. Dia pasti tidak ingin melihat Mas menderita karena terus merasa bersalah seperti ini. Ini sudah terlalu lama Mas. Kalau memang Mas yang salah, Shilla pikir Mas sudah lebih dari cukup untuk menebus kesalahan itu. Jangan menyiksa diri sendiri seperti ini. Mas harus ngikhlasin kepergian kak Cheryl. Biarkan kak Cheryl tenang disana. Shilla yakin Mama dan Kak Cheryl sudah bahagia disana karena itu Mas juga harus menemukan kebahagian Mas disini

Aku menatap Mas Elang. Dia tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Syukurlah.. sepertinya keadaannya mulai membaik.

“Makasih Shil. Mas pikir ucapan kamu memang ada benarnya. Mungkin sudah saatnya Mas melepaskan Cheryl. Selama ini Mas selalu menghindari untuk datang mengunjunginya. Mas selalu takut. Tapi Mas pikir Mas harus mencobanya. Mas ingin ziarah kemakam Cheryl dan ingin kerumahnya untuk meminta maaf pada orang tuanya. Selama ini Mas tidak pernah meminta maaf secara langsung kepada mereka. Mereka hanya memaafkan Mas karena tidak tega melihat keadaan Mas yang saat itu seperti orang tidak waras. Mas ingin meminta maaf secara langsung. Bagaimana menurut kamu?”

Aku mengangguk mantap. “Shilla dukung apapun keputusan Mas Elang. Mas Elang pernah bilang ke shilla kalau masalah itu bukan untuk ditakuti tapi dihadapi. Sekencang apapun kita berlari untuk menghindarinya, dia akan semakin mengejar dan meneror kita. Dia tidak akan memberi kita kesempatan untuk bernafas. Tapi bila kita berani menghadapinya, semua masalah akan takut dan akan balik berlari meninggalkan kita. Shilla pikir keputusan Mas untuk bertemu kak Cheryl dan keluarganya adalah keputusan yang tepat. Satu-satunya orang yang bisa membebaskan Mas dari perasaan bersalah seperti ini adalah Mas sendiri. Shilla yakin Mas pasti bisa” ujarku sambil tersenyum. Mas Elang ikut tersenyum dan membelai rambutku lembut.

“Makasih ya Shil. Kamu memang adik terbaik yang mas punya. Mas sayang banget ama kamu”

“Shilla udah tau kok. Mas Elang juga tahu kalau Shilla juga sayang ama Mas Elang” ujarku sambil terkekeh pelan. Mas Elang juga ikut tertawa mendengar ucapanku. Sepertinya keadaan Mas elang mulai membaik. Semoga saja Mas Elang benar-benar bisa melepaskan rasa bersalah itu seutuhnya.

 “Kak Shilla… Kak Shilla kemana aja sich? Daritadi Ozy cariin ternyata malah main ditempat Mas Elang”

Aku dan Mas Elang sama-sama menatap Ozy yang tiba-tiba muncul. Ozy memandangku kesal. Sepertinya dia marah karena kelelahan mencariku. Aku hanya tertawa dan mengangkat tubuh kecil Ozy dan mendudukkannya diatas tempat tidur Mas Elang.

“Ozy udah nyariin kak Shilla dimana-dimana tapi nggak ketemu. Ozy panggil daritadi nggak dijawab.  Kak Shilla kok main ketempat Mas Elang sih?”

“Maaf – maaf. Kak Shilla keasyikan ngobrol ama Mas Elang makanya nggak dengar panggilan Ozy” ujarku merasa bersalah. Ozy hanya diam dan menatap Mas Elang lama. Mas Elang terlihat kebingungan dan menatapku. Aku hanya mengangkat bahu pertanda aku juga tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Ozy saat ini.

“Mas Elang nggak boleh ngerebut Kak Shilla. Kak Shilla itu punya Ozy. Kak Elang ngerti?!”

Aku dan Mas Elang sama-sama terdiam sebelum akhirnya kami tertawa mendengar ucapannya. Ozy terlihat bingung melihatku dan Mas Elang yang tertawa. Kirain dia mau ngomong apa, ternyata dia lagi jealous ama Mas Elang. Ada – ada aja sih…

“Iya deh tenang aja. Mas Elang nggak bakalan berani ngerebut Kak Shilla dari Ozy. Mas Elang cuma minjam kak Shilla bentar kok tadi, ini dipulangin lagi”

Aku menatap Mas Elang tidak terima. Dipinjam? Emangnya aku barang?

“Yaudah besok-besok kalau Mas Elang mau pinjam kak Shilla lagi, Mas Elang harus ijin ama Ozy dulu”

Okay. Sip”

Ternyata bukan hanya Mas Elang. Ozy juga ikut-ikutan menganggapku barang yang bisa dipinjam dan dipulangkan seenaknya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Pasrah. Percuma aku protes, mereka pasti tidak akan mendengarkanku saat ini. Biarlah.. yang penting mereka bisa senang dan bahagia. Itu sudah lebih dari cukup untukku.

****

“Ray kenapa Vin?” tanyaku saat melihat Alvin datang sambil memapah tubuh Ray.

“Sakit. Tadi dia pingsan waktu lagi perform. Untung aja acaranya nggak live” ujar Alvin sambil membawa tubuh Ray kekamar. Aku langsung membantu Alvin dan merapikan tempat tidur Ray dengan cepat.

“Pingsan? Kok bisa? Kok nggak dibawa kerumah sakit sih Vin?”

“Iya tadi bang Anton, manajer kita udah mau bawa Ray kerumah sakit. Tapi Ray nya nggak mau.  Katanya dia mau istirahat dirumah aja makanya aku bawa kesini” Alvin menjelaskan. Aku hanya mengangguk mengerti. Sejak kecil Ray memang tidak suka dengan rumah sakit. Mencium obat-obatan dan bau rumah sakit bisa membuatnya mual dan muntah tidak jelas.

Alvin segera membantu Ray berbaring ditempat tidur. Tubuhnya terlihat melemah.

“Ray kamu sakit apa sih? Aku telpon dokter Fauzan yah”

Dokter Fauzan memang dokter langganan keluargaku. Dia teman sekolah tante Inah. Rumahnya tidak jauh dari sini. Hanya beda beberapa blok dari rumah ini. Dari dulu setiap ada yang sakit, dokter Fauzan selalu siap membantu kami.

“Nggak usah. Kayaknya aku kecapean aja. Paling istirahat bentar juga sembuh” tolak Ray sambil merebahkan tubuhnya.

“Yaudah deh kalau gitu aku cabut dulu. Masih ada urusan” ujar Alvin pamit. Ray hanya tersenyum dan mengangguk lemah.

Okay. Thanks ya Vin..” Ujar Ray dengan suara yang melemah.

“Sama-sama. Istirahat yang banyak dan cepat sembuh ya” Ujar Alvin sambil mena

“Sekali lagi Thanks ya Vin udah nganterin Ray. Maaf lho udah ngeropotin” ujarku mewakili Ray. Alvin hanya mengangguk sebelum akhirnya tubuhnya menghilang dibalik pintu.

“Kamu beneran nggak papa Ray? Muka kamu pucat banget lho. Apa nggak sebaiknya aku panggil dokter Fauzan aja buat jaga-jaga?” tanyaku memperhatikan wajah Ray yang memucat. Lagi-lagi Ray menggeleng lemah. “Nggak usah. Aku baik-baik saja” ujar Ray cepat.

Aku masih memandang Ray khawatir. Tidak mungkin aku meninggalkan Ray dengan keadaan seperti ini. Kalau aku nekat memanggil dokter Fauzan, Bisa-bisa Ray marah dan memasang aksi diam selalu beberapa minggu.

“Aku beneran nggak papa. Nggak usah khawatir. Aku ngantuk. Mau istirahat dulu” ujar Ray lemah sambil menutup matanya. Semoga saja Ray memang tidak apa-apa. Aku langsung merapikan selimut Ray dan meninggalkan Ray sendirian dikamar. Akhir-akhir jadwal Ray memang semakin padat. Aku saja sampai tidak tega melihat Ray yang selalu pulang pagi. Belum lagi dia harus membagi waktunya di sekolah. Bukan pekerjaan yang mudah. Jadi wajar saja kalau tubuh Ray memberontak saat ini. Dia pasti sangat kelelahan dan butuh istirahat.  Semoga saja besok keadaan Ray mulai membaik.

****

“Ray kamu udah sembuh?”

Sebelum berangkat sekolah aku ingin mengecek keadaan Ray. Hanya untuk memastikan kalau Ray baik-baik saja pagi ini. Aku membuka pintu kamar Ray yang tidak terkunci dan langsung masuk kekamarnya. Ternyata dia masih tertidur dibalik selimutnya. Aku segera membuka selimut tebalnya dan melonjak kaget saat mendapati Ray menginggil hebat dibalik selimutnya.

“Ray…kamu kenapa?” Aku berusaha menenangkan Ray. Tapi tidak berhasil. Aku langsung menempelkan punggung tanganku kedahi Ray. Tanganku terbakar. Suhu tubuh Ray tinggi sekali padahal tadi malam dia masih-masih baik saja.

“Ray… kamu kenapa Ray? Jangan bikin aku takut dong” ujarku mencoba membangunkan Ray. Tapi Ray tetap tak sadar dan masih menggigil hebat.

“Tante ! Tante ! Tolongin Ray Tante!” Teriakku sambil keluar dari kamar Ray memanggil tante Irna. Aku langsung berlari kedapur mencari tante Irna.

“Tante ! tolongin Ray!” teriakku kencang.  Mangok sop  yang ada ditangan tante Irna  nyaris terjatuh karena kaget mendengar teriakanku.

“ Ada apa Shil?  Berapa kali sih tante harus ingatin kamu. Ini rumah bukan hutan. Nggak usah pakai acara teriak-teriak gitu” protes tante Irna. Aku tidak menggubris ceramah tante Irna. Itu tidak penting saat ini.

“Ray tante.. Tolongin Ray” ujarku tidak sabar sambil menarik tangan tante Irna menuju kamar Ray.

“Kamu kenapa Ray?” Tanya tante Irna sambil meletakkan mangkuk sop yang sedaritadi dibawanya diatas meja.

Ray masih tidak menjawab. Dia terus menggigil. Tante Irna langsung menempelkan tangannya di dahi Ray. Dia terlihat kaget, “Demamnya tinggi banget. Tolong ambil handphone tante Shil, kayaknya kita harus nelpon dokter Fauzan” ujar tante Irna. Aku hanya mengangguk dan segera berlari kekamar tante Irna untuk mengambil handphone-nya.

“Kok lari-lari sih Shil? Emangnya kamu udah telat?” Tanya Mas Elang saat aku keluar dari kamar tante Irna. Aku tidak memperdulikan pertanyaan Mas Elang dan segera berlari menuju kamar Ray. Pikiranku kacau. Semoga Ray tidak apa-apa. Andai saja tadi malam aku tidak menuruti keinginan Ray untuk tidak menelpon dokter Fauzan, pasti keadaan Ray tidak separah ini.

Aku langsung menyerahkan handphone pada tante Irna. Aku langsung duduk disebelah tubuh Ray. Tubuhnya masih bergetar hebat. Berkali-kali dia mengerang seperti sedang menahan kesakitan.  Aku langsung mengelap tetesan keringat mengucur deras didahinya.

“Ray kamu kenapa sih? Jangan bikin aku takut dong. Kemarin kamu bilang kamu bakalan baik-baik saja. Kenapa sekarang malah makin parah sih ”ujarku dengan suara yang mulai bergetar. Berkali-kali Ray seperti mengigau tidak jelas.  Jujur aku takut melihat keadaan Ray yang seperti ini.

Aku meraih tangan Ray. Tangannya benar-benar dingin padahal suhu tubuhnya tinggi. Ini semakin membuatku ketakutan. Aku mengusap kedua telapak tangan Ray. Mencoba membagi suhu tubuhnya denganku. Tapi tidak berhasil. Tangan Ray tetap dingin seperti menolak suhu tubuhku.

Aku membelai rambut Ray lembut. Mencoba mengelap peluh yang kembali membasahi wajahnya.

 “Ray kenapa Shil?” Tanya Mas Elang yang sudah berdiri dibelakangku.

“Nggak tahu Mas. Tadi malam Ray memang sudah sakit. Kata Alvin, Ray sempat pingsan saat perform. Shilla benar-benar tidak tahu kalau keadaan Alvin akan menjadi separah ini” ujarku menjelaskan.

“Apa nggak sebaiknya kita bawa kedokter aja? Kayaknya demamnya lumayan tinggi sampai ngigau-ngingau gitu”

Nggak usah. Tante udah nelpon dokter Fauzan. Dia sudah dijalan, bentar lagi nyampai. Kalau memang menurut dojter Fauzan keadaan Ray memang parah baru kita bawa dia ke rumah sakit. Kamu kan tahu sendiri kalau Ray itu anti rumah sakit. Bukannya sembuh,  keadaannya bisa makin parah karena muntah mencium aroma rumah sakit”

Mas Elang hanya mengangguk , “Iya sih tante. Yasudahlah kalau begitu. Moga-moga Ray memang cuma demam biasa. Akhir-akhir dia sepertinya sibuk banget. Jarang banget kelihatan dirumah. Kayaknya kondisi tubuhnya mulai ngedrop karena kelelahan”

“Tante juga khawatir lihat jadwal Ray akhir-akhir ini. Dia terlalu sibuk sampai lupa jaga kesehatan. Besok tante bakalan ngomong ke Alvin minta jadwalnya Ray dikurangi”

Aku hanya diam mendengar percakapan tante Irna dan  Mas Elang.

“Lho? Kamu kok masih disini? Nggak sekolah?” Tanya Mas Elang menatapku.

“Shilla disini aja deh Mas jagain Ray. Shilla izin aja Mas. Satu hari ini aja” ujarku sambil menatap Mas Elang penuh permohonan. Melihat keadaan Ray yang seperti ini membuatku malas kesekolah pagi ini. Aku hanya ingin berada disamping Ray dan memastikan dia baik-baik saja. Bagaimanapun juga ini kesalahanku yang telah membiarkan Ray sendirian tadi malam.

“Nggak ada cerita. Pokoknya kamu berangkat sekolah sekarang” ujar Mas Elang tegas.

“Tapi Mas..”

“Nggak ada tapi-tapian. Kamu sekolah aja sekarang. Urusan Ray serahin aja ke Mas dan Tante Irna. Lagian sebentar lagi dokter Fauzan juga nyampek. Kalau ada apa-apa Mas pasti ngabarin kamu. Cepat pergi sana!” ujar Mas Elang. Aku hanya menghela nafas panjang. Aku memang tidak bisa menolak perintah Mas Elang.

“Yaudah kalau gitu Shilla sekolah dulu. Kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin Shilla ya”

“Iya tau. Bawel banget deh. Cepat berangkat sana ntr kamu telat lho”

Aku hanya mengangguk dan melangkah keluar dari kamar Ray.Aku memang tidak punya alasan untuk tidak sekolah. Tante Irna dan Mas Elang akan menjaga dan memastikan keadaan Ray baik-baik saja. Aku hanya bisa berdoa semoga Ray bisa cepat kembali seperti sebelumnya. Kembali seperti Ray yang kukenal. Ray yang sehat dan selalu memamerkan senyumannya pada dunia.

***

Aku berjalan setengah hati menuju kelas. Pikiranku masih tertuju pada Ray. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku melihat keadaan Ray yang seperti itu. Waktu kecil, Ray memang sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit yang sama. Mungkin karena terlalu sering masuk rumah sakit Ray jadi membenci rumah sakit. Dia selalu menolak setiap kali Mama membawanya kerumah sakit. Ray bilang dia bisa sembuh sendiri tanpa harus dibawa kerumah sakit. Dan benar saja, setelah beristirahat dan minum vitamin biasanya Ray bisa langsung sembuh. Sejak Mama meninggal, Ray tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah sakit.

Aku menghirup nafas panjang.  Ini sudah hari keempat sejak aku kembali kehari-hari normalku. Hari dimana tidak ada Raya yang membuatku ketakutakan karena tingkahnya yang mencurigakan. Hari dimana aku tidak perlu repot-repot lagi menyalin dua tugas sekaligus. Hari dimana kebebasanku mulai kuraih kembali. Seharusnya aku senang. Seharusnya aku bahagia. Tapi kenyataannya tidak. Aku benar-benar kesepian dan merasa kehilangan sosok Ray yang berubah menjadi Raya. Apalagi mengingat keadaan Ray yang sakit semakin membuat semangatku menghilang.

 “Shill.. kamu kok bengong sih daritadi. Mikirin apa sih?”

Aku hanya tersenyum dan menggeleng pelan mendengar pertanyaan Kyla. “Aku nggak bengong kok. Aku lagi ngantuk aja” ujarku berbohong.

“Kamu sih. Insomnia kok dipelihara”

“Eh Kyl, sudah empat hari Raya nggak masuk. Raya keman sih sebenarnya? Tiap aku Tanya pasti kamu bilang nggak tahu. Kamu kan sepupunya dan orang yang paling dekat dengannya selama. Masa sih kamu nggak tahu Raya keman” ujar Roland, teman sekelasku yang kutahu sangat mengidolakan Raya.

“Raya lagi sakit” ujarku malas. Yah setidaknya aku tidak berbohong saat ini. Sebenarnya sudah empat hari Rolond menanyakan hal yang sama denganku. Menanyakan kabar Raya dan alasan dia tidak masuk kesekolah. Bukan hanya Raya, anak cowok kelas lain juga banyak yang datang kekelasku untuk menanyakan kabar Raya secara langsung padaku.

 “Hah? Raya sakit? Sakit apa Shil?” Kevin yang duduk dibelakangku juga ikut bertanya.

“Demam” jawabku singkat.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi semua anak cowok langsung berembuk dan berbisik-bisik. Sesekali mereka melirikku. Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran cowok-cowok itu saat ini. Tiba-tiba Boy, sang ketua kelas langsung berjalan kedepan kelas dan meminta perhatian dari seisi kelas.

“Oke. terima kasih atas perhatiannya. Sebenarnya aku baru dapat info dari Shilla kalau salah satu teman kita Raya sedang sakit. Karna itu kita sebagai teman yang baik, kita wajib menjenguk dan memberi support padanya agar dia cepat sembuh. Karena itulah aku meminta pendapat kalian semua bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita menjenguk Raya  kerumahnya. Bagaimana yang lain, apa kalian setuju?” Tanya Boy dengan suara lantang. Wajahnya terlihat sangat bersemangat.

“Setujuuuuuuuuuuu……” teriak satu kelas kompak. Aku merasa jiwaku melayang mendengar teriakan kompak teman sekelasku. Baru kali ini mereka satu suara seperti ini. Tapi kenapa mereka harus pakai acara pengen ngejenguk Ray segala sih.  Kalau begini caranya, semua pasti akan kebongkar. Mereka pasti akan tahu kalau Ray dan Raya adalah orang yang sama. Ya Ampun kok bisa jadi ribet gini sih.

“Gimana Shill? Kamu mau kan ngaterin kita kerumah Raya?’ Tanya Boy sambil menatapku penuh harap. Aku menelan ludah pelan.

“Iya Shill, Aku juga pengen ikut ngejenguk Raya” ujar Kyla yang membuatku semakin terpuruk. Aku tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Apalagi seluruh mata dikelas ini tertuju padaku. Mereka seperti sedang menantikan keputusan penting yang kubuat.

 “Tapi Raya bilang ke aku kalau dia nggak mau diganggi. Dia bahkan ngelarang aku ngejenguknya. Raya kena penyakit cacar kulit dan bisa menular. Raya nggak mau ada orang lain yang melihatnya saat wajahnya penuh bercak seperti itu. Karena itu aku rasa menjenguk Raya bukanlah ide yang baik” Aku mencoba mencari alasan. Aku juga tidak tahu darimana aku mendapat ide tentang penyakit cacar seperti ini. Otakku berputar cepat mencari ide yang masuk akal. Sepertinya ini yang sering disebut the power of kepepet. Saat lagi terjepit selalu muncu ide-ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

“Sebagai cewek aku ngerti perasaan Raya. Dia pasti tidak ingin ada orang lain yang melihat wajahnya dalam kondisi seperti itu” ujar kyla yang membuat aku bernafas lega. Syukurlah Kyla mendukungku. Sepertinya ide tentang cacar air ini bukan ide yang buruk. Buktinya banyak anak perempuan yang setuju untuk tidak menjenguk Raya saat ini.

“Nggak papa deh Shill,  aku yakin walau kena cacar sekalipun Raya pasti tetap cantik. Dan sebenarnya kau juga rela kena cacar untuk yang kedua kalinya demi ketemu Raya” ujar Rizky disambut anggukan beberapa anak cowok.

“Iya shill… Nggak papa kok. Aku tetap pengen ikut ngejenguk Raya. Antibody-ku kuat. Jadi aku nggak bakalan mudah terkena cacar” ujar Boy ikut-ikutan. Aku menghela nafas berat. Kenapa sih cowok selalu keras kepala seperti ini. Kenapa mereka lebih mementingkan kehendak mereka sendiri tanpa memperdulikan orang lain.

“Tapi…..” belum sempat aku alasan yang lain, topik pembahasan tentang Raya harus terputus karena Pak duta tiba-tiba masuk kedalam kelas. Aku hanya tertunduk lemah. Pasrah. Semoga saja ada keajaiban yang bisa merubah pendapat sebagain besar anak-anak cowok dikelasku. Semoga.

****

Sepulang sekolah aku langsung mengendap-ngendap lari dari kumpulan teman-teman sekelasku ingin menjenguk Ray. Aku tidak bisa menghentikan mereka. Apapun yang kukatakan akan percuma. Mereka tidak akan mendengarkan ucapanku. Mereka tetap ngotot ingin menjenguk Ray siang ini juga. Untung saja, begitu bel berbunyi aku langsung kabur dan bersembunyi diparkiran. Aku tidak bisa langsung pulang melewati gerbang depan karena dua orang teman sekelasku,  Rizky dan Bayu sudah standby digerbang menunggu kedatanganku.

Aku masih terus mengawasi Boy yang ikut mencariku dilapangan parker. Nyaris saja aku ketahuan Boy. Untung saja aku cepat sadar dan langsung bersembunyi dibalik mobil ini. Dasar. Kenapa mereka tidak menyerah saja. Sampai kapan aku harus terus bersembunyi seperti. Kalau ada yang lihatt, mereka pasti berfikir kalau aku ini maling kaca spion orang. Menyedihkan.

“Shilla ?”

Aku merasa tubuku menegang. Sial. Kenapa aku bisa ketahuan secepat ini. Padahal aku yakin sekali kalau aku sudah bersembunyi ditempat yang aman. Kenapa masih bisa pakai acara ketahuan sih. Sepertinya aku memang tidak berbakat dalam acara hide and seek seperti. Aku masih ingat, setiap kali bermain hide and seek bersama Ray, aku selalu cepat ketahuan. Ray selalu menemukanku. Tapi saat Ray yang bersembunyi, aku tidak pernah menemukannya. Wajar saja kalau akhirnya aku ketahuan.

Aku mencoba membalik tubuhku perlahan sambil menebak-nebak langkah apa yang harus kuambil saat ini. Apakah aku harus lari atau mencoba mencari alasan lain yang lebih masuk akal. Dan sialnya saat ini otakku tidak bisa diajak berfikir sama sekali. Hukum the power of kepepet tidak berpihak padaku saat ini. Aku membalikkan tubuhku dan menatap kak Radith yang memandangku heran. Astaga.

 “Kamu lagi ngapain shil?” Tanya kak Radith tanpa melepaskan pandangnya dariku.  Aku hanya nyengir sambil menggaruk-garuk keplaku yang tidak gatal. Sepertinya kak Radith datang diwaktu yang tidak tepat. Dia sedang memergokiku sedang berjongkok bego dibelakang salah satu mobil yang terparkir disini.

“Oh.. Aku lagi nyari anting aku yang jatuh kak” ujarku sambil berpura-pura menunduk dan sibuk menatap tanah yang ditelapak kakiku seperti sedang mencari sesuatu. Untung saja aku punya alasan yang tepat saat ini.

“Lho? Anting kamu kan udah lengkap. Anting yang sebelah mana yang jatuh?”

Deg. Aku terdiam mendengar pertanyaan kak Radith. Ini sih namanya mati kutu. Tidak bisa berkutik lagi. Aku mengutuki diriku yang tidak bisa mencari alasan yang tepat. Bisa-bisanya aku memberi alasan yang langsung ketahuan seperti ini. Lengka sudah. Kak Radith pasti berfikir kalau aku cewek freak  yang suka bohong. Oh God.. J ust kill me..!

“Sebenarnya aku lagi kabur dari teman-teman aku kak” ujarku akhirnya. Kak Radith terlihat kebingungan.

“Iya. Mereka maksa aku buat nganterin mereka ngejenguk Raya. Udah jelas-jelas itu nggak mungkin. Raya bisa membunuhku kalau tahu aku mengajak mereka ketemu Raya” aku mencoba menjelaskan.

“Lho emang Raya sakit?” Tanya kak Radith mulai terlihat antusias. Aku hanya mengangguk lemah. “Raya memang sakit tapi dia sedang dalam kondisi tidak ingin dijenguk oleh siapapun saat ini”

“Shilla….!! Kemana sih dia kok menghilang gitu aja!”

Aku spontan menunduk saat mendengar teriakan Boy yang memanggil namaku. Aku menatap kak Radith dan memintanya untuk merahasiakan keberadaanku. Kak Radith sepertinya mengerti maksudku.

“Sepertinya kamu lagi butuh bantuan. Kalau kamu mau, kamu bisa bersembunyi dimobilku” bisik kak Radith pelan.

“Emang mobil kakak yang mana?”

“Yang ini” ujar kak Radith sambil menunjuk mobil yang saat ini menjadi temen tempatku bersembunyi dari kejaran Boy dan teman-temannya. Ternyata daritadi aku bersembunyi dimobil kak Radith. Wajar saja dia langsung melihatku.

“Yaudah ayo masuk” ujar kak Radith membuka kunci mobilnya. Tanpa disuruh dua kali aku langsung masuk kemobil kak radith dengan cepat. Syukurlah Boy tidak melihatku. Dia mulai berjalan meninggalkan lapangan parkir.

Sorry ya kak jadi ngerepotin kakak. Makasih banget atas bantuannya udah ngasih tempat persembunyian yang aman buatku” ujarku sambil tersenyum. Sepertinya ini waktu yang tepat untukku keluar dari lapangan parkir ini. Saat hendak turun, tiba-tiba kak Radith menarik tanganku. Aku memutar tubuhku dan menatapnya heran.

“Sepertinya mereka nggak bakalan menyerah dengan mudah nyari kamu. Kalau kamu ngehindar terus kamu bisa terjebak sampai sore disekolah ini”

Aku hanya diam mendengar penjelasan kak radith. Memang benar sih sepertinya aku tidak bisa pulang dengan aman siang ini. Ada banyak orang yang mencariku saat ini. Kalaupun harus bersembunyi aku pasti akan terjebak sampai sore disini. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak mungkin keluar dan membiarkan mereka mengikutiku pulang untuk bertemu dengan Ray. Bisa-bisa Ray marah besar padaku. Tidak mungkin aku menyuruh Ray memakai wig disaat staminanya sedang tidak fit saat ini. Belum lagi aku harus menghadapi pertanyaan tante Irna yang akan curiga melihat segerembolan teman sekelasku menjenguk Ray. Selama ini Tante Irna tahu kalau aku tidak pernah memberitahu pada orang lain kalau aku saudaranya Ray. Aku tidak bisa berbohong lagi pada tante Irna. Bisa-bisa aku kualat karena membohongi wanita yang sudah seperti ibuku sendiri.

“Kalau kamu mau, aku bisa ngantarin kamu” ujar kak radith yang membuatku memandangnya tidak percaya.

“Itupun kalau kamu tidak keberatan” tambah kak Radith.

“Tentu saja nggak keberatan. Aku malah senang kakak nganterin aku pulang” ujarku tulus. Aku tidak meyangka kesempatan yang selalu kunantikan selama ini akhirnya datang juga.

“Yaudah kalau gitu. Rumah kamu dimana?” ujar kak Radith sambil menstarter mobilnya.

“Pondok Asri blok B”

Kak Radith hanya mengangguk dan melajukan mobilnya meninggalkan sekolah. Aku tidak bisa menutupi rasa bahagiaku saat ini. Ini moment yang harus kucatat. Bisa jadi ini menjadi salah satu moment berharga yang tidak akan kulupakan selama hidupku. Aku harus menikmatinya semaksimal mungkin.

Berkali-kali aku melirik kak Radith yang duduk disebelahku. Garis wajahnya yang tegas dan sorot matanya yang tajam telah mampu menghipnotisku selama ini. Rasanya aku masih tidak percaya kalau saat ini aku duduk sedekat ini dengan kak Radith. Ini seperti mimpi yang berubah menjadi nyata. Terlalu indah dan sempurna. Dilihat dari jarak sedekat ini, kak Radith terlihat mempesona.

“Kamu kok ngeliatin aku sambil sneyum-senyum gitu sich Shill?” Tanya kak Radith sambil melirikku sekilas. Ya ampun sebenarnya kak Radith memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu sih. Jelas aku sedang mengaguminya saat ini.

Hmm. Sorry kak. Aku rasanya belum percaya aja kalau akhirnya aku bisa pulang bareng kakak. Rasanya seperti mimpi”

Kak Radith hanya tertawa mendengar ucapanku. Ah masa bodo. Kurasa aku tidak perlu pura-pura jaim lagi didepan kak Radith. Aku tahu dia diam-diam juga menyukaiku selama ini. Kurasa aku harus memberi membantu kak Radith untuk mengungkapkan perasaannya padaku.

“Kakak pernah jatuh cinta nggak?” tanyaku tiba-tiba. Kak Radith terlihat kaget. Dia melirikku sebentar sebelum akhirnya kembali fokus menatap jalan yang ada didepannya.

“Tentu saja pernah. Pertanyaan kamu aneh”

Aku tersenyum. “Kalau mencintai orang diam-diam pernah juga nggak kak?”

Kak Radith terdiam lama. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku masih menunggu jawabannya atas pertanyaanku. Kupikir ini saat yang tepat untuk kak radith mengungkapkan identitasnya. Mengungkapkan padaku kalau dia sebenarnya secret admirer yang diam-diam mengirimkanku surat dan hadiah setiap pagi.

“Pernah. Aku pernah menyukai seseorang diam-diam. Aku tidak  mempunyai kekuatan untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Keberanianku menghilang tak berbekas. Aku seperti seorang pengecut bila berhadapan dengannya. Benar-benar memalukan. Aku selalu mengutuki diriku yang selalu bertingkah seperti pengecut didepannya”

Aku menatap kak Radith lama. Aku tidak menyangka kak Radith mempunyai pikiran seperti tentangnya. Padahal dimataku kak Radith selalu terlihat sempurna. Well, harus kuakui kalau sebelumnya aku juga menghina dan menertawakan secret admirer-ku yang terkesan sok drama ini. Tapi itu kan sebelum aku tahu kalau yang mengirimkannya kak Radith.

“Menurutku itu bukan hal yang memalukan. Jatuh cinta tidak pernah memalukan. Itu perasaan yang wajar dan bisa dialami siapa saja. Semua tindakan yang dilakukan orang yang sedang jatuh cinta benar-benar manis. Walau dimata orang mereka terlihat norak dan memalukan, but who’s care? Yang penting kita jatuh cinta dan kita bahagia. Itu paling penting”

Kak Yudith menatapku sekilas. Dia tersenyum lebar. Senyum yang benar-benar menawan. Aku selalu suka setiap kali kak Radith tersenyum seperti ini.

“Kamu benar Shil, sepertinya aku harus lebih percaya pada kisahku sendiri. Mungkin aku butuh waktu untuk mengungkapkapkan perasaanku padanya. Mencari moment  yang sempurna sehingga saat aku memintanya untuk menjadi milikku, dia tidak akan punya alasan untuk menolaknya”

Aku tersenyum pahit. Menunggu moment apa lagi sih. Kalau saat ini kak Radith menyatakan perasaannya padaku aku akan menerimanya saat ini juga. Tidak perlu mencari moment yang sempurna karena kitalah yang menciptakan moment itu agar terlihat sempurna. Tapi biarlah,kurasa aku masih bisa bersabar menunggu kak Radith. Aku harus menghargai keputusannya. Aku akan memberinya waktu untuk mencari moment itu. Kalau nanti dia telah menemukan moment itu aku akan dengan senang hati menerimanya.

 “Shill…Rumah kamu yang ini kan?” Tanya kak radith membuyarkan lamunanku. Aku menatap sekeliling dan mengangguk mantap. Aku bahkan tidak sadar sudah sampai rumah. Rasanya jarak dan waktu memendek saat aku bersama kak Radith.

Setelah memarkirkan mobilnya didepan pintu rumahku, kak Radith langsung turun dari mobilnya dan membukakan pintu untukku. Oh Tuhan. kak Radith, benar-benar romantis. Aku langsung deg-degan tidak jelas saat matanya bertemu dengan mataku. Andai aja aku benar-benar bisa memiliki dia…

“Makasih ya kak udah nganterin aku pulang. Kakak nggak mau masuk dulu?” tawarku ramah. Aku berharap kak Radith mau menerima tawaranku sehingga aku punya alasan untuk bisa lebih lama dengannya.  Belum sempat kak Radith menjawab pertanyaanku, tiba-tiba sebuah motor besar melintas tepat disebelahku.  Reflek aku langsung menghindar kearah kak Radith yang ada disebelah kananku. Kak Radith langsung menangkap tubuhku yang mengindar karna kaget. Dadaku bergemuruh cepat. Detak jantungku berdetak tidak karuan saat ini. Dengan jarak sedekat ini aku yakin kak Radith bisa mendengar detak jantungku. Aku bisa mencium aroma mint yang melekat dipakaian kak Radith. Aku masih tidak percaya aku bisa berada dalam pelukan Radith saat ini.  

Sorry kak…” aku gelagapan dan melepaskan diri dari pelukan kak Radith. Sejujurnya, aku ingin lebih lama lagi berada dalam pelukan kak Radith.  Hanya saja aku tidak mau kak Radith berfikir kalau aku mencari kesempatan dalam kesempitan. Walau memang benar, tapi tetap saja aku tidak mau kak Radith tahu apa yang kupikirkan saat ini.

“Emang nggak bisa ya bisa pelan-pelan apa bawa motornya..!!!!” Aku memarahi orang pengendara motor yang nyaris menabrakku tadi.  Disatu sisi aku ingin berterima kasih padanya karena telah memberiku kesempatan berada dalam pelukan kak Radith walau hanya sekejap. Disisi lain aku juga kesal melihat penggendara motor yang tidak tahu diri. Kalau tadi dia sampai nabarak aku gimana? Apa dia mau tanggung jawab?

Aku menatap penatap pengendara motor tadi. Dia membuka helm besarnya dan menatapku. Aku hanya bisa melongo saat tahu orang yang nyaris membuatku celaka.

“Alvin?!” ujarku dan kak Radith kompak. Aku menatap kak Radith. Kak Radith kenal ama Alvin juga? Kok bisa sih. Atau jangan-janagn kak Radith penggemar star band  makanya tidak heran kalau dia langsung mengenali Alvin, sang vokalis.

Sorry nggak sengaja” ujar Alvin sambil berjalan masuk kerumah. Aku hanya menatapnya tidak percaya. Sebenarnya dia tahu etikat sopan santun atau tidak sih? Kalau benar-benar menyesal, harusnya dia meminta maaf dengan benar. Tindakannya sama sekali tidak menunjukkan perasaan bersalah.

“Kakak kenal Avin juga?” tanyaku penasaran.

“Tentu saja. Bukannya dia vokalis star band? Kalau tidak salah dia juga sepupunya Raya kan.. berarti dia sepupu kamu juga dong”

Ternyata begitu. Aku hampir lupa kalau Alvin pernah membuat heboh sekolahku karena kemunculannya yang tiba-tiba. Wajar saja kalau kak Radith mengenal Alvin.

“Oh iya kak. Dia emang sepupu jauh aku. Jauh banget malah. Kayak dari sabang ke marauke. Orangnya memang gitu, nggak tahu sopan santun. Maklum aja, sepertinya dia kena star syndrome. Emang susah sih punya saudara yang popular. Harus punya banyak stok hati. Tiap hari makan ati terus soalnya” jelasku seenaknya. Kak Radith hanya tertawa mendengarnya.

“Yaudah deh kalau gitu aku pamit dulu”

“Lho kakak nggak mau masuk dulu?”

Kak Radith tersenyum dan menggeleng , “Nggak usah deh. Kapan-kapan aja”

Oh yaudah deh kalau gitu. Hati-hati ya kak”

Kak Radith hanya mengangguk dan memutar mobilnya keluar dari rumahku. Hari ini sudah dua kali kak Radith menyelamatkanku. Pertama dari serbuan teman-teman sekelasku dan yang kedua dari Alvin. Kak Radith terlihat seperti sosok hero dimataku. Ini hari yang sempurna.

Aku langsung masuk kekamar Ray ingin memastikan kalau keadaannya baik-baik saja. Untung saja aku bertemu Alvin diluar kalau tidak aku akan lupa dengan Ray. Pikiranku terlalu penuh dengan sosok kak Radith dan membuatku lupa tentang kondisi Ray. Padahal tadi pagi aku sangat mengkhawatirkan keadaannya.

“Ray.. Kamu udah sembuh?”

Aku langsung masuk kekamar Ray. Aku terdiam lama saat menyadari kalau kamar Ray penuh dengan teman-teman anggota bandnya. Sepertinya mereka memang sengaja menjenguk Ray.

“Kamu pulang ama siapa? Kata Alvin kamu diantar cowok? Siapa? Zai?” Tanya Ray sambil menatapku. Sepertinya keadaan Ray mulai membaik. Walaupun masih harus berbaring, dia masih bisa mengintrogasiku seperti ini. Itu artinya kesehatannya sudah mulai ada kemajuan.

“Bukan. Kak Radith. Gimana keadaan kamu? Kamu baik-baik aja?”

Aku langsung menghampiri Ray dan memegang dahinya, mencoba mengecek suhu tubuhnya. Walau masih belum normal, setidaknya saat ini suhu tubuh Ray tidak setinggi tadi pagi.

“Lumayan. Tadi dokter Fauzan udah ngasih aku vitamin dan obat. Kok Radith bisa tiba-tiba ngantar kamu pulang sih?

“Oh syukur deh. Tadi pagi aku sempat ketakutan ngelihat kamu yang menggigil seperti itu. Rasanya udah lama banget kamu nggak ngalami gejala seperti itu. Kamu yakin kamu baik-baik saja?” tanyaku memandangnya tidak yakin. Ray hanya mengangguk. “Terus gimana? Kenapa kamu bisa pulang ama Radith? Emangnya Zai mana?”

“Ceritanya panjang. Intinya tadi kak radith nolongin aku dan nawarin nganterin aku pulang. Kalau Zai aku nggak tahu. Aku emang sengaja ngindarin dia abis dia ngotot pengen ikut jenguk kamu. Aduh kok jadi ngebahas tentang Zai dan kak Radith sih. Jadi apa kata dokter Fauzan? Kamu sakit apa?”

“Kecapean”

Aku menghela nafas panjang. “Aku bilang juga apa. Jadwal kamu terlalu padat. Emangnya nggak bisa apa bikin jadwal yang lebih manusiawi dikit. Robot aja bisa hang kalau dipakai terus-terusan. Batrenya bisa soak karena kepanasan. Apalagi kamu. Udah deh kamu bilang aja ke boss kamu buat ngurangin kegiatan kamu. Kalau dia nggak mau, kamu keluar aja…”

“Kalau Ray keluar siapa dong yang jadi drummer kita” ujar Ken tiba-tiba. Aku menatap Ken kaget. Damn. Bisa-bisanya aku lupa kalau kamar Ray penuh dengan anak star band.

“Iya Shil, jangan bujuk Ray untuk keluar dong. Kita benar-benar butuh Ray. Tenang saja, jadwal untuk bulan ini off semua kok. Ray bisa istirahat total sebulan ini. Boss juga udah memutuskan buat nggak mengambil double job dihari yang sama. Apalagi untuk Ray mengingat Ray masih anak SMA. Iya kan Vin?” Fei yang sedaritadi diam ikut angkat bicara. Alvin yang duduk disebelah Fei hanya mengangguk mengiyakan.

Lho? Emang yang lain bukan anak SMA? Bukannya kalian semua anak sekolah musical?”tanyaku tida mengerti ucapan Fei. Fei, Ken, Alvin dan Karel hanya diam dan saling pandang.

“Kamu beneran nggak tahu apa pura-pura nggak tahu?” Tanya Ray tiba-tiba. Aku menatapnya galak. Tentu saja aku nggak tahu. Ngapain juga aku harus berpura-pura.

Bego. Ketauan banget kamu nggak pernah peduli ama bandku. Mereka semua alumni musical high school. Mereka semua mahasiswa tingkat tiga diuniversitas yang berbeda. Kecuali Karel, dia masih tingkat satu”

“Kamu serius?” tanyaku shock.

“Ya iyalah serius. Kenapa? Kamu pasti kaget karena ternyata mereka sebaya dengan Mas Elang. Kamu pasti merasa bersalah karena selama ini tidak sopan dengan memanggil mereka nama tampa embel-embel “kakak”. Iya kan?” ujar Ray seperti membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk.

“Aku kan beneran nggak tahu. Habisnya kamu sendiri manggil mereka semua pakai nama. Mana aku tahu kalau mereka senior semua” suaraku semakin terdengar melemah.

“Itu sih udah kesepakatan band kita buang ngehilangan age gap diantara personil. Biar bisa akrab. Nah kamu kok ikut-ikutan sok akrab gitu. Apalagi kamu bukan fansband kita”

“Kan udah aku bilang aku beneran nggak tahu. Dulu aku memang nggak tertarik ama band kamu. Dengar namanya aja malas apalagi dengerin lagunya. Aku pikir band kamu pasti band pasaran yang nggak punya ciri khas. Habisnya kok bisa-bisanya sih starband  mau merekrut anak kayak kamu. Aku pikir mereka pasti putus asa makanya ngerekrut kamu. Mana aku tahu kalau ternyata penampilan starband memang keren. Waktu pertama kali ngelihat kalian nge-live aku benar-benar kaget. Aku baru sadar kalau ternyata kamu beneran keren. Beda banget kayak yang dirumah”

“Wow. Barusan kamu muji aku?” Tanya Ray sambil menatapku takjub.

“Aku nggak muji kamu. Aku cuma bilang kalau band kamu emang keren. Maksudnya bukan hanya kamu tapi semua personil starband. Kalau digabungin jadi satu kalian emang terlihat menakjubkan.Tanpa kamu, starband juga terlihat keren kok”

“Barusan kamu muji aku kok. Aku nggak salah dengar. Iya kan Ken? Fei? Kalian dengar sendiri kan kalau Shilla tadi bilang aku keren” ujar Ray meminta bantuan Ken dan Fei. Apaan sih.

“Bego. Kamu salah dengar. Ini pasti karena pengaruh obat yang kamu minum. Kamu pasti sedang berhalusinasi saat ini. Aku nggak mungkin muji kamu. Yaudah deh mendingan aku balik kekamarku dulu”potongku cepat sambil melempar Ray dengan bantal saat dia kembali mencoba meminta bantuan Fei dan Ken. Fei dan Ken hanya tertawa tanpa mengatakan apapun. Syukurlah. Bisa mati kepedean si Ray kalau tahu aku bilang dia keren. Mau ditaruh dimana mukaku kalau dia tahu aku mengidolakannya di starband.tidak. aku tidak akan pernah mau mengakuinya. Sampai matipun aku tidak akan mau mengakuinya.

*****

 “Kak shilla udah bangun?” aku langsung membuka mataku begitu mendengar suara Ozy disebelahku. Aku langsung membalikkan badanku.

“Lho Ozy kok bisa ada disini?”

“Iya Ozy mau ngajak kak Shilla makan malam. Kak Shilla kok tidur masih pakai seragam sekolah sih?” Tanya Ozy sambil memperhatikan bajuku. Aku juga ikut menatap seragam sekolah yang masih melekat ditubuhku. Seperti aku ketiduran. Setelah dari kamar Ray tadi aku langsung masuk kekamar dan tertidur.

“Kak Shilla ketiduran kayaknya. Emang sekarang udah jam berapa? Ozy mau makan siag?” . Aku langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur. Ozy menatapku heran “Kok makan siang sih kak. Ini udah malam. Ozy mau makan malam” protes Ozy. Aku langsung menatap jam dinding kamarku. Dan benar saja, sekarang sudah jam delapan lebih. Aku tertidur terlalu lama. Sepertinya ini karena tadi siang aku harus lari dan bersembunyi dari serbuan teman sekelasku yang ingin menjenguk Ray.

 “Yaudah kalau gitu ozy tunggu duluan dibawah yah. Kak shilla mau ganti baju dulu. Sekalian mau mandi. Gerah banget. Ntar lagi kakak nyusul” ujarku. Ozy mengangguk dan segera berjalan keluar dari kamarku. Aku langsung masuk kamar mandi dan langsung mandi.

Tidak sampai sepuluh menit aku langsung turun dan mendapati Ozy yang sudah duduk manis didepan meja makan. Aku langsung menghampiri Ozy.

“Lho? Ozy kok belum makan sih? Kok nasi dan ayamnya cuma diliatin aja nggak dimakan?” tanyaku saat melihat piring Ozy masih lengkap dengan nasi dan telur dadarnya.

“Iya. Ozy nggak mau makan. Tadi udah Tante bujuk. Katanya pengen nunggu kamu” tante Irna menjelaskan.

“Oh. Yaudah deh kalau gitu. Ayo kita makan. Kak Shilla juga udah lapar banget” Aku langsung mengambil nasiku dan duduk disebelah Ozy.

Lho? Lauknya mana Tante? Telur buat Shilla mana?” tanyaku saat sadar kalau tak ada satupun lauk diatas meja.

Oh Tante tadi nggak masak Shil. Ini juga tante baru pulang dari rumah teman jadinya nggak sempat masak. Kalau kamu mau, tuh dikulkas ada telur. Kamu goreng sendiri sana” ujar tante Irna. Aku hanya menggerutu kesal. Disaat sedang lapar gini tante Irna malah nggak masak. Padahal kan tante Irna tau sendiri kalau aku tidak bisa memasak apapun. Memecahkan telur saja aku belum lulus apalagi memasaknya.

 “Tante.. Shilla kan nggak bisa masak” protesku pada tante Irna yang malam itu terlihat sibuk menonton sinetron favoritnya.

“Makanya belajar dong Shil. Tante lagi nonton nih. Sinetronnya lagi seru banget. Kamu masak sendiri dong sesekali” ujar tante Irna cuek. Tante Irna gimana sih. tega banget bikin keponakan perempuannya satu-satunya kelaparan seperti ini.

“Mas Elang dan Ray mana? Mereka udah makan belum Tante?” tanyaku sambil tersenyum penuh akal. Sebenarnya Mas Elang dan Ray memang lebih jago memasak dibandingkan aku. Nasi goreng buatan Mas Elang dan Ray memang tidak ada tandingannya. Kalau mereka berdua belum makan malam, aku tinggal minta bantuan mereka untuk sekalian memasakkan nasi goreng untukku. Tapi berhubung Ray masih sakit, sepertinya aku minta bantuan Mas Elang aja. Ini ide yang bagus.

“Mas Elang udah pergi kak” ujar Ozy yang duduk disebelahku.

“Pergi kemana?”. Ozy mengangkat kedua bahunya tanda dia juga tidak tahu Mas Elang pergi kemana malam ini.

“Mas Elang pergi kemana tante?”

“Nganterin Karel pulang. Katanya tadi Karel lagi tidak enak badan, makanya minta Mas Elang buat nganterin dia pulang” jelas tante Irna tanpa melepaskan perhatian dari televise. Ya ampun..serius banget sih nontonnya.

Lho artinya teman Ray yang lain belum pada pulang?”

“Iya. Mereka masih ada dikamar Ray tuh” ujar tante Irna.

“Mas Elang pacaran yah kak ama kak Karel?” bisik Ozy yang membuatku menatapnya heran. Emangnya Ozy tau apa itu pacaran. Tahu dari mana sih istilah kayak gini.

“Kalau Mas Elang pacaran ama kak Karel, kak Shilla pacaran aja sama kak Alvin” ujar Ozy menatapku serius. Sepertinya aku tahu sekarang dari siapa Ozy belajar hal seperti ini. Pasti Ray yang mengatakannya. Kalau tidak, nggak mungkin kan Ozy dan Ray punya pikiran yang sama  membujukku untuk pacaran dengan Alvin. Awas saja. Kalau Ray sudah sembuh, aku akan mengajar Ray karena sudah mengajarkan hal yang tidak benar pada Ozy.

“Gimana kak? Kakak mau kan pacaran ama kak Alvin?” Tanya Ozy tidak sabar.

“Kenapa juga kakak harus pacaran ama kak Alvin?” aku balik bertanya. Ozy terlihat kebingungan mendengar pertanyaanku.

“Pokoknya Ozy nggak tahu. Ozy mau kak Shilla pacaran ama kak Alvin” teriak Ozy keras. Aku reflek menutup mulut Ozy. Ozy apaan sih.Gimana kalau Alvin dengar, dia bisa salah paham padaku. Malu-maluin banget.

“Kalau ama Alvin, tante juga setuju Shil”tante Irna yang daritadi sibuk dengan sinetronnya mulai mengalihkan perhatiannya dari layar telvisi dan menatapku sambil tersenyum. Aku menghela nafas panjang. Ada apa dengan keluargaku. Alvin sebenarnya pakai pelet apa sampai membuat Ray, Ozy dan juga tante Irna jatuh hati padanya.

“Tante.. udah deh. Jangan ikut-ikutan Ozy”

“Tante serius Shil. Tante dari dulu emang suka ama Alvin dan setuju banget kalau kamu pacaran ama Alvin”

“Yee..kalau emang tante suka, tante aja yang pacaran ama Alviin” ujarku asal.

“Tante juga maunya gitu. Kira-kira Alvin mau nggak yah ama Alvin. Coba tante  ketemu cowok seperti Alvin sepuluh tahun yang lalu, tante pasti langsung jatuh cinta ama dia” ujar tante Irna mengkhayal.

What? Tante!!!!!”

Tante Irna hanya tertawa keras. “Bercanda Shil. Serius banget sih”

Aku menghembuskan nafas lega mendengar penjelasan tante Irna. Syukurlah. Walau bagaimanapun juga aku sedikit khawatir kalau tante Irna benar-benar suka dengan Alvin. Bukan ingin mempermasalahkan usia mereka yang terpaut jauh, tapi kan aku masih berharap tante Irna mau menikah dengan Papa. Aku tidak mau Alvin tiba-tiba masuk dan merusak impianku itu.

“Ngomong-ngomong tante kok nggak makan?”

“Tante udah makan kok. Tadi tanten makan burger king ama French fries. Enak banget, tuh bungkusnya masih ada diatas meja

Aku dan Ozy kompak menatap tante Irna tajam. “Buat kami mana?” tanyaku tidak terima.

“Iya. Ozy juga mau kentang goreng. Buat Ozy mana tante?” Tanya Ozy tidak mau kalah.

“Tadi Alvin yang beliin. Kalau mau minta sana ama dia. Siapa tahu aja Alvin mau beliin buat kalian” ujar Tante Irna cuek.

 “ Kentang goreng..!!!! kentang goreng..!!! Ozy juga mau kentang goreng..!!!” teriak Ozy kencang. Aku langsung membekap mulut adikku ini yang teriak-teriak minta kentang goreng. Bukannya apa-apa. Malu tau kalau teman-temannya Ozy dengar kita lagi membahas kenatang goreng yang tadi mereka pesan.

“Jangan teriak-teriak dong zy. Malu. ” bisikku ditelinga Ozy

“Tapi katanya ada kentang goreng..!!! Ozy juga mau kentang goreng..!! nggak mau nasi.!!! Maunya kentang goreng..!!!” teriak Ozy semakin menjadi-jadi. Adikku yang tadinya manis berubah jadi aneh gini. Ini semua gara-gara tante Irna. Kenapa pakai acara cerita-cerita segala sih.

Tiba-tiba Ozy turun dari kursinya dan berjalan meninggalkanku..

“ Ozy mau kemana?” tanyaku heran.

“Mau kekamar kak Ray. Minta kentang goreng..!!!” jawab Ozy cepat dan langsung berlari.

“Eh tunggu. Jangan minta ama kak Ray. Ntar kakak telpon Mas Elang biar sekalian dibeliin” Aku mencoba mengejar Ozy dan mencegahnya meminta kentang goreng pada teman-temannya Ray. Tapi sepertinya aku terlambat. Ozy terlanjur membuka pintu kamar Ray lebar. Aku yang tepat berada dibelakang Ozy hanya bisa diam dan salah tingkah melihat semua mata tertuju pada kami  berdua.

“Kak Raayyyy…!!!!! Kentang goreng..!!! Kentang goreng..!!!!” teriak Ozy tiba-tiba sambil menghampiri Ray. Ray, Ken, Fei, dan Alvin hanya melongo mendengar Osy yang tiba-tiba masuk dan teriak-teriak bilang “kentang goreng”

“Lho?? Kak Ray kok dibilang kentang goreng sich Zy?”

 Aku nyaris tertawa mendengar pertanyaan Ken barusan. Ya ampun Ken, maksud Ozy itu bukan bilang Ray itu kentang goreng tapi minta kentang goreng ama Ray. Kayaknya Ken salah mengerti.

“Bukan!!! Tante Irna bilang tadi kakak beli burger ama kentang goreng. Ozy dan Kak Shilla juga juga belum makan. Kami mau kentang goreng. Iya kan kak Shill? Kakak juga mau kan?” Tanya Ozy menatapku meminta pertolongan.

Aku merasa wajahku memerah dan memanas saat ini. Bisa-bisanya Ozy membawa-bawa namaku dalam permasalah kentang goreng. Memang benar tadi aku meminta jatahku pada tante Irna. Tapi itukan karena aku tidak tahu kalau teman-temannya Ray yang membelikannya.

Satu detik..dua detik..tiga detik..

 “ Huahahahhahahahahhahahahahahahaha….”

Kamar Ray yang sebelumnya hening tiba-tiba berubah menjadi ramai. Semua orang tertawa. Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku kencang menahan rasa malu yang menyergapku. Baru kali ini aku terjebak dalam situasi memalukan seperti ini. Aku mencoba mengangkat wajahku menatap satu per satu orang yang ada diruangan ini.  Ray tertawa lebar sepertinya dia bahagia sekali membuatku terjebak dalam situasi seperti ini. Ken yang duduk disebelah Ray juga ikut-ikutan tertawa sampai air matanya keluar. Emang segirtu lucunya apa ? Sedangkan Fei hanya tersenyum mencoba menutupi tawanya. Mataku beralih ke Alvin yang hanya diam duduk disudut ruangan. Dia terlihat fokus menatap layar komputer Ray. Dia seperti sedang berada didimensi yang berbeda. Berada didunianya sendiri tanpa peduli dengan keadaan disekitarnya. Aneh. Kenapa keluargaku bisa punya pemikiran ingin aku pacaran dengan cowok seaneh Alvin sih? Apa yang menarik dari dirinya? Dia seperti makhluk luar angkasa yang terjebak didunia manusia. Dia punya dunia sendiri yang tidak bisa dijamah oleh makhluk bumi biasa.

Fei menghampiri Ozy yang kebingungan melihat semua orang tertawa. Fei membelai kepala Ozy pelan.

“Ozy suka banget kentang goreng yah?” tanya Fei. Ozy hanya mengangguk dan menatap Fei bingung. Fei tersenyum kecil dan langsung membisikkan sesuatu ditelinga Ozy. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Fei padanya. Yang jelas Ozy langsung mengangguk dan berjalan menuju Alvin. Ozy menatap Alvin lama seperti ingin mengatakan sesuatu. Alvin yang tersadar sedang ditatap Ozy langsung mengalihkan perhatiannya dari layar komputer dan menatap Ozy bingung. Lama mereka hanya diam dan saling pandang. Aku penasaran apa yang ada dipikiran mereka saat saling bertatapan seperti itu.

“Kak Alvin. Ozy mau kentang goreng..” ujar Ozy tiba-tiba. Aku nyaris terjatuh mendengar ucapan Ozy. Setelah sekian lama terdiam didepan Alvin, ternyata dia hanya ingin meminta kentang goreng. Kirain mau ngapain.

Alvin tersenyum kecil mendengar ucapan Ozy. Ternyata bisa senyum juga tuh anak. Aku pikir urat senyumannya sudah putus.

“Ada kok. Minta aja ama tante Irna. Tadi kakak udah nyuruh tante Irna buat nyimpan kentang goreng Ozy”

“Buat Kak shilla?” Tanya Ozy tiba-tiba. Alvin mengalihkan perhatiannya dari Ozy dan memandangku. Okay, kuakui malam ini Ozy sudah berhasil membuatku malu didepan semua orang. Pasti mereka berfikir kalau aku yang menyuruh Ozy untuk melakukan semua ini.

“Buat kak Shilla juga” ujar Alvin tanpa mengalihkan perhatiannya dariku. Aku hanya tertunduk malu.

“Oke. Kalau gitu makasih ya kak Alvin”

Alvin hanya mengangguk. Ozy langsung menhampiriku dan menarik tanganku untuk keluar dari kamar Ray. Aku langsung menuruti Ozy dan menutup pintu kamar Ray tanpa berkata apa-apa.

“Ozy kok pakai nama kak Shilla sih. Kakak kan malu ama teman-temannya kak Ray”

Ozy sepertinya tidak mendengar pertanyaanku. Dia langsung menarik tanganku menuju meja makan.  Aku hanya memandang takjub empat burger ukuran king dan empat kotak French fries yang ada dimeja.

 “Lho? Kok banyak banget sich? Ini buat siapa tante?” tanyaku pada tante Irna yang sibuk menuangkan saus dipiring kecil.

“Buat kalian lah. Tadi Alvin nitip ini buat kalian. Makanya tante sengaja nggak masak malam ini karena tahu kalian pasti nggak mau makan kalau lihat burger dan French fries ini” ujar tante Irna sambil tersenyum.

“Tante kok nggak bilang-bilang daritadi sih?” Protesku sambil menatap tante Irna kesal. Kalau tahu begini,  aku kan tidak perlu mengalami moment  memalukan didepan teman-temannya Ray. Ozy tidak perlu lari kekamar Ray dan membuat kekacauan seperti tadi.

“Tante emang sengaja nggak ngasih tahu kalian. Tante cuma pengen lihat reaksi kalian. Mana tante tahu kalian langsung minta ke orangnya. Yasudah..ayo makan” ujar tante Irna melahap kentang gorengnya.

Aku hanya tertunduk lemah. Candaan tante Irna kali ini tidak lucu. Tapi sudahlah..perutku juga sedaritadi sudah memberontak minta diisi. Tanpa basa-basi lagi aku langsung melahap burger dan French fries yang ada dihadapanku. Bodo amat deh tentang pandangan teman-temannya Ray. Aku tidak peduli lagi. Toh semua telah terjadi. Kalau udah lapar, rasa malupun seakan tak berarti lagi.

****

BAB VI

BREAKABLE HEART

Sudah sebulan sejak Ray memutuskan berhenti menjadi Raya. Kehidupan SMA ku yang normal kembali lagi. Tidak ada lagi pembahasan tentang Raya disekolah. Semua sudah selesai. Walaupun masih ada beberapa siswa yang masih ngotot menanyakan kabar Raya padaku. Tapi setidaknya jumlahnya semakin berkurang setiap harinya. Aku yakin seiring berjalannya waktu, sosok Raya akan dilupakan di sekolah ini. Dua minggu yang lalu, Bu Winda memang mengatakan kalau Raya tidak bisa bersekolah lagi disekolah ini. Dia harus ikut orang tuanya untuk kembali ke Melbourne.

Sebenarnya aku masih tidak mengerti apa yang dicari Ray disekolah ini. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya Ray meyakinkan semua guru disekolah ini kalau dia memang Raya, siswi pindahan dari Melbourne. Tidak mungkin kan semua guru dan kepala sekolah percaya begitu saja dengan omongan Ray. Entahlah..setiap kali bertanya pada Ray dia hanya tertawa tanpa menjelaskan apapun. Lama-lama aku juga ikut menyerah menanyakan hal itu pada Ray. Biarlah..yang penting kehidupan SMA ku yang normal sudah kembali lagi.

“Akhir-akhir ini kita jarang ngegosip lagi yach..” ujar Kyla tiba-tiba. Aku dan Nuri hanya tersenyum dan saling pandang mendengar ucapan Kyla. Padahal setiap hari Kyla selalu cerita. Dia selalu punya bahan obrolan yang tidak pernah ada habisnya. Terkadang aku suka bingung, dari mana Kyla tahu semua cerita itu.

“Oh iya Shil, ngomong-ngomong gimana kabar hubungan kamu ama kak Radith? Udah ada kemajuan belum?” Tanya Nuri.

“Iya Shil. Bentar lagi kak Radith tamat jangan sampai cerita kisah cinta kamu berakhir begitu aja”

 Aku hanya tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatku ini. Sepertinya akhir-akhir ini aku sudah jarang menceritakan hal tentang kak Radith pada mereka. Mungkin karena aku semakin akrab dengan Ray sehingga aku lebih sering cerita pada kedua sahabatku ini. Padahal dulu, ada berita sedikit saja tentang kak Radith aku langsung cerita pada mereka berdua.

Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah pada mereka berdua. Aku telah banyak berbohong pada mereka. Aku menyembunyikan identitas Ray dan aku juga tidak menceritakan tentang kak Radith yang ternyata selama ini diam-diam menjadi secret admirer-ku. Seharusnya sebagai sahabat yang baik, aku tidak perlu menyembunyikan apapun dari mereka. Selama ini mereka sering bercerita tentang kehidupan pribadi mereka denganku. Tidak ada satupun yang mereka ditutupi dariku. Mereka mempercayaiku dan sudah seharusnya aku juga mempercayai mereka.

Shil, kok malah bengong sih? Kalau ada apa-apa cerita dong ama kita” ujar Nuri disambut anggukan Kyla.

“Sebenarnya aku mau ngasih tahu sesuatu ama kalian berdua. Aku minta maaf karena sudah nyembunyiin ini dari kalian…” ujarku sambil menatap Nuri dan Kyla bergantian. Mereka terlihat bingung dan memandangku tidak sabar.

“Jangan mutar-mutar dong Shil, kamu mau cerita apa sih sebenarnya?”

Aku menarik nafas pelan. Aku menceritakan pada Kyla dan Nuri tentang surat dan hadiah yang sebulan lalu selalu kuterima dilaci mejaku. Aku juga menceritakan bagaimana aku tahu kalau yang mengirimkan semua itu adalah kak Radith dan bagaimana kak Radith tidak tahu kalau sebenarnya aku sudah tahu kalau dia Secret Admirer-ku.

Kyla dan Nuri mendengarkan ceritaku dengan seksama. Sesekali mereka menatapku takjub dan tersenyum saat aku menceritakan ekspresi kak Radith yang malu-malu setiap bertemu denganku.

“Aku beneran nggak nyangka ternyata kak Radith punya perasaan yang sama kayak kamu”

“Iya. Jujur saja aku selalu berfikir kalau cinta kamu bertepuk sebelah tangan selama ini.Mana aku tahu kalau selama ini kak Radith diam-diam juga menyukaimu. Dia menyembunyikan perasaannya dengan baik dan membuat kita semua terkecoh dengan sikapnya”

Aku hanya mengangguk setuju mendengar ucapan Nuri. Kalau aku tidak melihat sendiri kak Radith memasukkan love letter itu kelaci mejaku, mungkin sampai saat ini aku tidak akan tahu kalau kak Radith membalas perasaanku.

“Terus gimana? Apa kak Radith udah nembak kamu?” Tanya Kyla antusias. Nuri juga menunjukkan reaksi yang sama. Mereka berdua menatapku intens. Aku menggeleng lemah.

lho kenapa? Bukannya sudah jelas-jelas kak Radith menyukai kamu dan kamu menyukai kak Radith. Kenapa dia belum nembak kamu juga? Kak Radith gimana sih?”

“Waktu aku mancing-mancing kak Radith buat nanya perasaannya. Dia bilang kalau sebenarnya dia lagi nyari moment yang pas untuk mengungkapkan perasaannya. Aku sihdiam aja dan pura-pura tidak tahu kalau dia sedang membicarakanku. Entahlah.. sampai saat ini belum ada kemajuan apa-apa. Sepertinya moment yang pas itu belum muncul juga”

Kami terdiam lama. Seperti sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku menatap dedaunan jatuh yang bertebaran tertiup angin. Taman ini adalah salah satu tempat favorit-ku di sekolah ini. Kalau sedang malas ke kantin, kami biasanya duduk disini menunggu bel masuk. Dari sini aku bisa meraskaan hembusan angin yang mengacak rambutku lembut. Aku selalu suka dengan angin. Angin yang berhemus lembut seperti ini. Membuat suara-suara gemerisik didedaunan. Membuat semua rumput dan dedaunan dipohon bergoyang lembut seperti sedang menikmati alunan musik yang lembut.

Shil, setelah aku pikir-pikir kayaknya kamu harus gerak duluan deh”

Aku dan Kyla menatap Nuri.

“Kalau kak Radith belum menemukan moment yang pas, kamu harus menciptakan moment itu. Menurutku kamu harus menceritakan pada kak Radith tentang perasaanmu dan bagaimana kamu tahu kalau selama ini dia adalah secret admirer-mu. Kalau memang kak Radith mempunyai perasaan yang sama denganmu aku yakin dia tidak akan menolakmu dan menerima perasaanmu dengan bahagia. Daripada status kamu dan kak Radith nggak jelas gini. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak pernah berani jujur tentang perasaanmu Shil” ujar Nuri sambil menepuk pundakku pelan. Aku terdiam mencoba mencerna apa yang dikatakan Nuri.

 “Apa kamu yakin? Bukannya aneh kalau cewek menyatakan perasaannya duluan pada cowok?” tanyaku tidak yakin.

Hello Shilla.. Kamu ini hidup diabad berapa sih sebenarnya? Perasaan cinta tidak pernah memandang status, usia dan juga gender. Kalau jatuh cinta mah jatuh cinta aja. Bukan masalah siapa yang mengungkapkannya duluan. Itu tidak akan merugikanmu dan menghancurkan harga dirimu sebagai wanita. Lagian kalau sedang jatuh cinta siapa sih yang bisa punya pikiran realistis? yang penting kalian punya perasaan yang sama. Kamu menyukainya dan dia menyukaimu. Itu sudah cukup. Jangan terlalu banyak mikir karena cinta bukan untuk dipikirkan tapi dirasakan” ujar Nuri bijak.

“Nuri.. kamu kok dewasa banget sih ngomongnya. Aku benar-benar terharu mendengarnya. Shilla..Benar kata Nuri. Kamu harus memperjuangkan cinta kamu sampai titik darah penghabisan. Aku mendukungmu.” ujar Kyla dengan mata yang berkaca-kaca. Aku dan Nuri hanya tersenyum melihat reaksi Kyla yang berlebihan. Dasar Drama Queen.

 “Yaudah deh. Sepertinya yang kalian katakan benar. Nanti pulang sekolah aku akan menemui kak Radith dan menyatakan perasaanku padanya” putusku akhirnya. Kyla dan Nuri tersenyum dan mengangguk. Sebenarnya aku sedikit menyesal karena selama ini terlalu banyak menyembunyikan rahasia pada Nuri dan Kyla. Padahal mereka selalu memberi dukungan penuh padaku dan tidak pernah menyalahkanku. Sahabat terbaik yang pernah kumiliki.

“Ternyata kalian disini. Daritadi aku cariin dimana-mana malah nongkrong ditaman”

Aku, Kyla dan Nuri kompak membalikkan badan menatap Zai yang baru datang.

“Kamu daritadi nyariin kami? Emang ada apa Zai?” Tanya Nuri menatap Zai bingung.

“Sebenarnya aku nyariin Kyla”

“Nyariin aku?” Tanya kyla lebih seperti bertanya pada dirinya sendiri.

“Iya. Tadi Bu Winda nyariin kamu. Katanya hasil karya ilmiah kamu menang dibabak kedua. Kamu disuruh menyiapkan bahan yang baru untuk Final minggu depan” ujar Zai.

“Wah..Selamat yah Kyl..” ujarku dan Nuri kompak sambil memandang Kyla. Kyla masih  memasang ekspresi bingung. Sebulan yang lalu, Bu Winda memang memaksa Kyla untuk ikut perlombaan karya ilmiah tentang terumbu karang. Awalnya Kyla menolak dengan tegas karena dia terlalu malas untuk ikut perlombaan seperti itu. Tapi Bu Winda tidak pernah menyerah, dia selalu memberikan rekomendasi buku-buku yang dibutuhkan Kyla untuk referensi. Karena tidak enak menolak permintaaan bu Winda akhirnya Kyla memutuskan untuk mencoba mengikuti lomba ini. Siapa yang menyangka kalau Kyla benar-benar punya potensi dan masuk sampai Final. Padahal sebelumnya dia benar-benar optimis bisa lolos ketahap selanjutnya.

“Ternyata bu Winda benar Kyl. Kamu punya bakat untuk membuat karya ilmiah tentang lingkungan hidup seperti ini” ujar Zai tulus. Kyla hanya tersenyum mendengar pujian Zai.

“Itu artinya hari ini kita punya dua berita bagus. What an amazing days. Kayaknya hari ini kita bisa pesta besar” ujar Nuri tersenyum lebar.

“Dua? Emang yang satu lagi apa?” Tanya Zai bingung.

“Satu lagi untuk Shilla. Siang ini dia bakalan nembak kak Radith” ujar Nuri bersemangat.

“Beneran Shil?” Zai menatapku tidak percaya. Aku hanya menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal dan mengangguk pelan.

“Oh Selamat deh kalau gitu. Yaudah kalau gitu aku balik kekelas dulu”ujar Zai dengan suara melemah sambil melangkah pergi. Aku bisa melihat ekspresi Zai yang berubah. Dia terlihat seperti mayat hidup dan berjalan tanpa semangat.

Ekspresi Zai berubah.

“Dia kenapa sih? Padahal tadi masih senyum-senyum. Tiba-tiba kayak kehilangan semangat gitu. Aneh banget” ujar Kyla sambil menatap kepergian Zai.

 “Itu reaksi yang wajar kok. Dia sedang patah hati” ujar Nuri tersenyum kecil.

“Patah hati ama siapa?”

Shilla lah. Siapa lagi. Dari awal aku udah curiga kalau Zai punya perasaan pada Shilla dan reaksi Zai yang tadi membuatku semakin yakin kalau dugaanku tepat. Sorot matanya saat memandang Shilla benar-benar berbeda. Sama seperti sorot mata yang ditunjukkan Shilla setiap kali dia memandang kak Radith”

Kyla tampak kaget mendengar penjelasan Nuri. Aku hanya diam. Sebenarnya aku sudah tahu sebelumnya kalau Zai mempunyai perasaan lebih padaku. Ray pernah mengatakan hal yang sama padaku. Awalnya aku tidak percaya dengan ucapan Ray dan menduga dia hanya asal bicara. Tapi melihat ekspresi Zai seperti tadi membuatku mau tidak mau harus percaya kalau Zai menyukaiku.

“Aku beneran nggak tahu. Pantesan aja ekspresinya langsung berubah. Seperti orang yang terluka gitu. Kasihan Zai. Kalau tahu Zai suka ama Shilla, aku pasti lebih dukung Zai ketimbang kak Radith” ujar Kyla pelan. Aku meliriknya sekilas. Kyla apa-apaan sih, semenit yang lalu dia bersemangat dan mendukung kak Radith dan sekarang tiba-tiba dia berubah pikiran. Dia semakin membuatku bingung.

“Menurutku Zai jauh lebih keren dan lebih baik dibandingkan kak Radith. Buktinya teman-teman seangkatan kita banyak yang naksir ama Zai. Selama ini dia juga selalu baik dengan kita apalagi dengan Shilla. Emang kamu beneran nggak punya perasaan apa-apa yah Shil ama Zai? Kamu nggak mau mempertimbangkan perasaannya Zai?” Tanya Kyla menatap lurus kemataku. Aku hanya menelan ludahku pelan. Jujur, aku juga bingung dengan perasaanku saat ini. Aku tidak tahu apa yang benar-benar kuinginkan. Mengetahui perasaan Zai padaku semakin membuatku bingung. Aku tidak ingin membuat Zai terluka karenaku.

“Kamu apa-apan sich Ngel. Sudah jelas-jelas dari dulu Shilla naksir kak Radith. Apalagi sekarang kita tahu kalau perasaan Shilla berbalas. Kak Radith juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Jangan buat dia jadi bimbang gitu dong” ujar Nuri seperti bisa membaca pikiranku.

 “Aku kan cuma nanya. Siapa tahu aja Shilla memang punya perasaan yang sama. Jujur aku jauh lebih suka Zai ketimbang kak Radith”

“Jangan-jangan kamu naksir Zai yah?” Nuri menatap Kyla tajam. Aku juga ikut-ikutan menatap Kyla. Mencoba menebak-nebak ucapan Nuri.

“Kalian apa-apaan sih. Nggak mungkinlah aku suka Zai. Aku cuma bilang kalau Zai sebenarnya jauh lebih baik dari kak Radith. Apalagi kita lumayan akrab dan mengenal Zai dengan  baik. Tidak ada alasan untuk menolak Zai. Dilihat dari sudut manapun, Zai jauh lebih baik dari kak Radith”

 “Tapi kan Kak Radith jauh lebih beken dari Zai. Itu artinya banyak siswa disekolah ini yang lebih mengakui akredibilitas kak Radith dibandingkan Zai” potong Nuri cepat. Aku hanya diam dan mendengarkan debat mereka tentang Zai dan kak Radith. Saat ini aku benar-benar tidak tahu ingin mendukung Kyla atau Nuri. Aku tidak bisa memilih.

“Tapi itu kan karna Zai anak baru. Baru masuk aja fansnya Zai udah banyak apalagi kalau udah lama. Kak Radith kan stock lama. Sejarah lama. Idola lama. sedangkan Zai? Dia punya banyak potensi lebih. Dia juga jauh lebih ramah dari kak Radith. Aku yakin Shilla bisa lebih bahagia bersama Zai daripada kak Radith” Kyla tidak mau kalah.

Aku menatap Nuri. Menunggu pembelaan yang akan disampaikan Nuri. Tapi Nuri hanya terdiam lama. Dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba Nuri menghela nafasnya panjang dan menatap lurus kedepan.

“Sebenarnya yang lebih tahu adalah Shilla. Dia yang bisa memutuskan dia bahagia atau tidak. Percuma aku dan kamu beradu argumen dan menilai mana yang lebih baik kalau Shilla sudah punya keputusan sendiri dihatinya” ujar Nuri dewasa. Kyla hanya diam. Kali ini dia tidak membantah ucapan Nuri.

“Menurutku Zai pantas mendapatkan gadis yang jauh lebih baik dari Shilla”

Aku menatap Nuri tajam. Maksudnya apa? Apa menurutnya aku tidak cukup baik? Sebenarnya Nuri mau membelaku atau menjatuhkanku sih?

“Zai berhak mendapatkan gadis lain yang jauh lebih baik. Begitu juga dengan Shilla. Dia berhak mendapatkan pria yang lebih baik daripada Zai. Mungkin dimata kita Zai lebih baik tapi belum tentu hati Shilla menyatakan hal yang sama. Aku hanya tidak mau Shilla bingung dan menerima Zai karena kasihan. Zai tidak berhak mendapatkan belas kasihan dari siapapun termasuk dari Shilla. Tidak ada yang salah dengan perasaannya. Aku menghargai perasaan Zai dan berfikir kalau itu hal yang manis. Tapi bukankah cinta tidak selamanya berakhir manis? Aku tidak ingin Zai terluka terlalu lama. Dia harus bisa move on dan mencari cinta lain yang jauh lebih baik”

Aku dan Kyla terdiam. Semua yang dikatakan Nuri memang benar. Zai berhak mendapatkan gadis lain yang jauh lebih baik dariku.

“Karena itu Shil, aku mau kamu tegas dengan perasaanmu. Kalau kamu memang tidak menyukai Zai dan lebih menyukai kak Radith, kamu harus yakin dan terus maju. Aku yakin Zai cukup dewasa untuk me-manage perasaannya sendiri”

Sorry Shil sudah bikin kamu bingung. Benar yang dikatakan Nuri, aku tidak boleh memaksakan pendapatku agar sama denganmu. Aku akan dukung kamu kok ama kak Radith. Maafin aku ya Shil” ujar Kyla sambil memelukku. Aku hanya tersenyum dan mengangguke. Tidak jarang kita salah mengambil keputusan. Berfikir apa yang kita pilih adalah pilihan terbaik. Sulit membedakan  perasaan cinta, sayang, dan kagum. Dimata seorang remaja seperti kita, semua terlihat sama. Mungkin saja suatu saat nanti kita akan menyesali keputusan ini.Tapi itu hanyalah sebuah proses. Proses yang akan membuat kita semakin dewasa.

*****

Sepulang sekolah aku sengaja tidak langsung pulang. Aku masih dikelas menunggu kedatangan kak Radith. Tadi Nuri dan Kyla membantuku menyampaikan pesan pada kak Radith kalau aku menunggunya dikelas. Berkali-kali mereka memberiku semangat dan menyuruhku menghubungi mereka bila terjadi sesuatu. Aku hanya mengangguk dan mengatakan kalau aku tidak apa-apa. Dan disinilah aku sekarang. Duduk sendirian dikelas dengan perasaan yang masih berantakan. Aku bingung. Aku takut. Ini pertama kalinya aku mengungkapkan perasaanku pada seseorang. Apa yang ada dipikiran kak Radith nantinya? Berbagai pertanyaan berkecamuk dipikiranku. Ini tidak semua yang mereka katakan. Aku benar-benar gugup.

Entah sudah berapa kali menatap pintu, menunggu kedatangan kak Radith. Rasanya waktu bergerak sangat lambat. Membuatku semakin ketakutan. Oh God. Kumohon.. beri aku kekuatan agar mampu mengungkapkan perasaanku ini.

“Zai?”

Aku menatap bingung melihat Zai yang tiba-tiba masuk kekelasku. Dia menatapku lama. Kenapa Zai bisa ada disini. Keberadaannya membuatku semakin salah tingkah. Aku menelan ludahku menutupi perasaan gugup yang tiba-tiba menyergapku saat Zai berjalan menghampiriku.

Shil.. Aku mau ngomong sesuatu ama kamu” ujar Zai tanpa melepaskan tatapan matanya dariku. Ekspresinya terlihat serius. Ini semakin membuatku takut. Baru kali aku melihat ekspresi Zai yang seperti ini. Biasanya dia selalu tertawa dan memamerkan senyumnya pada semua orang. Melihat Zai yang seperti ini semakin membuatku tidak nyaman. Apa yang harus kulakukan?

Shil.. Aku menyukaimu. Tidak. Lebih tepatnya aku mencintaimu. Aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu menangis sendirian ditaman. Saat itu aku sedang kabur dan marah pada keluargaku karena aku harus meninggalkan kota ini. Mereka memutuskan untuk pindah tanpa menanyakan pendapatku. Siapa yang menyangka kalau hari itu aku akan bertemu denganmu. Kamu terus menangis seolah tidak peduli dengan sekeliling. Saat itu aku berfikir kalau aku bukan satu-satunya yang punya masalah didunia ini. Gadis ini pasti mempunyai masalah yang jauh lebih berat dariku. Tapi aku nyaris tertawa saat tahu kamu menangis karena cemburu pada kembaranmu. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Sejak saat itu aku tidak pernah melupakanmu. Aku pikir aku tidak akan pernah bertemu lagi denganmu. Tapi siapa yang menyangka takdir mempertemukan kita kembali. Kita berada disekolah dan berada dikelas yang sama. Aku benar-benar bahagia”

Aku terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak menyangka kalau Zai sudah lama menyimpan perasaan ini untukku. Aku bahkan tidak pernah menganggap spesial pertemuanku dan Zai ditaman. Aku sudah melupakannya. Ini membuatku terharu dan merasa bersalah disaat yang sama.

“Aku tahu kamu sudah menyukai pria lain. Aku juga tahu sebentar lagi kamu ingin menyatakan perasaanmu padanya. Aku memang sengaja mengungkapkannya sekarang karena kupikir ini adalah kesempatan terakhir untukku. Daritadi aku terus bingung apakah aku harus mengatakannya padamu atau melangkah mundur dan memendam perasaan ini dalam hatiku. Tapi aku tidak mau jadi pengecut. Aku tidak mau menyesal. Kalaupun harus bertepuk sebelah tangan, setidaknya aku masih bisa tersenyum karena mampu mengungkapkan perasaanku”

Zai menatapku dalam. Aku bisa melihat dengan jelas ketulusan dimatanya. Aku tidak meragukan perasaan Zai. Aku tahu dia sangat mencintaiku. Aku meragukan perasaanku sendiri. Jujur, saat ini aku sangat bahagia. Gadis mana yang tidak bahagia bila dicintai sebesar ini. Aku merasa tidak berhak mendapatkan cinta sebesar itu dari Zai. Disaat dia memikirkanku, tak pernah sekalipun aku memikirkannya. Rasanya tidak adil untuk Zai bila aku menerimanya hanya karena dia mencintaiku.

“Zai… Maaf. Aku tahu kamu sangat mencintaiku tapi aku tidak bisa membalas perasaanku. Aku mecintaimu sebagai teman. Tidak lebih. Aku tidak ingin menyakitimu Zai, karena itu berhentilah berharap padaku. Kamu harus bisa menyerah dan mencari wanita lain yang bisa mencintaimu sebesar kamu mencintaiku saat ini. Wanita yang tidak akan membuatmu terluka seperti ini. Wanita yang menjadikankanmu prioritas dalam hidupnya. Wanita yang mencintaimu dengan semua kelebihan kekuranganmu. Aku yakin kamu bisa menemukan wanita seperti itu Zai. Kamu sangat berharga karena itu kamu pantas mendapatkan yang terbaik. Dan aku bukan yang terbaik untukmu” Aku menggenggam tangan Zai. Walau bagaimanapun juga dia sahabat terbaikku. Selama ini dia orang yang mampu memahami perasaanku lebih dari siapapun. Dia bisa mengetahui apa yang kupikirkan dan kurasakan tanpa harus kukatakan. Itu sudah membuktikan kalau selama ini dia selalu tulus dan mencintaiku dalam. Aku tidak ingin menyakitinya.

“Darimana kamu tahu kalau kamu bukan yang terbaik untukku sedangkan kamu tidak memberiku kesempatan sama sekali untuk membuktikannya. Mataku hanya tertuju pasa satu titik dan titik itu adalah kamu. Aku tidak mencari sosok terbaik. Aku tidak mencari sosok yang jauh lebih sempurna. Kamu tahu kenapa? Karena perasaan ini hanya akan sempurna kalau ada kamu didalamnya.”

Deg. Aku terdiam lama mendengar ucapan Zai. Wanita mana yang tidak tersanjung bila mendapat perlakuan seperti. Dia membuatku merasa begitu istimewa dan tidak tergantikan oleh siapapun. Andi saja aku bisa mengulang waktu,  dari awal aku akan menghapus nama kak Radith dan menuliskan nama Zai disana. Apa yang harus kulakukan?Ya Tuhan…Aku tidak pernah merasakan perasaan serumit ini sebelumnya.

“Shilla….!”

Aku dan Zai sama-sama kaget melihat kak Radith yang tiba-tiba muncul. Dia memandangku dan Zai bergantian. Matanya tertuju pada tanganku yang masih menggenggam tangan Zai erat. Aku langsung melepaskan tangan Zai. Aku tidak mau kak Radith salah paham dengan semua ini.

“Sepertinya aku sudah tahu jawabanmu Shil. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi sosok istimewa dihatimu. Terima kasih sudah menyadarkanku akan posisiku. Aku harap kamu bahagia dengan pilihanmu saat ini. Tidak perlu merasa bersalah padaku karena kamu tidak salah. Ini salahku yang sudah jatuh cinta padaku. Tenang saja, aku bisa mengatasi masalahku sendiri dengan baik. Selamat tinggal Shil..”

 Belum sempat aku mengatakan apa-apa, Zai langsung pergi meninggalkanku tanpa pernah menoleh lagi. Apa benar ini yang kuinginkan? Kenapa melihat Zai yang seperti itu membuat perasaanku hancur berantakan seperti ini. Tuhan..jangan membuatku bimbang saat ini. Kumohon…

****

Shil.. Kamu baik-baik saja?”

Aku langsung menoleh pada kak Radith yang berdiri dihadapanku saat ini. Aku tidak tahu, aku seperti kehilangan semangat. Ini terlalu mendadak untukku.

“Sepertinya aku masuk disaat yang salah. Maaf. Tadi teman kamu datang menemuiku, katanya ada yang hal penting yang ingin kamu katakana denganku. Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu sedang berbicara dengannya. Sepertinya aku menganggu percakapan kalian” ujar kak Radith sambil menggaruk kepalanya. Dia seperti merasa bersalah. Aku hanya menggeleng. Tidak kak Radith tidak salah. Bukankah dari awal aku menyukai kak Radith. Seharusnya aku konsisten dengan perasaanku saat ini.

Nggak kok Kak. Aku emang mau ngomong sesuatu ama kakak” ujarku akhirnya.

Ngomong apa?”

Aku menelan ludahku. Aku menatap wajah kak Radith lama. Dia terlihat kebingungan karena aku hanya diam dan terus menatapnya. Yah..dari awal aku memang menyukainya dan seharusnya saat ini aku juga masih menyukainya. Berkali-kali aku mencoba meyakinkan diriku sendiri. Ini pasti karena pernyataan Zai tadi. Dia berhasil membuatku bimbang dengan perasaanku.

“Kamu kenapa Shil? Kamu baik-baik saja kan?” Tanya kak Radith. Dia terlihat khawatir. Aku hanya tersenyum. Aku memang menyukai kak Radith. Tidak ada alasan untuk mundur saat ini.

Aku menghela nafas panjang mencoba menenangkan perasaanku. Aku kembali mengangkat wajahku dan memandang kak Radith. “Kak.. Aku suka ama kakak”

Aku mengatakannya. Padahal sebelumnya aku khawatir aku tidak akan sanggup mengatakannya. Rasanya beban yang kurasakan terangkat perlahan. Kak Radith terlihat kaget. Dia memandangku tidak percaya.

“Sebenarnya aku sudah lama suka sama kakak. Awalnya aku pikir cintaku bertepuk sebelah tangan. Tapi siapa yang sangka kakak juga mempunyai perasaan yang sama denganku. Aku tahu kalau kakak yang mengirimkan surat dan hadiah dilaci mejaku. Selama ini aku pura-pura tidak tahu dan menunggu kakak mengungkapkannya sendiri. Seperti yang kakak katakan, kakak ingin mencari moment yang tepat untuk mengungkapkan perasaan kakak. Karena itulah aku mengungkapkannya sekarang karena aku tidak percaya diri akan mempunyai jawaban yang sama bila kakak terus menunda dan mencari moment itu. Aku hanya ingin kakak tahu kalau aku juga menyukai kakak dan kita tidak perlu menuggu moment yang pas untuk mengakui perasaan masing-masing”

Shil…tunggu dulu. Aku benar-benar bingung dan tidak mengerti apa yang kamu katakan. Kamu bilang kamu tahu kalau aku adalah secret adimire kamu?”

Aku hanya mengangguk, “Iya. Aku sudah tahu dihari kakak memintaku untuk menemui kakak digerbang sekolah. Aku melihat kakak memasukkan surat dan bunga mawar dilaci mejaku. Aku benar-benar minta maaf karena selama ini aku pura-pura tidak tahu semuanya. Aku tahu aku salah. Tapi aku cuma nggak ingin kakak kecewa karena usaha kakak ketahuan begitu saja olehku”

Kak Radith terlihat kaget mendengar penjelasanku. Wajar saja. Selama ini aku tidak pernah mengatakan apapun padanya.

Shil..”

“Iya?”

Kak Radith menghela nafas pelan. Tatapan matanya terihat tidak fokus.

“Sebenarnya aku tidak bermaksud memberikan surat itu padamu. Sepertinya sudah terjadi kesalahpahaman disini”

Aku menatap kak Radith tidak mengerti. Kesalahpahaman apa maksudnya?

“Selama ini aku ingin memberikan hadiah dan surat itu pada Raya. Tapi sepertinya aku salah, dan memasukkan surat itu ke laci mejamu. Aku tidak bermaksud membuatmu menjadi salah paham seperti ini. Aku tahu ini kesalahanku karena terlalu ceroboh. Maafkan aku Shil”

Deg. Aku terpaku ditempatku. Kepalaku pusing. Berarti selama ini kak Radith tidak menyukaiku. Dia juga bukan secret admirer-ku. Dia menyukai Ray yang berubah menjadi Raya. Pantas saja sejak Raya pergi aku tidak pernah mendapatkan surat dan hadiah dilaci mejaku lagi. Kenapa aku tidak pernah kepikiran sebelumnya?

“Jadi selama ini kakak menyukai Raya? Kakak juga sengaja mendekatiku karena ingin dekat dengan Raya. Bukan karena kakak menyukaiku..” Aku seperti sedang berbicara dengan diriku sendiri. Mencoba memahami situasi yang saat ini terjadi.

Sorry Shil. Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu ternyata menyukaiku. Kalau aku tahu, dari awal aku tidak akan melakukan tindakan yang bisa membuatmu salah paham.  Maaf aku tidak bisa menerima perasaanmu saat ini. Aku harap kamu bisa mengerti dan bisa mencari pria lain yang jauh lebih baik” ujar kak Radith sambil melangkah pergi meninggalkanku.

Aku merasakan kakiku melemah seakan tidak mampu menahan bebanku saat ini. Aku terduduk lemah. Perasaanku berantakan. Hatiku benar-benar hancur. Ini pertama kalinya aku patah hati seperti. Ini pertama kalinya aku menyatakan perasaanku dan ditolak dengan mudah. Kak Radith bahkan tidak mau mempertimbangkan perasaanku. Dia dengan tegas menolak dan membuat jarak yang jelas yang tidak akan bisa kulewati.

Air mataku jatuh. Harga diriku terluka. Aku benar-benar shock. Selama ini aku selalu yakin kalau kak Radith menyukaiku. Siapa yang menyangka kalau dia menyukai Ray. Aku seperti mengalami dejavu. Aku mendapat perlakuan yang sama seperti yang kulakukan pada Zai. Ditolak dan dianggap tidak penting. Tidak diberi kesempatan sama sekali. Ini benar-benar menyakitkan. Semangatku menghilang. Semua telah berakhir sebelum sempat aku memulainya.

Terkadang kita harus merasakan sakit sebelum bahagia. Terkadang kita harus menyakiti sebelum disakiti. Terkadang kita harus patah hati sebelum jatuh cinta. Semua itu bukanlah akhir. Itu hanya sebuah proses. Proses yang akan membuatmu menjadi semakin dewasa dan lebih memahami dirimu sendiri.

***

BAB VII

IT’S ALL LIES

 Baru kali ini aku pulang selarut ini. Sepulang sekolah tadi aku memang langsung menelpon Kyla dan Nuri dan menceritakan semuanya pada mereka. Kyla langsung menjemputku dan mengajakku kerumahnya. Aku menghabiskan waktuku curhat bersama Kyla sampai lupa waktu. Kalau langit tidak menggelap dan hujan tidak turun, aku pasti masih bertahan dirumah Kyla. Untung saja aku sudah berada dirumah begitu hujan turun.

Aku tidak pernah pulang selarut ini. Biasanya Ray selalu menelponku setiap kali aku telat pulang. Tapi tidak untuk hari ini. Mungkin Ray sibuk makanya lupa menanyakan keadaanku. Aku menatap sekeliling. Rumah terlihat kosong. Tidak ada satu orangpun diruang depan sedangkan pintu terbuka lebar. Mereka kemana sih? Kalau maling masuk gimana? Kenapa sampai lupa menutup pintu seperti ini?

Aku langsung berjalan menuju dapur begitu mendengar suara ribut-ribut dari sana. Sayup-sayup aku mendengar suara Papa dan Ray. Tumben Papa pulang secepat ini. Biasanya Papa pulang saat kami semua sudah tertidur. Ternyata mereka semua pada ngumpul didapur. Mereka cerita apa sih sampai lupa tutup pintu seperti itu.Mereka juga sampai lupa menghubungiku dan tidak mengkhawatirkanku. Kejam.

Langkahku terhenti saat melihat Mas Elang berteriak kencang pada Ray.

 “Kamu jangan main-main Ray. Aku tidak percaya kalau Shilla bukan kembaran Kamu !!” Wajah Mas Elang memerah. Dia memandang Ray kesal. Aku hanya melongo mengamati mereka. Sebenarnya mereka lagi ngomong apa sih? Aku bukan kembarannya Ray? Apa maksudnya?

 “Aku juga berharap kalau aku salah..!.Aku pengen aku salah..!! Tapi semua memang benar. Ini adalah kenyataan yang mau tidak mau harus kita terima.  Kalau aku tidak yakin tidak mungkin aku mengumpulkan kalian disini. Shilla bukan saudara kembarku. Kalau kalian tidak percaya kalian bisa mengecek hasilnya sendiri. Setidaknya beri kesempatan untuk Sarah menjadi bagian dari keluarga ini! ” Teriak Ray tidak kalah kerasnya dengan Mas Elang.

Aku terdiam. Papa hanya terduduk lemah dimeja makan tanpa mengatakan apapun. Tante Irna yang biasanya marah mendengar suara teriakan kami juga ikut terdiam. Ada apa? Tunggu dulu.. Ray mengatakan kalau aku bukan saudara kembarnya? Ini adalah lelucon paling lucu abad ini. Dulu aku juga sering berteriak pada Mama dan Papa kalau Ray bukan kembaranku. Dan sekarang Ray melakukan hal yang sama. Dasar.

Tapi tunggu dulu. Kenapa aku melihat Papa menangis disudut sana. Aku bisa melihat dengan jelas air mata yang jatuh pipi Papa. Kalau Ray sedang bercanda, tidak mungkin Papa sedih itu. Tidak mungkin juga Mas Elang bisa semarah itu. Tante Irna juga tidak mungkin hanya diam saja dan membiarkan Ray ngomong seenaknya. Sepertinya ini juga jebakan untuk mengerjaiku. Aku tidak melihat tanda-tanda kamera tersembunyi dimanapun. Lagian mereka semua tidak mungkin bisa berakting sesempurna ini. Ini bukan April Mop dan bukan hari ulangtahunku dan Ray. Tidak ada alasan untuk mereka bercanda denganku malam ini.

Aku merasa ada yang  tidak benar. Perasaanku tidak enak. Atmosfer diruangan ini terasa berbeda dari biasanya. Aku ketakutan. Apa maksudnya Ray? Jangan bilang kalau Ray serius mengatakan kalau aku bukan saudara kembarnya. Kepalaku berdenyut hebat. Seperti ada ribuan paku yang menusuk-nusuk kepalaku saat ini. Ini benar-benar membuatku pusing.

“Aku nggak percaya semua omongan kamu Ray !  Shilla tetap adikku dan sampai kapanpun akan tetap menjadi adikku. Aku tidak peduli dengan semua omongan kamu. Persetan dengan itu semua. Harusnya dari awal kamu tidak perlu menyelidikinya. Harusnya kamu tidak merusak semuanya seperti ini” Mas Elang menarik kerah baju Ray membuat tubuh Ray terangkat keatas. Ray tidak melawan dan tidak berusaha melepaskan diri.

“Aku juga nggak percaya. Awalnya aku ingin merahasiakan semua ini. Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Aku ingin melindungi semuanya. Tapi aku nggak bisa karena bagaimanapun juga Sarah adalah adikku. Bukan Shilla.Aku juga tidak bisa memilih antara Sarah dan Shilla. Mereka berdua sama pentingnya untukku”

Bruk. Mas Elang melayangkan tinjunya kepipi Ray keras. Tante Irna berteriak mencoba memisahkan Ray dan Mas Elang.

“Harusnya dari awal kamu nggak usah ikut campur. Seharusnya yang tertukar kamu. Bukan Shilla. Sampai kapanpun aku tetap tidak akan mau menerima saranmu untuk menukar Shilla dengan Sarah. Tidak akan.”

Aku bisa merasakan tetes air mata yang jatuh dipipiku. Ini terlalu berat untukku. Kenapa semua terjadi begitu tiba-tiba.

 “ Kak Shilla.. Kok kakak ada disini? Kok kak shilla nangis?” Tanya Ozy yang tiba-tiba muncul disebelahku.  Semua mata langsung tertuju padaku. Mas Elang terlihat kaget. Begitu juga dengan tante Irna. Tante Irna menangis pelan tanpa mengatakan apapun. Aku melihat wajah Papa yang memucat pasi sedangkan Ray memandangku dengan sendu. Semua terdiam. Sepertinya ada seseorang yang memencet tombol pause dan membuat kami tidak bisa bergerak.

Kepalaku pusing. Rasanya ini seperti mimpi buruk yang mengerikan. Aku tidak tahu apa yang kulakukan. Tapi yang kutahu aku langsung berbalik dan berlari kencang meninggalkan mereka. Aku tidak peduli dengan hujan deras yang turun malam dan mengguyur tubuhku. Aku tidak peduli teriakan keras Mas Elang yang memanggil namaku. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin berlari dari semua ini.

Entah kekuatan dari mana yang membuatku bisa berlari sekencang ini. Aku  bisa meraskaan kalau Mas Elang tidak lagi mengejarku. Dia berlari kembali masuk kerumah.. Aku tidak tahu ingin pergi kemana saat ini. Kakiku tidak bisa berhenti saat ini. Aku terus berlari dan masih terus berlari.

Sampai akhirnya aku kelelahan dan memilih bersembunyi dibalik pohon pinus yang ada diujung jalan. Disinilah aku sekarang menangis sendirian ditengah malam dengan hujan selebat ini. Aku tidak peduli dengan sekelilingku. Aku hanya ingin menangis dan menumpahkan semua kesedihanku.

Semua begitu tiba-tiba. Semua yang kumiliki selama ini ternayat bukan milikku. Papaku bukanlah Papaku. Kakakku bukanlah kakakku. Dan adikku, dia juga bukan adikku. Semua dirampas begitu saja dariku. Aku bahkan tidak mengenali siapa aku yang sebenarnya. Kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa Tuhan…!! Sebelumnya aku merasa hidupku begitu sempurna. Aku tahu aku sering mengeluh karena mendapatkan saudara seperti Ray. Tapi bukan berarti aku tidak ingin menjadi saudaranya. Kenapa kau benar-benar merampas semuanya dariku?  Kenapa jadi seperti ini? Kenapa? Apa salahku? Kenapa menghukumku seperti ini. Ini tidak adil untukku.

Aku masih tidak mengerti kenapa Ray melakukan semua ini. Dia diam-diam menyelidiki identitasku dan tidak pernah mengatakan apapun padaku. Dia selalu menyembunyikannya dariku dan bertindak seolah tidak terjadi apa-apa. Selama ini dia selalu peduli dan perhatian padaku. Mana aku tahu kalau sebenarnya Ray menyumpan rahasia sebesar ini dariku. Orang yang paling kupercaya didunia ini ternyata mengkhiantiku. Ini benar-benar menyakitkan. Seperti ada ribuan pisau yang menusuk jantungku secara bersamaan. Membuat hatiku hancur tak berbentuk lagi.

Tiba-tiba aku merasa kepalaku semakin berat. Mataku mulai berkunang-kunang. Tatapanku mulai tidak fokus. Mungkin aku terlalu lama berada dibawah guyuran hujan sampai membuat kepalaku terasa seberat ini. Atau mungkin ini karena himpitan masalah yang menimpaku seharian ini. Rasanya beban yang kualami hari ini sangat berat. Ini sedikit berlebihan. Aku merasakan kepala dan mataku semakin berat dan semua menjadi gelap.

Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang menggendong tubuhku. Aku bisa merasakan desahan nafasnya yang hangat diwajahku. Rasanya benar-benar nyaman. Aku mencoba membuka mataku pelan. Aku melihat Alvin yang basah terguyur air  hujan sedang menggendong tubuhku. Kenapa dia bisa ada disini? Tidak…dia tidak boleh membawaku pada Ray saat ini. Aku tidak ingin bertemu Ray.

“Alvin. Kumohon jangan bawa aku pada Ray. Aku tidak mau bertemu dengannya. Kumohon tolong aku sekali ini. Tolong jangan memilih Ray saat ini. Sekali ini saja kamu harus berada dipihakku. Kumohon…”lirihku pelan sebelum akhirnya jatuh tertidur dipelukan Alvin.

****

“Gimana Ray?” Tanya Alvin pada Ray yang masih terpaku berdiri disebelahnya. 

“Sepertinya dia belum mau bertemu denganku saat ini. Kalau begitu kamu aja yang bawa dia Vin. Tolong”

Hah? Maksud kamu? Aku mau bawa dia kemana?”

Alvin memandang Ray bingung. Ray menghela nafasnya pelan “Bawa dia kerumahmu. Sepertinya dia butuh waktu untuk sendiri. Dia pasti terlalu shock dengan semua ini. Dia perlu waktu untuk memahami semuanya”

“Terus Mas Elang gimana? Dia bisa marah dan memukulmu lagi bila tahu kau pulang tanpa membawa Shilla”

Ray hanya tersenyum pahit. “Pukulan ini tidak seberapa untukku. Aku bisa mengatasinya. Lebih baik kamu cepat pergi dan bawa Shilla pulang kerumahmu. Saat ini kamu satu-satunya orang yang bisa kuandalkan Vin. Kumohon”

Alvin hanya mengangguk. Sedari dulu dia memang tidak bisa menolak permintaan Ray. Alvin langsung membawa Shilla masuk kemobilnya.

“Kamu yakin tidak mau ikut?” Tanya Alvin khawatir.

“Yakin. Lebih baik kamu pergi sekarang sebelum Mas Elang datang. Kamu tahu kan emosi Mas Elang tidak stabil. Aku takut Shilla semakin terluka melihat Mas Elang” ujar Ray sambil menutup pintu mobil Alvin. Alvin hanya melenguh pelan.

“Baiklah kalau begitu. Kalau ada apa-apa kamu harus mengabariku. Dan satu lagi, tolong sembuhkan dengan cepat lebam dipipimu. Aku tidak mau timbul gossip yang tidak-tidak karena wajahmu. Band kita tidak memerlukan sensasi untuk menarik perhatian publik karena kita jual musik bukan jual cerita”

Ray hanya tersenyum dan mengangguk.

“Yaudah kalau begitu aku pulang dulu. Ingat kalau ada apa-apa, kamu harus langsung menghubungiku” ujar Alvin. Ray hanya tersenyum dan mengangguk. Alvin langsung melajukan mobilnya meninggalkan Ray yang masih terpaku ditempatnya.

Ray tahu, cepat atau lambat Shilla akan tahu yang sebenarnya. Mungkin saat ini dia akan menangis dan terluka tapi seiring berjalannya waktu Ray percaya kalau Shilla bisa bangkit dan menghadapi semuanya. Shilla bukanlah orang yang suka lari dari masalah. Dia hanya butuh waktu untuk mempersiapkan diri. Ray percaya Shilla cukup kuat untuk menghadapi semuanya.

Ray mengiris pelas saat meraskan denyut dipipi kirinya. Pukulan Mas Elang mulai terasa sakitnya. Ray hanya bisa memegangi pipinya sambil berjalan menuju rumahnya. Setidaknya satu masalah sudah terpecahkan hari ini. Apapun hasilnya nanti, Ray tidak akan pernah menyesal melakukan semua ini. Dia harus melindungi semua orang yang disayanginya dan menurutnya ini adalah keputusan terbaik yang bisa ia berikan.

BAB VII

ANTI KLIMAKS

Kepalaku terasa berat. Aku mencoba membuka mataku dan menatap sekeliling. Aku mencoba bangun dan terpaku sendiri.  Kamar yang megah seperti kamar sebuah kerajaan. Ruangan ini tiga kali lebih besar dari ruang kamarku. Benar-benar luas. Seperti kamar yang sering kulihat difilm-film kartunwaktu aku masih kecil. Langit-langit yang tinggi membuat kamar seluas ini semakin terkesan megah. Jendela yang besar dan tinggi dipadu dengan gorden berbunga bewarna krem lembut. Beberapa lukisan abstrak dengan pigura bewarna emastersusun rapi disetiap dinding. 

Aku mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi denganku. Ada dimana aku?  Apa Apa saat ini aku sedang disurga? Jangan-janagn aku sudah mati? Kalau tidak salah tadi malam aku sedang menangis sendirian dibawah pohon pinus. Kenapa sekarang aku bisa ada disini? Jangan-jangan tadi malam aku tersambar petir dan langsung mati ditempat. Bukankah tadi malam hujan turun dengan derasnya. Masa sih aku harus mati diusia semuda ini. Mana matinya karena disambar petir lagi. Nggak elit banget  sih.

Aku mencoba bangun. Mataku langsung tertuju pada selang-selang infuse yang ada ditangan kananku. Aku dimana sebenarnya? Rumah sakit? Emangnya ada rumah sakit semegah ini?

Belum hilang rasa kagetku, tiba-tiba seorang wanita berpakaian perawat masuk menghampiriku. Aku hanya memandangnya heran. Sepertinya usianya hanya beberapa tahun diatasku. Dia masih sangat muda dan cantik.

Mbak sudah sadar?” tanyanya sambil tersenyum

“Emangnya aku lagi dimana?Kenapa aku bisa ada disini?” tanyaku sambil menatapnya yang sedang mengganti botol infusku.

Perawat itu hanya memandangku dan tersenyum. Apa-apaan sih. Aku nanya bukannya dijawab malah senyum-senyum.

“Saya juga tidak tahu kenapa Mbak bisa ada disini. Dua malam yang lalu Mbak pingsan. Saya cuma disuruh buat ngejaga Mbak aja kok. Saya nggak tahu apa-apa”

Apa katanya? Dua malam yang lalu?berarti aku sudah terjebak disini dua malam. Apa yang terjadi denganku. Biasanya aku tidak pernah pingsan selama ini. Sejak kecil aku mempunyai kondisi tubuh yang kuat. Beda dengan Ray yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan rentan jatuh sakit. Masa hanya karena kehujanan aku bisa ngedrop gini sih. Benar-benar tidak masuk akal.

“Jangan-jangan aku dikasih obat bius makanya bisa tidak sadarkan diri selama ini” Selidikku sambil menatap perawat itu curiga. Dia sepertinya kaget mendengar ucapanku. Jangan-jangan emang benar.. reaksinya terlihat mencurigakan.

“Saya kurang tahu mbak. Kalau mbak mau tahu, mbak bisa tanya langsung kedokternya atau tanya langsung ke Mas Alvin. Saya disini cuma menjaga mbak aja’’

“ALVIN?”

“Iya. Ini rumahnya Mas Alvin. Dia cucu direktur rumah sakit tempat saya bekerja. Kalau Mbak mau saya bisa memberitahu Mas Alvin kalau mbak mau bertemu dengannya”tawar perawat itu ramah.

Aku hanya menggeleng keras. “Nggak. Nggak usah. Kamu jangan kasih tahu ke Alvin kalau aku sudah sadar” ujarku cepat. Perawat itu terlihat kebingungan sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk.

“Kalau gitu saya permisi dulu mbak. Kalau mbak butuh sesuatu mbak bisa memanggil saya lewat intercom yang ada disebelah tempat tidur Mbak” ujarnya sambil menunjuk sebuah intercom yang ada disebelahku. Buset.. dikamar aja ada intercom begini. Canggih banget rumahnya..

“Oke. Makasih yah”

Dia hanya mengangguk dan berjalan meninggalkanku sendiri. Aku kembali menatap sekeliling. Pantas saja. Ternyata aku berada dirumah Alvin. Aku masih ingat kalau tadi malam Alvin menolongku. Aku juga samar-samar mengingat kalau aku memintanya untuk tidak membawaku pulang. Aku tidak menyangka dia benar-benar menuruti permintaanku. Selama ini kan dia selalu berada dipihak Ray. Ternyata dia bisa mengkhianati Ray juga dengan menyembunyikanku disini. Baguslah. Setidaknya aku ingin sendiri saat ini. Mencoba merenungi dan memahami apa yang sedang terjadi. Mencoba berfikir apa yang harus kulakukan saat ini. Aku bukan lari dari masalah. Aku hanya ingin mencoba bernafas karena masalah ini menghimpitku keras. Itu saja.

****

Malam itu Alvin datang kekamarku. Dia menangkap basah diriku yang sedang menyantap semua makanan yang diberikan dua orang pelayan rumah ini padaku.

“Sepertinya kamu sudah sepenuhnya sembuh” ujar Alvin sambil menatap berbagai piring kosong bekas makanan yang terletak disebelahku. Aku yang saat itu sedang menggigit ayam goreng tersedak mendengar ucapan Alvin. Sial. Mana aku tahu kalau Alvin akan masuk tiba-tiba seperti ini. Kalau aku tahu kan aku berbaring pura-pura sakit agar dia tidak menyuruhku pulang saat ini. Jujur, aku masih belum siap bertemu dengan mereka saat ini.

“Udah. Santai aja makannya. Nggak usah buru-buru. Kalau kamu masih mau lagi tinggal pesan aja. Santai aja” ujar Alvin sok cuek. Dia langsung duduk dikursi yang ada disebelahku dan memandangku. Apaan sih. Dia menyuruhku makan tapi malah dipandangin gini. Siapa juga yang bisa makan dengan tenang kalau kita diperhatikan seserius ini.

Nafsu makanku langsung hilang. Aku langsung meletakkan piringku disebelah tempat tidur dan langsung meneguk orange juice-ku cepat.

“Lho kok udahan sih makannya? Nggak mau tambah lagi?”

Nggak. Aku udah kenyang” Jawabku cepat. Alvin hanya mengangguk dan masih menatapku. Dasar. Apa jangan-jangan dia sedang berfikir ingin mengantarku pulang malam ini. Ya Ampun…gimana ini.

“Aku nggak mau pulang” Aku memandang Alvin penuh harap. Berharap dia mau mengerti perasaanku dan mengizinkanku untuk tinggal dirumahnya lebih lama lagi.

“Ini bukan hotel. Kamu harus pulang kerumahmu sendiri. Aku sudah cukup merawatmu dua hari ini. Sekarang kamu sudah sepenuhnya sembuh dan sudah saatnya aku mengantarkanmu pulang kerumahmu” ujar Alvin dingin. Astaga.

“Aku tahu kok. Tapi bukan sekarang. Aku benar-benar belum bisa pulang sekarang”

Alvin melipat kedua tangannya didadanya tanpa melepaskan padangannya dariku. Aku menelan ludahku pelan. Apa dia tidak tahu perasaanku saat ini. Ini terlalu sulit untukku. Aku masih butuh waktu untuk sendiri.

“Kamu kesal karena kamu bukan saudara kandungnya Ray?”

“Tentu saja. Aku marah. Aku kesal. Bagaimana mungkin keluarga yang sebelumnya menjadi keluarga tiba-tiba bukan keluargaku. Kenyataan ini menghancurkanku. Aku seperti tidak mengenal diriku sendiri. Aku bahkan tidak tahu siapa aku dan siapa keluargaku sebenarnya” Aku menatap Alvin kesal. Apa dia tidak bisa melihat dengan jelas kalau aku benar-benar terluka dengan kejadian ini.

“Kalau kamu mau tahu siapa kamu yang sebenarnya, seharusnya kamu pulang dan tidak bersembunyi disini. Ray akan memberitahukanmu semuanya”

Aku menghela nafas panjang. Ray lagi. Ray lagi. Kenapa semua orang selalu membicarakan Ray. Ini benar-benar memuakkan. Kalau dipikir-pikir Ray adalah sumber kesedihan terbesarku. Kak Radith menolak perasaanku karena dia jatuh hati pada Ray yang berubah menjadi Raya. Aku harus kehilangan keluargaku karena Ray. Ini tidak adil.

“Kenapa kamu selalu membahas tentang Ray sih. Segitu sukanya kamu ama Ray makanya kamu selalu dukung dia. Padahal jelas-jelas Ray telah menghancurkan hidupku dan kamu masih bisa membahasnya didepanku”

Alvin terdiam lama. Dia tersenyum kecil “Ray menghancurkan hidupmu? Sejak kapan Ray sanggup menghancurkan hidup orang lain. Dia orang yang rela hancur demi kebahagian orang lain. Berhentilah menjelek-jelekkan Ray seperti itu. Aku masih tidak mengerti kenapa Ray harus membuang-buang waktunya untukmu sedangkan kamu sendiri tidak pernah peduli dengannya” ujar Alvin sinis. Sepertinya dia benar-benar tidak menyukaiku.

“Kenapa kamu segitu pedulinya sih tetang Ray. Kenapa kamu selalu mendewakan Ray. Kamu membuatku ketakutan. Jangan bilang kamu gay. Perhatianmu padanya sedikit berlebihan ujarku sambil menatap Alvin curiga. Oke. Kalaupun Alvin menganggap Ray sahabatnya, dia tidak mungkin membela Ray seperti ini. Dia tidak akan menyalahkanku sepenunya seperti ini. Karena ini bukan kesalahanku. Akulah orang yang terluka disini. Aku pihak yang menderita. Seharusnya dia peduli padaku bukan pada Ray. Kecuali dia memang mempunyai perasaan yang tidak wajar pada Ray. Bukankah saat jatuh cinta semua yang dilakukan orang yang kita cintai terlihat menakjubkan. Semua hal biasa yang dilakukannya terlihat istimewa dimata kita. Wajar saja kalau aku curiga pada Alvin. Apalagi selama ini dia selalu peduli dengan Ray dibandingkan pada anggota band-nya yang lain.

“Aku mencintainya tidak berarti aku harus menjadi seorang gay. Kalau aku menanyakan apakah aku menyukai Ray, tentu saja aku menyukainya. Aku rela memberikan apapun untuknya. Aku peduli dengannya karena itu aku tidak sanggup melihat Ray menderita terlalu lama. Dia telah banyak berkorban selama ini. Aku hanya ingin kamu sedikit bisa menghargai usahanya”

Aku menatap Alvin bingung. “Menghargai usahanya? Maksud kamu menghargainya usahanya karena telah menemukan kenyataan kalau aku bukan anak kandung Papa dan Mama? Begitu maksud kamu?”

Alvin melenguh pelan. “Dasar egois. Kamu pikir kamu satu-satunya subjek penderita disini? Kamu pikir kamu satu-satunya orang yang paling menderita dengan semua ini. Kamu pernah mikir nggak gimana perasaan keluarga kamu saat ini. Apa kamu pernah memikirkan bagaimana perasaan orang yang berada diposisi sama denganmu. Orang yang juga harus menyerahkan kehidupan yang sudah dijalaninya selama ini. Berhentilah bertingkah childish dan berpikir duniamu telah berakhir hanya karena masalah sepele seperti ini”

Aku terdiam lama. Walau terdengar kejam tapi sebenarnya semua yang dikatakan Alvin benar. Aku tahu pasti kalau saat ini Mas Elang akan terluka. Aku takut dia akan kembali depresi hanya karena memikirkan keadaanku. Aku tahu Mas Elang sangat mencintaiku. Dia bahkan memukul wajah Ray keras hanya karena masalah ini. Kalau aku terus bersembunyi seperti ini, aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa dilakukan Mas Elang pada Ray.

Aku juga bisa merasakan kesedihan Papa. Walau kami jarang bertemu tapi Papa sangat mencitaiku.Dia selalu memberikan yang terbaik untukku. Tidak jarang aku menemukan Papa yang menangis sendiri dikamarnya sambil memandangi foto Mama. Kalau aku juga harus bersembunyi dan pergi seperti ini, Papa akan semakin terluka dan semakin bersalah.

Belum lagi Ozy yang tidak tahu apa-apa. Dia pasti sibuk mencariku saat ini. Kenapa aku bisa melupakan mereka. Kenapa aku hanya peduli dengan perasaanku sendiri tanpa memperdulika mereka semua. Mereka pasti jauh lebih sedih dan menderita dibandingkan aku. Ya Tuhan..kenapa aku bisa seegois ini.

Aku tidak bisa menahan perasaanku. Aku membiarkan airmataku jatuh. Tangisku pecah begitu saja. Aku merasa bersalah karena telah membuat mereka semua khawatir seperti ini.

“Seharusnya kamu bahagia karena masih banyak orang yang mendukungku. Kamu masih bisa dikelilingi orang yang mencintaimu dan kamu cintai. Hanya karena kamu tidak punya hubungan darah dengan mereka bukan berarti hubungan kalian terputus begitu saja. Kamu seharusnya bahagia karena mendapat tambahan keluarga baru. Kamu bukan kehilangan keluargamu tapi mendapat tambahan keluarga baru. Seharusnya kamu bahagia” Suara Alvin melemah. Aku mengangkat wajahku dan menatapnya. Wajahnya terlihat pias dan terluka.

“Kamu belum merasakan bagaimana rasanya kehilangan semua keluargamu. Serasa dunia ini tidak artinya lagi. Kamu bahkan tidak tahu kenapa kamu harus hidup dan harus menjalani semuanya seorang diri. Setiap hari kamu hanya berfikir bila kamu mati, apakah ada orang yang akan menangisi kepergianmu. Apakah aka nada orang yang merasa kehilangan dan mencarimu. Apakah ada orang yang sadar kalau kamu pergi dari dunia ini. Itu benar-benar mengerikan. Dicekam rasa kesepian yang tidak habisnya”

Aku menatap mata Alvin yang memerah. Bahunya bergetar hebat. Dia menangis dalam diam. Hanya bulir-bulir air yang jatuh dari matanya yang mendankan kalau dia sedang menangis. Ini pertama kalinya aku melihat seorang pria menangis sesedih ini. Hatiku hancur melihatnya. Siapapun yang melihatnnya menangis seperti ini pasti tidak akan tahan dan akan ikut menangis bersamanya.

Aku meraih tangan Alvin dan menggenggamnya erat. Biasanya Ray selalu melakukan hal seperti ini setiap aku menangis. Dia tidak mengatakan apapun. Dia hanya menggenggam tanganku erat seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Aku juga ingin membaginya dengan Alvin. Aku ingin memberinya sedikit kekuatan dan menenangkannya.

Sepertinya berhasil. Tidak berapa lama, air mata Alvin berhenti. Bahunya tidak lagi bergetar. Walaupun matanya masih memerah tapi tidak ada air mata lagi disana. Dia memandangku. Kali ini tatapannya jauh lebih bersahabat dari sebelumnya. Dia tersenyum kecil padaku.

Thanks”

Aku hanya mengangguk dan melepaskan tanganku darinya. Sepertinya keadaannya sudah membaik.

“Kamu tahu kenapa aku sangat mencintai Ray dan rela memberikan apapun untuknya?” Tanya Alvin padaku. Aku hanya diam dan menggeleng. Bagaimana mungkin aku tahu? Dia tidak pernah mengatakan apapun padaku.

Tiba-tiba Alvin merogoh kantongnya, mengambil dompet yang diletakkannya disaku belakang jelananya. Alvin membuka dompetnya dan menyerahkan selembar foto padaku. Aku mengambil foto itu dan menatapnya lama. Foto seorang anak cowok sebayaku sedang menabuh drum sambil tersenyum memamerkan kedua lesung pipi-nya. Foto siapa ini? Ekspresinya mengingatkanku pada Ray. Ray juga seperti ini. Saat sedang bermain drum, dia selalu tersenyum lebar seperti sedang menikmati alunan musik yang diciptakannya. Biasannya drummer jarang tersenyum. Mereka selalu terlihat sibuk dan serius menabuh drum mereka. Tapi tidak dengan Ray. Dia selalu memamerkan senyumannya sampai lagu berakhir. Terkadang aku bertanya-tanya bagaimana caranya Ray bisa tersenyum selama itu. Apa mulutnya nggak pegal harus senyum terus? Tapi setiap kali menanyakannya, Ray hanya tersenyum. Benar-benar bodoh.

“Aku tahu kamu pasti berfikir kalau ekspresi nya mirip dengan Ray”

“Ini foto siapa?”

“Adikku” ujar Alvin yang membuatku memandangnya tidak percaya. Oke. Bukan tidak percaya tapi ini benar-benar sulit dimengerti. Mereka bagaikan langit dan bumi. Bagaimana mungkin Alvin, cowok yang jarang sekali tersenyum dan terkesan tidak peduli dengan siapapun mempunyai saudara punya senyuman seramah ini.

Oh yah? Kalian nggak mirip. Sepertinya dia anak yang ramah. Beda banget ama kamu. Emangnya sekarang dia dimana?”

“Sudah meninggal”

Aku kembali menatap Alvin, berfikir kalau saat ini dia sedang bercanda. Tapi ekspresi wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia sedang bercanda saat ini.

“Tiga tahun yang lalu Aku kehilangan semua keluargaku”

Alvin menghela nafas panjang. Tatapannya tidak fokus. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

 “Orang tuaku menyekolahkanku di salah satu high school di Melbourne tempat Papaku dulu bersekolah. Saat itu sedang liburan semester. Aku sengaja tidak pulang ke Indonesia karena sibuk mengerjakan proyek tugas akhirku. Aku sama sekali tidak punya ide kalau mereka berniat memberi kejutan dengan diam-diam mengujungiku. Mereka tidak mengatakan apapun padaku. Ditengah jalan menuju Apartemen-ku, sebuah truk besar menabrak mobil mereka. Mereka benar-benar memberiku kejutan besar yang tidak pernah kubayangkan dalam hidupku. Kejutan besar yang membuatku kehilangan semua hidupku. Kejutan yang membuatku hancur begitu saja. Kejutan yang tidak akan pernah bisa kulupakan sepanjang hidupku. Benar-benar kejutan yang hebat”

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata saat ini. Alvin terlihat out of fokus. Dia masih sibuk dengan dunianya sendiri.

“Terkadang aku berfikir kenapa mereka meninggalkanku sendirian disini. Kalau memang sudah bosan dengan dunia ini, harusnya mereka mengajakku untuk meninggalkan dunia ini bersama-sama. Mereka tidak boleh meninggalkanku sendirian seperti ini. Bagaimana mungkin aku bisa menjalankan semuanya sendiri. Mereka meninggalkan banyak uang padaku. Mereka pikir aku akan memaafkan mereka hanya karena mereka meninggalkan harta warisan yang tak terhitung jumlahnya. Aku bahkan bingung bagaimana cara menghabiskan semua uang-uang itu. Untuk apa punya uang banyak kalau aku harus sendirian didunia ini. Semua tidak ada artinya. Hidupku seperti tak bermakna lagi”

Alvin tiba-tiba menatapku. Dia tersenyum kecil. “Itu sebelum aku bertemu dengan Ray. Ray mengubah hidupku. Aku pertama kali melihat Ray ditelevisi saat dia ikut kontes musik disalah satu program musik. Sosok Ray langsung menarik perhatianku. Aku seperti melihat sosok Bias yang tersenyum padaku seolah mengatakan kalau duniaku masih baik-baik saja. Aku tidak tahu yang kupikirkan saat itu, tapi yang pasti itu pertama kalinya aku mempunyai tujuan dalam hidupku. Aku mengumpulkan semua alumni terbaik sekolah musical milikku dan membentuk sebuah band. Aku langsung mencari informasi tentang Ray dan langsung menghubunginya dan memintanya bergabung. Awalnya dia menolak permintaanku. Tapi saat kuceritakan yang sebenarnya tentang bagaimana depresi yang kurasakan selama ini, bagaimana wajahnya mengingatkanku pada Bias dan memberiku semangat untuk tetap hidup, tanpa pikir panjang Ray langsung menyetujui tawaranku”

Aku menatap Alvin tidak percaya. Berarti Alvin ada dibalik semua ini. Pantas saja aku merasa aneh saat Ray mendapat tawaran menjadi drummer disalah satu band baru. Rasanya semua terlalu cepat dan terkesan terlalu mendadak.

“Awalnya aku melakukan semua ini agar bisa melihat ekspresi bahagia Ray setiap saat. Tapi lama kelamaan aku mulai tertarik dan hanyut dalam music yang mereka tawarkan. Aku tidak menyangka Starband bisa mengubahku sebanyak ini. Aku menyukai band ini dan menyukai semua personilnya. Mereka selalu menerimaku dan tidak pernah segan denganku walaupun mereka tahu aku orang yang memproduseri mereka. Mereka selalu menganggapku teman mereka dan membuatku merasa nyaman. Bergabung dengaan starband memberi warna dan semangat baru dariku. Aku benar-benar bahagia saat mendengar teriakan para fans yang memanggil namaku. Rasanya benar-benar menyenangkan. Mereka membuatku mengerti kalau aku tidak pernah sendirian didunia ini. Dunia ini tidak seburuk pemikiranku. Ada banyak hal yang bisa membuat kita bahagia. Selama kita percaya dan berusaha, kita pasti akan bisa menemukan kebahagian itu. Dan saat ini aku sudah menemukan kebahagian itu” ujar Alvin sambil tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat lepas.

“Mendengar cerita kamu membuatku malu sendiri. Selama ini aku tidak pernah puas dengan hidupku. Aku membenci Ray karena menganggap dia orang yang membuatku tidak mendapatkan perhatian dari orang lain. Padahal itu karena aku tidak mampu bersaing dengan sinarnya Ray. Aku menyalahkan Ray atas kekekuranganku. Aku benar-benar egois. Benar kata kamu, seharusnya aku bisa menghargai hidupku sendiri. harusnya aku bisa bahagia. Masalah ini bukan masalah besar yang akan membuatku hidupku hancur. Ini hanya masalah kecil yang bisa kuatasi. Aku tidak perlu menghindar lagi”

Alvin menghela nafas lega. “Bagus deh kalau gitu. Karena itu berhentilah mempunyai pikiran kalau aku seorang gay. Itu sedikit menggangguku. Aku masih normal dan masih tertarik dengan perempuan” ujar Alvin seius. Aku tertawa dan mengangguk.

Sorry. Aku benar-benar minta maaf vin. Aku kan nggak tahu cerita yang sebenarnya. Wajar dong kalau aku punya pikiran seperti itu. Sorry.”

“Baiklah aku akan memaafkanku. Ini sudah terlalu larut. Sebaiknya kamu istirahat. Aku juga ingin istirahat. Besok aku akan mengantarkanmu pulang”

Okay. Makasih banyak Vin.. Kamu benar-benar baik. Aku beruntung menjadi saudara Ray dan dapat kesempatan untuk mengenalmu. Ternyata kamu nggak seburuk pikiranku selama ini. Wajar saja semua keluargaku menyukaimu. Kamu benar-benar istimewa dan tidak tergantikan oleh siapapun”

Alvin hanya tersenyum dan mengangguk. Dia melangkah pergi meninggalkanku sebelum menghilang dibalik pintu. Malam ini malam yang panjang untukku. Terlalu banyak misteri yang terungkap malam ini. Terlalu banyak cerita baru yang mengubah pandanganku. Semua seperti tamparan keras untukku. Menyadarkanku tentang perbuatan selama ini. Menyadarkanku betapa sempurnanya hidup yang kujalani semua ini. Aku tidak membutuhkan apa-apa lagi. Aku bahagia dengan hidupku saat ini dan akan tetap bahagia. Karena kebahagian hanya akan menyertai orang-orang yang percaya kalau kebahagian itu masih ada.

BAB VIII

COMING HOME

Seperti janji Alvin tadi malam, pagi ini dia langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Tidak banyak yang kami ceritakan. Alvin lebih banyak diam dan menyuruhku untuk bisa berbaikan dengan takdirku sendiri. Perasaanku saat ini jauh lebih ringan. Benar kata Alvin, sepertinya aku memang harus mencoba berbaikan dengan takdirku. Tidak perlu lagi marah pada takdir karena sudah memperlakukanku dengan tidak adil.

Alvin menghentikan mobinya tepat didepan pintu rumahku. Aku meremas ujung gaun yang kupakai. Entah kenapa aku merasa nervous saat ini. Padahal sebelumnya aku merasa kalau aku akan baik-baik saja. Kenapa aku bisa segugup ini sekarang.

“Sudah sampai. Ayo turun. Jangan tegang gitu. Kamu kan pulang kerumahmu sendiri ngapain pakai acara nervous segala sih?”

Aku menatap Alvin tajam. Bukannya menenangkanku dia malah mengomentariku. Dasar. Aku langsung turun dari mobil Alvin dan menarik nafas panjang. Oke, ini waktunya aku menghadapi takdirku. Apapun yang akan terjadi aku tidak akan berlari lagi.

Aku dan Alvin langsung masuk kedalam rumah. Lagi-lagi pintu rumah tidak dikunci. Alvin berjalan mengikuti. Aku merasakan jantungku berdetak jauh lebih kencang dari biasanya. Rumah ini begitu berarti untukku. Barutiga hari aku meninggalkan rumah ini, aku sudah benar-benar kangen dengan rumah ini. Terlalu banyak kenangan yang terukir dirumah ini.

“Kak Shillla…..!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Ozy berteriak kencang begitu melihatku muncul bersama Alvin. Pagi itu Ozy terlihat sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Dia langsung berlari kearahku dan menubrukku kencang. Nyari saja dia membuatku jatuh. Untung saja ada Alvin yang menahan tubuhku. Setelah mengembalikan keseimbangan tubuhku aku langsung menatap Ozy yang memeluk kencang kakiku seperti tidak ingin melepaskanku. Aku membelai rambutnya pelan dan ikut berjongkok menatapnya. Ozy langsung memeluk leherku dan memelukku lama.

Melihat Ozy yang seperti ini semakin membuatku merasa bersalah. Bisa-bisanya aku tidak memperdulikan perasaannya dan meninggalkannya sendirian. Padahal Ozy belum tahu apa-apa. Dia pasti sibuk mencariku selama ini.

“Kak Shilla kemana aja sih? Ozy kangen ama kak Shilla. Kenapa perginya lama banget sih?. Kenapa kak nggak pernah nelpon Ozy? Kenapa kakak nggak ngajak Ozy sih?Kakak nggak tahu kalau Ozy kangen ama kak Shilla?

Ozy menghujaniku dengan rentetan pertanyaan. Aku hanya bisa tersenyum dan membelai lembut rambutnya , “Maafin kakak udah ninggalin Ozy dan bikin Ozy kebingungan. Besok-besok kakak janji nggak bakalan ninggalin Ozy sendirian lagi”

Ozy melepaskan rangkulan tangannya dariku. Dia menatap mataku tajam. “Serius?”

Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

“Shilla….”

Aku mengangkat wajahku dan menatap Ray, Mas Elang, Papa serta tante Irna yang berdiri dihadapanku. Mereka terlihat kaget melihat kedatanganku yang tiba-tiba pagi ini. Papa langsung menghampirku dan memelukku kencang. Rasanya sudah lama sekali Papa tidak memelukku seperti ini. Terakhir kali saat Mama meninggal tiga tahun yang lalu. Papa memelukku dan mengatakan padaku kalau semua akan baik-baik saja. Dan sekarang papa kembali menenangkanku. Dia memberikan pelukan hangat padaku dan membelai rambutku lembut. Aku tidak tahu mengapa, menerima pelukan sehangat ini membuat air mataku jatuh tak tertahan. Sikap Papa padaku tidak berubah sama sekali. Dia masih mengkhawatirkanku. Aku benar-benar bahagia.

“Maafin Shilla Pa…Maafin Shilla udah kabur dan bikin Papa khawatir”ujarku sambil menangis dipelukan Papa.

Nggak Papa Shil. Ngeliat kamu udah pulang dengan selamat seperti ini udah bikin Papa bahagia” suara Papa terdengar serak.

“Jangan bikin Papa khawatir lagi dengan kabur ditengah hujan seperti kemarin. Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan yang begitu besar membelai kepalaku dari belakang. Aku menatap kebelakang dan menatap Mas Elang yang berdiri dibelakangku. Aku melihat mata Mas Elaang yang memerah dan membengkak. Wajahnya terlihat sangat kusut dan berantakan. Aku langsung melepaskan pelukanku pada Papa dan memeluk tubuh Mas Elang.

Maafin Shilla udah bikin Mas Elang khawatir gini”

Mas Elang tidak mengatakan apapun. Dia hanya mengangguk dan membelai rambutku lembut. Tidak perlu kata-kata. Aku tahu kalau saat ini Mas Elang lega melihat kedatanganku. Aku tahu sejak dulu Mas Elang memang selalu perhatian padaku. Dia selalu memberikan apapun yang kuinginkan dan selalu memanjakanku. Aku bisa merasakan kesedihan yang dialami mas Elang saat ini. Harusnya aku bisa pulang lebih cepat dan membiarkan Mas Elang terlalu lama bersedih seperti ini.

Mataku langsung tertuju pada tante Irna dan Ray yang sedaritadi hanya diam melihatku. Tante Irna hanya tersenyum hangat. Wanita yang selalu kuanggap seperti ibuku itu pasti sudah banyak menderita selama ini. Aku langsung menghampiri tante Irna dan memeluknya. Tante Irna yang tadi hanya diam langsung menangis dipelukanku. Dia memelukku kencang dan menciumi pipiku berkali-kali. Aku berusaha menenangkan tante Irna. Mencoba meredakan air matanya. Aku tahu dia juga terluka dengan kejadian ini. Bagaimanapun juga tante Irna menyanyangi kami seperti anaknya sendiri. Hati ibu mana yang tidak akan terluka bila harus dihadapkan dengan situasi rumit seperti ini.

“Tenang saja tante. Jangan nangis gini dong. Sampai kapanpun Shilla tetap keponakan tante. Iya kan? Maafin shilla udah bikin tante repot beberapa hari ini”

Tante Irna mengangguk sambil mencoba untuk tersenyum padaku. Dia langsung menyeka air matanya cepat dan membelai punggungku lembut. Aku hanya ikut tersenyum melihat perhatian tante Irna padaku. Dari dulu aku memang sangat menyukai adik ibuku ini. Dia sudah seperti ibu dan sahabatku sendiri. Selalu siap membantuku kapanpun aku membutuhkan. Rasanya tidak akan mudah untukku melupakan semua ini. Tidak. Aku tidak perlu melupakan apa-apa. Sampai otakku dibelahpun, memori tentang mereka tetap terpatri dihatiku. Aku berjanji pada diriku sendiri, apapun yang terjadi nanti aku tidak akan meninggalkan mereka. Aku akan tetap mengunjungi dan mencari mereka. Karena kutahu aku tidak akan pernah sanggup bila harus berpisah dengan mereka.

Mataku langsung tertuju pada Ray yang berdiri tepat disebelah tante Irna. Ray ikut menatapku. Entah berapa lama kami hanya diam. Baru kali ini aku kehilangan kata-kata bila berada didepan Ray. Sebenarnya ada banyak yang ingin kukatakan. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya Tapi rasanya lidahku kelu. Semua pertanyaan yang sejak tadi memenuhi kepalaku buyar sudah.

“Kamu nggak sekolah?”

Pertanyaan pertama yang kulontarkan pada Ray setelah sekian lama aku hanya bisa saling diam. Ray terlihat kaget mendengar pertanyaanku. Wajar saja. Disituasi seperti ini aku masih sempat-sempatnya menanyakan tentang sekolahnya.

Nggak. Aku cuti”

Aku kembali terdiam. Baru kali ini aku merasa se-akward ini bila berada didekat Ray. Biasanya Ray selalu mengangguku dan membuatku marah padanya. Baru kali ini Ray hanya diam dan tidak mengatakan apapun membuatku merasa tidak nyaman berada didekatnya. Dia tidak seperti Ray yang selama ini kukenal. Ray yang selalu menggodaku dan membuatku kesal. Dia berubah.

“Yaudah jangan berdiri disini aja. Kita sarapan dulu yuk. Tante sudah masak makanan kesukaan kamu Shil. Kita sarapan dulu. Alvin juga ikut makan yah. Ayo…Ayo..” ujar tante Irna memecah kekakuan. Aku hanya mengangguk dan mengikuti berjalan mengikuti tante Irna kedapur. Rasanya ada yang salah denganku. Sikap semua orang tetap sama padaku. Mereka tetap memperlakukanku seolah tidak terjadi apa-apa. Kenapa Ray berubah didepanku. Apa yang salah dengannya? Aku benar-benar bingung.

****

Setelah sarapan aku langsung mengajak Ray keluar. Aku langsung menarik tangannya dan menyuruhnya mengikutiku. Aku tidak peduli dengan tatapan Papa, tante Irna, Mas Elang dan Alvin yang melihatku kabur membawa Ray. Aku sudah tidak tahan lagi. Sikap Ray membuatku frustasi. Ray yang biasanya akan protes bila kuperlakukan seperti ini hanya diam dan mengikutiku tanpa mengatakan apapun. Aku langsung membawa Ray keluar dan menatapnya tajam. Ray hanya mengernyitkan dahinya menatapku bingung.

“Kamu kenapa sih  Ray. Kamu berubah. Apa yang salah?”

Aku langsung menatap Ray dan menanyakan pertanyaan yang sedaritadi terus menari dikepalaku.

“Berubah bagaimana? Aku tidak berubah.Aku bukan power ranger atau ultraman yang bisa berubah sesukaku”

“Maksduku bukan seperti itu. Sebenarnya ada banyak yang ingin kutanyakan padamu. Tapi melihat reaksimu yang sekarang membuatku frustasi. Kamu tidak membenciku kan? Kamu tidak sengaja mencari tahu tentang statusku hanya untuk mengusirku dari rumah ini?”

Ray terlihat kaget mendengar ucapanku. “Aku pikir kamu mengenalku dengan baik karena kamu mengenalku disepanjang usiaku. Aku tidak menyangka kamu punya pikiran seperti itu tentangku. Ternyata aku salah. Kamu tidak cukup mengenalku Shil’ ujar Ray dengan nada yang terdengar sarkatis. Aku menelan ludah pelan. Sebenarnya aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak tahan melihat reaksi Ray yang berbeda dari biasanya. Aku merindukan Ray yang selalu ceria seperti dulu. Bukan Ray yang menganggapku orang asing seperti saat ini.

“Aku hanya bingung. Reaksi kamu berbeda dari biasanya. Aku tahu aku bukan kembaranmu, tapi bukan berarti aku ini orang asing. Bagaimanapun juga kita sudah hidup bersama belasan tahun. Baru tiga hari tidak bertemu kamu sudah nyuekin aku kayak gini bagaimana nanti? Jangan-jangan kamu tidak akan mau melihatku lagi. Aku benar-benar takut”

Aku tidak tahan lagi. Aku juga tidak tahu kenapa aku menangis saat ini. Kupikir air mataku sudah habis dan tidak akan keluar lagi. Ternyata aku salah. Air mataku masih bisa keluar.

Ray terlihat kebingungan melihatku menangis. Dia langsung membimbingku untuk duduk dikursi. Aku menatapnya dengan mata yang masih berair dan kemerahan. Ray terlihat salah tingkah dan menggaruk kepalanya bingung

Sorry. Sebenarnya aku nggak punya maksud nyuekin kamu tadi. Aku cuma bingung harus bereaksi seperti apa dihadapanku. Walau bagaimanapun aku adalah orang yang membuat semua kekacauan ini terjadi. Aku hanya merasa bersalah karena itu aku tadi hanya diam dan tidak tahu bagaimana caranya untuk meminta maaf padamu”

Aku menatapnya tidak percaya, “Jadi kamu nyuekin aku karena kamu bingung bagaimana untuk meminta maaf padaku”

Ray hanya mengangguk. Aku terdiam lama dan akhirnya tersenyum padanya. Air mataku langsung terhenti seketika. “Aku pikir kamu emang sengaja jaga jarak dariku karena tahu aku bukan saudaramu. Itu sedikit menyakitiku. Syukurlah kalau ternyata aku salah. Aku benar-benar senang mendengarnya”

Ray hanya ikut tersenyum mendengar ucapanku. “Bagaimana mungkin aku jaga jarak denganmu dan pura-pura nyuekin kamu. Saat jadi superstar star saja aku masih mau mengakuimu sebagai kembaranku. Walaupun tingkah kamu sering malu-maluin dan bikin imej aku rusak didepan teman-temanku”

Aku menatapnya tajam. Ray hanya tertawa. Tertawa lepas seperti biasanya. Yah..ini dia.Dia telah kembali menjadi Ray yang kukenal. Ray yang selalu menggodaku dan membuatku kesal karena leluconnya yang tidak lucu.

“Ray…..”

“Apa?”

Aku mengalihkan perhatianku pada Ray dan menatap tanaman bonsai yang ada dihadapanku. Aku menghela nafas panjang. Sepertinya sudah waktunya untukku menerima takdirku. Aku takut semakin lama aku menundanya, semakin aku takut menghadapinya. Karena itulah, mau tidak mau aku harus menghadapinya saat ini juga.

“Kamu sudah bertemu dengan keluargaku?” tanyaku akhirnya. Ray kaget mendengar pertanyaanku. Dia menatapku lama. Aku hanya diam.

“Sudah” jawab Ray singkat.

“Bagaimana? Apa aku punya seorang kakak seperti Mas elang dan adik kecil seperti Ozy disana?. Aku tidak mau keliatan shock saat berhadapan langsung dengan mereka. Karena itu kamu harus menceritakan semua tentang mereka padaku”

Ray terdiam lama sebelum akhirnya mengangguk dan terseyum. “Baiklah. Kupikir kamu memang berhak untuk tahu semuanya. Kamu masih mempunyai Papa dan Mama. Kamu tidak punya kakak laki-laki seperti Mas elang dan tidak punya adik yang jauh lebih muda seperti Ozy”

Aku melirik Ray sekilas , “Maksud kamu aku tidak punya saudara? Aku anak tunggal”tanyaku tidak percaya. Bagaimana mungkin aku tidak punya saudara. Aku tidak bisa membayangkan seberapa membosankannya hidupku nanti.

“Kamu bukan anak tunggal. Kamu punya seseorang yang akan menggantikan posisiku. Kamu punya kakak kembar”

Aku langsung memutar tubuhku dan sepenuhnya fokus menatap Ray. “Aku punya kembaran?” tanyaku tidak percaya. Ray tersenyum dan mengangguk.

“Rasanya benar-benar aneh. Aku saja tidak percaya awalnya. Tapi itulah yang terjadi. Dirumah sakit yang sama dan dihari yang sama dua pasang bayi kembar lahir dirahim dua ibu yang berbeda. Intinya terjadi kesalahan yang membuatmu dan sarah tertukar. Mungkin karena kita masih bayi, tidak ada yang tahu kalau kita tertukar. Bukankah wajah bayi hampir mirip semua? Wajar saja kalau terjadi kesalahan disini”

“Kenapa? Kenapa bisa terjadi kesalahan? Kenapa rumah sakitnya tidak professional dan tidak bertanggung jawab seperti ini? Aku benar-benar ingin menuntut rumah sakit yang telah membuat lelucon konyol seperti ini” ujarku berapi-api. Seharusnya aku memang berhak menuntut rumah sakit dan menjerat dokter yang dulu telah membuat hidupku berantakan seperti ini. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan kesalahan fatal seperti ini.

“Tenang saja. kalau kamu ingin menyampaikan tuntutanmu, kamu bisa mengatakannya pada Alvin. Aku akan membantumu” ujar Ray sambil tersenyum.

“Alvin?”

“Itu Rumah sakit milik keluarganya Alvin. Kalau kamu mau menuntut, kamu bisa bicara langsung kepemiliknya”

Aku menatap Ray tidak percaya. Ray hanya tersenyum dan mengangguk. Alvin tidak pernah mengatakan apapun selama ini.

“Selama ini Alvin terus membantuku untuk mencari kebenarannya. Dia telah berkorban begitu banyak padaku.  Karena aku sahabat baiknya Alvin, aku tidak yakin aku bisa menuntutnya. Tapi kalau kamu memang mau menuntutnya aku tidak akan melarangnya. Kamu bisa meminta ganti rugi dengan meminta voucher makan gratis di restoran cool n fresh miliknya seumur hidup” usul Ray sambil tersenyum lebar. Aku hanya tertawa mendengar usul Ray. Sepertinya itu bukan ide yang buruk. Aku akan mempertimbangkannya.

“Aku tidak pecaya dengan takdir yang mempermainkan hidup kita seperti ini. Sepertinya takdir sedang bercanda dengan kita”

Ray hanya diam dan mengangguk setuju. Tiba-tiba mataku tertuju pada luka lebam yang ada dibawah mata Ray. Aku tahu itu adalah bekas pukulan Mas Elang beberapa hari yang lalu.

“Ada apa?” Tanya Ray melihatku yang sedang sibuk memperhatikan lebam diwajahnya.

“Wajah kamu nggak papa? Kayaknya pukulan Mas Elang kemarin benar-benar keras sampai membuat wajahmu membiru seperti itu”

“Tentu saja. kamu kan tahu sendiri kalau Mas Elang itu mantan atlet judo. Wajar saja kalau pukulannya sampai meninggalkan bekas sampai saat ini”

Aku memandang Ray prihatin. Pasti rasanya sakit.

“Kenapa kamu nggak ngehindar sih?

“Mana mungkin aku bisa ngehindar kalau Mas Elang mencengkram kerah bajuku sekeras itu. Dia membuatku tidak bisa bergerak. Makanya aku cuma bisa pasrah dan membiarkan Mas Elang memukul wajahku”

Aku tertawa mendengar penjelasannya. Dibandingkan tubuh Mas Elang yang besar dan kekar, Ray memang tidak ada apa-apanya. Tubuh Ray memang kurus. Terkadang aku suka iri melihat tubuhnya yang kurus seperti itu. Tidak peduli seberapa banyak dia makan, berat badannya tidak pernah meningkat drastis. Makanya aku sering mengatakan kalau banyak wanita yang menangis bila bertemu dengan Ray. Dia mempunyai tubuh yang selalu diimpikan semua wanita.

“Ray sepertinya aku harus bertemu dengan mereka”

“Kapan kamu mau?”

“Malam ini. Kumohon. Aku harus bertemu dengan mereka secepatnya. Aku takut kalau semakin lama aku akan semakin takut bertemu dengan mereka. Kurasa sudah waktunya aku menghadapinya. Duniaku tidak akan berakhir”

Ray tersenyum kecil dan menggenggam tanganku “Tentu saja. Duniamu tidak akan berahir hanya karena masalah ini. Seperti yang sering kukatakan dulu, sampai kapanpun kamu selalu punya posisi penting dihatiku yang tidak akan digantikan oleh siapapun. . Apapun yang terjadi aku akan selalu ada dipihakmu.”

 “Aku tahu” ujarku sambil tersenyum pada Ray. Aku tahu kalau keluargaku tidak akan meninggalkanku. Aku tahu cinta mereka tidak akan berubah padaku. Aku tahu aku juga akan tetap mencintai mereka. Aku juga tahu kalau akan aku baik-baik saja.

***

Sore itu aku langsung berbicara pada Papa, Mas Elang dan juga tante Irna tentang keinginanku bertemu dengan keluargaku. Papa hanya diam dan tidak mengatakan komentar apapun daritadi. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Entah sudah berapa lama ruangan ini hening. Tidak ada yang mengatakan apapun. Ray yang duduk disebelahku pun hanya diam seperti tidak berani mengeluarkan komentar apa-apa. Mungkin Ray masih trauma mendapat pukulan keras dari Mas Elang. Karena itu dia hanya memilih diam dan tidak mengatakan apapun untuk mendukung keputusanku didepan keluargaku.

Papa yang sedaritadi hanya diam mulai angkat bicara. Dia menghela nafas panjang dan menatapku tajam.

 “Kamu yakin?”

Aku tersenyum dan mengangguk. “Shilla yakin Pa. Cepat atau lambat kita harus menghadapinya. Dan Shilla rasa sekarang Shilla sudah siap menerima semuanya. Shilla ingin bertemu dengan mereka” ujarku tenang.

“Kamu nggak boleh kemana-mana. Ini rumah kamu. Sampai kapanpun kamu tetap adikku. Jangan pernah mendengarkan omongan Ray dan Alvin. Pokoknya kamu tidak boleh pergi dari rumah ini!” Mas Elang yang sedaritadi hanya diam mulai angkat bicara. Dia menatapku nanar. Aku tersenyum mencoba menenangkannya. Aku tahu kalau emosi Mas Elang memang suka berubah-ubah. Aku tahu dia mencintaiku dan mengkhawatirkanku saat ini. Tapi bukankah kita tidak bisa menolak takdir. Semua telah terjadi. Tak ada siapapun yang bisa lari darinya.

“Siapa bilang Shilla bukan adiknya Mas Elang. Seperti yang Mas Elang bilang, sampai kapanpun Shilla bakalan tetap jadi adiknya Mas Elang. Shilla hanya ingin bertemu dengan mereka. Itu saja. Percuma memungkiri semuanya. Toh ini adalah kebenarannya dan Shilla tidak mau lari lagi. Shilla mau tahu kebenarannya. Shilla harap Mas Elang bisa mengerti dengan keputusan Shilla” ujarku sambil menatap Mas Elang.

“Yasudahlah kalau memang itu sudah menjadi keputusan Shilla. Papa pikir tidak ada salahnya kita bertemu dengan mereka. Walau terasa sulit tapi kita harus sama-sama menghadapinya. Papa mendukung apapun yang Shilla inginkan saat ini karena sampai kapanpun kamu tetap anak Papa dan Papa akan selalu mendukung keputusan kamu” ujar Papa. Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Papa. Aku melirik Mas Elang sekilas, dia hanya menghela nafas panjang dan terdiam.

“Jadi kapan kita bisa bertemu mereka?” Tanya Papa sambil menatap Ray. Ray memandangku seolah meminta pendapatku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

“Tadi Ray sudah nelpon mereka. Mereka juga ingin bertemu dengan kita. Kalau semuanya setuju, mala mini juga kita bisa pergi menemui mereka” ujar Ray yakin. Papa hanya manggut-manggut dan melirik Mas Elang yang mengacak rambutnya frustasi.

“Gimana menurut kamu Lang? Papa pikir kita harus menghargai keputusan Shilla”

Mas Elang menatap papa dan menatapku lama. Dia kembali mengacak rambutnya. Membuat rambut panjangnya semakin berantakan. “Elang nggak tahu. Terserah kalian saja. Aku tidak peduli lagi”

“Tapi Shilla mau Mas Elang ikut dengan Shilla”

Mas Elang kembali menatapku. Matanya terlihat sedih. “Tidak Shilla. Kamu tahu kan aku tidak akan pergi kerumah itu. Sampai kapanpun tidak. Tidak akan pernah. Ini berlebihan”

“Apa Mas Elang nggak mau nemani Shilla? Jujur, saat ini Shilla juga takut bertemu dengan mereka. Walaupun mereka orang tua kandung Shilla, tapi tetap saja dimata Shilla mereka masih orang asing. Shilla takut. Shilla pengen Mas Elang juga ada disamping Shilla saat bertemu dengan mereka nantinya. Bukankah Mas Elang selalu berjanji melindungi Shilla. Kalau Mas Elang benaran sayang sama Shilla, harusnya Mas Elang tetap menemani Shilla sampai akhir”

Mas Elang terdiam lama seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia menataku dalam. Aku selalu suka mata Mas Elang. Hitam dan tajam. Membuat siapapun tidak bisa berkutik bila berada didepannya. Tajam dan fokus seperti bisa mengoyak hati siapapun yang melihatnya. Mirip dengan namanya. Elang.

“Kamu selalu tahu kelemahanku Shil. Kalau kamu ngomong seperti ini bagaimana mungkin aku bisa menolaknya?” ujar mas Elang akhirnya. Aku hanya tersenyum lebar mendengar ucapan Mas Elang. Mas Elang memang selalu mencintaiku. Walau terkadang aku merasa dia mempunyai dua kepribadian yang berbeda, dimataku dia tetap yang terhebat. Dia selalu mencintai dan melindungi yang dicintainya dengan caranya sendiri. Aku selalu menyukai Mas Elang. Dia adalah superheroku.

“Oke kalau begitu sudah diputuskan kalau nanti malam kita semua akan bertemu dengan mereka. Papa rasa kita bisa melalui semuanya bila kita menghadapinya bersama-sama. Saling menguatkan satu sama lain. Papa bahagia melihat kalian yang tumbuh dewasa seperti saat ini. Bisa bersikap bijak menghadapi semuanya. Papa rasa Papa harus belajar banyak dari kalian. Terutama sama Ray. Sepertinya Papa sudah mendapat banyak pelajaran berharga dari Ray” ujar Papa menatap Ray. Ray terlihat kebingungan.  Dia menatap Papa tidak mengerti.

 “Papa rasa kamu orang yang paling banyak menderita karena semua ini. Jujur, awalnya Papa juga marah dan kecewa sama kamu karena sudah membuat masalah serumit ini. Tapi seperti yang kamu bilang, masalah ini bukan untuk dihindari tapi dihadapi. Papa rasa Papa juga sudah siap menghadapinya” ujar Papa tenang. Aku tersenyum mendengar ucapan Papa dan melirik Ray yang terlihat salah tingkah disebelahku. Dia hanya tertawa sambil menggaruk tengkuknya menutupi rasa malunya.

“Jangan dipuji Pa. Ntar telinganya bisa terbang dan nggak bisa balik lagi. Liat tuh senyumnya udah kayak orang gila gitu. Senang banget kayaknya dipuji ama Papa” ejekku.

“Biarin. Suka-suka aku dong mau senyum atau nggak. Bilang aja kamu sirik karena nggak pernah dipuji ama Papa. Wajar sih kalau kamu jealous, selama ini kan  tidak ada orang lain yang memujimu. Sebagai kakakmu aku juga turut prihatin dengan keadaanmu” ujar Ray sambil melirikku. Aku menatapnya tajam. Apa dia bilang? Aku tidak pernah mendapat pujian dalam hidupku? Yang benar saja!

“Siapa bilang aku jealous. So stupid! Banyak kok yang muji aku, kamunya aja yang nggak tahu. Dan ingat, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai kakakku. Walaupun aku belum yakin aku enam menit lahir duluan daripada kamu, tapi setidaknya aku tahu kalau kita lahir dihari yang sama. Itu artinya, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah jadi kakakku”ujarku tidak terima.

Oh ya? Kenapa selama ini aku tidak pernah tahu? Jangan ngarang deh. Emang kenapa mereka bisa muji kamu. Kalau boleh jujur sih kamu terlalu biasa untuk dipuji. Wajah pas-pasan, otak pas-pasan, kepribadian juga biasa aja. Nggak terlalu istimewa. Jadi, kenapa mereka memujimu. Apa kamu yakin pernah mendapatkan pujian sebelumnya?” Ray memegang dahunya dan menatapku curiga.

Aku mendengus kesal. Dadaku kembang kempis mendengar ucapan Ray. Kalau memang saat ini Ray sedang bercanda, candaannya sama sekali tidak lucu. Aku bisa merasakan ada uap yang keluar dari hidung dan telingaku. Hatiku terbakar.

“RAY BERHENTILAH MENGGODA SHILLA..!!!!” teriak Papa dan Mas Elang kompak. Aku dan Ray langsung menatap Papa dan Mas Elang yang menatap Ray dengan tatapan berapi-api seolah-olah mereka ingin mencabik-cabik tubuh Ray saat ini juga. Sedari dulu Papa dan Mas Elang yang selalu overprotective padaku.  Saat seluruh dunia hanya tertuju pada Ray, mereka tidak pernah berpaling dariku. Mereka selalu berada dipihakku dan selalu membelaku sepenuhnya. Didepan mereka aku selalu merasa jauh lebih istimewa daripada Ray. Aku tidak perlu apa-apa lagi. Aku tidak membutuhkan perhatian dunia. Aku hanya butuh perhatian keluargaku yang selalu menyangiku. Itu sudah cukup untukku.

Ray hanya tertawa. Dia terus tertawa sendiri sambil memegangi perutnya. Kami hanya menatapnya bingung. Tidak mengerti apa yang membuatnya tertawa seperti ini. Tidak ada yang lucu disini. Dasar aneh. Aku berharap tidak terjadi sesuatu pada Ray. Semoga saja ini bukan pertanda kalau kondisi kejiwaannya sedang terganggu. Semoga.

****

 Sesuai rencana tadi sore, malam ini kami akan bertemu dengan mereka. Mereka, keluarga asliku. Orang yang memiliki darah yang sama denganku. Orang yang telah melahirkanku didunia ini. Rasanya sedikit aneh bila harus membayangkannya. Bagaimana reaksi mereka saat melihatku? Apa mereka juga akan merasa aneh seperti yang saat ini kurasakan? Bagaimana bila mereka tidak menyukaiku? Berbagai pertanyaan-pertanyaan menari-nari dikepalaku dan semakin membuatku ketakutan.

Malam ini aku mengenakan putih selutut dengan motif bunga-bunga kecil diujungnya. Aku langsung meraih cardigan merah dan sepatu kets yang juga bewarna senada dan langsung memakainya. Setelah berkali-kali menatap pantulan diriku didepan kaca dan meyakinkan diriku kalau semua akan baik-baik saja, aku langsung keluar dari kamar dan berjalan turun kebawah.

Aku hanya menelan ludah pelan saat melihat semua mata tertuju padaku. Semua sudah siap dan sedang menungguku. Aku menatap mereka satu persatu. Malam ini Papa memakai salah satu koleksi kemeja Armani bewarna hijau lumutfavoritnya yang dipadu dengan celana bahan bewarna hitam. Sedangkan Tante Irna terlihat sangat cantik dan anggun dengan gaun hitamnya. Mataku langsung beralih pada Mas Elang yang malam itu terlihat casual dengan t-shirt putih dan celan jins birunya, sedangkan Ozy terlihat ganteng dengan kemeja merahnya. Sepertinya mereka sudah lama menungguku.

“Kak Shilla kok lama banget sih. Nggak tahu apa kalau kita udah nunggu kakak daritadi” protes Ozy yang langsung berari menghampiriku. Aku hanya tertawa dan membiarkan Ozy menggenggam tanganku.

Lho, Ray mana? nggak ikut?” tanyaku pada Mas Elang saat tidak melihat sosok Ray di ruang tamu.

“Ikut kok.  Ray… Udah selesai belum? Shilla udah siap nih”teriak Mas Elang dengan suara keras. Tidak berapa lama Ray langsung keluar bersama Alvin. Oke, kenapa Alvin bisa ada disini? Dan tunggu dulu, sebenarnya mereka mau konser atau mau silaturahmi sih? Dandanannya kok heboh seperti itu.

Ray memakai celana kulit bewarna hitam dan kaos merah yang sedikit kebesaran ditubuhnya. Tidak hanya itu, Ray juga mengenakan sepatu boot  yang bewarna merah dengan hiasan-hiasan perak disisi kanan dan kirinya. Oke, dilihat dari sudut manapun kostum yang dipakai Ray sedikit berlebihan untuk dipakai dalam acara keluarga seperti ini. Mataku langsung beralih dari Ray dan menatap Alvin yang berdiri disebelah Ray. Kostum yang dipakai Alvin juga cukup “unik”. Dia mengenakan kemeja biru muda yang dilapis dengan rompi garis-garis bewarna hitam dan biru dan diluarnya, Alvin memakai jaket kulit coklat yang dibiarkan terbuka. Apa dia nggak kepanasan pakai baju tiga lapis gitu? Bukan hanya itu, Alvin juga memakai celana bahan bewarna hitam dan sepatu boot kulit yang senada dengan jaketnya. Aku tahu mereka artis. Aku tahu mereka fashionista. Tapi nggak gini juga kali. Mereka bukan mau manggung dan tunggu dulu kenapa Alvin harus ada disini? Jangan bilang dia juga ikut.

“Mobil Papa sedang rusak makanya aku ngajak Alvin malam ini” ujar Ray seperti bisa membaca pikiranku.

“Iya. Tante yang nyuruh Ray buat ngajak Alvin ikut. Biar ramai” ujar tante Irna sambil tersenyum. Aku hanya menghela nafas pasrah. Terserah deh.

Yaudah. Kalau gitu, Papa, Tante Irna dan Ozy naik mobil Mas Elang. Kalian bertiga pergi bareng Alvin aja” ujar Papa sambil menatapku. Aku hanya mengangguk setuju.

“Nggak mau..!!!! Ozy mau ama kak shilla..!!!” protes Ozy sambil menatap Papa tajam. Papa langsung tersenyum dan memukul jidatnya pelan. “Ya ampun. Maaf Papa lupa kalau Ozy itu udah kayak bayang-bayangnya Shilla. Yaudah kalau gitu Ozy sama kak Shilla aja dimobilnya kak Alvin. Gimana?”

Ozy hanya mengangguk dan merangkul lenganku erat seperti takut Papa akan berubah pikiran dan akan memisahkannya dariku. “Yaudah kalau gitu kita berangkat sekarang” ujar Papa disambut anggukan yang lain.

Aku langsung masuk kemobil Alvin dan duduk dibelakang bersama Ozy. Alvin segera menyalakan mobilnya dan melaju meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Ozy yang duduk disebelahku terlihat asyik menikmati chitato yang diberikan Alvin padanya. Sesekali aku melirik Ray dan Alvin bergantian. Tumben mereka hanya diam.

“Ray..”

Ray memutar tubuhnya dan menatapku. “Ada apa?”

Aku hanya menggeleng lemah. “Nggak ada apa-apa”

Ray mengernyitkan dahinya dan menatapku tidak percaya. “Kamu yakin tidak apa-apa? Sepertinya kamu gugup banget. Tenang saja. mereka orang yang baik. Mereka pasti menyukaimu” ujar Ray sambil tersenyum lebar.

“Menurut kamu begitu?” Tanyaku tidak percaya ucapan Ray.

“Tentu saja. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa Tanya ke Alvin. Dia juga sering kok datang kesana. Iya kan Vin?”

Alvin yang sedaritadi sibuk mengemudi terlihat kaget mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Ray. Alvin melirikku Ray sekilas dan mengangguk.

Tuh kan, kalau Alvin udah bilang iya pasti iya. Alvin itu selalu mengatakan keadaan yang sebenarnya. Dia tidak pandai melebih-lebihkan sesuatu. Karena itu banyak yang nganggap dia sombong. Padahal sih dia nggak sombong. Dia cuma tidak pandai mengungkapkan perasaannya saja” ujar Ray bersemangat. Alvin kembali menatap Ray tajam. Ray terlihat pura-pura tidak peduli dengan tatapan Alvin. Dia hanya tersenyum dan menatapku.

“Makanya kamu nggak usah khawatir dan takut mereka tidak menyukaimu. Aku sudah menunjukkan foto kamu dan menceritakan semua tentang kamu biar mereka nggak shock. Mereka selalu mengatakan kalau mereka tidak sabar ingin bertemu langsung denganmu. Tenang saja, mereka pasti akan menyukaimu”ujar Ray meyakinkanku. Aku hanya mengangguk. Rasa takut dan khawatir yang sejak tadi menyergapku perlahan menghilang mendengar ucapan Ray. Ray selalu bisa membuatku tenang seperti ini.

“Kita udah sampai” ujar Alvin tiba-tiba. Aku dan Ray menatap sekeliling. Alvin langsung menghentikan mobilnya didepan pagar rumah besar bercat kuning emas.

“Ini rumahnya?” tanyaku tidak percaya menatap bagunan megah yang ada dihadapanku. Ray hanya tersenyum dan mengangguk.

“Kenapa? Kok kamu bingung gitu?”

“Aku pikir keluargaku keluarga tidak mampu. Bukankah dalam drama-drama seperti itu. Dua orang anak yang tertukar dengan dua kehidupan yang jauh berbeda. Terknadang aku berfikir kalau mereka sengaja menukarku agar aku mendapatkan kehidupan yang layak. Rasanya sedikit aneh saat tahu dugaanku meleset” ujaarku jujur. Beberapa hari ini aku memang sering berfikir kalau

“Kamu sih kebanyakan nonton drama murahan. Tidak selamanya drama itu sesuai dengan kenyataan. Secara logika saja, nggak mungkin dong orang tuamu bisa melahirkanmu dirumah sakit bertaraf internasional milik Alvin kalau mereka tidak mampu. Kamu tahu sendiri bagaimana kualitas semua usaha Alvin. Semua kualitas nomor satu dan  mahal..!! Tidak sembarangan orang sanggup untuk masuk kesana. Aku saja akan berpikir seratus kali untuk masuk kerumah sakit itu. Mahal banget” ujar Ray. Alvin tertawa kecil mendengar ucapan Ray yang menghina usaha keluarganya.

“Aku juga akan menolak pasien yang takut rumah sakit seperti kamu. Bisa-bisanya kamu mengeluh dan mengatakan rumah sakit bau. Gara-gara kamu ngomong kayak gitu, aku sampai menambah jumlah cleaning service dirumah sakit. Mana aku tahu kalau ternyata yang rusak adalah indra penciuman kamu dan pola pikir kamu yang selalu mual setiap masuk rumah sakit” ujar Alvin mulai angkat bicara.

Yah bagus dong. Itu artinya secara tidak langsung aku sudah membantu mengurangi jumlah pengangguran dinegara ini. Lagian kamu nggak bakalan bangkrut hanya karena menambah jumlah tenaga kerja seperti itu. Itu juga bagus untuk rumah sakit kamu biar kebersihannya tetap terjaga. Harusnya kamu makasih ke aku bukannya protes” ujar Ray cuek. Alvin hanya tertawa mendengar ucapan Ray. Kalau aku jadi Alvin, aku tidak akan diam mendengar komentar Ray yang seperti itu. Dia pikir dia siapa? Aktifis anti pengangguran?seenaknya merusak usaha orang lain.

 Setelah membunyikan klakson nya, seorang satpam langsung buru-buru membuka pintu pagar dan mempersilahkan kami masuk. Alvin segera menjalankan mobilnya masuk kerumah ini dan berhenti tepat didepan pintu rumah. Mobil Mas Elang yang sedaritadi mengikuti kami dari belakang juga berhenti tepat didepan rumah besar ini.

Aku hanya terpaku saat menatap rumah yang ada dihadapanku. Rasanya rumah ini tidak jauh berbeda dengan rumahku. Seorang pria dan wanita paruh baya langsung menyambut kedatangan kami dipintu masuk. Mereka memandangku lama. Tiba-tiba wanita paruh baya itu memelukku kencang dan mencium pipiku lembut. Rasanya aneh. Aku merasa tubuhku bergetar hebat saat ini. Aku merasa begitu mengenalnya padahal ini pertama kalinya aku bertemu dengannya.

Maaf sudah membuat kamu menunggu begitu lama” bisiknya pelan ditelingaku. Suaranya terdengar bergetar seperti berusaha menangis tangis. Aku tidak tahu apa maksud ucapannya. Aku hanya diam dan tidak mengatakan apapun.

Setelah puas memelukku, wanita yang kuduga adalah ibuku itu langsung menghampiri Papa dan tante Irna. Aku tidak bisa mendengar ucapan mereka yang aku tahu wanita itu langsung menyuruh kami untuk masuk kedalam rumah.

Ruang tamunya jauh lebih besar dari ruang tamu keluargaku dan penuh dengan lukisan-lukisan yang lebih mirip gallery. Sepertinya pemilik rumah ini sangat menyukai lukisan. Aku langsung duduk disofa yang sama dengan Ray dan Mas Elang. Kami hanya diam dan tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Rasanya terlalu aneh dan canggung.

“Tunggu sebentar, saya manggil Sarah dulu” ujar wanita itu sambil tersenyum kecil. Papa dan tante Irna hanya mengangguk. Aku melirik Pria yang duduk dihadapanku. Usianya sepertinya sama dengan Papa atau mungkin beberapa tahun lebih muda dari Papa. Malam itu dia terlihat mempesona dengan kemeja hitam lengan panjang yang dipakainya. Dia tidak banyak berbicara. Dia terlihat gugup sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dipahanya. Sesekali dia mencuri pandang kearahku seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi.

Om.. Ini Shilla” ujar Ray sambil mengenalkanku padanya. Dia tersenyum kecil dan mengangguk. Aku bisa melihat bibirnya bergetar pelan. Dengan gerakan tangannya dia menyuruhku untuk menghampirinya. Aku menatap Ray sekilas. Ray hanya mengangguk dan menyuruhku pergi.

Aku langsung menghampirinya takut-takut dan berdiri dihadapannya. Dia memandangku lama. Aku bisa melihat matanya yang seperti menembus ulu hatiku. Rasanya benar-benar aneh. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja air mataku jatuh dengan sendirinya. Padahal sebelumnya aku masih-masih baik saja. aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi denganku.

Tiba-tiba tangannya bergerak naik. Dia berusaha menghapus air mataku dengan tangan yang bergetar. Saat tangan besarnya menyentuh pipiku, aku merasakan ada aliran hangat yang menjalar diseluruh wajahku. Rasanya benar-benar hangat dan nyaman.

“Dia Papa kamu Shil. Om Handoko. Dia seorang pelukis dan dosen disalah satu universitas negri di kota ini” ujar Ray tiba-tiba.

Ternyata benar. Dia adalah Papaku. Orang yang semenit yang lalu kuketahui adalah Papa kandungku itu hanya diam tanpa mengatakan apapun. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya saat ini. Namun dari tatapan hangatnya aku bisa merasaka kalau dia tidak membenciku. Benar kata Ray, kekhawatiranku sama sekali tidak beralasan. 

Om handoko tidak bisa berbicara makanya daritadi diam saja. Tapi tenang saja Shil, Om handoko bilang dia senang sekali bertemu denganmu. Benarkan Om?” ujar Ray lagi. Pria itu kembali tersenyum dan mengangguk. Aku menatap Ray tidak mengerti.

“Maksud kamu apa Ray?” Tanya Mas Elang mewakiliku.

Om handoko tidak bisa berbicara sejak kecil. Tapi tenang saja, Om handoko bisa mendengar dengan baik. Dia akan mengerti apapun yang akan kita katakan. Sejak tahu keberadaan Shilla, setiap hari Om handoko menyuruhku untuk mempertemukannya dengan Shilla. Akhirnya hari ini datang juga. Om Akhirnya bisa bertemu dengan Shilla. Om senangkan?” Tanya Ray lagi. Pria yang dipanggil Ray dengan sebutan Om itu lagi-lagi tersenyum dan mengangguk. Bukan hanya aku, Papa, Tante Irna dan Mas Elang sama-sama kaget mendengar penjelasan Ray.  

“SARAH!”

Aku langsung mengikuti arah pandangan Ray dan menatap seorang wanita yang berdiri dibelakangku. Aku menatapnya lama. Rasanya aneh. Dia benar-benar sangat cantik. Wajah dan kulitnya yang putih terlihat kontras dengan gaun krem berenda yang dikenakannya. Rambutnya yang ikal dan panjang dibiarkan bergerai jatuh begitu saja. Dia mirip sekali dengan Mama. Tidak. Dia lebih mirip Raya. Sosok Ray yang berubah menjadi wanita sebulan yang lalu. Mereka benar-benar mirip. Siapapun yang melihatnya akan segera tahu kalau dia kembarannya Ray. Mereka bukan hanya mirip. Tapi sangat mirip. Mata, hidung, bibir dan rambutnya. Semuanya sangat mirip dengan Ray. Mereka kembar identik.

Bukan hanya aku, Papa, tante Irna dan Mas Cakka terlihat kaget. Mereka menatap Sarah takjub. Sepertinya Sarah juga memiliki aura yang sama kuatnya dengan Ray. Dia berhasil merebut perhatian semua orang. Wanita yang bernama Sarah ini hanya memandang kami takut-takut. Dia menatap Papa dan berjalan kearah Papa. Papa hanya diam seperti kebingungan.

“Ini Sarah Pa. Dia mirip ama Ray kan. Hmm…Sebenarnya lebih mirip ke Mama sih. Sejak pertama kali ketemu Ray bisa tahu kalau dia adiknya Ray” Ujar Ray memecah kesunyian. Ray langsung berdiri dan merangkul pundak Sarah. Sarah menatap Ray. Ray hanya tersenyum dan mengangguk.

Sarah terlihat masih takut dan canggung saat berhadapan langsung dengan Papa. Ray yang sepertinya menyadari kecanggungan mereka langsung menarik tangan sarah dan Papa dan langsung menyatukannya.

“Jangan canggung gitu dong. Walau bagaimanapun juga Sarah ini anak Papa lho”ujar Ray tidak putus asa. Papa yang sedaritadi hanya diam segera berdiri dan menatap Sarah lama.

“Benar Ray. Aneh. Dia mirip banget ama Mama kamu” ujar Papa akhirnya. Ray hanya tersenyum dan mengangguk setuju. Papa langsung memeluk Sarah dan membelai rambutnya lembut. Sarah yang sedaritadi diam, membiarkan Papa memeluknya tanpa mengatakan apapun.

“Oh iya Rah. Ini Mas Elang. Kamu sering nanya kan Mas Elang orangnya kayak gimana. Sekarang kamu udah ketemu langsung ama orangnya. Gimana menurut kamu?” ujar Ray pada Sarah yang berdiri disebelahnya. Ray dan Sarah sama-sama menatap Mas Elang. Mas Elang kelihatan salah tingkah melihat kelakuan mereka.

“Gimana menurut kamu?”

“Kamu bohong. Kamu bilang kamu lebih cakep dari Mas Elang. Ternyata dilihat langsung  Mas Elang jauh lebih cakep dari kamu” ujar Sarah yang berhasil membuatku tertawa. Ray menatapku dan sarah kesal. “Cakep darimana. Kamu itu ada dipihakku atau bukan sih. Kok jadi belain Mas Elang gitu. Kamu itu kembaranku harusnya kamu belain aku. Kalau aku cakep, berarti kamu juga cakep. Kamu gimana sih. Nggak kompak banget” ujar Ray tidak terima.

Sarah yang sedaritadi terlihat canggung dan tegang mulai tertawa pelan mendengar ucapan Ray. Wajahnya kembali bersinar dan semakin terlihat cantik.

“Tapi kan aku mengatakan fakta yang sebenarnya Ray. Mas Elang memang jauh lebih cakep”

Mas Elang yang menjadi subjek pembicaraan Ray dan Sarah hanya tersenyum kecil. Wajahnya yang semula terlihat kesal mulai tersenyum. Dia tidak melepaskan tatapannya dari Sarah.  Rasanya ada yang aneh denganku. Aku seperti merasa kesal saat ini. Sepertinya aku mulai cemburu dengan sarah. Bagaimana mungkin dia bisa merebut hati dan perhatian keluargaku secepat ini. Rasanya benar-benar aneh.

“Kamu tahu, gara-gara keinginan kamu untuk bertemu dengan Mas Elang, aku harus menerima pukulan Mas Elang dan membuat wajahku bengkak seperti ini. Kamu harus tanggung jawab!” ujar Ray. Sarah menatap wajah Ray seksama.

“Beneran? Kamu dipukul ama Mas Elang?” Tanya Sarah tidak percaya.

“Kalau tidak percaya tanya langsung keorangnya. Gara-gara aku maksa dia ketemu ama kamu, Mas Elang langsung marah dan menghajarku. Bukannya sudah aku bilang sebelumnya, kamu itu tidak cukup istimewa untuk merebut perhatian Mas Elang. Kalau shilla nggak maksa, mungkin sampai lebaran monyet juga Mas Elang nggak mau ketemu kamu” ujar Ray

Sarah langsung menatap Mas Elang dalam. Mas Elang terlihat salah tingkah dan merasa bersalah.

“Aku nggak bermaksud seperti itu” ujar Mas Elang dengan suara yang melemah.

“Kalau gitu sebenarnya Mas Elang senang atau nggak ketemu ama sarah?” Tanya Ray. Sarah dan Ray langsung menatap Mas Elang intens. Seperti tidak sabar menunggu jawaban yang akan dikatakan Mas Elang. Mas Elang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menatap Sarah dan Ray bergantian.

“Awalnya Mas emang nggak suka ketemu kamu. Walau bagaimanapun juga rasanya aneh menerima kenyataan kalau aku harus mempunyai adik yang baru. Tapi setelah bertemu kamu….” Mas Elang menggantung ucapannya. Mas Elang tiba-tiba menatapku. Aku tahu saat ini Mas Elang sedang bingung dengan perasaannya. Walaupun aku cemburu dan kesal melihat Sarah yang mampu merebut perhatianku bukan berarti aku membencinya. Sarah memang pantas menerima semua perhatian itu. Aku hanya takut mereka melupakanku.

Aku tersenyum dan mengangguk pada Mas Elang, mengisyaratkan padanya kalau aku baik-baik saja saat ini.Walau batinku menolak, kenyataan tetaplah kenyataan. Aku harus memberi ruangan untuk Mas Elang. Menerima Sarah bukan berarti Mas Elang akan melupakanku. Dia bisa mencintai aku dan Sarah bersamaan. Karena sampai kapanpun juga, Mas Elang tetap kakakku dan aku tetap adiknya.

“Mas Elang kok diam sih. Setelah bertemu aku terus kenapa?” Tanya Sarah tidak sabar. Rasanya sifatnya semakin mirip dengan Ray. Bukan hanya wajah, sifat tidak sabaran mereka juga sangat mirip.

Mas Elang mengalihkan perhatiannya dariku dan menatap Sarah yang berdiri didepannya.

“Sepertinya tidak ada salahnya bertemu dengan kamu. Rasanya Aneh”

“Itu artinya Mas Elang tidak membenciku lagi”

“Siapa bilang aku membencimu?” Tanya mas Elang tidak terima. Sarah melirik Ray yang berdiri disebelahnya.

“Dia. Ray bilang Mas Elang membenciku” ujar Sarah sambil menunjuk Ray tepat diwajahnya. Ray terlihat gelagapan dan menggeleng keras saat Mas Elang menatapnya tajam, seolah ingin memakan Ray hidup-hidup saat ini. Sepertinya dia takut akan mendapatkan pukulan lagi dari Mas Elang.

“Aku tidak membencimu” ujar Mas Elang menatap Sarah serius.

“Jadi Mas mencintaiku?”

“Tentu saja. kamu adikku.”ujar Mas Elang cepat. Sarah dan Ray saling pandang. Mereka tersenyum lebar dan melakukan high five.

“Aku bilang juga apa. Mas Elang pasti menyukaimu” ujar Ray tersenyum lebar. Sarah hanya mengangguk senang. Mas Elang yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi hanya menatap Sarah dan Ray bergantian.

“Kalian lagi bicarain apa sih?” Tanya Mas Elang.

“RAHASIA” ujar Ray dan Sarah kompak. Mas Elang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan sepasang anak kembar didepannya.

“Yaudah, kalau gitu kamu ajak Shilla masuk dulu kedalam. Mama mau bicara bentar ama Papa dan tante kalian” ujar wanita yang kutahu adalah Mama kandungku itu. Sarah yang sedari tadi sibuk tertawa bersama Ray akhirnya mengangguk dan menatapku.

Dia langsung berjalan kearahku dan memegang tanganku.

“kayaknya kita harus bicara banyak. Ada banyak yang ingin kutanyakan padamu. Aku juga yakin banyak juga yang ingin kamu tanyakan padaku saat ini” ujar Sarah sambil memamerkan kedua lesung pipinya padaku. Aku hanya mengangguk.

“Kalau gitu aku ikut juga” ujar Ray sambil berjalan kearah kami.

“Tapi aku cuma mau berbicara berdua dengan Shilla”

“Aku mau nonton. Mau keruang tengah. Malas gangguin orang tua yang lagi ngobrol serius” bisik Ray pelan. Sarah hanya tersenyum dan mengangguk mengerti.

“Ozy juga mau ikut!” ujar Ozy tidak mau kalah. Alvin yang sedaritadi hanya diam juga ikut bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mengikuti kami. Sarah menatap Ray dan Alvin bergantian.

“Ngomong-ngomong kalian habis fashion show dimana?” Tanya Sarah bingung. Aku hanya bisa tertawa melihat Ray dan Alvin yang saling pandang. Sedaritadi aku juga merasa kalau pakaian yang mereka kenakan mala mini sedikit berlebihan. Wajar saja kalau Sarah berfikir kalau mereka kabur dari acara fashion show dan datang kemari.

“Kenapa harus ikut acara fashion show untuk pakai baju seperti ini. Aku hanya ingin pakai baju ini karena aku suka” ujar Ray yang semakin membuat Sarah memandangnya bingun.

“Mereka terkena penyakit celebrity syndrome. Mereka selalu berfikir kalau ada orang yang mengikuti mereka dan akan mengambil foto mereka diam-diam. Maklum aja…” bisikku pada Sarah. Sarah hanya manggut-manggut dan menatap mereka takjub.

“Yaudah deh kalau gitu, kita keruang tengah aja” ajak Sarah akhirnya.

 Aku berjalan tepat didepan bersama Sarah dan Ozy sedangkan Ray dan Alvin berjalan mengikuti kami dibelakang. Tangan Ozy tidak lepas memegangi ujung jari-jariku. Aku menatap ruangan yang kulewati, setiap sudut rumah ini penuh dengan pajangan lukisan. Aku menduga kalau semua lukisan yang dipajang didinding rumah ini adalah lukisan Papaku. Walaupun aku tidak begitu mengerti tentang seni, tapi aku bisa melihat kalau lukisan ini benar-benar unik. Warna-warna yang digunakan sebagian besar merupakan warna-warna tegas.

 Sarah langsung mempersilahkan kami untuk duduk diruang tengah. Ruang keluarganya benar-benar nyaman. Sofa yang berwarna hijau lumut serasi dengan cat ruangannya yang bewarna orange dan hijau pastel. Benar-benar nyaman. Diujung ruangan ada refleksi air terjun yang menjyejukkan. Disamping TV plasma aku melihat sebuah lebih besar yang penuh dengan keumpulan novel-novel dari dalam dan luar negri. Aku melihatnya satu persatu. Sepertinya sarah suka membaca. Buktinya koleksi novelnya bisa satu lemari penuh seperti ini. Sebagian besar novelnya setebal kamus bahasa Inggrisku yang membuatku harus bergidik ngeri membayangkan bagaimana caranya Sarah membaca semua buku ini.

“Koleksi novel kamu banyak banget. Udah Kamu baca semua ini?” tanyaku pada Sarah yang sedaritadi mengikuti dari belakang. Sarah tersenyum dan mengangguk.

“Udah. Aku memang suka baca novel. Sebagian besar waktuku kuhabiskan dengan membaca novel-novel itu. Kenapa? Kamu suka baca juga. Kalau kamu mau, aku bisa ngerekomendasikan Novel yang enak padamu” tawar Sarah yang membuatku menggeleng keras.

Nggak deh. Makasih. Aku tidak suka membaca novel. Aku lebih suka membaca komik” ujarku jujur.  Aku memang lebih suka membaca komik dibandingkan membaca novel. Apa enaknya sih membaca novel? Penuh dengan tulisan yang membuat kepalaku sakit. Tidak menarik.

Tiba-tiba mataku tertuju pada lukisan yang ada didepanku. lukisan abstrak bewarna biru yang dibingkai dengan pigura hitam. Lukisan ini hanya berbentuk garis horizontal dengan berbagai perpaduan warna biru. Aku tidak tahu kalau warna biru ada sebanyak ini dan bila digabungkan seperti ini warnanya benar-benar indah. Rasanya seperti sedang melihat langit dan laut yang biru. Benar-benar cantik.

“Itu lukisan yang dilukis Papa untuk Kakakku. Papa dan Kakakku sangat suka warna biru makanya Papa bikin lukisan itu. Katanya sih itu seperti melukiskan langit yang luas. Karena langit tidak pernah meninggalkan kita. Sejauh apapun kita pergi dan bersembunyi, langit tetap mengawasi kita Karena itulah Papa selalu mengatakan kalau dia dan kakak akan selalu menjadi langit untukku. Tidak pernah meninggalkanku dan akan selalu mengawasiku dimanapun aku berada” ujar Sarah sambil ikut memandangi lukisan biru yang ada didepan kami. Aku terdiam. Dari dulu aku juga sangat suka warna biru. Aku selalu berfikir kalau biru adalah warna paling indah dimuka bumi. Warna yang paling mudah untuk kunikmati karena dia ada dimana-mana. Aku tinggal menatap lautan atau tinggal mengangkat wajahku dan melihat warna biru disana. walau begitu banyak orang yang tidak menyadarinya. Orang terlalu malas untuk menatap langit yang biru dan membiarkan warna itu berlalu begitu saja. Padahal warna itu adalah warna paling indah. Warna yang memberi kehangatan dan membuat hati nyaman.

“GOOOOOLL…..!!!!”

Aku dan Sarah langsung menatap Alvin dan Ray yang berteriak kencang sambil tertawa hebat menonton pertandingan sepak bola di TV. Aku memang tahu dua bocoh ini terkadang memang suka lupa diri dan tidak tahu sopan satun. Bisa-bisanya mereka berteriak kencang dan menonton tv seenaknya tanpa izin pada tuan rumah. Mereka pikir ini rumah siapa? Malu-maluin banget.

“Mereka emang gitu, kalau udah lihat bola bisa lupa sekeliling”ujarku pelan. Sarah hanya tersenyum dan mengangguk.

“Yaudah kalau gitu kita kekamarku yuk. Ada yang ingin kutanyakan padamu” ujar Sarah sambil menatapku. Aku hanya mengangguk setuju.

Aku menatap Ozy yang sedang menarik-narik ujung gaunku. Dia menatapku lama. Aku hanya tersenyum dan mengacak rambut Ozy lembut.

“Oh iya Rah, kenalin ini Ozy” ujarku sambil mengenalkan Sarah pada Ozy. Ozy hanya diam dan memandang Sarah lama. Sarah langsung berjongkok dan ikut memandang Ozy. Entah berapa lama mereka hanya diam dan saling menatap satu sama lain.

“Ray sering cerita tentang kamu. Katanya kamu sayang banget yah ama kak Shilla” ujar Sarah tiba-tiba. Ozy hanya mengangguk tanpa melepaskan tatapannya dari Sarah.

“Kalau gitu, kakak harap Ozy juga bisa sayang ama kakak sama kayak Ozy sayang ama kak Shilla” ujar Sarah sambil tersenyum.

“Kenapa?” Tanya Ozy sambil mengernyitkan dahinya bingung. Aku selalu suka melihat ekspresi Ozy kalau sedang kebingungan seperti itu.wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan.

“Karena kakak juga sayang ama Ozy seperti kak shilla. Kakak harap kita bisa berteman baik” ujar Sarah lagi sambil tersenyum. Ozy hanya menghela nafas dan meletakkan kedua tangannya didadanya.

Okay. Ozy pikir-pikir dulu deh. Susah juga jadi orang ganteng harus diperebutkan banyak cewek seperti ini” ujar Ozy yang membuatku dan Sarah tertawa mendengar komentarnya. Ozy belajar darimana sih ngomong narsis begini? Aku melirik Ray yang masih terlihat asyik dengan pertandingan sepak bolanya. Pasti dari Ray, dari siapa lagi coba kalau bukan Ray. Ray kan memang makhluk paling narsis dimuka bumi ini.

“Yaudah kalau gitu. Tolong pertimbangkan permintaan kakak ya zy. Kakak tunggu lho” ujar Sarah sambil berdiri. Ozy hanya mengangguk pelan.

“Kak Shilla, Ozy disini aja ya ama kak Ray dan kak Alvin” ujar Ozy saat Sarah mengajakku masuk kekamarnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan.  Kamar Sarah terletak tidak jauh dari ruang tengah. Sarah segera membuka pintu kamarnya dan mempersilahkanku masuk.

Mataku langsung menyapu seisi kamar Sarah. Semua serba hello kitty dan bewarna pink. Ruangan kamar Sarah didominasi dengan warna pink, warna favorit Acha, temannya Ozy.  Mulai dari keset kaki, jam dinding, tong sampah,  boneka, wallpaper, sampai karpet bulu yang terbentang dilantai semuanya bergambar hello kitty, animasi kucing perempuan yang senang memakai baju manusia. Rasanya aku seperti masuk kekamar Ozy. Bedanya kamar Ozy didominasi oleh angry bird sedangkan kamar sarah bertemakan hello kitty.

“Kenapa senyum? Kamu pasti bingung yah melihat kamarku yang lebih mirip kamar anak TK. Kakakku juga sering mengejekku dan mengatakan seleraku mririp anak kecil. Tapi mau gimana lagi, aku memang suka hello kitty. Dari dulu aku selalu mengoleksi produk hello kitty dan sampai sekarang masih tetap suka” ujar Sarah seperti bisa membaca pikiranku. Aku hanya tersenyum mendengar penjelasannya.

Aku dan Sarah langsung duduk di tempat tidurnya. Sarah langsung membuka kulkas kecil yang ada disebelah tempat tidurnya dan memberikan sekaleng softdrink padaku. Setelah mengucapkan terima kasih aku langsung membuka dan meminumnya dengan cepat. Kami kembali terdiam. Tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Aku melirik Sarah yang juga terlihat masih canggung denganku. Bagaimanapun juga, ini pertemuan pertama kami. Wajar saja kalau kami masih belum bisa langsung akrab.

Tiba-tiba mataku langsung tertuju pada liontin perak berbentuk melati kecil yang dikenakan Sarah. Rasanya aku pernah melihat liontin itu sebelumnya. Sepertinya tidak asing.

“Ini hadiah dari Ray. Ray memberikannya padaku dihari pertama dia datang kemari” ujar Sarah seperti sadar kalau aku sedang memperhatikan liontinnya. Aku langsung mengalihkan perhatianku karena malu kedapatan sedang menatap liontin yang dikenakannya.

“Pantas saja aku merasa pernah melihatnya. Dulu aku pikir Ray mau memberikan liontin itu pada pacarnya. Ternyata dia membelikannya untuk kamu. Pantas saja Ray tidak mau menceritakan apapun saat itu” ujarku mencoba mengingat kembali. Ternyata saat itu Ray sudah tahu kalau aku bukan kembarannya yang asli. Kenapa Ray tidak mengatakan apapun saat itu. Dia berhasil mengecohkanku dan membuatku tidak sadar dengan perubahan sikapnya.

Oh iya. Kamu bilang kamu punya kakak kembar. Mana dia? Kenapa aku tidak melihatnya daritadi?” Tanyaku penasaran. Menurut cerita Ray, Sarah bukan anak tunggal. Dia mempunyai saudara kembar yang mirip denganku. Tapi daritadi aku tidak melihat siapapun selain Papa, Mama dan Sarah.

“Dia ada les malam. Katanya sih malam ini dia bakalan pulang cepat. Aku juga nggak tahu kenapa sampai sekarang dia belum datang juga” ujar Sarah sambil menatap jam dinding berbentuk kepala hello kitty yang ada didepannya. Sarah langsung mengambil handphone yang tentu saja bewarna pink dan menelpon seseorang. Sepertinya tidak diangkat. Wajah sarah terlihat cemas.

Nggak diangkat”ujar Sarah dengan suara yang melemah.

“Mungkin lagi dijalan. Kamu tahu sendiri kan Jakarta macetnya suka keterlaluan” ujarku mencoba menangkan Sarah.

“Benar juga. Kenapa aku jadi cemas gini sih.Aku tahu kakak tidak akan pernah mengingkari janjinya. Pasti dia lagi dijalan. Sebentar lagi pasti datang dan kamu bisa bertemu langsung dengannya” ujar Sarah sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk lemah. Jujur saja aku sedikit khawatir saat ini. Aku terus membayangkan bagaimana reaksi nya saat tahu kalau aku jauh berbeda dengan Sarah. Dia pasti shock dan tidak terima. Apalagi menurut cerita Sarah, dia sangat akrab dengan kakak kembarnya. Tidak mungkin dia bisa dengan mudah menerima kehadiranku.

“Tenang saja, kakakku sangat baik kok. Dia tidak pernah menyakiti siapapun. Dia sosok kakak terbaik dimuka bumi. Dia pasti menyukaimu” ujar Sarah tiba-tiba. Aku menatap Sarah tidak percaya. Sarah hanya mengangguk mencoba meyakinkanku. Mungkin Sarah benar. Kalau dia memang baik seperti yang dikatakan Sarah, mungkin aku tidak perlu khawatir. Dia tidak mungkin membunuhku karena sudah berani menggantikan posisi Sarah.

“Sebenarnya kakakku sudah lama tahu kalau aku bukan adik kandungnya. Dia sangat jenius dan pintar karena itu dia cepat menyadari kalau aku bukan kembarannya. Aku tidak sengaja mendengar waktu kakakku mengatakan pada Mama kalau aku bukan adiknya. Mama saat itu marah besar dan melarangnya untuk membahas masalah ini. Saat itu aku merasakan duniaku telah hancur.Itu kenyataan paling menyakitkan untukku. Aku sangat mencintai keluarga ini lebih dari apapun. Rasanya sulit menerima kenyataan kalau aku bukan anak kandung mereka”

Aku menatap Sarah. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia sudah lama tahu kalau dia bukan bagian dari keluarganya. Pasti sangat sulit untuknya.

“Tapi anehnya, sikap Mama dan kakak tidak berubah sedikitpun padaku. Aku pikir mereka akan menjauhiku dan menyingkirkanku perlahan. Aku selalu takut dan khawatir. Tapi ternyata aku salah. Mereka tetap mencintaiku seperti semula. Perasaan mereka tidak berubah sedikitpun padaku. Mereka membuatku percaya kalau hubungan darah bukanlah segalanya. Mereka bisa menerimaku dan mencintaiku apa adanya. Mereka selalu memprioritaskan kebahagianku”

Sarah menghela nafas panjang. Aku hanya diam mendengarkan cerita sarah.

“Sebenarnya aku sedikit egois. Aku ingin bertemu dengan keluarga kandungku dan tidak ingin melepaskan keluarga yang kupunya saat ini. Aku mencintai mereka. Saat Ray dan Alvin muncul dirumah ini, aku tidak menolak mereka. Aku langsung meminta Ray untuk mempertemukanku dengan keluarga kandungku. Aku bisa melihat gurat kekecewaan dan kesedihan diwajah keluargaku. Rasanya benar-benar menyakitkan.Tapi aku juga ingin bertemu keluarga kandungku. Bagaimanapun juga aku tidak bisa menolak takdirku. Setidaknya satu kali dalam hidupku aku ingin bertemu mereka secara langsung. Karena itulah aku terus mendesak Ray untuk mempertemukanku dengan kalian semua. Aku tidak percaya akhirnya kesempatan itu datang juga. Aku benar-benar bahagia saat ini” ujar Sarah sambil tersenyum lebar. Sepertinya dia benar-benar bahagia malam ini. Sarah memandangku. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya dan memegang tanganku.

Shil… Aku senang saat tahu orang yang tertukar denganku adalah kamu. Dari cerita Ray aku bisa tahu kalau kamu sangat baik dan perhatian. Aku benar-benar senang. Setidaknya aku bisa merasa lega sekarang karena kamu pasti bisa melakukannya dengan baik. Kamu bisa menjaga dua keluarga ini dengan baik. Aku bisa pergi dengan tenang sekarang”

Aku memandang Sarah tidak mengerti. Kenapa perasaanku jadi tidak enak. Tidak mungkin Sarah mengatakan hal aneh seperti.

“Aku nggak ngerti kamu ngomong apa. Emangnya kamu mau kemana? Kenapa harus aku yang menjaga mereka semua? Kita bisa melakukannya bersama-sama. Kamu menjaga keluargamu dan aku menjaga keluargaku”

Sarah tersenyum. Lama dia memandangku. Aku seperti hanyut dalam matanya yang coklat dan bening.

“Akan kuusahakan. Aku harap aku bisa membantumu menjaga mereka” ujar Sarah sambil tersenyum. Aku tidak tahu, rasanya ada yang aneh dengan senyumannya. Senyumannya seperti sedang menutupi rasa sedih yang mendalam. Walau bibirnya tersenyum, aku bisa melihat kalau matanya menangis saat ini. Ada apa dengannya. Belum sempat aku menanyakan apapun, Mama tiba-tiba masuk dan menyuruh kami untuk makan malam.

Sarah segera menarik tanganku dan menyuruhku mengikutinya kedapur.  Sebenarnya masih banyak yang ingin kutanyakan padanya saat ini. Tapi aku harus menyimpan pertanyaanku karena sepertinya Sarah tidak ingin menceritakan apapun padaku saat ini. Semoga saja dugaanku salah. Semoga saja ini hanya perasaanku. Aku yakin semua baik-baik saja.

***

Setelah selesai makan malam, aku langsung pamit pada kedua orang tua kandungku. Berkali-kali mereka mencium pipiku dan menyuruhku untuk sering datang mengunjungi mereka. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

“Sorry Ma, aku telat. Udah pada mau pulang yah?”

Aku membalikkan tubuhku dan terdiam menatap sosok pria yang berdiri tepat dihadapanku saat ini. Mataku membelalak sempurna. Aku benar-benar kaget. Jantungku ikut berdetak tidak karuan mungkin karena terlalu shock. Apa aku tidak salah lihat? Kenapa dia ada disini?

“Kakak darimana aja sih? Kok telat banget datangnya” ujar Sarah protes. Dia hanya tertawa dan menggaruk-garuk tengkuknya.

“Sorry.. tadi ban mobil kakak bocor. Ini juga tadi udah ngebut, ternyata masih telat juga” ujarnya sambil tersenyum. Baru kali ini aku melihat wajahnya yang tersenyum seperti ini. Tiba-tiba matanya bertemu denganku. Matanya yang hitam dan kelam seperti menembus jantungku. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Tapi saat ini aku bisa merasakan kalau detak jantungku berdetak tidak karuan saat ini.

Kok kalian diam aja sih kayak baru kenal gitu. Kalian kan satu sekolah. Kamu kenal dengan Ferdi kan Shil, dia senior kamu. Oh iya, dia juga sahabatnya Radith, ketua osis idolamu itu” ujar Ray yang membuatku menendang tulang keringnya keras. Ray mengiris kesakitan, aku hanya memandangnya galak.

Sebenarnya mulutnya Ray bisa dikunci atau tidak sih. Bisa-bisanya dia mengatakan dengan jelas kalau aku menyukai kak Radith didepan semua orang. Kenapa nggak sekalian paki toak bilangnya. Sekalian deh umumin dipapan ditelevisis kalau aku menyukai kak Radith, orang yang sudah menolakku. Biar dunia tahu kalau aku cewek yang menyedihkan yang sudah salah sangka dengan perasaannya. Itu memalukan. Apalagi Ferdi sangat dekat dengan kak Radith. Dia pasti akan menertawakanku saat ini.

Tapi sepertinya aku salah. Ferdi tidak tertawa padaku. Dia hanya diam dan tiba-tiba mengulurkan tangannya dan tersenyum. Hello… dia tersenyum padaku. Rasanya aku perlu mencatatnya dalam buku harianku. Ferdi, senior terkejam yang selama ini kubenci dan selalu kupanggil voldemort ternyata bisa senyum juga. Ajaib.

“Hai Shilla. Kamu mengenalku kan?”

Aku mengangguk dan menerima uluran tangannya. Tentu saja, mana mungkin aku tidak mengenalnya. Saat Ospek dulu aku sangat membencinya. Dia selalu menghukumku dan selalu mencari masalah denganku. Siapa yang menyangka kalau ternyata dia adalah kakak kembarku. Takdir memang aneh. Suka mempermainkan perasaan orang seenaknya.

“Aku tidak menyangka kalau kakak adalah kakak kembarku” ujarku jujur. Kak Ferdi hanya tersenyum dan mengangguk setuju.

“Kok kamu manggil Ferdi kakak sih? Padahal dari dulu sampai sekarang kamu sekalipun tidak pernah memanggilku kakak. Benar-benar tidak adil” ujar Ray protes. Aku kembali menatapnya kesal. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa dengan mudah memanggilnya kakak. Mungkin karena kak Ferdi adalah seniorku disekolah membuatku sedikit segan untuk memanggil namanya langsung. Kupikir mulai sekarang aku akan memanggilnya dengan sebutan kakak.

“Itu karena kamu memang tidak pantas dipanggil kakak. Lihat aja style kamu. Kayak orang salah kostum gitu. Heboh banget”

Ray menatap pakaian yang dikenakannya bingung. “Apa yang salah dengan pakaianku. Ini keren kok. Ini namanya fashion. Kamu tahu apa julukan fansku padaku? Mereka selalu menyebutku fashion king karena selera berbusanaku yang baik. Kamu aja yang nggak ngerti apa-apa

Aku menghela nafas pasrah. Sudahlah, percuma berbicara panjang lebar pada Ray. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa mengerti jalan pikirannya.

“Yasudah kalau gitu kami pamit dulu ya kak. Lain kali kita ngobrol lagi” ujarku pada kak Ferdi. Kak Ferdi hanya mengangguk dan menatapku dan Ray yang masuk kemobil Alvin. Alvin langsung melajukan mobilnya meninggalkan rumah ini.

Disepanjang perjalanan aku lebih banyak diam. Alvin dan Ray terlihat asyik berkomentar tentang pertandingan bola yang tadi mereka tonton.  Ini hari yang melelahkan. Untung saja Ozy ikut dimobil Mas Elang. Aku bisa menikmati waktuku sendiri dan mencoba memahami kejadian yang baru saja kualami.

Aku tidak tau harus bilang apa lagi. Ini benar-benar aneh. Terlalu tiba-tiba. Pertama, aku shock melihat Sarahyang benar-benar mirip sekali dengan Ray.  Aku juga masih bingung dengan ucapan Sarah tadi di kamarnya. Aku merasa Sarah seperti menyimpan sesuatu dariku. Walau aku tidak tahu apa yang disembunyikannya, aku harap itu bukan hal besar yang bisa merusak Aku juga masih belum percaya kalau Ferdi adalah kakak kembarku. Ini benar-benar aneh.  Aku tidak melihat kesamaan apapun pada kami kecuali kami sama-sama punya postur tubuh yang tinggi dan bentuk mata  yang sama. Selain itu kami benar-benar berbeda. Ferdi terkenal sebagai siswa jenius yang selalu menjadi juara umum di sekolah. Dia bahkan mengikuti program akselerasi karena kemampuannya. Sedangkan aku? Masuk sepuluh besar saja sudah membuatku ngos-ngosan karena harus belajar siang dan malam tanpa henti. Apa benar kami saudara kembar?

Ferdi..nama itu sebelumnya asing bagiku. Aku tidak pernah tertarik untuk membahas nama itu sebelumnya. Nama itu selalu menjadi momok menakutkan. Tapi mulai sekarang, nama itu sepertinya akan lebih sering mengisi kehidupanku sekarang dan nanti.

****

“Shill… kamu dari mana aja sih? Tiga hari bolos dan nggak ngasih kabar apa-apa. Dihubungi handphone kamu nggak aktif, mau jenguk kita nggak tahu rumah kamu dimana. Kamu dari mana aja sih” Kyla langsung menyerbuku dengan berbagai rentetan pertanyaan. Aku hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan Kyla.

“Kamu baik-baik aja kan Shil. Jangan bilang kamu bolos gara-gara patah hati ama kak Radith” ujar Nuri menatapku tajam.

“Ya nggak lah. Aku lagi ada urusan keluarga, makanya bolos tiga hari ini” terangku pada Kyla dan Nuri.

“Urusan keluarga apa sih? Kamu kok nggak cerita-cerita kekita. Tiga hari ini kami terus khawatir. Kami pikir kamu beneran patah hati karena menolak Zai dan ditolak kak Radith dihari yang sama” terang Nuri disambut anggukan Kyla. Mereka menatapku intens. Lagi aku hanya tersenyum mendengar ucapan mereka. Gara-gara masalah keluarga, aku sampai lupa dengan patah hatiku. Seluruh perhatianku tersita dengan masalah keluargaku yang complex. Sepertinya semua masalah yang kuhadapi saat ini ada hikmahnya juga. Buktinya aku tidak merasakan sakit apapun bila mengingat kak Radith. Semua perasaanku padanya hilang  begitu saja tak meninggalkan bekas sedikitpun. Aneh. Apa perasaan manusia memang cepat berubah seperti ini? Padahal dulu aku sangat memujanya, tapi kenapa rasanya aku tidak melihat ada hal yang istimewa dari kak Radith? Apa ini efek sakit hati yang kuterima.

Shil… kamu kok bengong sih?”

Aku tersenyum dan menggeleng. “Nggak ada apa-apa kok. Kapan-kapan aku cerita deh kekalian. Tapi bukan sekarang. Ceritanya masih terlalu rumit dan susah untuk dijelaskan” ujarku sambil menatap Kyla dan Nuri bergantian. Mereka hanya mengangguk mengerti.

Shil..ada Zai” bisik Kyla pelan. Aku menatap Zai yang baru tiba. Mata kami bertemu. Dia langsung membuang wajahnya dan pura-pura tidak melihatku. Zai langsung meletakkan tasnya cepat dan berjalan keluar kelas tanpa  apapun.

“Dia kenapa sih? Aneh banget” ujar Kyla seperti mewakili pertanyaanku.

“Masih patah hati mungkin. Wajar aja sih, Shilla kan udah nolak  perasaan dia. Wajar aja dia masih canggung bertemu dengan kita”

Aku hanya diam mendengar penjelasan Nuri. Mungkin yang dikatakan Nuri benar, Zai masih sakit hati padaku karena penolakanku beberapa hari yang lalu. Padahal aku tahu kalau perasaannya tulus padaku dan aku menyia-nyiakan perasaannya begitu. Wajar saja kalau Zai masih terluka.

“Kok Zai gak gentle banget sih. Baru ditolak aja sikapnya langsung berubah. Perasaan seseorang kan nggak bisa dipaksakan. Kenapa dia harus marah karena Shilla menolak perasaannya”

“Iya. Aku juga merasa nggak enak melihat sikap Zai yang berubah. Padahal biasanya dia selalu menghampiri kita. Dia sudah seperti sahabat kita sendiri. Aneh rasanya kalau Zai berubah menjadi orang asing begini. Padahal aku masih ingin tetap berteman baik dengannya” ujarku dengan suara melemah. Aku tidak menyangka kalau penolakanku bisa merusak semuanya. Aku harus kehilangan seorang sahabat baikku. Rasanya benar-benar menyedihkan. Persahabatan yang berubah menjadi cinta memang sedikit merepotkan.

“Kalian jangan egois gitu dong. Beri Zai waktu untuk menentukan sikapnya. Kalau memang Zai masih tetap ingin bersahabat dengan kita dan melupakan sakit hatinya, itu jauh lebih baik. Tapi bila Zai memutuskan untuk menjaga jarak dengan kita, sudah seharusnya kita menghormati keputusannya. Kalian tahu sendiri, merubah perasaan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu keberanin ekstra dan hati yang kuat  untuk mencoba menjadi sahabat orang yang menolakmu. Kurasa aku bisa mengerti perasaan Zai saat ini”

Aku dan Kyla menatap Nuri dalam. Seperti biasa, sahabatku ini memang selalu bijak dalam menyikapi masalah. Pemikirannya selalu realistis dan dewasa. Membuatku dan Kyla terasa menjadi makhluk kecil yang tidak pernah peka dengan keadaan sekeliling. Aku tidak pernah mencoba memahami perasaan Zai karena kupikir Zai juga akan cepat melupakanku seperti aku melupakan kak Radith. Bukankah perasaan orang tidak pernah sama? Apalagi Zai tidak mempunyai masalah lain yang jauh lebih besar yang bisa membuatnya mengalihkan perhatian dan perasaannya saat ini. Rasanya aku benar-benar egois bila memaksa Zai untuk kembali seperti dulu. Aku harus memberinya ruang dan waktu untuk sendiri.

“Kamu benar. Aku harus menghargai keputusan Zai. Walaupun aku sedikit sedih melihat sikapnya yang berubah padaku, bukan berarti aku membencinya. Aku tetap menyukainya sebagai sahabat. Mungkin suatu saat, bila Zai sudah bisa melupakan perasaannya dan menemukan cinta lain yang lebih sempurna, dia bisa membuka hatinya padaku dan menerimaku sebagai temannya lagi”

Kyla dan Nuri hanya tersenyum dan mengangguk setuju.

“Kyl dicariin osis tuh”ujar Hengki, teman sekelasku sambil menunjuk kearah pintu kelas. Aku, Nuri dan Kyla langsung menatap kak Ferdi dan kak Radith yang berdiri didepan kelasku.

“Ngapain kak Radith dan si voldemort nyari kamu?” bisik Nuri pelan pada Kyla. Kyla hanya mengangkat bahunya dan berjalan menuju pintu kelas menemui kak Radith dan kak Ferdi. Sebenarnya aku juga penasaran dengan apa yang saat ini mereka bicarakan. Aku dan Nuri hanya diam dan menatap Kyla yang sedang berbicara dengan kak Radith dan kak Ferdi. Tiba-tiba kak Ferdi menatapku. Mata kami bertemu. Dia tersenyum dan melambai padaku. Aku hanya tertawa dan ikut tersenyum melihatnya.

“Si Voldemort senyum dan melambai kekita? Apa aku nggak salah lihat? Dia salah minum obat yah?” Tanya Nuri sambil memandang kak Ferdi takjub. Wajar saja sih kalau Nuri kaget melihat perbedaan drastis sikap yang ditunjukkan kak Ferdi pagi ini. Biasanya setiap bertemu dengan kami, wajahnya terlihat suram dan tidak bersahabat.

Setelah pembicaraan mereka selesai, Kyla langsung datang menghampiri kami. Aku masih bisa melihat kak Ferdi yang memberi isyarat padaku kalau dia akan kembali kekelasnya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Sejak kejadian tadi malam, sikap kak Ferdi memang berubah padaku. Benar yang dikatakan Sarah, sebenarnya kak Ferdi adalah kakak yang baik. Tapi kenapa selama ini dia selalu kejam pada kami? Sebelum tahu kalau aku adiknya, kak Ferdi selalu mencari masalah denganku. Aneh.

Ngapain kak Radith dan voldemort nyari kamu Kyl ? Mereka ngomong apa?” Tanya Nuri begitu Kyla duduk kembali ditempatnya.

“Mereka cuma bahas tentang karya ilmiah kemarin dan ngasih bahan buat referensi” ujar Kyla sambil menunjukkan beberapa lembar kertas yang ada ditangannya.

Oh. Kirain ada apa. Eh, kamu ngeliat nggak tadi kalau mukanya si voldemort beda. Wajahnya nggak suram kayak biasa. Dia tadi senyum kekita. Aneh banget kan?” ujar Nuri bersemangat.

“Iya. Aku juga ngerasa ada yang aneh dengan Ferdi. Tadi dia juga ramah banget ngejelasin tentang pessyaratan final karya ilmiah ini. Beda banget dari biasanya. Sikapnya kok bisa berubah drastis kayak gini sih? Dia kembali seperti Ferdi yang kukenal dulu”

“Jangan-jangan tadi pagi dia salah minum obat makanya sifatnya bisa berubah”

“Kalian kenapa sih? Bagus dong kalau kak Ferdi berubah menjadi yang lebih baik. Lagian kalau dilihat-lihat kak Ferdi orangnya jauh lebih baik dan lebih menarik dibandingkan kak Radith. Aku sih senang-senang aja melihat kak Ferdi yang ramah seperti sekarang” ujarku berusaha membela kak Ferdi. Sebagai seorang adik, rasanya tidak enak juga kalau aku membiarkan teman-temanku terus memojokkan kak Ferdi. Bagaimanapun juga, dia adalah kakak kembarku dan aku harus mendukungnya.

“Kamu kenapa sih Shil, aneh banget. Biasanya kamu manggil Ferdi dengan sebutan voldemort, kenapa sekarang kamu memanggilnya kak Ferdi?” Tanya Kyla menatapku dalam.

“Yah..itu kan karena kak Ferdi memang baik. Menurutku julukan voldemort sedikit berlebihan untuknya”

Shill…”

“Apa?” tanyaku menelan ludah tidak mengerti saat Kyla dan Nuri menatpku dalam.

“Jangan bilang kalau…”

Mampus. Sepertinya mereka tahu kalau kak Ferdi adalah saudaraku. Bagaimana ini? Apa aku harus menceritakan pada mereka yang sebenarnya. Menceritakan semuanya dari awal. Mungkin mereka akan mengerti dan bisa membantu menyelesaikan semua ini.

“Jangan bilang kalau kamu udah berpaling hati ke Ferdi. Setelah diputuskan ama kak Radith kamu langsung ngincar sahabatnya untuk balas dendam.. Kamu nggak lagi niat buat pacaran ama Ferdi kan?”

Aku terdiam. Kyla dan Nuri juga ikut diam menatapku tidak sabar. Aku hanya tertawa kecil. Sepertinya aku memang harus menceritakan pada mereka kejadian yang sebenarnya. Daripada mereka terus penasaran dan berfikir yang tidak-tidak padaku.

****

Sepulang sekolah aku langsung mengajak Kyla dan Nuri kerumahku. Kupikir mengajak mereka kerumah adalah salah satu cara termudah untuk menjelaskan semuanya.

“Ya udah..masuk yok” ajakku pada Kyla dan Nuri yang masih terpaku menatap rumahku.Kyla dna Nuri langsung turun dari mobil dan berjalan mengikutiku dari belakang. Saat membuka pintu rumah, Kyla dan Nuri langsung menarik tanganku keras. Aku mengerti apa maksud mereka. Mereka pasti kaget melihat Ray dan Alvin yang sedang duduk diruang tamu dan menatap kami bingung.

“Itu Ray bukan sih? Kenapa bisa ada disini?”

“Kamu bilang Alvin bukan saudara kamu dan kamu bilang dia sepupu jauh kamu. Kalau kalian nggak dekat, nggak mungkin dong Alvin ada disini. Mana dia ngajak Ray lagi” bisik Nuri sambil menarik tanganku. Aku hanya tertawa melihat reaksi mereka. Sudah kuduga, mereka pasti kaget melihat Alvin dan Ray disini.

“Lho udah pulang Shil? Tumben kamu ngajak  Kyla dan Nuri main kesini” ujar Ray sambil menatap Kyla dan Nuri bergantian.

“Ray kok kenal dengan kita sih Shil? Sebenarnya ini mimpi bukan sih? Dia beneran Ray the star atau orang yang mirip Ray?” Tanya Kyla tanpa melepaskan tatapannya dari Ray.

Kok kalian pada berdiri dipintu aja? Ajak Kyla dan Nuri masuk dong Shil. Kamu gimana sih”

Aku hanya mengangguk dan menatap kedua sahabatku yang masih terbengong melihat Alvin dan Ray. Alvin yang sedaritadi duduk diam mulai gelisah dipandangin terus sama Nuri. Alvin langsung melirikku tajam. Sepertinya dia kesal. Ah masa bodo. Aku memang senang melihat Alvin kesal seperti itu.

“Udah ah. Jangan dipandangin terus dong. Air liur kalian pada jatuh tuh. Segitunya mandangin Alvin dan Ray” candaku apda Kyla dan Nuri. Mereka sepertinya tersadar dan tertawa dengan mata yang masih menatap Alvin dan Ray dengan pandangan tidak percaya.

Tiba-tiba Kyla meremas tanganku kuat. Aku menatapnya galak. Dia ngapain sih? Sakit tau!

“Kenapa Ray dan Alvin bisa ada disini. Ray siapa kamu?” bisik Kyla padaku.

“Alvin cakep banget sih…” celutuk Nuri tiba-tiba. Aku hanya tertawa mendengar komentar Nuri. Tiba-tiba Nuri melangkah maju kearah Alvin. Alvin terlihat semakin salah tingkah saat Nuri berhenti didepannya dan menatapnya dengan mata berbinar-binar.

“Alvin…Aku dari dulu ngefans banget ama kamu. Aku selalu ngoleksi album starband dan punya koleksi lengkap postcard kamu. Dari semua anggota the star, kamu yang paling keren dan paling ganteng. Aku juga suka dengar suara kamu yang berat kalau lagi nyanyi. Benar-benar keren. Aku ngefans banget ama kamu vin. Aku benar-benar nggak percaya bisa ketemu kamu disini. Aku boleh nggak salaman ama kamu?” cerocos Nuri tidak berhenti. Dia menatap Alvin lekat. Alvin terlihat kaget mendengar penjelasan Nuri. Bukan hanya Alvin, aku juga kaget melihat perubahan sikap Nuri. Selama ini Nuri selalu bersikap dewasa. Ini pertama kalinya aku melihat Nuri yang seperti ini.

Alvin yang semula hanya diam, tiba-tiba dia  mengulurkan tangannya pada Nuri. Nuri langsung berteriak kesenangan dan langsung menyambut uluran tangan Alvin.

“Boleh minta foto juga nggak Vin?”Tanya Nuri dengan wajah penuh harap. Alvin hanya mengangguk dan itu kembali membuat Nuri meloncat kegirangan.

“Shil.tolong fotoin aku ama Alvin dong” ujar Nuri tiba-tiba sambil mengeluarkan handphonenya.

“Waa…Aku juga mau. Ray aku juga ngefans banget ama kamu. Dibandingkan Alvin, menurut aku kamu paling keren. Aku juga selalu suka ama style busana kamu. Keren banget. Aku boleh minta foto bareng juga nggak?” Tanya Kyla tidak mau kalah dan langsung berlari menghampiri Ray.

“Hmm… Tentu saja. Karena kamu temannya Shilla dan kamu sudah bilang aku jauh lebih keren dari Alvin, ini buat kamu sebagai kenang-kenangan” ujar Ray sambil membuka topinya dan memakaikannya dikepala Kyla. Kyla terdiam lama. Dia menatap Ray tidak percaya dengan mata berkaca-kaca.

“Ray… Aku cinta banget ama kamu. Sampai kapanpun aku akan tetap jadi fans kamu yang setia” ujar Kyla tanpa melepaskan tatapannya dari Ray yang kini berdiri disebelahnya. Ray hanya memamerkan senyumannya dan mengangguk.

“Ayo dong Shil, kok diam aja sih? Fotoin kita dong!”

“Aku duluan Shil. Kan tadi aku duluan yang minta kamu fotoin aku ama Alvin. Ayo dong Shil.. Please”

Aku hanya menghela nafas pelan. Sejak kapan aku jadi beralih profesi menjadi fotografer sih? Tapi melihat wajah bahagia Nuri dan Kyla membuatku tidak tega menolak permintaan mereka. Aku langsung memenuhi permintaan mereka untuk memotret momen antara fans dan idolanya ini. Setelah puas melakukan sesi foto, aku langsung menyeret Kyla dan Nuri menjauh dari Ray dan Alvin. Mereka sempat protes dan memarahiku. Tapi aku tidak peduli.

“Shil, aku kan masih pengen liat Ray” rengek Kyla mencoba melepaskan tangannya dariku. Aku menatapnya tajam, “Sebenarnya kamu mau ketemu aku atau ketemu Ray sih?”

Kyla dan Nuri pandang-pandangan. “Ya ketemu kamu lah Shil tapi kan kita jarang-jarang ketemu Ray ama Alvin. Kamu kan tahu sendiri kalau kita berdua fans beratnya the star”ujar Nuri disambut anggukan Kyla.

“Udah tenang aja. Ntar kalian pasti bisa ketemu Ray dan Alvin lebih sering lagi. Mending sekarang kita kemarku yuk. Ada yang mau aku certain”

“Tentang Ray dan Alvin?” Tanya Kyla bersemangat. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. “Tentang Alvin dan Ray juga” ujarku akhirnya. Nuri dan kyla tidak bertanya apa-apa lagi. Sesampai dikamar,  Kyla dan Nuri langsung duduk diatas tempat tidurku dan terus menatapku.

“Kalian berdua kenapa? Kok natapnya gitu banget. Bikin gerah tau nggak”

“Kita nggak sabar pengen dengar cerita kamu” ujar Nuri yang dissambut anggukan Kyla. Aku hanya tertawa melihat mereka dan langsung menyerahkan dua kaleng softdrink dingin pada mereka.

“Sabar dong. Kan udah aku bilang, ceritanya panjang”ujarku tersenyum. Aku langsung membuka kaleng softdrink ku dan meneguknya.

“Sebenarnya Ray itu saudara kembarku” ujarku akhirnya. Kyla dan Nuri saling pandang dan menatapku tidak percaya.

“Lebih tepatnya mantan saudara kembarku” aku mengoreksi ucapanku. Memang benar, tiga hari yang lalu aku baru tahu kalau Ray yang selama ini saudara kembarku ternyata bukan saudara kembarku. Benar-benar aneh.

“Maksud kamu apa sih Shil. Aku nggak ngerti’

“Iya. Aku juga nggak kamu ngomong apa. Tadi kamu bilang Ray kembaran kamu, terus sekarang kamu bilang Ray mantan kembaran kamu. Yang benar yang mana? jangan bikin kita pusing dong” Kyla menatapku tidak sabar.

Aku hanya tersenyum dan mencoba menjelaskan semuanya pada Kyla dan Nuri. Aku menceritakan bagaimana awalnya aku selalu menyembunyikan pada semua orang kalau Ray adalah saudara kembarku karena dia terlalu berbeda denganku. Aku juga menceritakan bagaimana tiga hari yang lalu kehidupanku berubah total. Keluarga yang selama ini kuyakini sebagai keluargaku ternyata bukan keluargaku. Aku juga menceritakan bagaimana aku bertemu Sarah yang wajahnya mirip dengan Ray. Dan mengapa kak Ferdi berubah baik padaku. Bukan tanpa alasan sikap kak Ferdi berubah menjadi lebih ramah. Itu karena kami baru tahu kalau dia adalah kakak kembarku.

Tidak lupa aku juga menceritakan Bagaimana Raya yang selama ini menyamar sebagai sepupuku adalah Ray. Aku memang tidak tahu maksud Ray berubah menjadi Raya. Tapi setelah tahu siapa kembaran asliku, sepertinya aku tahu alasan Ray masuk kesekolahku. Dia ingin bertemu dengan kak Ferdi walau sebenarnya aku masih tidak mengerti kenapa dia harus berubah menjadi Raya bila ingin bertemu dengan kak Ferdi.

Kyla dan Nuri hanya mendengarkan ceritaku dengan seksama tanpa menyela atau bertanya apapun. Mereka hanya diam dan memandangku dengan tatapan sedih. Seolah mereka bisa merasakan betapa rumitnya masalah yang sedang kualami saat ini.

“Aku benaran nggak tahu kamu punya masalah serumit ini Shil”ujar Kyla dengan suara melemah. Dia menatapku dan merangkul pundakku lembut.

“Aku juga nggak tahu mau ngomong apa Shil. Ini terlalu rumit. Kamu baik-baik saja?” Nuri menatapku khawatir. Aku hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Aku tahu aku baik-baik saja. Tapi tidak tahu kenapa, mengingat kembali semua yang terjadi membuat perasaanku berantakan. Apa benar aku akan baik-baik saja saat ini?

Aku menangis. Kupikir aku tidak akan menangis lagi karena masalah ini. Kupikir aku cukup kuat dan bisa berlapang dada menerima permainan takdir ini. Tapi semuanya tidak sesuai dengan pemikiranku. Pertahananku jatuh. Aku menangi terisak. Kyla dan Nuri yang duduk disebalahku memelukku lembut, membiarkanku menangis tanpa mengatakan apapun.

Aku tidak tahu berapa lama aku menangis dan mengeluarkan kesedihan yang selama ini bertumpuk dihatiku. Rasanya beban yang selama ini kupikul, terangkat perlahan.Sekarang aku tahu kenapa wanita senang sekali menangis bila sedang mendapat masalah. Percaya atau tidak, setelah menangis perasaan kita jauh lebih ringan dibanding sebelumnya. Rasanya semua kesedihan yang kita rasakan ikut jatuh dan menghilang bersama air mata yang keluar. Semakin banyak kita menangis, semakin banyak pula beban itu menghilang.

“Sabar shil, Aku tahu ini pasti berat untuk kamu. Tapi bagaimanapun juga aku pikir ini tidak seburuk pemikiran kamu. Kamu bukan kehilangan keluarga kamu. Tapi kamu mendapat tambahan keluarga baru. Kamu bukan cuma Mas Elang, Ray dan Ozy disisi kamu, tapi kamu juga punya voldemort eh makud aku kak Ferdi yang akan selalu menyanyangi kamu. Semua ini pasti ada hikmahnya” ujar Nuri sambil menggenggam tanganku erat. Aku tahu dari dulu Nuri selalu bisa diandalkan. Dia selalu berfikir positif dan menganggap semua masalah bukanlah masalah. Seperti kata Nuri, tidak ada masalah yang tidak bisa dihadapi. Aku yakin semua ini aka nada hikmahnya.

“Iya aku tahu kok. Aku cuma sedih saja. Tapi seperti yang kamu bilang, aku tidak kehilangan keluargaku tapi mendapat tambahan keluarga baru. Makasih yah.. Aku benar-benar senang bisa menceritakan semuanya pada kalian berdua” ujarku sambil tersenyum dan menghapus sisa-sisa air mata yang membekas dipipiku.

 “Sama-sama Shil, Itu gunanya sahabat…”

“Selalu berbagi tawa dan air mata bersama” Kyla menyambung kalimat Nuri. Aku hanya tertawa mendengarnya ucapan Kyla. Kyla memang selalu bisa merubah suasana menjadi kembali ceria.  Aku benar-benar beruntung bisa bertemu Kyla dan Nuri. Mereka sahabat terbaik yang pernah kumiliki.

“Tapi ngomong-ngomong kayaknya aku pernah deh nonton drama yang ceritanya mirip dengan cerita yang saat ini kamu alami. Tapi apa yah judulnya? Aku lupa. Yang jelas ceritanya nanti, siadik yang tertukar akan jatuh cinta pada mantan kakaknya. Kayaknya seru juga tuh Shil kalau kamu bisa jatuh cinta ama Ray. Hidup kamu bakalan mirip drama. Benar-benar keren” ujar Kyla bersemangat. Nuri langsung memukul tangan Kyla dan menatap Kyla galak.

“Kamu pikir ini drama. Ini situasi nyata. Kehidupan nyata nggak selamanya mirip ama cerita drama. Berhentilah berkhayal” ujar Nuri galak. Kyla hanya merengut sedih.

“Menurutku nggak ada salahnya juga kalau kehidupan nyata yang kita alami sesuai dengan cerita drama. Bukannya cerita drama juga banyak yang diambil dari kisah nyata. Jadi nggak salah dong. Bukankah sekarang tidak Ray dan Shilla tidak mempunyai ikatan darah. Lagian Ray kan memang keren. Kalau aku jadi Shilla, aku pasti bakalan jatuh cinta ama Ray dengan mudah. ” ujar Kyla mencoba membela diri.

“Itu kan kamu bukan Shilla. Walau bagaimanapun sedari dulu Shilla selalu menganggap Ray saudaranya. Rasanya aneh kan kalau orang yang selama ini kamu anggap kakakmu tiba-tiba harus menjadi kekasihmu. Rasanya seperti sedang berpacaran dengan kakak sendiri

Kyla menghela nafas pelan dan menggeleng , “Kamu salah. Bukankah kenyataannya Ray memang bukan kakaknya Shilla. Menurutku malah seru pacaran dengan orang yang mengenal kita dengan baik. Kita tidak perlu lagi saling menyesuaikan diri karena sudah saling memahami sifat dan kepribadian masing-masing. Memperkecil resiko konflik yang akan timbul. Menurutku ini cerita cinta yang paling romantis. Mencintai orang yang selama ini selalu hidup denganmu. Sepanjang hidupmu kamu terus bersama orang yang sama. Benar-benar romantis ”

“Romantis apanya sih? Membosankan. Bagaimana mungkin kamu bisa tahan bila harus melihat orang yang sama sejak kamu membuka mata sampai menutup mata nanti. Itu kisah cinta yang paling nggak masuk akal. Cerita cinta murahan. Drama banget”

Aku menatap Kyla dan Nuri yang masih bersitegang. Kenapa mereka jadi meributkan masalah ini sih?Aku benar-benar tidak mengerti kenapa topik pembahasannya jadi lari kesini. Kenapa juga mereka membahas tentang hubunganku dan Ray. Dunia tahu kalau aku mencintai Ray. Tapi aku mencintainya sebagai saudara. Tidak lebih. Sepertinya Kyla memang sudah terlalu banyak nonton drama yang membuat jalan pikirannya ikutan ngawur.

Udah ah. Jangan bahas masalah Ray lagi. Kenapa jadi kalian yang ribut sih?” tanyaku smabil menatap Kyla dan Nuri bergantian.

“Kyla sih suka ngomong yang nggak-nggak. Sepertinya dia terlalu banyak nonton drama murahan”

“Enak aja drama murahan. Nggak salah dong kalau aku berfikir suatu saat nanti bisa saja Shilla jatuh cinta pada Ray. Ray itu sempurna. Tidak ada alasan orang lain bisa menolak Ray. Aku kan cuma ngingatin Shilla kalau sekarang dia bukan siapa-siapanya Ray. Dia juga berhak untuk jatuh cinta pada ray”

“Tapi kan Shilla nggak pernah bilang kalau dia suka ama Ray. Itu sama aja kamu maksa Shilla untuk jatuh cinta pada Ray” protes Nuri tidak mau kalah.

“Udah!!! Berhenti membahas hubunganku dan Ray. Seperti kata Nuri, aku tidak mungkin jatuh cinta pada Ray. Aku selalu menganggap Ray adikku. Rasanya aneh kalau harus jatuh cinta pada adik sendiri. Aku tidak mengidap brother complex. Sampai sekarang dan nanti, Ray akan tetap menjadi adikku dan itu tidak akan pernah berubah” ujarku tegas. Nuri hanya tersenyum dan mengangguk setuju. Aku melirik Kyla, dia hanya merengut kesal mendengar ucapanku. 

Bagaimanapun juga aku harus meyakinkan mereka kalau ucapan Nuri itu benar. Aku tidak mungkin jatuh cinta pada adikku sendiri. Aku tahu Kyla sangat mencintai dan mengidolakan Ray. Tapi bukan berarti dia harus memaksaku untuk jatuh cinta pada Ray kan. Aku juga tidak mau Ray mendengar ucapan Kyla barusan. Bisa-bisa dia akan berfikir kalau omongan Kyla itu benar. Aku tidak mau Ray akan menjaga jarak denganku dan akan menjauhiku bila tahu aku mencintainya. Aku tidak mau Ray berubah seperti Zai yang menjauhiku hanya karena cinta. Tidak. Aku tidak mau merusak hubungan yang sudah ada saat ini. Aku mencintai Ray seperti aku mencintai Ozy dan Mas Elang. Tidak lebih.

“Kak Shilla.. dipanggil tante Irna. Disuruh makan dan ajak teman kakak” ujar Ozy yang tiba-tiba masuk kekamarku.

“Yaudah kita makan dulu yuk. Tante Irna bisa ngomel kalau tahu aku tidak menghabiskan masakannya” ujarku sambil mengajak Kyla dan Nuri turun. Mereka hanya mengangguk dan tersenyum mengikuti. Sebenarnya daritadi cacing-cacing diperutku sudah berontak minta makan. Tapi karena terlalu asyik cerita dengan Kyla dan Nuri aku sampai mengabaikan aksi protes mereka. Untung saja Ozy datang mengingatkanku.

****

“Ray… kamu lagi ngapain?” tanyaku menghampiri Ray yang sedang duduk sedirian didepan teras rumah. Ngapain dia malam-malam duduk sendirian seperti ini?

“Teman kamu udah pada pulang?”

“Udah” ujarku sambil duduk disebelah Ray. Sepertinya malam ini Ray baru selesai mandi. Rambutnya masih basah dan aroma shampoo yang dipakainya menyeruak diudara. Aku selalu suka aroma shampoo yang dipakai Ray. Dari dulu Ray memang senang memakai shampoo aroma rerumputan yang khas.

“Kamu lagi ngapain sih? Kok duduk sendirian disini?”

Ray melirikku sekilas dan tersenyum kecil. “Aku cuma lagi pengen sendirian aja. Rasanya sudah lama sekali aku tidak duduk sendirian menatap langit seperti ini. Malam ini langitnya cerah banget. Ada banyak bintang disana” ujar Ray sambil menegadahkan kepalanya. Aku juga ikut menatap langit yang ada diatasku. Ray benar. Malam ini bulan bersinar lebih cerah dari biasanya. Ada banyak taburan bintang diatas sana. Benar-benar indah. Waktu masih kecil, aku, Ray dan Mama sangat senang menatap langit malam penuh taburan bintang seperti ini. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menikmati langit malam seperti ini. Aku lebih suka langit biru yang cerah.

“Benar-benar cantik. Selama ini aku takut menatap langit malam. Aku takut akan teringat dengan Mama. Bukankah Mama sangat suka langit seperti ini. Langit yang penuh cahaya bulan dan bintang. Memandang langit seperti ini benar-benar membuat perasaan nyaman”

Aku melirik Ray sekilas. Dia hanya tersenyum tanpa memalingkan perhatiannya dari langit. Aku tidak tahu entah berapa lama aku memandang Ray yang duduk disebelahku. Rasanya benar-benar nyaman melihatnya yang tersenyum seperti ini. Apa mungkin aku bisa jatuh cinta pada Ray? Astaga.. kenapa aku jadi punya pikiran seperti ini sih. Ini gara-gara Kyla ngomong yang nggak-nggak tadi siang. Membuatku jadi tidak fokus dan berpikiran aneh.

Ray mengalihkan perhatiannya dari langit dan menangkap basah diriku yang sedang menatapnya. Aku segera memalingkan wajahku cepat. Takut Ray bisa membaca pikiranku saat ini.

“Oh iya ngomong-ngomong gimana kabar secret admirer kamu?” Tanya Ray tiba-tiba. Aku menghela nafas panjang dan menggeleng lemah.

“Aku ditolak”

“Maksud kamu?” Ray mengernyitkan dahinya dan menatapku bingung.

“Ternyata kak Radith bukan secret admirer-ku. Dia tidak menyukaiku. Dia menyukaimu”

Aku melirik Ray. Dia masih menatapku bingung. Tentu saja bingung. Aku juga bingung dengan semua ini. Bagaimana mungkin kak radith bisa menolakku hanya karena dia jatuh cinta pada Ray? Walaupun Ray terlihat cantik dengan berpakaian seperti perempuan seperti itu. Tapi tetap saja dia itu pria dan aku wanita. Masa sih aura kewanitaanku bisa kalah ama Ray. Ini sedikit melukaiku.

“Sebenarnya dari awal aku juga sudah tahu kalau Radith tidak mencintaimu. Tapi melihat mata kamu yang selalu fokus padanya membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi.Saat itu aku berfikir mungkin seiring dengan berjalannya waktu, cepat atau lambat kak Radith bisa menerima ketulusanmu. Karena itulah aku membiarkanmu terus mendekati kak Radith. Toh aku juga tidak punya hak untuk mengatur perasaanmu” ujar Ray tenang.

“Aku juga tidak tahu kenapa saat itu aku begitu menyukai kak Radith dan bisa menolak Zai’ aku mendesah pelan.

“Kamu menolak Zai?” Ray menatapku dalam seolah tidak percaya dengan ucapanku.

“Iya. Memang kenapa?” tanyaku tidak mengerti dengan reaksi Ray. Dia terlihat kaget dan putus asa. Ray menutup wajahnya dengan kedua tangannya sedang menyesali sesuatu. Tiba-tiba Ray menatapku dalam. Aku hanya bisa menelan ludahku melihat wajah Ray yang kini hanya beberapa senti didepanku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat menyapu lembut pipiku. Matanya lekat menatap mataku. Membuatku terkunci tak bisa bergerak.

“Bodoh” ujar Ray setelah sekian lama diam dan hanya menatapku. Ray kembali mengalihkan perhatiannya dariku dan menatap lurus kedepan. “Kenapa kamu bisa nolak Zai sih? Padahal aku sudah cukup tenang karena tahu Zai sangat menyukaiku. Dia benar-benar mencintaimu. Aku bisa melihat matanya yang selalu tertuju padamu. Aku selalu berfikir cepat atau lambat kamu bisa merasakan ketulusan Zai dan menerima perasaannya. Karena Zai satu-satunya yang kupercaya bisa menjagamu saat ini. Aku tahu dia tidak akan menyakitimu. Kalau kamu menolak Zai juga, bagaimana caranya aku bisa pergi dengan tenang sekarang?!”

Aku menatap Ray tidak mengerti. “Kenapa kamu jadi belain Zai sih. Bukannya selama ini kamu selalu maksa aku buat jatuh cinta ama Alvin?”

“Iya. Itu sebelum aku tahu kalau perasaan Zai tulus padamu. Memang benar, bila harus memilih antara Zai dan Alvin, aku lebih mempercayakanmu pada Alvin. Tapi aku tahu aku tidak bisa memaksa Alvin untuk menyukaimu dan memaksamu untuk menyukainya. Karena itulah selama ini aku berfikir Zai satu-satunya orang yang tepat untuk kamu” terang Ray.

“TAPI AKU TIDAK MENCINTAI ZAI” teriakku keras. Aku juga tidak tahu kenapa aku berteriak seperti ini. Ray sepertinya kaget melihatku yang tiba-tiba berteriak seperti ini. Aku hanya menunduk malu.

“Maaf. Aku pikir akan lebih mudah untukmu mencintai orang yang mencintai kamu dibandingkan harus mencintai orang yang belum tentu mencintai kamu. Bukankah dicintai jauh lebih penting daripada mencintai? Karena itulah aku selalu merasa Zai tepat untuk kamu” suara Ray melemah. Sepertinya dia merasa bersalah karena telah membuatku berteriak kencang mala mini.

“Aku tidak tahu. Menurutku dicintai sama pentingnya dengan mencintai. Aku takut aku menerima Zai karena merasa utang budi karena dia telah mencintaiku. Bila aku menerima Zai, aku akan terus menerima semua cintanya tanpa membalas apapun. Bukankah cinta merupakan hubungan timbal balik dua manusia. Saling memberi dan menerima. Bila aku terus menerima dan tidak memberi, itu bukan cinta. Itu memanfaatkan. Aku tidak mau memanfaatkan Zai”

Ray menatapku. Wajahnya yang sebelumnya terlihat sedih mulai cerah kembali. Dia tersenyum padaku. “Maaf. Sepertinya aku memang salah. Aku terlalu memaksamu. Aku lupa kalau kamu sudah cukup bijak untuk memutuskan mana yang terbaik untukmu. Mendengar penjelasanmu barusan membuatku benar-benar lega. Sepertinya aku bisa meninggalkanmu dengan tenang sekarang. Aku yakin kamu bisa melakukannya sendiri tanpa memerlukan bantuan siapapun” ujar Ray tersenyum sambil mengacak rambutku lembut.

“Memangnya kamu pergi kemana?” tanyaku menatap mata Ray dalam. Daritadi Ray terus mengatakan akan pergi meninggalkanku. Dia tidak pernah mengatakan akan pergi kemana dan berapa lama akan pergi.

Bukannya menjawab pertanyaanku, Ray kembali terdiam sambil menatap langit diatasnya.

“Ray…memangnya kamu mau pergi kemana? Kenapa ninggalin aku?” aku mengguncang lengan Ray, mencoba mencari perhatiannya. Tapi Ray tidak memperdulikanku. Dia terus diam menatap taburan bintang dilangit. Aneh. Tidak biasanya Ray seperti ini. Kalaupun ingin pergi konser keluar kota, dia selalu mengatakannya seminggu sebelumnya padaku. Kenapa kali ini Ray tidak mengatakan apa-apapun. Kenapa rasanya dia akan pergi jauh dan akan meninggalkanku lebih lama dari biasanya. Ada apa ini? Kenapa perasaanku jadi tidak begini?

“Ray…. Jangan pergi. Kamu tidak boleh ninggalin aku. Berhentilah berfikir untuk pergi dan meninggalkanku dalam waktu yang lama. Aku tidak akan mengizanmu meninggalkanku sendirian.” ujarku sambil menatapnya. Tapi lagi-lagi Ray hanya diam dan tidak mengatakan apapun.

Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku saat ini. Rasa takut menyergapku tiba-tiba. Aku takut Ray akan benar meninggalkanku. Selama ini dia selalu ada disampingku dan tidak pernah meninggalkanku. Melihat Ray yang terdiam seperti ini membuat perasaanku berantakan. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya saat ini. Tanganku meraih tangan Ray. Aku menggenggam tangannya erat. Takut kalau suatu saat aku tidak bisa menggenggam tangan ini lagi.

Ray melirikku sekilas. Dia tersenyum kecil sebelum akhirnya kembali menatap langit. Aku juga hanya diam dan ikut menatap langit tanpa melepaskan genggaman tanganku. Biarlah.. malam ini saja aku ingin menghabiskan waktuku berdua dengan Ray. Menikmati desir-desir aneh yang perlahan menjalar keseluruh tubuhku. Melupakan semua masalah yang kuhadapi selama ini. Malam ini saja..

BAB X

GOOD BYE LOVE

The only feeling of real loss is when you love someone, more than yourself

(good will – hunting)

Siang ini kak Ferdi datang kekelasku dan menawarkan diri untuk mengatarkanku pulang. Aku hanya mengangguk setuju. Rasanya sudah lama sekali aku tidak berjalan berdua bersama kak Ferdi seperti ini. Walaupun aku tahu dia kakak kandungku, hubungan kami tidak jauh berbeda. Tidak ada yang berubah. Aku masih tinggal bersama keluargaku yang lama dan tidak pernah mengunjungi keluarga asliku lagi. Padahal ini sudah dua minggu sejak aku tahu kalau aku bukan anak kandung Papa dan Mamaku.

Saat berjalan ketempat parkir, kak Ferdi langsung membuka honda jazz birunya dan menyuruhku masuk. Aku hanya mengangguk dan masuk kemobil kak Ferdi. Kak Ferdi membantuku memasang safety belt­-ku. Aku hanya tersenyum mendapat perhatian dari kakak kembarku ini. Sepertinya dulu aku salah menilainya. Kak Ferdi benar-benar kakak yang baik dan perhatian.

Shil, sebelum pulang kita makan siang diluar dulu yah. Sekalian ada yang mau kakak omongin ama kamu” ujar kak Ferdi sambil menstarter mobilnya.

“Boleh kak. Shilla juga udah lapar”

Kak Ferdi hanya mengangguk dan tersenyum mendengar ucapanku. Sesekali aku melirik kak Ferdi yang duduk disebelahku. Rasanya aneh saat tahu kalau kak Ferdi adalah kakak kembarku. Padahal dulu aku selalu menganggapnya musuh terbesarku disekolahku.

“Kenapa kamu senyum-senyum? Ada yang aneh dengan wajah kakak?” Tanya kak Ferdi melirikku sekilas. Aku tertawa dan menggeleng. “nggak kok Kak. Rasanya aneh aja saat tahu kakak adalah kakak kembarku. Aku benar-benar nggak nyangka”

Kak Ferdi tersenyum mendengar penjelasanku. “Sebenarnya kakak juga nggak nyangka kalau kamu adik kandung kakak. Pantas saja dulu setiap ketemu kamu jantung kakak berdetak tidak karuan. Tiap berpasasan dengan kamu disekolah, rasanya ada udara aneh yang membuat kakak tidak bisa bernafas dengan benar. Sebelumnya kakak pikir kakak jatuh cinta ama kamu”

“Oh ya?” tanyaku tidak percaya. Kak Ferdi tertawa dan mengangguk.

“Iya. Kakak pikir kakak jatuh cinta ama kamu. Makanya dulu kakak sering banget ngehukum kamu saat ospek. Semua kakak lakukan karena kakak takut bisa semakin suka ama kamu. Bagaimanapun juga kamu itu jauh banget dari tipe ideal kakak selama ini. Kakak tidak mau jatuh cinta ama kamu makanya Kakak selalu nyari kelemahan kamu dan membuat jarak yang bisa memperkecil kemungkinan kakak jatuh cinta ama kamu”

Aku menatap kak Ferdi takjub. Aku tidak tahu kalau selama ini kak Ferdi menghukumku bukan karena dia membenciku. Tapi karena dia takut jatuh cinta padaku. Benar-benar lucu. Aku tidak menyangka kak Ferdi yang dikenal jenius dan bisa diandalkan punya kelemahan seperti ini. Dia takut dengan perasaannya sendiri.

“Kenapa? Kamu mau ngetawain kakak dan bilang kakak pengecut?” Tanya kak Ferdi yang berhasil membuatku tertawa lebar. Bagaimana dia tahu kalau aku punya pemikiran seperti itu padanya? Oh iya, aku lupa kalau dia kembaranku.

“Habis aneh aja. Masa kakak ngehukum aku karena kakak takut jatuh cinta ama aku sih. Ada-ada aja. Tau nggak, dulu sangking bencinya ama kakak, aku memanggil kakak dengan julukan voldemort”

“Voldemort? Maksud kamu musuhnya Harry potter itu?”

Aku mengangguk. “Iya. Soalnya kakak nyeremin dan selalu bikin kami takut. Kalau udah ngasih hukuman suka keterlaluan dan membuat kami takut. Kakak terkenal sebagai senior paling kejam saat itu”

Kak Ferdi tertawa. “Bukannya kamu yang nyebarin gossip kemana-mana kalau kakak senior paling kejam? Kamu pikir kakak nggak tahu apa kalau kamu itu ngelelang kakak dihari terakhir ospek. Kamu kan yang nyiram oli kemuka kakak?” Tanya kak Ferdi sambil melirikku. Aku hanya tertawa. Ternyata kak Ferdi tahu kalau aku adalah dalang yang membuat seluruh tubuhnya hitam penuh oli dihari penutuan ospek. Mau bagaimana lagi saat itu aku benar-benar dendam padanya.

“Kalau begitu kapan kakak tahu kalau aku adalah adik kandung kakak?”

Kak Ferdi terdiam lama seperti memikirkan sesuatu “Sepertinya waktu Ray datang kesekolah kita dan menyamar dari perempuan. Sebelumnya kakak tidak pernah bertemu langsung degan Ray. Dia hanya bertemu Papa, Mama dan Sarah. Dia sengaja tidak ingin bertemu dengan kakak karena mengatakan ingin menyelidiki langsung tentang kakak. Katanya dia tidak akan menyerahkan adiknya begitu saja kalau tahu kakak bukan kakak yang baik untuk kamu. Sepertinya kalian benar-benar dekat. Dia selalu mengkhawatirkanmu”

Aku tersenyum mendengar penjelasan kak Ferdi. Ray memang seperti itu. Dia selalu melakukan apapun yang diyakininya benar tanpa menanyakan pendapat siapapun.

“Saat pertama kali melihat Raya disekolah, kakak sudah tahu kalau dia kembarannya Sarah. Wajah mereka benar-benar mirip. Apalagi dengan berdandan seperti cewek begitu membuat Ray semakin mirip dengan sarah. Makanya dihari ketiga Ray datang, kakak langsung ngasih tahu kedia kalau kakak tahu kalau dia Ray, kembaran aslinya Sarah dan menyuruhnya berhenti menyelidiki kakak diam-diam seperti itu”

Ternyata ini adalah alasan kenapa Ray berubah menjadi Raya dan datang kesekolahku. Dia ingin memastikan secara langsung tentang kak Ferdi. Aku tidak menyangka Ray bisa melakukan hal sejauh ini untukku. Padahal dia tahu aku bukan kembarannya. Tapi tetap saja dia masih peduli dan mengkhawatirkanku sampai akhir.

“Kita makan disini aja yah” ujar kak Ferdi memarkirkan mobilnya direstoran cepat saji yang tidak jauh dari sekolah. Aku hanya mengangguk dan langsung turun dari mobil. Kak Ferdi menyuruhku untuk mencari tempat kosong mengingat ini jam makan siang. Hampir semua meja terisi penuh. Aku  memilih duduk dikursi kosong paling ujung. Untung saja masih ada tempat kosong.

Tidak berapa lama, Kak Ferdi menghampiriku dan langsung meletakkan makanan didepanku. Dua cup besar milo dingin, dua buah beef burger jumbo,dan dua French fries ukuran sedang.

Aku langsung memakan beef burger yang ada dihadapanku dengan cepat.

“Emangnya selama ini kamu nggak ada pernah sadar yah kalau kita saudara? Kamu nggak pernah deg-degan kalau ketemu kakak?” Tanya kak Ferdi tiba-tiba.

Aku terdiam dan berfikir lama. Mencoba mengingat-ngingat apakah aku pernah merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan kak Ferdi padaku.

“Tunggu dulu… bukannya kakak selalu jalan ama kak Radith yah?”

Kak Ferdi mengangguk. “Tiap ketemu kamu kakak selalu bareng kka Radith dan Kak Reno. Memangnya kenapa?”

Aku menepuk jidatku pelan. Seperti tersadar. “Pantas saja. setiap ketemu kak Radith aku selalu deg-degan nggak jelas. Perasaanku berantakan. Aku pikir itu karena kak Radith. Mana aku tahu kalau hatiku berdetak karena melewati kakak. Pantas saja waktu kak Radith nolak aku, perasaanku baik-baik saja. aku tidak terluka hanya kecewa karena kak Radith lebih milih Ray dibandingkan aku” ujarku sambil tersenyum sumringah. Kurasa ini adalah jawaban paling masuk akal kenapa aku bisa melupakan kak Radith secepat ini. Mungkin saja saat itu hati dan otakku tidak bekerja sama dengan baik. Hatiku berdetak karena kak Ferdi, sedangkan otakku berfikir kalau hatiku berdetak karena kak Radith. Sepertinya terjadi miscommunication antara hati dan otakku.

“Tunggu dulu. Kalau ngomong satu-satu dong Shil. Kakak nggak ngerti kamu ngomong apa. Kamu suka ama kak Radith dan kak Radith nolak kamu karena dia suka ama Ray?”

Aku mengangguk. “Iya. Kak Radith jatuh cinta ama sosok Ray yang berubah menjadi Raya” ujarku pelan. Kak Ferdi menatapku tidak percaya sebelum akhirnya dia tertawa lepas mendengar ceritaku. Oke, memang cerita cintaku yang tragis ini patut untuk ditertawakan.

Sorry.. kakak cuma nggak bisa ngebayangin gimana kalau kak Radith tahu kalau Raya itu Ray” ujar kak Ferdi disela tawanya. Aku hanya ikut tertawa dan mengangguk setuju. Aku juga pernah membayangkan bagaimana reaksi kak Radith kalau tahu orang yang selama ini dipujanya adalah cowok. Mungkin kak Radith bisa shock ditempat.

“Oh iya kak. Ngomong-ngomong gimana keadaan Mama dan Papa? Mereka baik-baik aja?” tanyaku sambil menyeruput milo dinginku.

“Mereka baik-baik saja kok. Sebenarnya kakak manggil kamu kesini ada kaitannya juga dengan ini. Kakak pengen ngasih tahu kamu sesuatu” ujar kak Ferdi tiba-tiba. Ekspresinya berubah serius. Dia menatapku dalam.

“Sebenarnya Sarah tidak begitu sehat”

“Maksud kakak?”

Kak Ferdi menghela nafas panjang dan kembali menatapku. “Jantung Sarah tidak seperti jantung orang normal. Terjadi kelainan dijantungnya yang membuatnya sering tidak sadarkan diri. Karena itulah, minggu depan Sarah akan melakukan operasi pencangkokan jantung. Selama ini Sarah selalu menolak untuk melakukan operasinya. Kakak juga tidak tahu alasannya untuk menolak. Papa dan Mama sampai kehabisan ide membujuk Sarah. Tapi waktu Ray muncul, semua berubah. Sarah setuju untuk melakukan operasi pencangkokan dengan syarat Ray harus ikut dengannya. Menurut Sarah, detak jantungnya bisa normal bila ada didekat Ray. Dia bisa merasa tenang bila ada didekat Ray dan membuatnya tidak takut untuk menjalani operasi”

Aku hanya diam menyimak penjelasan kak Ferdi.

“Karena itulah minggu depan Mama dan Papa menemani Sarah ke Jerman untuk melakukan operasi”

Aku terdiam dan menatap Kak Ferdi lama. “Maksud kakak? Jerman? Ray juga ikut?”

Kak Ferdi mengangguk. “Iya. Menurut Alvin, dia mengenal seorang dokter ahli bedah di Jerman yang bisa mengobati Sarah. Alvin dan Ray ingin membawa Sarah kesana dan mempercayakan operasi Sarah pada dokter itu. Papa dan Mama juga ikut menemani Sarah selama menjalani pengobatan disana. Mungkin akan lama dan bisa memakan waktu berbulan-bulan. Karena itulah mengapa selama ini Papa dan Mama tidak sempat menjemputmu pulang. Mereka masih fokus mengobati penyakit Sarah. Bukan berarti mereka tidak memepedulikanmu. Kalau semua sudah kembali normal, kakak akan memastikan untuk membawamu pulang kerumah” ujar kak Ferdi mengenggam tanganku.

“Berapa lama?”

Kak Ferdi mengangkat bahu. “Kakak tidak tahu. Kalau semua berjalan lancer, mungkin bisa memakan waktu 6 bulan. Apa Ray sudah cerita ama kamu kalau dia akan pindah sekolah dan melanjutkan sekolahnya di Jerman?”

Aku menatap kak Ferdi lama. Ray akan pindah sekolah? Tapi kenapa?

“Kalau tidak salah sih, Alvin yang membiayai sekolahnya Ray diluar negri. Ray akan masuk disalah satu sekolah music disana. Katanya untuk tiga tahun kedepan, band mereka akan break untuk sementara waktu sampai Ray kembali ke Indonesia. Kakak juga tidak begitu paham. Mendingan kamu Tanya langsung ama Ray atau Alvin”

Aku mengigit bibir bawahku keras mencoba menahan air mataku yang ingin keluar. Kenapa aku tidak tahu apa-apa selama ini. Aku memang tahu akhir-akhir ini Ray dan Alvin terlihat semakin sibuk. Kenapa mereka tidak mengatakan apapun padaku?

“Pantas saja waktu itu Ray bilang akan meninggalkanku. Ternyata dia akan pergi ke Jerman untuk menemani Sarah. Pantas saja dia tidak mengatakan apapun waktu aku memintanya untuk tidak pergi. Aku benar-benar egois. Bagaimana mungkin aku bisa menyuruh Ray untuk memilihku dibandingkan sarah. Jelas dia akan lebih memilih Sarah. Tapi mengapa dia tidak pernah mengatakan apapun padaku. Apa aku tidak cukup penting untuk tahu masalahnya” suaraku bergetar.

Shil… Kamu kenapa?” Tanya kak Ferdi saat melihat air mataku yang tiba-tiba terjatuh. Aku menggeleng dan langsung menghapus air mataku dengan cepat. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Aku benar-benar benci dengan diriku saat ini. Kenapa akhir-akhir ini aku cengeng dan mudah menangis seperti ini.

“Aku cuma sedih saja karena selama ini aku tidak tahu apa-apa”

Kak Ferdi hanya tersenyum dan membelai rambutku lembut ,”Tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Bila keadaan sudah membaik, semua akan kembali normal. Kakak cuma nggak mau kamu terus bertanya-tanya kenapa selama ini kami terkesan tidak memperdulikanmu. Kamu tahu Papa dan Mama mencintaimu,tapi mereka juga tidak bisa memilih antara kamu dan sarah. Bagaimanapun juga Sarah sudah bagian dari hidup mereka. Kakak harap kamu bisa mengerti keadaannya”

Aku hanya diam dan mengangguk. Entah kenapa selera makanku hilang saat ini. Perasaanku berantakan. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi saat ini. Ini benar-benar aneh. Aku seperti bukan diriku.

****

Malam ini aku tidak bisa tidur. Entah sudah berapa kali aku menatap jam dinding yang ada diruang tamu. Ini sudah pukul dua pagi dan Ray belum juga kembali. Aku sudah menunggu Ray sejak empat jam yang lalu. Ada banyak yang ingin kutanyakan pada Ray saat ini.

Saat aku menayakan tentang kepergian Ray pada Mas Elang dan tante Irna, mereka tidak kelihatan kaget. Mereka mengatakan kalau Alvin dan Ray sudah membicarakan masalah ini jauh-jauh hari sebelumnya. Benar yang dikatakan kak Ferdi, Alvin yang mengatur semua kepindahan Ray. Ini benar-benar tidak adil. Bagaimana mungkin aku menjadi satu-satunya orang yang tidak tahu dengan semua ini.

Ray bukan meninggalkan beberapa hari tapi dia akan pergi selama bertahun-tahun dan dia tidak mengatakan apapun padaku. Bukankah ini sedikit keterlaluan? Bagaimanapun aku berhak tahu. Kenapa dia tidak menceritakan apapun padaku. Ini terlalu tiba-tiba untukku. Kenapa dia harus pergi dan tidak mengatakan apapun?

Aku mengagkat wajahku ketika mendengar suara pintu rumah yang terbuka.

“Shilla? Ngapain kamu gelap-gelapan gini? Lampunya kok nggak dihidupin sih? Kamu kok belum tidur jam segini?” Ray langsung menyerbuku dengan rentetan pertanyaan.

“Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?” Ray berjalan menghampiriku dan menghempaskan tubuhnya disofa disebelahku.

“Aku benar-benar capek banget hari ini. Jadwal hari ini gila-gilaan banget. Aku harus melakukan interview dan perform diempat stasiun TV sekaligus. Ini benar-benar melelahkan. Sepertinya aku butuh istirhat dari jadwal seperti ini.” Ray menghela nafas panjang. Ray merenggangkan tangannya dan menatapku. “Ngomong-ngomong kenapa kamu duduk sendirian disini?  Ini sudah pagi dan kenapa kamu belum tidur?”

“Hei..kamu nggak papa?” Ray memutar tubuhnya kearahku. Nada khawatir terdengar jelas dari suaranya. Dia menatapku dalam. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi tiba-tiba saja air mataku jatuh tanpa bisa kubendung. Ray terlihat kaget dan menatapku bingung.

“Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu pergi? Kenapa aku menjadi orang terakhir yang tahu tentang ini? Kenapa kamu nggak cerita apapun padaku? Kenapa Ray? Kenapa aku harus tahu dari kak Ferdi tentang masalah ini? Kalau kak Ferdi nggak cerita, mungkin sampai kamu pergi juga aku tidak akan pernah tahu. Ini tidak adil Ray. Kenapa kamu harus pergi? Jahat. Aku benar benci ama kamu. Kamu tidak pernah menganggapku cukup berharga untuk mendengarkan semuanya. Kamu lebih percaya pada Alvin dan tidak padaku. Ini tidak adil Ray. Kamu benar-benar jahat”

Air mataku tumpah. Aku menangis terisak didepan Ray.

Hei.. Jangan menangis. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kamu akan sekecewa ini padaku. Maaf. Aku bukan ingin menyembunyikannya darimu, aku cuma tidak tahu harus mengatakan apa padamu”

Aku tidak memperdulikan ucapan Ray.Air mataku semakin deras mengalir dipipiku. Kenapa dia  menganggapku sebagai orang asing? Walau bagaimanapun aku adalah saudaranya. Seharusnya dia harus memberitahukanku tentang masalah ini. Tiba-tiba Ray merangkulku erat. Dia membiarkanku menangis didadanya dan membuat kaos yang dikenakannya basah karena air mataku.

Bodoh. Kalau kamu cengeng seperti ini, bagaimana aku bisa pergi dengan tenang? Berhentilah menangis…” ujar Ray membelai rambutku lembut. Ini pertama kalinya Ray mendekapku erat seperti ini. Biasanya dia hanya menggenggam tanganku dan tidak pernah menenangkanku seperti ini. Malam ini Ray memelukku erat seperti tidak ingin melepaskanku. Aneh. Perasaanku berubah menjadi aneh.

“Kalau begitu kamu jangan pergi. Kalau kamu tidak ingin melihatku menangis, kamu tidak boleh pergi meninggalkanku. Kamu harus tetap disini” ujarku disela tangisku. Aku menegadahkan kepalaku dari dekapan Ray dan menatap wajahnya yang hanya berada beberapa senti didepanku. Dalam cahaya redup seperti ini aku bisa melihat dengan jelas wajah Ray yang terlihat terduka. Dia menatap mataku dalam. Aku hanya diam dan berharap dia akan mengatakan  dekapan Ray dan menatap wajahnya yang hanya berada beberapa senti didepanku. Dalam cahaya redup seperti ini aku bisa melihat dengan jelas wajah Ray yang terlihat terduka. Dia menatap mataku dalam. Aku hanya diam dan berharap dia akan mengatakan “ya” kali ini. Selama ini Ray tidak pernah menolak permintaaanku. Walau terdengar egois tapi aku tidak ingin Ray pergi meninggalkanku begitu lama.

“Shilla.. kamu tahu aku tidak bisa memilih. Aku harus pergi karena aku memang harus pergi. Aku tidak bisa melakukan apapun saat ini. Ini tidak akan memakan waktu lama. Maaf.. tapi aku benar-benar harus pergi” ujar Ray tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku kembali menangis. Air mataku kembali mengalir dengan sendirinya. Ini pertama kalinya Ray menolak permintaanku. Rasanya benar-benar aneh.

“Tenang saja, aku akan menyelesaikan sekolahku dengan cepat dan akan secepatnya kembali lagi kesini. Kamu tidak usah khawatir. Kalau kamu perlu sesuatu, ada Alvin dan Ferdi yang akan menolongmu. Mereka pasti bisa menjagamu dengan baik” Ray menghapus air mataku.

“Tapi aku tidak mau. Mereka bukan kamu. Aku cuma mau kamu” ujarku cepat. Ray terlihat kaget mendengar ucapanku. Aku juga tidak mengerti kenapa aku tidak bisa melepaskan Ray saat ini. Padahal selama ini aku baik-baik saja. Mungkin karena selama ini aku selalu bergantung pada Ray. Tanpa kusadari Ray sudah mengisi sebagian besar kehidupanku. Rasanya aneh bila Ray tiba-tiba harus pergi.

“Kalau begitu kamu harus bisa sendiri. kamu tidak boleh bergantung pada siapapun selain aku. Kamu harus menungguku dua tahun lagi. Selama dua tahun ini kamu tidak boleh menangis didepan siapapun. Kamu tidak boleh menunjukkan airmatamu pada pria manapun. Kamu harus bisa menahannya selama dua tahun sampai aku kembali. Kamu harus bisa menungguku karena aku pasti akan kembali untuk kamu”

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja Ray mengecup keningku lama dan dalam. Walaupun aku bodoh dengan perasaanku. Tapi aku tahu kalau kecupan Ray bukan kecupan antara kakak-adik dan adik. Dia memberi perasaan berbeda. Dia berhasil membuat wajahku memanas dan memerah. Membuat detak jantungku berdetak lebih cepat saat ini.

Lidahku kelu. Aku tidak bisa mengatakan apapun saat ini. Bahkan saat Ray menyuruhku untuk kembali kekamarku. Aku hanya menuruti perintahnya tanpa mengatakan apapun lagi. ada apa ini? Kenapa rasanya ada ratusan kupu-kupu yang keluar dari hatiku dan berterbangan disekitarku? Rasanya benar-benar nyaman dan indah. Ini pertama kalinya untukku. Apa yang salah denganku?

****

“Shil, aku liat di TV katanya the star mau bubar yah?”

“Bukan bubar. Tapi mereka bilang mereka mau break karena mau fokus menyelesaikan pendidikan mereka dulu”

“Kan sama saja. apa bedanya break ama bubar sih? Ini tidak adil. Kenapa mereka harus break disaat semua mata sudah tertuju pada mereka sih. Padahal dua hari yang lalu, album mereka memenangkan platinum award karena penjualan album mereka yang membludak dipasaran. Kenapa tiba-tiba mereka harus break Shil? Kenapa?”

Aku hanya diam mendengarkan Kyla dan Nuri yang langsung menyerbuku dengan rentetan pertanyaan tentang the star.  Memang sejak tadi pagi, sudah ada penyataan resmi dari manajemen the star tentang penghentian sementara aktifitas the star dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Seluruh stasiun tv, media cetak dan internet sibuk membicarakan masalah ini. Aku sudah menduga kalau Kyla dan Nuri akan langsung menyerbuku seperti ini.

Shil..kamu kok diam aja sih. Emangnya Ray nggak bilang apa-apa kekamu? Kenapa mereka harus break Shil?” Kyla menatapku tidak sabar. Aku menghela nafas pendek. “Kan kamu sudah dengar sendiri pernyataan mereka. Mereka break karena ingin fokus menyelesaikan pendidikan” aku mencoba menjelaskan. Memang benar, menurut Mas Elang, Alvin memberi waktu untuk anggota the star menyelesaikan pendidikan mereka. Mengingat sejak bergabung dengan the star semua personil the star mengabaikan kuliah dan sekolah mereka karena jadwal yang terlalu padat. Karena itulah Alvin memberi waktu untuk mereka menyelesaikan untuk fokus menyelesaikan pendidikan mereka beberapa tahun kedepan.

“Tapi kan kan mereka nggak haru break”ujar Nuri dengan suara sedih.

Aku tahu perasaan Nuri dan Kyla saat ini karena aku juga merasakan hal yang sama dengan mereka. Aku tidak ingin mereka break dan membiarkan Ray pergi. Sebenarnya sejak kejadian beberapa malam yang lalu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Ray. Dia semakin sibuk dengan masalah tentang kepindahannya dan masalah pembubaran sementara the star.

Shil.. Kamu kenapa? Kok bengong sih?” Kyla menyadarkanku. Aku hanya tersenyum kecil dan menggeleng pelan. Apa aku harus menceritakan pada Kyla dan Nuri tentang kejadian beberapa malam yang lalu. Bagaimana perubahan sikap Ray membuat perasaanku berubah menjadi aneh.Bagaimana Ray mengecup keningku dan membuatku tidak bisa mengatakan apapun. Apa aku harus menceritakan pada mereka semuanya? Apa sebaiknya aku menyimpannya dan menjadikannya sebagai rahasiaku sendiri. Bukankah tidak semaunya harus diceritakan. Terkadang aku juga butuh ruang untuk menyimpan rahasiaku sendiri. Rahasia yang terlalu berharga untuk kubagi dengan orang lain. Termasuk sahabatku sendiri.

“Shilla…”

Aku memutar tubuhku dan melihat kak Ferdi yang berjalan menghampiriku. Dia menatapku dan tersenyum.

“Ada apa kak?”

“Ntar pulang sekolah kamu sibuk nggak?” Tanya kak Ferdi. Aku hanya menggeleng. Kak Ferdi tersenyum cerah. “Yaudah kalau gitu ntar siang kamu ikut kakak yah”ujar kak Ferdi bersemangat.

“Emang mau kemana?”

“Kerumah. Mama dan Papa pengen ketemu ama kamu. Sarah juga ingin ketemu ama kamu katanya ada hal penting yang ingin dikatakannya padamu. Kakak juga nggak tahu dia mau ngomong apa, tapi kayaknya serius banget. Yaudah kalau gitu ntar siang kakak jemput yah” ujar kak Ferdi sambil melampaikan tangannya dan berjalan meninggalkanku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Shil…”

“Apa?”

“Kamu mau nggak jadi adik iparku?”

Aku menatap Nuri yang berdiri disebelahku. “Maksud kamu?” tanyaku tidak mengerti.

“Kayaknya aku jatuh cinta ama kak Ferdi..” Nuri menatapku dalam. Aku hanya tertawa melihat ekspresinya. Padahal selama ini Nuri tidak pernah suka dengan kak Ferdi. Aku sih bisa maklum kenapa Nuri tidak pernah suka dengan kak Ferdi mengingat selama ini kak Ferdi tidak pernah ramah pada kami. Tapi sejak dia tahu aku adiknya, sikap kak Ferdi berubah drastis. Dia lebih sering tersenyum pada kami.

“Doni mau kamu kemanakan?” tanyaku disela tawaku. Dasar. Sudah jelas-jelas Nuri pacaran dengan Doni, bisa-bisanya dia melirik kak Ferdi juga. Kasihan Doni.

“Aku rela deh buang Doni demi kak Ferdi” ujar Nuri asal. Aku langsung memukul lengan Nuri keras dan menatapnya galak.

“Kamu pikir Doni itu sampah yang bisa kamu buang seenaknya. Nggak. Sampai kapanpun aku nggak pernah setuju kamu deketin kak Ferdi. Takutnya kalau kamu nemu cowok yang lebih baik dari kak Ferdi, kamu bisa buang dia seperti kamu buang Doni saat ini”

Ih Shilla… kamu sebenarnya temanku bukan sih”

Karena aku temanmu makanya aku tidak mau membiarkanmu berubah menjadi gadis yang jahat. Doni itu sangat baik dan sangat mencintaimu jadi berhentilah berfikir untuk meninggalkannya begitu saja. Yaudah yuk kita kekantin. Aku udah lapar” ujarku merangkul lengan Kyla dan Nuri. Nuri hanya tertawa dan tidak mengatakan apa-apa lagi.

****

Ini kedua kalinya aku datang kerumah ini. Walaupun begitu, aku sudah tidak merasa asing lagi dengan rumah ini. Papa dan Mama langsung menyambutku dan mencium pipiku begitu melihatku datang bersama kak Ferdi.

“Shilla.. kamu ini yah, kalau Mama nggak maksa kakak kamu buat ngajak kamu kesini mungkin tidak akan pernah main lagi kesini”

Aku hanya tertawa mendengar ucapan Mama. Sebenarnya aku juga merasa sedikit bersalah karena tidak pernah mengunjungi mereka lagi sejak pertemuan pertama kami.

“Mama terkadang heran kenapa Ray yang lebih sering datang kesini dibandingkan kamu. Yasudahlah yang penting siang ini Mama senang kamu sudah datang kesini. Mama sudah masak banyak makanan. Mending sekarang kita makan siang dulu. Kalian pasti lapar kan?” Tanya Mama sambil memandangku dan kak Ferdi bergantian. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

“Sarah mana Ma?” tanyaku saat tidak melihat sosok sarah diruang makan.

“Ada kok. Mungkin lagi mandi”

Aku hanya mengangguk dan menatap berbagai makanan yang ada dihadapanku. Siang ini Mama memasak ayam panggang, sayur asam, tumis kangkung dan tempe kecap. Melihatnya saja sudah membuat perutku keroncongan.

“Jangan cuma diliatin aja dong.Ayo dimakan” ujar Mama padaku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Aku langsung menyendok nasiku dan mengambil ayam panggang dan tumis kangkung favoritku.

“Enak banget Ma. Mama pintar banget masak” pujiku tulus saat mencicipi ayam pangganggu. Aku tidak berbohong. Rasanya benar-benar enak. Bumbunya pas dan gurih.Aku tidak tahu kalau ternyata Mama juga jago masak seperti tante Irna.

“Ini bukan masakan Mama Shil. Kalau soal urusan masak, Mama benar-benar payah. Mendingan kamu jangan pernah minta mama buat masak deh kalau nggak mau menyesal mencicipi rasa masakan mama yang abstrak”bisik kak Ferdi padaku. Aku memandang kak Ferdi tidak percaya. Kak Ferdi hanya mengangguk berusaha meyakinkanku.

“Kalau Papa ahli bikin lukisan abstrak, Mama ahli bikin masakan abstrak” Ujar kak Ferdi serius.

“Ferdi kamu apa-apaan sih, jelek-jelekin Mama didepan Shilla. Mama bukannya nggak bisa masak tapi selera kalian aja yang nggak sesuai sama masakan Mama. Kalau Shilla mau kapan-kapan Mama bakalan masak makanan khusus buat kamu. Mama jamin kamu pasti suka”ujar Mama sambil tersenyum dan menatapku dengan bersemangat. Aku melirik kak Ferdi yang duduk disebelahku. Dia menggeleng pelan. Aku hanya tertawa.

Nggak usah deh Ma, nggak papa kok. Sepertinya selera makan Shilla juga mirip dengan kak Ferdi. Mama nggak usah repot-repot masakin Shilla makanan spesial” tolakku halus. Aku melirik kak Ferdi. Dia hanya mengangguk dan tersenyum lebar padaku.

“Kamu kan belum nyoba Shil…” Suara Mama terdengar kecewa. Aku jadi tidak tega melihatnya.

“Yaudah deh Ma, kalau gitu kapan-kapan Shilla mau nyobain masakan Mama” ujarku merasa tidak enak. Wajah Mama yang semula terlihat sedih berubah menjadi cerah kembali. Mama menatapku tidak percaya.

“Yaudah kalau gitu kapan-kapan Mama akan masak makanan yang enak buat kamu. Sepertinya mulai sekarang Mama harus mikirin makanan apa yang enak dan bikin kamu suka”

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Mama. Kak Ferdi yang duduk disebelahku hanya memandangku prihatin dan menggeleng lemah. Mau bagaimana lagi? aku tidak tega melihat wajah Mama yang kecewa seperti itu. Walaupun kata kak Ferdi masakan mama abstrak,, setidaknya masakanku tidak akan membunuhku. Paling aku cuma sakit perut dan muntah saja. Itu tidak akan membunuhku.

Lho Shilla udah datang?”

Aku memutar tubuhku dan melihat Sarah yang berjalan kearahku. Rambutnya yang panjang sedikit basah. Siang ini Sarah terlihat cantik dengan gaun pink-nya. Sepertinya Sarah memang suka sekali memakai gaun yang manis. Cocok dengan wajahnya yang cantik. Sarah langsung duduk disebelah kanan Kak Ferdi dan langsung ikut makan.

Kami menceritakan banyak hal. Sebagian besar cerita tentang masa kecil kak Ferdi dan Shilla. Dari cerita yang kudengar, kak Ferdi memang sedikit overprotective pada Sarah. Dia mirip dengan Mas Elang, selalu memegang tanganku dan tidak berani membiarkanku berjalan sendiri. Dia selalu menganggapku adik kecil yang harus selalu dilindungi. padahal aku sudah cukup dewasa dan bisa mengambil langkah sendiri. Tapi aku tahu, mereka melakukan semua itu karena mereka sangat mencintai kami.

Setelah selesai makan,Sarah langsung mengajakku kekamarnya. Katanya ada hal penting yang ingin dikatakannya padaku. Aku hanya mengangguk setuju dan mengikuti Sarah kekamarnya. Aku tidak tahu hal penting apa yang ingin dibicarakan sarah padaku siang ini.

“Sebenarnya aku mau minta tolong ama kamu” ujar Sarah tiba-tiba.

“Minta tolong apa?”

Sarah terdiam sebentar. Dia menatapku dalam. Tatapannya berubah menjadi sedih.

“Aku minta kamu bisa lebih sering datang kesini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi denganku nanti. Mungkin kamu sudah dengan dari kak Ferdi kalau besok malam aku akan pergi ke luar negri untuk menyembuhkan penyakitku. Tapi aku tidak yakin itu akan benar-benar berhasil. Aku bisa merasakan tubuhku yang semakin melemah setiap harinya. Aku takut aku tidak bisa kembali….” Sarah menggantung ucapannya. Aku bisa melihat dua bulir air mata yang jatuh dipipinya yang putih. Dengan cepat Sarah menghapus air matanya dan menatapku sendu.

“Kalau seandainya aku tidak bisa kembali, aku minta tolong kamu untuk lebih sering memperhatikan Papa, Mama dan kak Ferdi. Kamu harus bisa membuat mereka tertawa seperti dulu lagi. Aku tidak mau mereka bersedih terlalu lama karenaku. Karena itu kumohon Shil, tolong bantu aku untuk menjaga mereka”

Aku terdiam. Mendengar permintaan Sarah membuat perasaanku hancur. Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan hal seperti ini. Seolah-olah dia sudah menyerah dengan hidupnya dan tidak ingin kembali lagi. Aku menatap Sarah dalam.

“Aku tidak mau”

Sarah sepertinya kaget mendengar ucapanku. Mungkin jawabanku tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

“Kalau kamu memang mencintai mereka, seharusnya kamu sendiri yang memastikan air mata mereka tidak akan keluar lagi. Aku bukan manusia super yang bisa memberi kebahagian pada semua orang. Aku tahu mereka sangat mencintaimu, seberapa besarpun usahaku mereka tidak akan bisa melupakanmu. Karena itu, kalau kamu memang benar mencintai dan peduli pada mereka. Kamu harus kembali dan memastikannya sendiri. Aku tidak mau menggantikanmu karena aku bukan kamu”

“Aku juga ingin kembali Shil. Siapa yang tidak ingin sembuh dan kembali? Aku ingin hidup. Aku ingin hidup dan membalas semua cinta yang mereka berikan padaku. Tapi aku tidak yakin aku bisa. Kamu tahu, dokterku saja sudah menyerah. Karena itulah selama ini aku tidak pernah mau menjalani operasi. Percuma. Tidak ada donor jantung yang sesuai dengan jantungku. Aku sudah lama menunggu. Aku juga ingin hidup tapi aku tidak bisa…”

Air mata sarah tumpah. Dia menutup wajahnya dengan tangannya. Membiarkan air matanya keluar dari sela-sela jarinya.

“Aku tahu kamu pasti akan sembuh. Berhentilah menangis karena aku tahu kamu bisa menjalaninya dengan baik”

“Dari mana kamu tahu aku akan sembuh? Tidak ada satu dokterpun yang bisa menjamin kesembuhanku”

Aku menghela nafas pelan. Sarah menatapku dengan mata yang masih berair.

“Aku tahu kamu akan sembuh karena aku yakin pada Ray. Kamu tahu, selama ini aku selalu merasa kalau Ray punya kekuatan sihir yang bisa menyelesaikan semua masalah. Aku selalu percaya padanya. Kalau dia mengatakan semua akan baik-baik saja, aku yakin kalau semua akan baik-baik saja. Ray selalu melakukan yang terbaik. Karena itu aku percaya pada Ray. Aku percaya dia bisa membantumu untuk sembuh. Karena itu kamu juga harus percaya kamu bisa sembuh. Berhentilah berfikir untuk meninggalkan dunia ini karena ada banyak orang disekitarmu yang tidak akan membiarkanmu meninggalkan dunia ini dengan mudah. Karena itu berhentilah menangis dan fokus untuk sembuh. Aku tidak mau kamu membuatku menyesal karena membiarkan Ray meninggalkanku. Karena itu berhentilah menangis dan hadapi masalahmu sendiri. Apapun caranya, kamu harus bisa sembuh dan kembali”

Sarah menatapku lama. Air matanya berhenti. Tiba Sarah meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Dia tersenyum padaku.

“Makasih Shil. Mendengar ucapan kamu membuatku tersadar kalau selama ini aku selalu egois dan memikirkan diri sendiri. Aku tidak memperdulikan perjuangan orang-orang disekelilingku yang selalu mendukungku dan berharap yang terbaik untukku. Bukannya berterima kasih, aku malah pesimis begini. Kamu benar, seharusnya aku menghargai usaha mereka dengan ikut berjuang bersama mereka”

Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Syukurlah Sarah bisa mengerti maksudku. Bagaimanapun juga aku tidak ingin sarah pergi. Dia sudah menjadi bagian dari keluar besarku. Aku tidak ingin dia putus asa dan berhenti berharap. Aku percaya keajaiban itu selalu ada selama kita tidak berhenti berharap. Karena keajaiban tidak akan pernah menghampiri orang-orang yang berputus asa dan menyerah akan takdirnya.

***

Aku menatap Ray lama. Aku mengigit bibir bawahku keras untuk berusaha menahan air mataku yang akan terjatuh. Satu jam lagi Ray pesawat yang akan dinaiki Ray, Sarah, Papa dan Mama akan take off. Ini adalah terakhir kalinya aku bisa melihat Ray sebelum dia pergi ke Jerman. Rasanya benar-benar sulit melepaskan kepergian Ray saat ini. Aku melirik Papa,Tante Irna serta Mas Elang yang terlihat asyik mengobrol dengan Sarah. Aku tahu mereka pasti sedang memberi semangat pada Sarah dan mendoakan yang terbaik untuknya. Sesekali aku melihat Mas Elang yang membelai rambut Sarah lembut. Sepertinya Mas Elang sudah membuka hatinya pada Sarah. Mereka terlihat sangat akrab.

Ray yang sedaritadi sibuk berbicara dengan Alvin akhirnya menyadari kalau aku terus menatapnya. Ray langsung berjalan meninggalkan Alvin dan menghampiriku. Dia menatapku dan tersenyum kecil padaku.

“Kenapa daritadi kamu diam aja? Kamu nggak mau ngomong sesuatu ama aku?” Tanya Ray tanpa mengalihkan perhatiannya padaku. Aku hanya diam.

Hei… Tenang saja, aku akan memberimu kabar setiap hari. Jangan pasang wajah sedih gitu dong. Masa aku harus mengingat wajahmu yang sedih seperti ini sebelum aku pergi sih?

Aku tidak peduli. Aku benar-benar tidak bisa tersenyum saat ini. Aku tidak bisa berpura-pura untuk bahagia melepaskan kepergian Ray. Aku tidak bisa mengatur ekspresi wajahku dengan mudah.

Tiba-tiba Ray membuka tasnya seperti sedang  mencari sesuatu disana. Aku hanya diam dan melihatnya. Aku berharap saat ini Ray sedang lupa membawa tiket atau pasportnya yang membuatnya harus menunda keberangkatannya sore ini. Tapi aku harus menelan kekecewaan saat melihat Ray yang langsung tersenyum sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil.

Ray kembali menutup tasnya dan kembali tersenyum padaku. Aku tidak mengerti, kenapa dia bisa tersenyum saat ini? Apa dia tidak merasakan kesedihan yang sama seperti yang kurasakan saat ini. Atau memang hanya aku satu-satunya yang sedih melihat kepergiannya. Papa dan Tante Irna tadi juga tidak bersedih mereka bahkan berterima kasih pada Ray karena sudah mewakili mereka menjaga Sarah disana. Ozy bahkan semangat meminta Ray untuk mengirimkannya oleh-oleh. Ozy tidak protes dan tidak menangis saat tahu Ray kali ini akan pergi lebih lama dari biasanya. Sedangkan Mas Elang kelihatan tidak peduli. Dia lebih peduli pada Sarah dan tidak mengatakan apapun pada Ray. Kenapa cuma aku yang merasa sesedih ini? Rasanya aneh kalau aku satu-satunya orang yang akan menangis sore ini.

“Ini buat kamu” ujar Ray sambil menyodorkan kotak kecil bewarna biru itu padaku. Aku hanya diam dan memperhatikan kotak yang ada ditangan Ray lama. Mungkin karena aku hanya diam, Ray langsung membuka kotak itu dan mengambil isinya. Sebuah liontin bewarna blue sapphire. Tunggu dulu, bukankah itu liontin yang dulu pernah kulihat bersama Ray?

Belum hilang rasa kagetku, Ray langsung mendekatiku dan memakaikan liontin itu dileherku.Dengan jarak sedekat ini aku bisa merasakan nafas Ray yang hangat menyapu tengkukku lembut saat dia berusaha memakaikan liontin itu padaku. Membuat wajah dan tubuhku menegang seketika. Seperti ada aliran listrik yang kuat yang membuatku tidak bisa bergerak. Detak jantungku juga berdetak lebih kencang dari biasanya. Dari jarak sedekat ini aku yakin Ray bisa mendengar suara detak jantungku saat ini. Ada apa ini? Kenapa Ray membuat jantungku bisa berdetak tidak karuan seperti ini?

“Selesai. Pas banget buat kamu” ujar Ray sambil menatap liontin yang kini ada dileherku. Aku menatap Ray, dia kembali tersenyum hangat padaku. Senyuman hangat yang membuat hatiku meleleh seperti es. Rasanya benar-benar aneh.

“Ray….”

“Iya?”

“Ada yang aneh denganku. Kenapa aku bisa deg-degan saat kamu memakain liontin ini padaku padahal aku tahu kamu juga memberi liontion yang sama dengan sarah”  ujarku pelan seperti sedang bertanya pada diriku sendiri. Aku tahu Ray memberikanku liontin yang sama dengan sarah. Bedanya dia memberikan Sarah liontin melati kecil sedangkan Ray memberikanku liontin berbentuk abstrak bewarna blue sapphire. Tapi kenapa aku merasa ada yang beda. Apa ini cuma perasaanku saja? apa ini karena efek karena Ray akan meninggalkanku dan membuatku menjadi sentiment seperti ini?

“Kamu beneran nggak tahu?”

Aku mengangkat wajahku dan menatap Ray sambil menggeleng pelan. Ray menghela nafasnya panjang sebelum akhirnya kembali tersenyum.

“Tenang saja, cepat atau lambat kamu bakalan tahu sendiri jawabannya. Kalau kamu belum tahu juga, aku akan memberitahu jawabannya saat aku pulang nanti. Karena itu tetaplah menungguku dan aku akan memberitahukanmu semuanya”

Aku memandang Ray tidak mengerti maksud ucapannya. Kenapa aku harus menunggu selama itu untuk tahu jawabannya. Kenapa dia tidak mengatakan apapun?

“Ray… ayo cepat masuk. Kita harus check in lagi” ujar Mama pada Ray. Ray hanya mengangguk dan kembali menatapku.

“Kamu harus menungguku. Ingat pesanku kemarin, appapun alasannya kamu tidak boleh menangis didepan pria manapun. Dan satu lagi. Jangan pernah mencoba jatuh cinta pada pria lain sebelum aku kembali. Baiklah kalau begitu aku pergi dulu.. jadilah gadis yang baik selama aku tidak ada disampingmu”

Ray mengacak rambutku lembut dan mengecup pipiku cepat sebelum akhirnya dia berlari menghampiri Papa dan Mama. Aku seperti terhipnotis. Aku bahkan tidak sadar saat Papa dan Mama mencium pipiku sebelum akhirnya mereka masuk untuk check in. Kepalaku terasa penuh saat ini. Wajahku memerah. Ada apa denganku? Rasanya kecupan Ray berbeda dengan kecupan yang diberikan Papa dan Mama padaku tadi. Kecupan singkat Ray berhasil membuat tubuhku lemah. Kakiku terjatuh seperti tidak bisa menopang beban tubuhku saat ini. Aku terjatuh ditempatku berdiri. Ini aneh. Kenapa Ray membuat perasaanku jadi seperti ini.

Shil…Kamu nggak papa?”

Aku melirik kak Ferdi yang berdiri disampingku. Aku menggeleng lemah. Kak Ferdi langsung mengulurkan tangannya dan membantuku berdiri.

“Yaudah kita pulang sekatang yuk. Ferdi kalau tidak sibuk ikut saja kerumah, sekalian nemanin Shilla. Dia pasti masih sedih ditinggal ama Ray” ujar tante Irna yang tiba-tiba muncul dari belakangku.

“Iya Fer.. Ikut aja kerumah. Daripada kamu sendirian aja dirumah mending kamu ikut pulang nemani Shilla”  Mas Elang yang berdiri disebelah tante Irna juga ikut angkat bicara.

Kak Ferdi menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menatapku lama.

“Baiklah kalau gitu” ujar kak Ferdi akhirnya. Aku langsung masuk ke mobil kak Ferdi sedangkan tante Irna dan Papa ikut mobilnya Mas Elang.

Disepanjang perjalanan pulang aku lebih banyak diam. Pikiranku sibuk mencerna kejadian yang baru saja kualami. Bayang-bayang Ray semakin melekat dan tidak mau pergi. Aku yakin kalau tadi bukanlah kecupan biasa. Ucapan Ray juga membuatku berharap lebih padanya. Apa benar yang dikatakan Kyla kalau aku akan jatuh cinta pada Ray. Tapi kenapa? Sejak kapan aku mencintai Ray lebih dari saudara? Bagaimana caranya aku bisa tahu kalau perasaan ini adalah cinta bukan karena Ray adalah saudaraku?

Shil.. Kamu lagi mikirin Ray yah?”Tanya kak Ferdi tiba-tiba. Aku bisa merasakan wajahku yang kembali memanas saat tahu kak Ferdi menangkap basah diriku yang sedang memikirkan Ray. Jangan-jangan kak Ferdi tahu kalau aku mulai menyukai Ray. Bagaimana ini?

“Kayaknya kecupan Ray dibandara tadi bukan kecupan antara kakak dan adik” ujar kak Ferdi yang membuatku menatapnya dalam.

“Bagaimana kakak tahu? Bukannya kecupan hal yang wajar dilakukan antar saudara?”

Kak Ferdi tertawa mendengar pertanyaanku. Dia melirikku sekilas dan kembali tersenyum. “Iya wajar. Wajar kalau kita mengecup pipi adik kita untuk mewujudkan rasa sayang kita padanya. Yang tidak wajar kalau dia mengecupnya pakai perasaan yang terdalam. Kakak bisa lihat dengan jelas kalau tadi Ray menutup matanya saat ngecup pipi kamu. Itu bukan hal yang wajar dilakukan seorang kakak pada adiknya”

“Ma.. Mana mungkin. Bisa ajakan tadi matanya Ray kelilipan makanya dia tutup mata. Lagian kenapa Ray harus melakukannya? ” ujarku tergugup.

“Kamu itu benaran tidak tahu atau pura-pura tidak tahu sih. Semua orang juga bisa melihat dengan jelas kalau Ray itu sangat mencintai kamu. Kenapa malah kamu yang satu-satunya orang yang tidak sadar tentang ini?”

Aku terdiam mendengar ucapan kak Ferdi. Kenapa rasanya aku bahagia mendenagar ucapan kak Ferdi. Aku bisa merasakan bibirku terkembang saat ini. Aku tidak bisa menahan senyumanku saat ini. Rasanya hatiku penuh. Ada ratusan kupu-kupu yang menari diperutku. Membuat perasaanku sesak dan bahagia disaat yang sama.

“Dasar. Ngelihat reaksi kamu sekarang, sepertinya kamu juga mencintai Ray. Kalau orang lagi jatuh cinta emang kayak gitu. Suka senyum-senyum nggak dan lupa sekeliling”

Aku tidak peduli dengan sindiran kak Ferdi. Aku tidak peduli. Aku benar-benar bahagia saat ini. Sebenarnya aku sudah lama menyukai Ray. Jauh sebelum aku tahu dia bukan saudaraku. Waktu masih kecil aku sering terpesona padanya tapi karena aku terlalu malu mengakuinya, aku selalu mencari cara untuk membencinya. Aku selalu mencari alasan untuk tidak menghiraukannya. Walau begitu, Ray tidak pernah menyerah dan tidak pernah meningalkanku sendirian. Sekeras apapun aku mengusirnya dari pandangan dan hatiku, Ray tidak pernah benar-benar pergi. Sepertinya sifatku dulu tidak jauh berbeda dengan kak Ferdi. Kami selalu mencari alasan untuk menutupi perasaan kami yang sebenarnya. Kuharap suatu saat nanti kak Ferdi juga akan menemukan orang yang tidak meninggalkannya dan akan selalu bertahan disisinya.

****

BAB X

COME BACK

3 years Later..

“Alviiin…. Ray kapan sih pulangnya. Ini sudah tiga tahun tapi Ray belum pulang juga. Bukankah seharusnya Ray pulang tahun kemarin? Kenapa dia belum pulang juga? Ayo dong Vin suruh Ray pulang….”

“Shilla, berhentilah bertanya pertanyaan yang sama. Selama tiga tahun ini sudah ratusan kali kamu memintaku untuk menyuruh Ray pulang. Ray bukan anak kecil lagi. kalau dia mau pulang, dia bisa pulang sendiri. Mending sekarang kamu pulang aja deh. Aku lagi sibuk banget hari ini”

Aku hanya menatap Alvin kesal. Aku tahu kalau selama tiga tahun ini aku selalu mengganggunya.

“Tapi kan kamu boss-nya. Kamu bisa nyuruh Ray pulang kapan saja. Ini sudah tiga tahun sejak Ray pergi. Sarah saja sudah kembali dua tahun yang lalu, kenapa Ray belum kembali juga? Ini tidak adil. Aku benar-benar membencimu karena sudah membuat Ray pergi sejauh itu”

“Bagus kalau kamu membenciku. Itu artinya aku sudah nggak punya urusan lagi denganmu. Sekarang tolong keluar dari kantorku secepatnya. Aku benar-benar sibuk hari ini dan tidak punya waktu mendengar rengekanm yang menyuruhku untuk memulangkan Ray.” ujar Alvin cuek sambil mengamati tumpukan kertas yang ada dimejanya.

“Kalau kamu tidak memulangkan Ray dalam seminggu ini, aku akan membunuhmu”

“Kamu selalu mengancamku dengan ancaman yang sama. Benar-benar nggak kreatif. Dan satu lagi, kalau mau keluar jangan banting pintunya. Itu pintu baru” ujar Alvin tanpa mengalihkan perhatiannya dari kertas yang ada dihadapannya. Aku hanya mendengus kesal dan keluar dari ruangan Alvin. Tidak lupa aku membanting keras pintu ruangannya sebagai bentuk protesku akan sikap semena-mena Alvin.

Sebenarnya tiga tahun ini telah banyak yang berubah. Aku bukanlah anak SMA yang cengeng lagi. Setelah berusaha mati-matian dan mendapat les privat siang malamdari Kak Ferdi, aku akhirnya berhasil masuk Fakultas Ekonomi disalah satu universitas Favorit. Kyla dan Nuri juga satu kampus denganku tapi beda jurusan. Kyla masuk jurusan hukum sedangkan Nuri mengikuti jejak Papanya menjadi seorang dokter. Walaupun begitu kami masih sering main bersama. Apalagi sekarang aku lebih sering tinggal dirumah Papa dan Mama dan sering menghabiskan waktu bersama Kyla yang rumahnya tepat disebelahku.

Tidak jarang aku juga datang berkunjung dan tidur dirumahku yang dulu. Ozy sudah semakin besar dan sudah duduk dikelas 2 sekarang. Dia semakin pintar dan sudah mulai sibuk dengan berbagai les yang diikutinya. Sepertinya Ozy mewarisi bakat Ray dibidang seni. Ozy sangat suka bermain piano dan sering memamerkan permainan pianonya padaku. Sarah sudah sembuh total dan sekarang dia sudah sepenuhnya beralih posisi denganku. Dia sudah tinggal dirumahku yang dulu walau sesekali sarah masih sering berkunjung menemui Papa dan Mama.

Mas Elang sendiri sudah bekerja disalah satu perusahaan kontrakur ternama di Jakarta. Dia sudah menjadi arsitek muda yang berbakat. Aku benar-benar benar-benar bahagia melihat Mas Elang yang sudah mulai membuka hatinya dan menjalin hubungan dengan gitaris the star, kak Karel. Aku tidak tahu kapan mereka mulai dekat, tapi sebulan yang lalu Mas Elang datang mengunjungi dan mengenalkan kak Karel sebagai pacarnya. Melihat Mas Elang yang akhirnya bisa membuka hati dan sepenuhnya bisa melupakan kak Cheryl membuat hatiku lega.

Kak Ferdi sendiri semakin sibuk dengan kuliahnya difakultas kedokteran. Dia berada dikampus yang sama dengan Nuri. Menurut cerita Nuri, akhir-akhir kak Ferdi sering dekat dengan seorang gadis teman kuliahnya. Tapi sampai saat ini kak Ferdi belum menceritakan apappun padaku. Sedangkan Alvin semakin sibuk dengan perusahaan rekamannya. Sepertinya dia lebih tertarik dengan usaha bidang musik dan lebih fokus mengurus label nya. Oh iya, aku juga lupa mengatakan kalau Alvin pacaran dengan Sarah. Impian Ray untuk menjadikan Alvin saudara iparnya hampir menjadi kenyataan. Ternyata sejak dulu Alvin sudah menyukai Sarah karena itulah dia pernah meminta izin pada Ray. Tapi karena Ray terlalu bodoh, dia pikir yang disukai Alvin adalah aku, bukan Sarah. Karena itulah Ray dulu sering memaksaku untuk mencintai Alvin. Untung saja saat itu aku tidak menuruti permintaan Ray, kalau tidak bisa bertemu Alvin lagi karena terlalu malu.

“Kamu dari mana Shil? Maksa Alvin buat nyuruh Ray pulang lagi?” Tanya kak Karel yang melihatku baru keluar dari ruangannya Alvin. Aku hanya mengangguk lemah.

“Sabar aja. Ray pasti pulang kok. Mendingan kamu duduk manis dirumah dan tunggu saja” ujar kak Karel sambil tersenyum aneh padaku. Dia seperti sedang menutupi sesuatu dariku. Aku menatap kak Karel curiga.

“Kakak nyembunyiin sesuatu yah dariku?” selidikku curiga. Kak Karel terlihat kaget dan menggeleng cepat. “Nggak kok. Emang kakak mau nyembunyiin apa dari kamu? Yaudah mending sekarang kamu pulang gih. Kakak lagi sibuk banget hari ini nggak bisa nemenin kamu. Hati-hati yah dijalan” ujar kak Karel sambil melambaikan tangannya dan menghilang dibalik pintu ruangan Alvin.

Aku hanya menghela nafas kecewa. Padahal aku harap kak Karel benar sedang menyembunyikan sesuatu dariku dan mengatakan kalau Ray akan pulang secepatya. Tapi ternyata aku salah. Ray masih belum pulang juga. Sudah seminggu ini handphone Ray mati. Aku tidak bisa menghubunginya. Email yang kukirim juga tidak pernah dibalasnya. Padahal selama ini Ray sangat rajin membalas semua email ku. Aku benar-benar membencinya. Kenapa dia membuatku menunggu terlalu lama begini? Kalau dia belum pulang juga aku tidak janji bisa memenuhi permintaannya yang dulu. Aku takut aku bisa jatuh cinta pada orang lain karena terlalu lelah menunggu kedatangan Ray. Ray..kumohon…cepatlah pulang dan kembali padaku..

****

Aku hanya menatap Sarah bingung. Tadi sore dia datang kerumah untuk mencariku dan mengajakku untuk menonton konser band favoritnya. Yang membuatku bingung bukan karena Sarah memintaku menemaninya, tapi karena Sarah juga memaksa dan menyeretku masuk ke salon langganannya. Bukannya menjawab kebingunganku, Sarah langsung menyuruh dua orang wanita untuk menarik tanganku dan menyuruhku masuk. Aku tidak sempat protes dan membiarkan dua wanita itu memaksaku untuk duduk. Ini kekerasan dan pemaksaan. Aku bisa melaporkan mereka semua pada polisi.

Sarahnya hanya cekikan saat melihatku yang kebingungan saat dua wanita itu langsung mengacak-ngacak rambutku dan menghapus bedak tipis yang kukenakan. Sepertinya dia benar-benar bahagia melihat penderitaanku.

“Udah tenang aja. Aku pengen kamu kelihatan cantik malam ini” bisik Sarah sambil tersenyum lebar,

“Dari dulu aku juga udah cantik kok”protesku seenaknya.

“Mbak bisa tenang nggak sih. Jangan kebanyakan gerak dong. Ntar make up nya berantakan. Bukannya jadi cantik ntar jadi kayak ondel ondel” ujar wanita yang sedang menghapus bedakku itu galak. Aku speachless mendengar ucapannya. Gila. Baru kali ini aku ditegur seperti ini. Bukannya prihatin dan membelaku, Sarah malah tertawa terbahak-bahak. Oke, sepertinya dia benar-benar bahagia melihatku seperti ini.

Karena terlalu malas berdebat, akhirnya aku diam dan membiarkan mereka mengacak-ngacak rambut dan wajahku. Kalaupun nanti mereka menyulapku menjadi ondel-ondel, aku bisa menghapusnya dengan cepat. Aku selalu membawa pembersih muka ditasku. Setelah sejam mengacak-ngacak rambut dan wajahku dan membuatku tertidur, akhirnya semua selesai juga. Penderitaanku berakhir juga.

Aku membuka mataku dan melihat refleksiku dicermin. Rambutku yang semula awut-awutan dan kusut berubah menjadi lebih lembut dan wangi. Wajahku juga terihat makin cantik. Make up tipis yang mereka gunakan terasa natural dan membuat wajahku kelihatan cerah. Melihat hasil pekerjaan mereka yang memuaskan membuatku lupa tentang kekesalanku sebelumnya.

“Cantik” ujar Sarah yang tiba-tiba muncul dibelakangku. Aku hanya tertawa mendengar pujian Sarah. Dilihat dari sudut manapun Sarah jauh lebih cantik dibandingkanku. Tapi mendengar pujian Sarah yang tulus membuatku mau tidak mau tersenyum mendengar pujiannya.

Sarah memandang penampilanku dari ujung kaki sampai ujung rambut, seperti sedang menilai penampilanku. Aku juga ikut menatap diriku sendiri. Sore ini aku memang mengenakan kaos panjang selutut bewarna putih dan cardigan abu-abu panjang diluarnya.  Aku juga mengenakan jins ketat hitam dan sepatu kets converse bewarna putih. Sepertinya tidak ada yang salah dengan penampilanku.

“Sebenarnya dengan riasan kamu yang seperti ini kamu akan kelihatan jauh lebih cantik kalau pakai gaun. Tapi mengingat kita mau nonton konser, sepertinya itu bukan ide yang bagus” ujar Sarah seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri.

“Sebenarnya ngapain harus dandan juga sih Rah? Toh kita cuma nonton konser bukannya mau dinner”

“Yaudah deh. Sepertinya ini udah oke. Mendingan kita pergi sekarang, takutnya ntar bisa telat” Sarah langsung menarik tanganku tanpa menghiraukan pertanyaanku. Dasar. Sepertinya semakin lama sarah semakin mirip dengan Alvin. Mereka senang melakukan apa yang mereka inginkan tanpa menanyakan pendapat orang lain.

Setelah menyerahkan tiga lembar uang seratus ribu-an, sarah langsung keluar dari salon tanpa melepaskan genggaman tangannya dariku. Sepertinya dia takut aku akan kabur dan berubah pikiran untuk menemaninya nonton malam ini.

Tiba-tiba sebuah mobil honda jazz biru yang sangat kukenal berhenti didepan kami. Sarah langsung menyuruhku masuk kedalam mobil tanpa menjelaskan apapun.

“Kenapa kamu nggak bilang kalau kak Ferdi ikut juga?” tanyaku pada Sarah yang duduk disebelahku.

“Gimana kak? Penampilan Shilla berubah kan?” Tanya Sarah bersemangat. Lagi-lagi dia tidak menghiraukan pertanyaanku. Kenapa aku harus dikelilingi dengan orang-orang yang punya sifat aneh sih. Kak Ferdi menatapku dari kaca spion nya. Dia tersenyum padaku.

“Cantik banget Rah…” ujar kak Ferdi yang berhasil membuat wajahku memerah karena malu mendengar pujiannya.

Tuh kan aku bilang juga apa. Kamu cantik banget malam ini Shil. Sepertinya perjuanganku untuk maksa kamu masuk kesalon itu nggak sia-sia” ujar Sarah tersenyum lebar padaku.

“Tapi kenapa harus buang-buang duit ke salon sih? Kita kan cuma nonton konser”

“Sesekali buang duit demi diri sendiri kan nggak papa Shil. Namanya juga cewek. Siapa tahu aja ntar disana kamu ketemu cowok yang kamu taksir. Buat jaga-jaga kamu harus selalu berpenampilan oke dong”

“Sarah….. aku nggak niat buat cari cowok. Sebenarnya aku harus bilang berapa kali sih kalau aku nggak tertarik cari cowok.”

Aku benar-benar tidak mengerti dengan Sarah. Semakin lama dia semakin mirip Nuri suka sekali mengenalkanku dengan pria lain dan berharap aku menyukainya.

“Kenapa? Kamu masih nunggu Ray?” Tanya Sarah yang membuatku menatapnya kaget. Oke, selama ini aku tidak mengatakan pada siapapun kalau aku menyukai Ray. Tidak pada Nuri apalagi pada Sarah. Jadi darimana Sarah tahu kalau aku menyukai Ray?

“Kamu pikir aku nggak tahu kalau selama ini kamu naksir ama Ray. Aku sudah lama tahu. Aku sengaja pengen ngerjain Ray dengan mengenalkanmu dengan berbagai cowok. Siapa tahu kamu mau berubah pikiran dan ninggalin Ray. Habisnya aku masih kesal dengan Ray. Selama di eropa dia sering meninggalkanku dan sibuk sendiri. Rasanya akan menyenangkan kalau melihat wajah Ray yang terluka sesekali”

Aku menatapnya tidak percaya sarah sudah lama mengetahui perasaanku pada Ray.Sarah terkikik pelan. Sifat jahilnya benar-benar mirip dengan Ray.

***

“Sebenarnya kita mau nonton konser apa sih? Rame banget kayaknya. Artis luar yah?” ujarku menatap takjub balai Sarbini yang malam itu terlihat sangat padat. Kak Ferdi saja sampai kesulitan mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Semua tempat parkir penuh. Untung saja setelah setengah jam berputar-putar, akhirnya kami bisa mendapatkan tempat kosong juga.

“Rame banget yang datang” ujar kak Ferdi saat kami berjalan menuju pintu masuk dan melihat antrian panjang disana.

“Iya. Tiketnya sold out. Untung aja kita dapat tiket khususujar Sarah sambil tersenyum

“Emangnya ini konser siapa sih? Justin biebier yah?”Bisikku pada Sarah. Aku memang tahu kalau fans justin biebier membludak dinegri ini. Setiap melakukan konser, pengunjungnya selalu membludak seperti ini. Sarah hanya tertawa mendengar pertanyaanku dan menggeleng.

“Jadi siapa? Jangan bilang ini konser artis K-POP seperti super junior atau bigbang. Kamu kan tahu sendiri aku nggak suka ama boyband” ujarku menatap Sarah curiga. Aku juga tidak tahu mengapa aku anti boyband. Aku tidak suka melihat cowok yang menyanyi rame-rame sambil menari-nari dan melakukan gerakan kompak diatas panggung. Rasanya seperti sedang melihat pemandu sorak pria. Tidak menarik sama sekali.

Aku pernah memarahi Kyla karena memaksaku menemaninya menonton konser boyband korea. Aku seperti berada didunia lain sendiri. Semua orang disekitarku sibuk berteriak-teriak tidak jelas membuat telingaku pecah. Belum lagi mereka menyanyikan lagu-lagu yang sama sekali tidak kutahu apa artinya. Aku seperti salah tempat. Sejak saat itu aku memutuskan itu adalah pertama dan terakhir kalinya aku menemani Kyla nonton konser. Kalaupun dia ingin mengajakku, aku harus memastikan dengan jelas itu konser siapa.

Setelah lama mengantri akhirnya kami masuk juga. Sarah langsung mengajakku berdiri tepat didepan stage. Tiket yang ada ditangan Sarah memang tiket VVIP limited edition. Aku tidak tahu berapa banyak uang yang harus dikeluarkan Sarah untuk membeli tiket itu. Pandanganku menyapu sekelilling. Balai Sarbini mala mini terlihat penuh dengan penonton.

“Shilla..!!!”

Tiba-tiba aku melihat Kyla dan Nuri yang berjalan menghampiri kami. Kenapa mereka bisa ada disini?

“Kalian udah lama?” Tanya Sarah sambil memandang Kyla dan Nuri bergantian.

“Kita udah datang sejak dua jam yang lalu. Takut macet” terang Kyla yang disambut anggukan Nuri.

“Emang. Pengunjungnya rame banget malam ini. Untung aja kita dapat tiket VVIP, jadi nggak harus desak-desakan dengan yang lain” ujar Sarah sambil tersenyum.

“Emangnya ini konser siapa sih? Kenapa kalian harus buang-buang duit buat beli VVIP? Emang tiketnya berapaan? ”tanyaku tidak mengerti pemikiran mereka. Se-ngefans apapun, kalau harus mengeluarkan uang beberapa juta hanya untuk mendapatkan tiket VVIP rasanya sedikit berlebihan.

“Gratis kok” ujar Nuri dan Kyla kompak.

“Kok bisa?” tanyaku tidak mengerti. Belum sempat menjawab pertanyaanku tiba-tiba seluruh lampu padam. Lampu besar langsung menyorot ke panggung, dua orang wanita dan tiga orang pria langsung muncul diatas panggung dan membuat gedung ini penuh dengan teriakan-teriakan semua orang.

The Star?”teriakku tidak percaya.

“Iya. Ini konser comeback pertamamereka”bisik Sarah ditelingaku.

Aku terdiam seperti terhipnotis. Tunggu dulu. Apa aku tidak sedang bermimpi saat ini? Aku melihat Ray yang berdiri beberapa meter didepanku. Dia memamerkan senyumannya dan memainkan stick drumnya diudara yang membuat semua orang kembali berteriak histeris. Ray hanya tertawa dan langsung menabuh drumnya. Musik pun dimulai. Semua orang digedung ini ikut bernyanyi mengikuti Alvin dan Ken. Seperti biasa, Ken terlihat bersemangat. Berkali-kali dia berlari kesana kemari dan membuat semua fansnya berteriak histeris. 

Aku tidak bisa berkata-kata. Aku terlalu kaget. Aku terlalu takjub melihat penampilan mereka. Setelah selesai dengan dua lagu pembuka, tiba-tiba lampu diatas stage padam. Tidak berapa lama, dua lampu sorot tertuju pada Alvin dan Ray yang duduk diatas kursi yang berada ditengah stage. Fans kembali menggila dan berteriak histeris. Alvin dan Ray sama-sama memegang sebuah gitar dan meletakkan stand mic didepannya. Sejak kapan Ray berubah menjadi gitaris?

“Sebelumnya kami mau mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang yang mau datang malam ini. Kami juga berterima kasih pada semua fans yang sudah setia menunggu kami dan tetap mendukung kami selama ini. Tanpa kalian semua mustahil the star bisa melaksanakan konser tunggal malam ini” ujar Alvin disambut tepuk tangan seluruh penonton.

Well, sebenarnya malam ini aku pengen nyanyiin sebuah lagu buat someone special yang sudah mau menungguku tiga tahun ini. Berhubung aku bukan vokalis dan aku takut suaraku bikin kalian semua kabur, karena itu aku meminta Alvin untuk membantuku kali ini” ujar Ray tersenyum lebar. Semua penonton didalam gedung juga ikut tertawa mendengar ucapannya.

Ray mengedarkan pandangannya menyap seluruh penonton. Tiba-tiba matanya bertemu dengan mataku. Ini seperti mimpi. Ray sekarang benar-benar ada dihadapanku. “Lagu ini aku persembahkan buat kamu. Moga-moga kamu suka” ujar Ray tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku merasakan wajahku memerah. Perasaanku berantakan. Antara kesal, sedih, marah, malu, bahagia semua bercampur menjadi satu. Aku bahkan tidak mendengar suara teriakan-teriakan fans yang berteriak memanggil nama Alvin dan Ray keras. Mata dan telingaku terkunci. Fokus tertuju pada satu titik diatas panggung. Ray.

Ray mencoba memetik gitarnya lembut. Aku hanya tersenyum lebar saat tahu Ray dan Alvin menyanyikan lagu kesukaan Papa dan Mama. Salah satu lagu legendaris dari Alm. Om Chrisye – Untukku. Dulu saat kami masih kecil, Papa dan Mama sering menyanyikan lagu ini bedua di rumah. Aku tidak percaya Alvin dan Ray juga menyanyikan lagu yang sama secara akustik.

Seluruh penonton terdiam seperti hanyut  dengan penampilan mereka. Suara petikan gitar Ray dan Alvin seperti alunan sihir yang membuat semua orang tidak bisa mengalihkan perhatian dari mereka berdua. Aku juga ikut tersihir melihat penampilan Ray dan Alvin yang memukau diatas panggung. Alvin meraih mic nya dan mulai bernyanyi.

(Alvin) Kemana langkahku pergi, Slalu ada bayangmu..

Kuyakin makna nurani, Kau tak akan pernah terganti..

Saat lautan kau sebrani, Janganlah ragu bersaung..

Kupercaya hati kecilku, kau takkan berpaling..

(Ray) walau keujung dunia, Pasti akan kunanti..

Meski ketujuh samudra, Pasti kukan menunggu..

Karena kuyakin..

Kau hanya untukku..

(Avin) kemana langkahku pergi, slalu ada bayangmu..

(Ray) Ooh.. Kuyakin makna nurani, Kau tak akan pernah terganti..

(Alvin) pandanglah bintang berpijar, Kau tak pernah tersembunyi..

(Ray) Dimana engkau berada, disana cintaku..

(Ray/Alvin) walau ke ujung dunia, Pasti akan kunanti..

Meski ketujuh samudra, Pasti ku kan menunggu..

Karena ku yakin..

Kau hanya untukku..

(Alvin) walau ke ujung dunia..

(Ray) Pasti akan kunanti..

(Alvin) Meski ketujuh Samudra

(Ray) Pasti ku kan menunggu..

(Alvin/Ray) Karena kuyakin.. Kau hanya untukku..

Suara tepuk tangan langsung membahana diseluruh ruangan begitu Alvin dan Ray berhasil menyanyikan lagu dari salah satu penyanyi legend tanah air itu dengan baik-baik.

Encore..!!! Encore..!! Encore…!!’

Semua orang diruangan itu kompak berteriak untuk meminta encore atau penampilan ulang Ray dan Alvin. Ray dan Alvin hanya tertawa melihat sambutan antusias dari para penonton untuk mereka.

Oke tenang-tenang masih ada penampilan lain yang jauh lebih menarik dari ini. Benar kan Vin?” ujar Ray sambil menatap Alvin.

“Iya. Masih ada solo stage nya Ken yang luar biasa dan penampilan duet dari Fei dan Karel. Malam ini adalah malam yang spesial, karena itu kami juga akan menampilkan penampilan spesial dari para personil the star. Penampilan yang lain dari biasanya. Moga-moga kalian semua bisa suka. Let’s rock..!!!!” Teriak Alvin kencang disambut teriakan semangat para penonton. Baru kali ini aku melihat Alvin yang berteriak sesemangat ini. Mungkin karena selama tiga tahun ini dia terus menahan keinginanannya untuk bernyanyi. Makanya malam ini Alvin dan yang lainnya terlihat all out.

Tiba-tiba lampu yang sedaritadi menyorot Alvin dan Ray padam. Stage kembali gelap. Aku tidak bisa melihat apapun diatas panggung. Tidak berapa lama lampu stage kembali hidup. Diatas panggung sudah ada Fei dan Karel dengan dua grand piono didepan mereka. Fei dan Karel terlihat cantik dengan gaun yang mereka kenakan malam ini. Semua lampu tertuju pada mereka, membuat mereka terlihat bersinar diatas panggung. Teriakan para fans semakin menggila saat Fei dan Karel melambaikan tangan kearah penonton.

Setelah menyapa penonton, karel dan Fei kembali keposisi mereka dan mulai memainkan piano yang ada didepan mereka. Alunan lembut

(Karel) Seems like it was yesterday, When I saw your Face

You told me how proud you were but I walked away

If only I knew, what I know today

Ooh, Ooh…

(Fei)  I would hold you in my arms, I would take the pain away

Thank you for all you’ve done, Forgive all your mistake

There’s nothing I wouldn’t do, to hear your voice again

Sometimes I want to call you, But I know you won’t be there

(Fei/Karel) Ooh, ooh..

I’m  sorry for blaming you for everything I just couldn’t do

And I hurt myself by hurting you

(Karel) Somedays I feel broke inside but I won’t admit

Sometime I just want to hide ‘cause it’s you I miss

You know it’s so hard to say Goodbye when it comes to this

(Fei) Would you tell me I was wrong?

Would you help me understand?

Are you looking down upon me?

Are you proud of who I am?

There’s nothing I want to do, To have just one more chance

                                   To look into your eyes and see you looking back..

(Karel) Ooh.. I’m  sorry for blaming you for everything I just couldn’t do..

And I hurt myself…

(Fei) If I had just one more day,

 I would tell you how much that I’ve missed you since you’ve been away

Oh, It’s dangerous.  It’s so I’m afraid to try to turn back time

(Fei/Karel) I’m  sorry for blaming you for everything I just couldn’t do

And I hurt myself….by hurting you

Air mataku tumpah. Ini benar-benar keren. Bagaimana mungkin kak Karel dan Fei bisa membawakan lagu Christina Aguilera ini dengan sangat baik. Aku melirik Sarah yang ada disebelahku, dia juga ikut menangis meihat penampilan kak Karel dan kak Fei barusan. Painful nya dapat banget. Aku tidak tahu kalau mereka bisa menyanyikan lagu ini dengan baik. Apalagi  mendenga rsuara kak Fei yang besar dan tinggi mampu membuat bulu kuduk berdiri karena hanyut dengan suara indahnya. Aku seperti sedang menonton konser final ajang bakat international yang menampilkan dua finalis terbaik. Ini penampilan yang sempurna. Aku terus berfikir kenapa selama ini mereka tidak bernyanyi padahal mereka punya suara yang begitu bagus.

Tepuk tangan dan siulan riuh langsung memenuhi seisi gedung. Kyla dan Nuri terus berteriak histeris memanggil nama Fei. Sepertinya mereka sudah mempunyai idola baru. Aku juga rela mengeluarkan uang yang banyak untuk melihat penampilan yang supermegah seperti ini.

“Keren banget….”

Aku mengangguk setuju mendengar ucapan Saran. Ini bukan hanya keren. Ini super keren. Aku yakin mulai hari ini jumlah fans mereka akan semakin bertambah. Aku tidak menyangka ternyata setelah break selama tiga tahun, skill mereka meningkat drastis. Menurut Sarah, Alvin memang memaksa kak Fei dan kak Karel untuk ikut les vocal selama beberapa tahun ini. Dan hasilnya bisa dilihat sekarang. Mereka menakjubkan.

Penampilan berikutnya menampilan solo stage Ken yang menyanyikan lagu hip hop yang menunjukkan skill rap Ken yang luar biasa. Semua fangirl Ken berteriak kencang seperti orang kesetanan selama Ken bernyanyi. Membuat suasana digedung ini semakin ramai dan meriah. Setelah penampilan spesial dari para member the star akhirnya konser malam itu ditutup dengan empat lagu baru milik the star dan sebuah lagu debut mereka yang menjadi lagu identitas mereka karena memenangkan semua chart musik didalam negri dan dicintai semua orang.

Dua jam tidak terasa telah berlalu. Konser the star akhirnya berakhir dengan janji Alvin untuk mengadakan konser solo seperti ini lagi dalam waktu yang belum ditetapkan. Setelah mengucapkan terima kasih dan melambai kepenonton, akhirnya the star menghilang dibalik panggung disambut tepuk tangan meriah dari semua penonton.

Tiba-tiba Sarah menarik tanganku dan menyuruhku mengikutinya.

“Kita mau kemana?” tanyaku penasaran

“Ketemu Ray lah. Emang kamu nggak mau ketemu Ray?” Tanya Sarah menyadarkanku. Aku hanya mengangguk cepat dan berjalan mengikuti Sarah dan Kak Ferdi yang ada didepanku. Kyla dan Nuri juga ikut berjalan bersamaku. Sesampainya dibelakang panggung, dua orang pria bertubuh besar menghadang kami. Sepertinya mereka adalah staff konser yang bertugas menjadi bodyguard. Sarah segera meraih tasnya dan mengeluarkan lima buah kartu freepas pada mereka. Mereka hanya mengangguk dan langsung mempersilahkan kami masuk.

Sarah langsung mengajak kami masuk kesalah satu ruangan besar yang ada dibelakang panggung Sepertinya Alvin sudah sering mengajaknya kesini, buktinya Sarah bisa hafal dengan baik letak ruangan anggota the star berkumpul. Para staff yang ada dilorong juga sepertinya sangat mengenal Sarah dan tidak lupa menyapa gadis itu.

“Ayo masuk…” ujar Sarah sambil membuka pintu yang ada dihadapan kami. Saat pintu terbuka, semua mata langsung menatap kami. Mataku langsung menyapu sekeliling mencari sosok pria yang sudah menganggu hidupku dan membuatku tidak tenang selama tiga tahun ini. Diruangan itu hanya ada Ken, Fei, Karel dan Alvin. Aku tidak melihat Ray disana.

Kyla dan Nuri langsung berlari menghampiri Fei dan Karel yang duduk disudut ruangan. Sepertinya dugaanku benar, Kyla dan Nuri sudah berpaling dari Ray dan Alvin. Mereka lebih menyukai Fei dan Karel saat ini. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak peduli apapun saat ini. Aku hanya ingin bertemu dengan Ray.

“Ray mana?” tanyaku pada Alvin. Alvin hanya mengangkat bahunya cuek tanda dia tidak ingin diganggu olehku saat ini. Benar-benar menyebalkan. Aku langsung menatap Ken yang berdiri disebelah Alvin.

“Ray mana?” tanyaku tidak sabar pada Ken. Ken hanya tertawa dan mengacak rambutku. Apaan sih. Nggak tahu apa kalau gara-gara ini aku menghabiskan waktuku dua jam disalon. Sembarangan aja ngerusak rambut orang.

“Ray ada diruangan sebelah”

Setelah mendengar penjelasan Ken, Aku langsung berlari keluar. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan Ray. Terlalu banyak yang ingin kutanyakan padanya saat ini. Terlalu banyak yang ingin kukatakan padanya saat ini. Aku tidak bisa menunggu lagi. Aku langsung membuka ruangan yang ada disebelah ruangan tadi.

Kaki terhenti, deru nafasku bergerak semakin cepat. Tepat didepanku aku melihat Ray yang sedang berbicara dengan salah satu staf konser. Sepertinya mereka menyadari kedatanganku. Staf pria itu langsung tersenyum pada Ray, sebelum akhirnya berjalan keluar meninggalkanku dan Ray.

Aku tidak percaya dengan penglihatanku saat ini. Aku memang sering berkhayal kalau Ray ada didepanku seperti ini. Tapi aku tahu, ini bukan khayalan. Ini bukan halusinasi. Ray benar-benar ada didepanku. Dan dia nyata.

Ray berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiriku. Aku masih diam tidak bergerak ditempatku. Sepertinya ada lem yang merekatkan kaki dan lantai tempatku berpijak saat ini. Membuatku tidak bisa bergerak. Ray berhenti tepat didepanku. Dia menatapku lama. Aku juga hanya bisa diam dan menatapnya tanpa bisa mengatakan apapun. Padahal tadi banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya. Ada banyak hal yang kukatakan padanya. Tapi saat berdiri didepannya seperti sekarang membuat semuanya hilang. Kepalaku blank tidak bisa berfikir. Mulutku juga terkunci.

Tiga tahun tidak melihat Ray membuat perasaanku berantakan. Banyak yang berubah dari Ray. Rambutnya yang semula dibiarkan panjang kini sudah dipotong pendek. Tubuhnya juga jauh lebih tinggi. Padahal tiga tahun yang lalu, tubuh Ray hanya beberapa senti lebih tinggi dariku. Kenapa sekarang dia bisa setinggi ini? Aku tahu pertumbuhan pria memang jauh lebih lambat dibandingkan wanita. Tapi tetap saja, melihat perubahan Ray membuat perasaanku aneh. Aku seperti tidak mengenalnya. Dia terlihat semakin tampan dan dewasa. Tadi saat Ray dipanggung aku juga kaget melihat tinggi Ray yang tidak jauh berbeda dari Alvin. Dia membuatku harus mendongkak saat menatapnya.

“Hai…”

Kata pertama yang keluar dari mulut Ray setelah tiga tahun dia meninggalkanku. Kata pertama setelah selama lebih sepuluh menit kami hanya diam membisu dan sekarang dia hanya menagatakan “hai” padaku sambil tersenyum kecil. Apa-apaan ini. Kenapa suasananya berubah jadi canggung begini.

Tiba-tiba Ray mengangkat tangannya dan membelai kepalaku lembut. Aku merasakan tubuhku menegang. Sentuhan tangan Ray dikepalaku seperti aliran listrik lembut yang membuat sensasi-sensasi aneh menjalar dihatiku.

“Kenapa rambut kamu bisa berantakan gini sih” ujar Ray seperti sedang merapikan rambutku.

“Ken tadi mengacak rambutku dan membuat rambutku berantakan. Padahal tadi masih bagus” jelasku. Ken benar-benar jahil. Bisa-bisanya dia merusak rambutku saat tahu aku akan bertemu dengan Ray. Padahal tadi rambutku sudah rapi tapi karena ulah tangan jahil Ken, Ray harus melihat rambutku yang berantakan. Aku juga tidak sempat untuk merapikan rambutku. Aku tida sabar ingin bertemu dengan Ray tanpa memperdulikan penampilanku lagi.

Ray menangkupkan kedua tangannya dipipiku dan menatap mataku dalam. Aku merasakan detak jantungku semakin berdetak tidak karuan saat Ray menatapku dalam jarak sedekat ini. “Bukankah sudah aku bilang, kamu tidak boleh membiarkan pria manapun menyentuhmu. Kenapa kamu membiarkan Ken menyentuh rambutmu tadi?” Tanya Ray galak. Aku menelan ludah pelan untuk menutupi rasa kagetku.

“A…Aku kan nggak tahu. Lagian kamu nggak ada menyuruhku untuk tidak membiarkan pria lain menyentuhku. Kamu hanya melarangku menangis dan jatuh cinta didepan pria lain. Aku tadi terlalu sibuk nyari kamu sampai nggak punya waktu untuk memarahi Ken. Lagian kamu kemana aja sih? Kenapa kamu nggak bilang-bilang kalau sudah pulang? Kenapa kamu tidak memberitahukanku? Kenapa aku jadi orang terkakhir yang tahu tentang kepulanganmu? Kamu nggak tahu gimana kagetnya aku tadi saat melihat kamu berdiri dipanggung. Aku pikir aku sedang berhalusinasi. Saat ini aku juga masih tidak bisa percaya kalau kamu berdiri didepanku saat…”

Aku terdiam saat Ray tiba-tiba mendekatkan wajahnya kearahku dan menempelkan bibirnya dibibirku dengan cepat. Aku bisa merasakan wajahku memerah saat ini. Aku benar-benar kaget. Aku tidak menyangka Ray bisa menciumku saat ini tanpa mengatakan apapun terlebih dulu. Ciuman singkat dari Ray berhasil membuat tubuhku menegang kaku.

Ray menatapku, dia tersenyum lebar melihatku yang masih belum sadar sepenuhnya.

“Dari dulu kebiasaan kamu nggak pernah hilang. Daritadi aku terus menunggu kata pertama yang akan kamu ucapkan padaku. Tapi bukannya ngomong, kamu hanya bengong menatapku. Saat aku memancingmu untuk berbicara, akhirnya kamu berbicara tanpa jeda seprti sedang mengeluarkan berbagai pertanyaan yang sudah lama kamu siapkan sebelumnya. Dan saat aku menciummu kamu langsung diam tidak bergerak. Benar-benar lucu.. Aku benar-benar kangen kamu yang seperti ini” Ray menatapku tanpa melepaskan senyuman lebarnya. Memamerkan kedua lesung pipinya padaku.  Benar-benar curang. Bagaimana mungkin dia bisa mengontrolku seperti ini.

“Sekarang kamu mau ngomong apa? Kenapa masih diam saja?Bukannya aku sudah janji akan menjawab semua pertanyaan yang kamu ajukan saat aku kembali. Sekarang ajukan pertanyaan pertamamu” ujar Ray tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku menarik nafasku pelan. Mencoba menenangkan perasaanku.Aku menatap Ray lama. Ray benar, ada banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya saat ini.

“Kenapa kamu baru pulang sekarang? Bukankah kamu janji akan pulang setelah dua tahun? Kenapa kamu pulang setelah tiga tahun?”

Ray tesenyum kecil, “Alasannya mudah. Sekolahku belum selesai. Aku mengambil kursus musik disana dan baru selesai tiga bulan yang lalu”

Aku hanya mengangguk mengerti. Aku tahu Ray memang sangat mencintai musik. Menurut Alvin, Selain menyelesaikan pendidikan formal, Ray juga mengambil kursus musiik disana.

“Kapan kamu pulang? Kenapa aku tidak tahu kalau kamu sudah pulang? Kenapa tidak mengabariku?

“Sengaja” ujar Ray singkat. Aku menatapnya tidak mengerti. Ray kembali tersenyum.

“Aku sengaja pengen ngasih surprise buat kamu. Sebenarnya aku sudah pulang sejak dua minggu yang lalu. Tapi kamu tahu sendiri aku terlalu sibuk untuk mengurus konser ini. Kalaupun aku memberitahumu, aku tidak punya waktu untuk menemuimu karena jadwalku yang padat. Aku harus mengejar ketertinggalanku selama ini. Karena itu aku sengaja tidak memberitahukanmu tentang kepulanganku. Aku juga pengen banget lihat wajah kamu yang kaget seperti tadi” ujar Ray yang berhasil membuat mataku membelalak menatapnya tidak percaya. Dua minggu yang lalu? Itu artinya saat aku datang kekantor Alvin beberapa hari yang lalu, Ray sudah pulang dan tidak ada satu orangpun yang memberitahukanku. Alvin bahkan dengan kejamnya mengusirku keluar karena menurutnya aku mengganggu. Kak karel juga tidak mengatakan apapun saat itu padahal dia tahu kalau sedang mencari Ray. Aku tidak percaya Ray membuat semua orang merahasiakan kepulangannya dariku.

“Benar-benar nggak adil. Kamu pikir ini lucu. Setidaknya kamu harus memberitahukanku tentang kepulanganmu. Kenapa aku selalu menjadi orang terkahir yang tahu tentangmu? Aku tahu aku mengganggu. Alvin juga sering mengatakan kalau aku satu-satunya orang yang selalu mengganggu pekerjaannya. Tapi bukan berarti kalian bisa mengabaikanku begitu saja. Bukan berarti kalian bisa mempermainkan perasaanku seperti ini.  Kalau kamu memang menganggapku cukup mengganggu yasudah kamu nggak usah khawatir. Mulai saat ini aku tidak akan menganggu kamu lagi. Mungkin memang sebaiknya aku tidak menganggumu lagi. toh aku juga bukan saudaramu, aku tidak berhak untuk mencampuri urusanmu dan tahu tentangmu. Sepertinya selama ini cuma aku yang sibuk sendiri. Dari dulu aku memang begini, selalu tidak mengerti keadaannya yang sebenarnya. Selalu mengambil kesimpulan yang salah. Selama ini aku berfikir kamu menganggapku cukup spesial tapi sepertinya aku salah. Aku tidak cukup spesial untuk bisa masuk dalam kehidupanmu. Baiklah mungkin sebaiknya aku membuka mataku lebar-lebar. Aku harus menghadapi kenyataan. Benar yang dikatakan Nuri dulu, sampai kapanpun perasaan ini selalu salah. Mungkin sebaiknya aku mulai membuka mata dan hatiku untuk mencari cinta yang lebih nyata. Maaf kalau selama ini aku sudah mengganggumu…” ujarku sambil berjalan meninggalkan Ray.

Bohong besar kalau aku tidak terluka. Ini terlalu menyakitkan untukku. Kupikir selama ini aku cukup berharga untuknya. Cukup berharga untuk mengetahui semua masalahnya. Cukup berharga untuk dijadikan teman berbagi suka dan dukanya. Cukup berharga untuk tahu tentang kepulangannya. Selama tiga tahun terakhir aku selalu berfikir kalau cintaku pada Ray adalah cinta paling sejati. Cinta yang bisa menerima semua kekurangan dan kelebihan. Cinta yang tidak menuntut apapun. Cinta yang takkan menyakiti dan disakti. Cinta paling sejati dari semua cinta sejati. Tapi ternyata aku salah. Itu hanya permikiranku saja. Faktanya Ray berubah. Dia tidak pernah serius dengan kisah ini.  Cinta ini bukan cinta sejati tapi cinta satu sisi. Ini menyakitkan. Mengingatnya saja sudah membuat air mataku keluar.

Aku berlari. Aku tidak memperdulikan pertanyaan Alvin yang melihatku menangis saat melewati lorong pintu keluar. Dia pikir aku menangis karena tidak bisa menemukan Ray. Biarlah aku tidak peduli lagi. Berada didekat Ray terlalu lama membuat dadaku sesak. Ditengah keramaian, aku merasa sendirian. Ditengah gelak tawa sekitar, bantinku menangis sendiri. Tidak. Saat ini seluruh jiwaku ikut menangis. Aku tidak memperdulikan tatapan aneh orang-orang disekitarku. Aku tidak peduli. Bagaimana mungkin cinta bisa semenyakitkan ini. Sebenarnaya ini bukan pertama kalinya aku patah hati. Aku tahu duniaku takkan berakhir karena masalah ini. Tapi kenapa sekarang rasanya langit tengah runtuh? Hidupku berakhir.

Hidup bersama selama belasan tahun bukan jaminan seseorang bisa mengenalmu dengan baik. Buktinya aku tidak tahu banyak tentang Ray. Dia juga tidak mengenalku dengan baik. Apa ini yang dikatakan cinta karena terbiasa. Aku mencintai Ray karena sudah terbiasa berada didekatnya. Dan saat dia tidak ada disisiku lagi, duniaku hancur. Aku seperti sedang menjalani kehidupan yang bukan milikku. 

Tiba-tiba aku merasakan hnadphone disakuku bergetar. Aku menatap layar handphoneku, telepon dari Sarah. Aku tidak mengangkatnya. Saat ini aku tidak ingin berbicara dengan siapapun, termasuk Sarah. Melihat Sarah saja akan mengingatkanku pada Ray. Bagaimana mungkin aku bisa berbicara padanya saat ini. Biarlah. Aku tidak butuh siapapun saat ini. Aku hanya ingin sendiri.

Handphone ku kembali bergetar, kali ini Nuri yang menghubungi. Aku langsung menekan tombol reject dan menolak panggilan Nuri. Seharusnya dari awal aku mendengarkan ucapan Nuri. Seharusnya aku tahu kalau kisah ini takkan pernah berhasil. Seharusnya dari awal aku harus menjaga hatiku untuk tidak jatuh cinta terlalu dalam pada Ray. Karena semakin dalam aku mencintainya, semakin besar juga rasa sakit yang kurasakan. Aku kembali menatap layar handphone saat Kyla mencoba untuk menghubungiku. Aku tidak mengangkatnya. Aku tahu Kyla salah satu sahabat terbaik yang pernah kupunya sepanjang hidupku tapi bukan berarti saat ini aku sedang dalam mood untuk berbicara dengannya. Aku marah pada Kyla. Aku marah pada diriku sendiri. Aku marah pada dunia. Bagaimana mungkin dunia mempermainkan hidupku seperti ini.

Alvin menelponku dan langsung ku reject dengan cepat. Dia adalah orang yang paling tidak ingin kutemui saat ini selain Ray. Dia selalu berada dipihak Ray. Dia tidak akan mengerti perasaanku dan akan menyalahkanku seperti biasa. Aku tidak punya kekuatan untuk membela diri dan berdebat dengannya saat ini. Alvin tidak akan pernah tahu perasaanku. Dari dulu dia tidak pernah menyukaiku sama seperti aku yang tidak pernah menyukainya.

Aku menatap sekelilingku yang mulai sepi. Aku tidak tahu kenapa aku bisa berlari dan bersembunyi dibelakang gedung seperti ini. Berada disini sendirian membuatku sedikit takut. Beberapa lampu dari dalam gedung mulai dimatikan, membuat suasana semakin mencekam. Dari dulu aku tidak suka dengan gelap. Kalau aku keluar, aku takut Ray akan menemukanku. Aku tidak mau bertemu dengannya saat ini. Kalaupun ingin pulang, aku tidak membawa unag sepeserpun. Tasku tertinggal dimobil kak Ferdi. Bagaimana caranya aku pulang kalau begini?

Sepertinya kak Ferdi menyadari situasiku. Tidak heran kalau dia saudara kembarku. Bagaimanapun juga dia pasti mengerti perasaanku saat ini. Buktinya dia langsung menghubungiku saat tahu aku sedang ketakutan sendirian disini. Aku tahu saat ini kak Ferdi satu-satunya orang yang paling tahu perasaanku. Aku yakin dia bisa merasakan dengan jelas kesedihan dan ketakutanku saat ini. Kak Ferdi akan berpihak padaku dan tidak akan menyalahkanku. Dia tidak akan membela Ray seperti yang lainnya. Karena aku tahu kak Ferdi sangat mencintaiku dan tidak akan membiarkanku terluka lebih lama.

“Shillla… kamu dimana?” nada khawatir terdengar jelas dari suaranya saat aku mengangkat teleponku. Bukannya menjawab pertanyaan kak Ferdi, aku malah menangis mendengar suaranya. Rasanya benar-benar lega saat mendengar suara orang yang sangat kukenal saat ini.

“Shilla kamu dimana? Please, jangan cuma nangis ayo ngomong. Kasih tahu kakak,kamu dimana sekarang?” suara kak Ferdi terdengar frustasi. Aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku saat ini karena aku pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun padanya.

“Shilla takut kak… Disini gelap banget. Shilla mau pulang.. Tolong jemput Shilla…. Shilla mau pulang…” ujarku disela-sela tangisku. Kak Ferdi satu-satunya orang yang bisa kuandalkan saat ini.

“Kalau kamu takut gelap kenapa harus bersembunyi ditempat yang gelap sih? Sekarang kasih tahu kakak posisi kamu dimana”

“Dibelakang gedung dekat pintu keluar timur. Dekat mobil box bewarna hitam” ujarku menjelaskan posisiku pada kak Ferdi.

“Oke. Jangan kemana-mana, kakak akan langsung kesana”

“Kak….”

“Iya?”

“Tolong jangan kasih tahu Ray”

“….”

Telepon terputus. Aku mencoba menghapus sisa-sisa air mataku. Sebentar lagi kak Ferdi akan datang menjemputku. Aku tidak perlu bersembunyi lebih lama lagi ditempat menakutkan seperti ini. Kak Ferdi akan menyelamatkanku. Bagaimanapun juga adalah adiknya satu-satunya. Dia akan menjagaku dengan baik.

“Shilla…”

Aku memutar tubuhku dan melihat sosok pria tinggi yang berjalan cepat kearahku. Sepertinya itu kak Ferdi. Aku tidak menyangka dia bisa menemukanku secepat ini. Karena terlalu sennag dan takut disaat yang sama, aku langsung berlari kearah kak Ferdi dan memeluknya kencang. Syukurlah dia bisa menemukanku. Sekarang aku merasa jauh lebih tenang.

“Aku nggak nyangka kakak bisa menemukanku secepat ini. Shilla benar-benar takut berada ditempat seperti ini. Padahal tadi masih terang benderang, tapi lampunya tiba-tiba mati. Kalau tau lampunya akan mati, Shilla nggak mungkin kesini. Ayo kak kita pulang. Bawa Shilla pergi dari sini…” ujarku tanpa melepas rangkulanku dari pinggang kak Ferdi.

Aku bisa mencium aroma parfum lembut kak Ferdi yang menempel dikaos yang dikenakannya. Parfum Black code dari Giorgio Armani. Aroma khasnya yang berupa paduan aroma lemon dan bergamot, bunga zaitun, kayu guaiac dan biji tonka membuat aromanya terkesan hangat. Sama seperti milik Ray. Dulu aku selalu benci dengan aroma parfum ini karena selalu mengingatkanku pada Ray. Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai menyukai aroma parfum ini.Tapi tunggu dulu, sejak kapan kak Ferdi memakai parfum ini? Setahuku kak Ferdi tidak pernah menyemprotkan parfum dikaosnya kecuali kalau ada acara penting. Jangan-jangan…

Aku mengangkat wajahku dan melihat Ray yang menatapku tanpa mengatakan apapun. Bagaimana mungkin Ray bisa ada disini. Kenapa? Padahal kak Ferdi adalah orang terakhir yang kupercaya takkan mengkhianatiku. Aku bisa maklum kalau Nuri dan Ferdi akan mengkhianatiku dan lebih memilih Ray. Aku juga tahu kalau selamanya Sarah dan Alvin akan ada dipihak Ray. Aku hanya tidak percaya kalau kak Ferdi juga akhirnya akan lebih memilih Ray. Kenapa?

Aku langsung melepaskan rangkulanku dan hendak berlari. Tapi langkahku harus terhenti saat Ray menarik tanganku dan memaksaku untuk berbalik menatapnya. Ray memegang tanganku erat. Sekeras apapun aku mencoba menghempaskan tangannya, dia sama sekali tidak bergeming. Aku tidak tahu sejak kapan Ray menjadi sekuat ini. Padahal dulu aku bisa menjatuhkannya dengan mudah. Kenapa saat ini aku tidak punya kekuatan untuk melepaskan diri darinya.

“Lepasin tangan aku Ray. Aku nggak mau ketemu kamu saat ini. Kumohon ijinkan aku sendiri saat ini” ujarku lebih seperti memohon pada Ray. Bukannya kasihan padaku, Ray semakin memperat genggamannya ditanganku dan langsung menarik tubuhku cepat. Memperkecil jarak diantara kami. Sebenarnya apa maunya?

“Ray kumohon, berhentilah mempermainkan perasaanku saat ini. Berada didekat kamu tidak baik untuk jantungku. Tolong lepaskan aku” ujarku mencoba menjauh dari Ray. Tapi langkahku terhenti saat Ray merangkul tubuhku erat. Membuatku mau tidak mau harus kembali dalam dekapannya. Sebenarnya aku ingin waktu terhenti saat ini. Aku ingin berada disituasi seperti ini lebih lama lagi. Menikmati hembusan nafas Ray dirambutku. Menikmati suara detak jantungnya yang berdetak cepat saat ini sama seperti deru nafasnya yang berhembus cepat. Ini seperti bukan Ray. Tidak biasanya nafasnya berantakan seperti ini. Sepertinya dia berlari saat mengejarku kesini membuat detak jantung dan nafasnya bergerak tidak beraturan. Tapi kenapa?

“Shilla kumohon jangan pernah lari lagi. Kami boleh memarahiku. Kamu boleh memukulku dan menendangku sepuasnya. Tapi kumohon jangan pernah lari lagi dariku seperti ini. Kami membuatku ketakutan setengah mati” ujar Ray yang membuat hatiku mencelos mendengar ucapannya. Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan hal seperti ini padaku. Dia membuatku semakin tidak bisa melepaskannya.

“Aku benar-benar minta maaf. Aku kaget melihat reaksimu tadi sampai membuat kakiku tidak bisa bergerak untuk berlari mengejarmu. Aku terlalu shock saat kamu mengatakan akan menghilang dari kehidupanku padahal kamu tahu sendiri kehidupanku tidak akan sempurna kalau tidak ada kamu didalamnya. Bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan hal sekejam itu padaku? Itu sama saja kamu ingin menghancurkanku. Aku tahu aku salah karena tidak memberitahukanmu tentang kepulanganku tapi tidak adil kalau kamu menghukumku seperti ini”

Aku masih terdiam. Tidak tahu harus berkata apa saat ini. Mendengar ucapan Ray membuat hatiku penuh dan hangat. Kenapa aku bisa merasa bahagia melihatnya merasa tersiksa seperti ini. Kenapa aku senang saat tahu Ray terluka karena aku mengatakan akan meninggalkannya. Walau terdengar kejam tapi aku bahagia saat ini. Kesedihan Ray menunjukkan kalau perasaannya padaku tidak terbatas. Dia selalu memprioritaskanku. Aku memegang peranan penting dalam hidupnya dan mengetahui semuanya membuatku bahagia.

Aku mengangkat wajahku dan menatap Ray. Tampak jelas gurat kesedihan dan perasaan bersalah dimatanya. Selama ini mata itu selalu cerah dan berbinar-binar saat menatapku. Kenapa sekarang matanya menjadi sesedih. Apa aku terlalu melukai perasaannya? Aku tidak tahu kalau dia jauh lebih terluka daripada aku saat ini. Melihatnya seperti ini membuatku merasa bersalah.

Aku tersenyum padanya. Senyum yang tulus. Senyum yang menunjukkan kalau aku sangat bahagia saat ini. Ray terlihat kaget melihatku yang tersenyum. Wajar saja karena semenit yang lalu aku masih menatapnya dengan sedih. Aku tidak tahu kenapa perasaanku bisa berubah secepat ini. Ray satu-satunya pria yang bisa membuat aku bersedih dan merasa sangat bahagia disaat yang sama.

“Ray.. Aku mencintaimu. Sepertinya aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak yakin bisa melepaskanmu dengan mudah saat ini. Tapi yang kutahu aku sangat mencintaimu lebih dari apapun didunia ini” ujarku tersenyum lebar. Ray terlihat kaget mendengar pernyataan cintaku yang tiba-tiba.

“Kenapa kamu diam aja? Kamu nggak suka?” tanyaku saat melihat Ray masih diam tidak bergerak. Seperti ada seseorang yang menekan tombol pause dan membuat Ray membatu beberapa saat.

“Ini pertama kalinya kamu mengatakan kalau kamu mencintaiku. Aku benar-benar bahagia. Tidak sepertinya aku lebih dari bahagia. Tidak ada kata yang tepat untuk menunjukkan perasaanku saat ini. Benar-benar aneh. Aku tidak bisa mengatakan apapun saat ini. Aku terlalu bahagia. Aku tidak tahu harus mengatakan apa saat ini” ujar Ray terlihat bingung. Baru kali ini aku melihat reaksi Ray yang terlihat salah tingkah. Rasanya menyenangkan saat tahu ternyata Ray ternyata tidak sesempurna penampilannya.

“Cukup katakan kalau kamu juga mencintaiku” ujarku sambil tersenyum melihat ekspresi Ray yang tidak biasa. Padahal selama ini dia selalu berhasil mengontrol perasaanku. Aku tidak tahu kalau dia bisa out focus hanya karena aku mengatakan kalau aku mencintainya. Benar-benar lucu.

“Aku juga mencintaimu” ujar Ray memasang ekspresi wajah yang kaku. Aku hanya tertawa melihatnya. Tiba-tiba Ray menatapku dalam. Tawaku terhenti seketika. Aku tidak tahu apa yang ada dipikiran Ray saat ini.

“Shilla….”

“Iya?”

“Aku boleh nyium pipi kamu nggak?” ujar Ray yang berhasil membuatku menatapnya tidak percaya. Padahal selama ini dia selalu melakukannya dengan tiba-tiba dan pernah meminta izin padaku terlebih dulu.

Aku langsung berjinjit dan menarik kerah baju Ray, membuatnya harus terbungkuk. Aku langsung mengecup pipi Ray lama dan menikmati tiap sepersekian detik desir-desir aneh yang mengalir diseluruh tubuhku. Sepertinya ruang dan waktu disekelilingku berhenti berputar. Hanya ada aku dan Ray saat ini.

“Kalau aku yang nyium pipi kamu, nggak perlu pakai izinkan?”

Aku tersenyum melihat ekspresi Ray setelah aku menciumnya seperti tadi. Ray terlihat shock. Wajahnya memutih dan pandangannya tidak fokus. Sepertinya dia kaget dengan sikapku barusan. Apa aku sedikit berlebihan mengerjainya? Bukankah selama ini dia selalu membuatku salah tingkah karena sikapnya. Rasanya menyenangkan kalau sesekali aku mengerjai Ray seperti ini. Ini bentuk balas dendam karena selama ini dia senang mempermainkan perasaanku.

“Ayo pulang. Ini sudah terlalu malam” Aku langsung menggandeng lengan Ray dan mengajaknya pergi. Ray masih diam dan mengikutiku tanpa mengatakan apapun.

“Lho.. kak Ferdi mana?” tanyaku saat sadar mobil kak Ferdi tidak ada ditempat kami parkir tadi.

“Udah pulang” ujar Ray yang sepertinya sudah sepenuhnya pulih dari kekagetannya.

Kok ninggalin aku sih. Jadinya aku pulang ama siapa?”

“Aku yang nyuruh Ferdi dan yang lainnya pulang duluan. Tentu saja kamu pulang bareng aku..” ujar Ray sambil tersenyum dan merangkul pundakku. Ray langsung mengajakku kembali masuk keruangan gedung dan berjalan ketempat motor ninja double R nya diparkir.

“Kenapa kak Ferdi bisa ada dipihak kamu sih. Padahal selama ini aku pikir kak Ferdi akan membelaku. Aku tidak menyangka dia akan mengkhianatiku dan akan memberitahukanmu posisiku tadi”

Ray tersenyum, “Tentu saja Ferdi berada dipihakku. Dia sudah berjanji untuk mendukungku selama aku berjanji satu hal dengannya”

“Apa?”

“Aku nggak boleh nyium pipi kamu tanpa izin. Sepertinya dia masih kesal saat melihatku mencium pipimu tiga tahun yang lalu dibandara” ujar Ray sambil membantuku memakai helm. Aku hanya tersenyum. Pantas saja tadi Ray meminta izin padaku.

“Sebenarnya aku juga sudah lama mendapatkan izin dari Papa dan Mamamu. Saat aku bilang aku mencintaimu, mereka mendukungku sepenuhnya. Sepertinya mereka sudah jatuh cinta padaku. Papa dan tante Irna juga sudah ngasih izin walau awalnya sempat menentangku dan menganggapku bercanda tapi akhirnya mereka setuju juga. Karena itu berhentilah berfikir untuk meninggalkanku karena akan banyak orang yang menentang keputusanmu itu”

Aku menatap Ray tidak percaya.  Dia benar-benar curang. Bagaimana mungkin dia bisa membuat semua orang mendukungnya. Papa dan Mama bahkan sudah berada dipihaknya saat ini.

“Sekarang tinggal minta izin dari Mas Elang dan Ozy. Mereka benar-benar payah. Sister complex sejati. Saat aku bilang aku mencintaimu mereka langsung menolakku. Mereka mengatakan kalau sampai kapanpun tidak akan pernah menyerahkanmu padaku. Benar-benar menyebalkan. Sepertinya aku harus butuh usaha lebih untuk meyakinkan mereka”

Aku tersenyum mendengar ucapan Ray. Ternyata aku salah, tidak semua orang berada dipihak Ray. Mas Elang dan Ozy masih setia berada dipihakku. Sepertinya Ray memang harus membutuhkan usaha ekstra untuk merebut hati Mas Elang dan Ozy karena aku tahu mereka berdua tidak akan pernah menyerahkanku dengan mudah pada Ray.

Ray langsung melajukan motornya kencang membelah jalanan Jakarta yang renggang malam ini. Aku selalu senang Ray memboncengku seperti ini. Merasakan hembusan angin malam yang dingin. Aku memeluk tubuh Ray kencang dan menyandarkan kepalaku dipunggungnya. Menikmati waktu yang kulewatkan saat berdua dengannya. Ini seperti mimpi indah yang terwujud nyata. Aku ingin jalan ini tidak pernah berujung. Aku ingin berada disisi Ray seperti ini untuk waktu yang lebih lama. Karena aku ingin melewati kisah ini berdua bersama Ray. Bukan hanya sekarang, besok atau lusa. Tapi sampai nanti dan selamanya. Karena aku tahu dengan jelas, kisah ini tidak akan sempurna bila tidak ada Ray didalamnya.

-THE END-

Friday, 02 August 2013

(Side Story / Alternatif Ending)

Aku merasa semua kebahagian didunia ada digenggamanku bila ada Ray disampingku. Aku tidak butuh apapun, karena dia satu-satunya alasan untukku tersenyum, bahagia, dan hidup. Sebelumnya aku tidak tahu apa itu cinta, tapi bersama Ray aku belajar arti mencintai dan dicintai. Tapi satu hal yang aku lupa, kalau kebahagian yang berlebihan seperti ini bisa membuat langit iri. Langit iri akan kisah sempurna antara aku dan Ray. Karena itulah,langit memainkan misterinya untuk menguji kisah ini. Menguji hal yang tidak pernah aku impikan bahkan didalam mimpi burukku sekalipun.

Mataku terasa berat saat kucoba membukanya. Bukan hanya mata, kepala dan seluruh tubuhku merasakan sakit yang luar biasa. Perih. Terakhir kali aku masih merasa begitu bahagia berdua bersama Ray membelah jalanan kota yang sepi. Aku tidak ingat apa-apa lagi selain kilatan terang seperti bintang besar menghampiri kami. Tidak. Bukan bintang besar, tapi sebuah cahaya terang dari truk besar bewarna kuning menabrak motor yang kami kendarai. Aku jatuh terpental tidak jauh dari Ray. Dari semua rasa sakit yang kurasakan diseluruh tubuhku, aku masih bisa melihat Ray yang tergelatak disampingku. Kepalanya penuh darah, dia menatapku dan tersenyum. Aku tidak tahu apa yang coba dikatakannya, aku hanya memandangnya dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dipipiku. Aku ketakutan. Tubuhku tidak bisa bergerak. Rasa sakit menjalar diseluruh tubuhku. Perih. Ray mengulurkan tangannya dan mencoba meraih tanganku dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Ray tersenyum dan berbisik kalau semua akan baik-baik saja. Ucapan Ray seperti sihir yang membuat mataku terasa berat. Aku tertidur dan tidak ingat apa-apa lagi. Aku percaya, selama ada Ray disampingku semua akan baik-baik saja.

“RAY……………!!!!”

Aku mencoba membuka mataku. Rasa sakit disekitar wajah dan kepalaku mulai terasa.

“Shilla… Kamu udah sadar? Tunggu sebentar Mama panggil dokter”

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Kepalaku tidak bisa bergerak. Aku hanya bisa mendengar suara teriakan Mama yang berteriak keluar memanggil dokter. Aku tahu saat ini aku sedang berada dirumah sakit. Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Tubuhku melemah, seperti mati rasa.

Tiba-tiba seorang dokter dan beberapa perawat langsung menghampiriku. Aku bisa melihat dokter itu memeriksa mataku dengan senter kecil yang ada ditangannya. Membuat pupil mataku meredup mendapatkan sinar langsung seperti itu. Dia memeriksa kelopak mata dan rongga mulutku. Aku tidak mengerti apa yang sedang dilakukannya, tapi aku tidak bisa melawan dan protes. Tubuhku terlalu lemah untuk itu.

“Bagaimana dok?” Nada khawatir terdengar jelas dari suara Mama.

“Bagaimana Shilla dok? Apa dia baik-baik saja?” Kali ini aku mendengar nada khawatir dari suara lain yang kukenal. Kak Ferdi. Sepertinya seluruh keluargaku berkumpul diruangan ini.  

“Tenang saja, sepertinya reaksinya sudah mulai membaik. Kita tinggal menunggu luka luarnya kering dan sembuh. Saat ini mungkin dia akan mengalami shock karena kecelakaan ini. Karena itu saya harap setelah kesehatan fisik Shilla sembuh, keluarganya tetap ada disampingnya untuk mendukungnya”

Aku tertawa mendengar penjelasan dokter itu. Saat ini tubuhku tidak bisa bergerak sesuai perintahku. Aku hanya bisa tertawa dalam hati. Apa dia pikir aku sudah gila? Aku tahu aku sedang kecelakaan dan tidak tahu seberapa besar luka yang kualami. Tapi itu tidak akan membuatku shock atau trauma. Ini sedikit berlebihan. Dia membuat keluarga menjadi semakin khawatir.

“Baiklah kalau begitu saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa Ibu bisa memencet tombol yang ada didekat tempat tidur pasien” ujar dokter itu berusaha ramah.

“Baik dok, terima kasih banyak sebelumnya” ujar Mama tidak kalah ramah.

Setelah menahan rasa sakit yang begitu perih, aku mencoba menatap Mama dan kak Ferdi yang berdiri disebelah kananku. Aku kaget melihat penampilan Mama. Ini pertama kalinya aku melihat Mama yang tanpa make up seperti ini. Biasanya Mama selalu tampil cantik dan segar setiap saat.  Tapi kali ini berbeda. Matanya terlihat bengkak dan terlihat sangat lelah. Aku merasa bersalah karena membuat Mama yang seperti ini.

Mataku beralih menatap kak Ferdi yang berdiri disebelah Mama. Tidak jauh berbeda, kak Ferdi juga kelihatan lebih kacau dari biasanya. Rambutnya dibiarkan berantakan begitu saja dan wajahnya terlihat sangat lelah. Mereka benar-benar mengkhatirkanku.

“Kak…. Ray gimana?”

Pertanyaan pertama yang keluar dari mulutku berhasil membuat kak Ferdi memandangku sendu. Apa dia sedih karena aku menanyakan keadaan Ray begitu aku membuka mataku. Aku tahu aku terkesan egois karena hanya memikirkan Ray tanpa memperdulikan keresahan dan kesedihan diwajah kak Ferdi dan Mama. Tapi aku benar-benar mengkhawtairkan Ray. Saat ini keadaannya pasti tidak jauh berbeda denganku. Terbaring tak berdaya di rumah sakit. Ray sedari dulu sangat membenci rumah sakit karena itulah kupikir Ray akan sedikit kesulitan berada disini. Saat ini tante Irna dan Papa pasti kebingungan menenangkan Ray agar tetap bertahan ditempat tidurnya. Membayangkannya saja sudah membuat kepalaku pusing.

“Ray dibawa dirumah sakit ini juga kan? Kakak udah lihat keadaannya Ray?”

Bukannya menjawabku, kak Ferdi lebih memilih diam dan berjalan pergi meninggalkanku. Ada apa? Apa kak Ferdi benar-benar marah denganku? Bagaimanapun juga, Ray adalah mantan saudara kembarku. Mungkin kak Ferdi cemburu karena aku lebih dekat dengan Ray dibandingkan dengannya yang jelas-jelas kakak kandungku. Dasar. Aku menatap Mama, setidaknya Mama tidak akan melakukan hal childish dengan meninggalkanku seperti kak Ferdi.

“Lebih baik sekarang kamu istirahat aja biar cepat sembuh. Jangan terlalu banyak menanyakan hal lain, yang penting sekarang kamu harus bisa fokus untuk sembuh” ujar Mama sambil merapikan selimutku. Aku hanya menghela nafas pelan. Sudahlah. Percuma aku memaksa kak Ferdi dan Mama, mereka tidak akan mengatakan apapun padaku malam ini. Benar kata Mama, aku harus bisa secepatya sembuh dan bertemu dengan Ray secepatnya. Keadaanku sekarang tidak memungkinkanku untuk bergerak kemana-mana. Ray pasti menungguku, karena itu aku harus secepatnya bertemu dengannya. Aku harus sembuh. Harus.

*****

 Siang ini banyak yang mengunjungiku. Bukan hanya Kyla dan Nuri, keluarga besarku juga hadir saat ini. Setelah mendengar kalau aku sudah bangun dan tidak sadarkan diri selama seminggu penuh, mereka akhirnya ramai-ramai mengunjungiku. Keadaanku berangsur membaik dengan cepat. Bahkan dokter yang merawatku pun ikut kaget melihat kemajuan kesehatanku yang meningkat drastis. Menurutku ini yang disebut dengan kesembuhan sendiri. Aku cepat sembuh karena aku ingin cepat sembuh dan keluar dari rumah sakit ini secepatnya. Aku ingin berada didekat Ray dan mendukungnya.

Aku tidak tahu apa yang terjadi diruangan ini. Mereka terlihat sangat berduka. Bukannya bahagia melihat keadaanku yang membaik, Kyla malah nangis dipelukan Nuri. Padahal ini bukan kecelakaan besar yang patut ditangisi. Oke, aku memang harus menjalani operasi akibat dua tulang rusukku yang patah, tapi sekarang aku sudah merasa jauh lebih baik. Aku tidak cacat apapun. Anggota tubuhku masih lengkap. Tinggal menunggu waktu sampai lukaku benar-benar kering dan sembuh.  Bukan hanya Kyla, Mas Elang yang datang siang ini bersama kak Karel juga hanya diam disudut ruangan tanpa mengatakan apapun padaku. Benar-benar aneh. Aku seperti berada disituasi dan tempat yang salah. Tidak tahu harus mengatakan apa.

Mataku menangkap basah Alvin yang sedaritadi tidak melepaskan pandangannya dariku. Berbeda dari yang lain, Alvin tidak berusaha menghindari kontak mata denganku. Aku tahu, dialah satu-satunya harapanku untuk bertanya tentang keadaan Ray saat ini. Aku tidak tahu separah apa keadaan Ray yang bisa membuat Kyla dan Nuri menangis seperti ini. Tapi apapun yang terjadi dengan Ray, aku tahu itu tidak akan mengurangi perasaanku padanya. Aku mencintai Ray dengan semua kelebihan dan kekurangannya.

“Ray gimana Vin? Apa sakitnya benar-benar parah? Dia baik-baik saja kan?” aku mengulang pertanyaan yang sebelumnya kutujukan pada Mas Elang. Alvin hanya diam dan terus menatapku. Seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Kenapa semua hanya diam sih? Kalian benar-benar membuatku frustasi. Aku ingin tahu keadaan Ray dan aku berhak untuk tahu. Kenapa kalian cuma diam saja sih. Apa penyakit Ray separah itu sampai membuat semua orang diruangan ini menangis? Kenapa semuanya pesimis seperti ini. Aku yakin Ray bisa sembuh dengan mudah. Kalaupun tidak bisa diobati dinegara ini, Ray bisa dibawa keluar negri untuk mendapat pengobatan dengan teknologi yang lebih baik. Benarkan Vin? Jadi kenapa kamu diam saja. Aku tahu kamu tidak akan membiarkan Ray kesakitan seperti itu. Aku sudah siap mendengar kemungkinan terburuk, karena itu tolong beritahu aku. Kumohon…” aku memandang Alvin dengan wajah memelas. Sudah setengah jam lebih mereka berada diruangan dan tidak ada satu orangpun yang menjawab pertanyaanku.

“Ray sudah tidak ada didunia ini lagi shil. Ray sudah meninggal…”

Aku menatap Alvin tidak mengerti. Sepertinya terjadi sesuatu dengan pendengaranku yang membuatku berhalusinasi mendengarkan hal yang mengerikan.

“Ray sudah meninggal ditempat sebelum berhasil dibawa kerumah sakit. Aku tidak bisa melakukan apapun untuk menyelematkan nyawa Ray. Bahkan saat kukatakan aku akan memberi semua warisan yang kumiliki pada mereka, mereka tetap tak mampu menyelamatkannya. Benar-benar bodoh. Bagaimana mungkin dia bisa mengendarai motor dengan tubuh kelelahan seperti itu. Ini tidak masuk akal” suara Alvin bergetar. Dia memalingkan wajahnya dariku walau aku sempat melihat matanya yang memerah.

Andai saja Mas Elang yang mengatakannya, aku pasti berfikir kalau dia sedang bercanda saat ini. Alvin tidak bercanda. Aku tahu Alvin adalah orang terakhir yang akan menjadikan ini lelucon untuk mengerjaiku. Untuk sementara jiwaku berhenti berdetak. Kepalaku berhenti berfikir. Hanya rasa nyeri didadaku yang menandakan kalau saat ini aku masih hidup dan bisa merasakan rasa sesakit ini.

Aku berharap Alvin bercanda denganku, walau nantinya aku akan memakinya habis-habian karena berani mempermainkanku. Tapi itu jauh lebih baik dibandingkan menerima kenyataan yang mengerikan seperti ini. Ray tidak mungkin meninggalkanku. Dia mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. Aku percaya itu. Karena itu, mustahil Ray meninggalkanku begitu saja karena dia tahu, aku tidak mungkin baik-baik saja kalau tidak ada dia disampingku.

Aku terlalu shock. Aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Sarah sebelum dia memeluk tubuhku kencang dan menangis. Aku hanya bisa terdiam. Sepertinya telinga dan mulutku tertutup rapat saat ini. Aku tidak bisa mendengar apapun yang mereka katakan. Aku tidak tahu kata penghibur apa yang diucapkan Nuri saat menggenggam tanganku erat. Aku tidak bisa mendengar apapun karena aku tidak ingin mendengar apapun saat ini.

Jiwaku telah mati. Aku tahu aku sedang bersedih, tapi air mataku tidak bisa keluar. Mulutku tidak bisa berteriak memarahi langit akan ketidakadilan yang kuterima. Aku bahkan tidak bisa menangisi nasibku sendiri. Ini mengerikan. Padahal sebelumnya air mata selalu jadi senjata utamaku sebelum akhirnya aku berbaikan dengan takdirku. Ini terlalu berlebihan untukku. Kenapa Ray berani meninggalkanku sendirian seperti ini. Kenapa kisahku harus berakhir setragis ini. Baru saja aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa karena bisa bertemu dengan Ray, tapi kenapa sekarang aku harus kehilangan Ray untuk selamanya. Aku tidak akan bisa lagi mendengar tawa khasnya saat sedang menggodaku. Aku tidak bisa lagi melihat senyumannya yang cerah yang seperti vitamin yang bisa membuat orang bahagia. Aku tidak bisa lagi meraskan kehangatan genggaman tangan Ray yang selalu menenangkanku. Aku tidak bisa lagi mendengar suara dentuman drum nya Ray yang sebelumnya selalu membuatku pusing. Bukan untuk waktu bertahun, tapi selamanya. Aku akan kehilangan sosok Ray untuk selamanya.

Bukankah katanya Tuhan tidak akan menguji umatnya melebihi kekuatan yang dimilikinya. Tapi kenapa sekarang takdir mengujiku seperti ini. Baru saja aku merasakan kebahagian yang membuatku terbang kelangit ketujuh, tiba-tiba saja langit mematahkan sayapku dan membuatku jatuh bebas kejurang terdalam Siapapun tidak akan bertahan bila harus terjatuh seperti itu termasuk aku. Jiwa dan ragaku telah hancur tak berbentuk. Aku sudah tewas dan tak terselamatkan lagi.

****

 Aku kehilangan vitaminku. Aku kehilangan semangat untuk hidup. Aku seperti tidak punya kekuatan untuk melakukan apapun selain hanya diam dan menatap kosong. Bayangan Ray selalu menari dikepalaku.  Sudah seminggu sejak aku tahu Ray sudah tidak ada dunia yang sama denganku. Dokter mengatakan kalau kondisi fisikku sudah pulih dan memperbolehkanku untuk pulang. Tapi dia tidak tahu. Mereka tidak tahu kalau hatiku sudah lama berdarah dan tak terobati. Aku terluka dalam.

Aku hidup dengan duniaku sendiri. Tidak. Aku bahkan tidak yakin kalau saat ini aku masih ada didunia. Aku tidak peduli dengan apapun lagi saat ini. Aku tidak peduli tentang nasihat-nasihat “klise” tentang kesabaran dan keikhlasan. Mereka mengatakan itu karena mereka tidak pernah mengalami apa yang kualami. Mereka tidak pernah terbang tinggi dan terhempas begitu saja seperti aku. Mereka tidak akan mengerti.

Sayup-sayup aku bisa mendengar Alvin yang mengatakan kalau diluar sudah penuh dengan para wartawan yang ingin mewawancaraiku. Aku berubah menjadi artis karena aku satu-satunya saksi mata yang masih hidup karena kecelakaan yang dialami superstar Raynald Prasetya. setidaknya itulah yang dikatakan kak Ferdi padaku. Sudah dua minggu sejak kecelakaan itu, berita tentang Ray tetap menjadi topik hangat dimedia cetak dan elektronik. Apalagi sejak polisi yang menangani kasus ini mengatakan kalau mereka sedang menunggu penjelasan dariku karena aku adalah saksi kunci dari kasus ini. Penjelasan apa yang harus kujelaskan pada mereka? Harusnya saat ini akulah yang butuh penjelasan kenapa Ray bisa pergi meninggalkanku sendirian disini. Aku tidak tahu darimana mereka mendapatkan info kalau aku akan keluar dari rumah sakit pagi ini. Kemampuan para pemburu berita dalam mencari info memang terkadang membuatku tercengang. Mereka menakjubkan.

“Sebaiknya kita lewat pintu belakang saja. Kalau dipaksa lewat dari depan akan percuma, aku khawatir mereka akan melukai Shilla”

“Jadi bagaimana?” suara Mama terdengar khawatir dan hampir mennagis.

“Gini aja Tante, lebih baik Tante dan Ferdi bawa Shilla lewat pintu belakang saja. Supir saya Pak Doni yang akan mengantar kalian pulang. Saya sudah menyuruhnya parkir dibelakang. Saya akan lewat pintu depan untuk mengalihkan perhatian wartawan”

“Kamu yakin Vin?”

“Yakin. Percuma kita paksakan, takutnya nanti Shilla tambah shock. Walaupun polisi bisa memaklumi keadaan Shilla dan tidak menanyakan apapun pada Shilla, wartawan dan para fans belum tentu mengerti. Mereka pasti akan mendesak Shilla dan menanyakan hal yang menyulitkan. Karena itu lebih baik sekarang tante dan Ferdi langsung bawa Shilla keluar sekarang. Dipintu belakang sudah ada dua orang bodyguard yang akan berjaga-jaga”

Aku tidak mengerti apa yang dikatakan Alvin. Tapi yang pasti, kak Ferdi langsung mendorongku yang duduk dikursi roda dan berjalan keluar dari ruangan. Aku hanya diam. Aku bisa merasakan ketegangan yang mereka alami walau aku tidak mengerti situasinya. Benar kata Alvin, dipintu keluar dua orang pria bertubuh besar langsung membimbing kamu masuk kesebuah mobil besar. Salah satu dari mereka mengangkat tubuhku dan membantuku masuk kemobil.

Disepanjang perjalanan kak Ferdi terus mengajakku berbicara walau tak ada satu pertanyaannya pun yang ingin kujawab. Mulutku terkunci, nafasku tercekat, aku kehilangan suaraku. Sepertinya aku tidak jauh berbeda dengan putri duyung. Bukankah putri duyung kehilangan suaranya untuk bertemu dengan sang pangeran? Sedangkan aku kehilangan suaraku karena harus berpisah dengan Ray. Nasib kami tidak terlalu jauh berbeda. Kami mempunyai akhir kisah yang sama. Sama-sama berubah menjadi buih dan hilang dilautan.

****

Aku tidak mengerti untuk apa aku hidup. Aku tidak ingin apa-apa lagi, aku hanya ingin Ray cepat menjemputku dan mengajakku berkumpul bersamanya. Mayat hidup. Sepertinya julukan itu sangat tepat dengan situasiku saat ini.

“Shilla… ada yang mau ketemu ama kamu”

Kak Ferdi langsung berjalan kearahku dan membantuku mendorong kursi rodaku. Padahal aku masih ingin lebih lama disini. Aku suka taman ini. Aku suka memandang langit biru dari sini. Akhir-akhir ini banyak sekali orang yang bergantian mengunjungiku. Mulai dari Kyla, Sarah, Nuri, Papa, tante Irna, Ozy, dan juga Mas Elang. Mereka selalu mencemaskanku dan tidak berhenti menyuruhku melupakan Ray. Sampai matipun aku tidak bisa melupakan Ray. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya bila dia selalu berada disisiku selama ini. Ray bahkan lebih mengenal diriku dibandingkan aku sendiri. Bahkan bila kepalaku dioperasi dan memoryku direstart ulang, aku tidak akan mampu melupakannya. Seluruh tubuhku mengenal sosok Ray. Aku terbiasa berada didekat Ray karena itulah bagaimana mungkin aku bisa melupakan Ray. Satu-satunya cara agar aku melupakan Ray adalah dengan membunuh tubuhku sendiri. mungkin saat itu aku bisa melupakannya.

“Hai Shilla… Apa kabar? Kamu masih ingat kakak kan? Gimana kabar kamu?”

 Kak Radith. Dia berada tepat didepanku. Aku tidak tahu mengapa dia bisa berdiri didepanku saat ini. Dari sekian banyak orang yang mengunjungiku, aku tidak pernah berfikir kalau kak Radith adalah salah satu orangnya. Setelah tamat dari SMA, dia menghilang dan tidak pernah muncul lagi didepanku.

“Kak Radith sengaja datang dari Bandung buat ketemu ama kamu” bisik kak Ferdi ditelingaku. Aku hanya diam. Kak Radith kembali mengingatkanku pada Ray. Bagaimana dulu Ray bersikokoh kalau aku tidak cocok dengan kak Radith. Bagaimana kak Radith yang kupikir secret admirerku ternyata menyukai Ray. Mengingat semua itu membuat hatiku kembali perih. Ray sudah seperti belahan jiwaku. Sosoknya selalu menyertaiku disetiap helaan nafasku. Aku tidak mungkin bisa berpaling darinya.

“Shilla…. Gimana kabar kamu?”

Kak Radith tiba-tiba berjongkok didepanku. Dia memegang kedua tanganku sambil menatap mataku lembut. Kalau ini tiga tahun yang lalu, mungkin saat ini aku akan berteriak histeris bila melihat kak Radith memperlakukanku seperti ini. Tapi tidak untuk saat ini. Jiwaku telah mati. Aku tidak bisa merasakan apapun. Aku hanya bisa diam dan menatapnya sendu. Andai saja Ray masih ada disini aku tidak tahu apa yang akan dikatakannya bila melihat kak Radith yang seperti ini.

Kak Radith mengalihkan perhatiannya menatap kak Ferdi yang berdiri disebelahku. Aku tidak tahu apa yang sedang dikatakannya pada kak Ferdi. Aku terlalu malas untuk memperhatikan mereka berdua. Memandang langit biru dari balik jendela seperti ini jauh lebih menarik dibandingkan menyimak pembicaraan mereka. Terkadang memandang langit seperti mengingatkanku pada Ray. Mengingatkanku betapa luas dan tak terbatasnya perasaanku untuk Ray. Rasanya benar-benar nyaman.

Aku tidak tahu berapa lama aku hanya diam menatap langit dari jendela disebelahku sampai akhirnya langit biru berubah warna menjadi kemerahan. Aku tidak suka langit kemerahan seperti ini. Walaupun banyak yang mengatakan sunset itu indah, tapi tidak untukku. Langit kemerahan menyadarkanku kalau waktuku telah berakhir. Langit biruku telah pergi dan tergantikan dengan warna lain.

Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang mendorong kursi rodaku menjauh dari jendela tempatku menatap langit. Aku menegadahkan kepalaku dan menatap Papa disana. Aku tidak tahu kemana Papa akan membawaku saat ini. Aku hanya diam dan membiarkannya mendorong kursi rodaku keluar menuju taman belakang. Tempat favoritku. Aku selalu suka taman ini karena aku bisa melihat langit sepuasnya.

Papa langsung duduk dikursi kayu yang ada disebelahku. Lama kami hanya diam. Menikmati suara angin sore disela dedaunan. Menikmati kehangatan langit yang mulai melemah. Menikmati kicauan burung yang mulai samar terdengar.

(Shilla…)

Aku menatap Papa. Barusan aku mendengar suara Papa yang memanggilku. Papa balik menatapku dan tersenyum.

(Kenapa kamu menatap Papa bingung seperti itu? Apa kamu tidak bisa mendengar suara Papa)

Aku terdiam. Bibir Papa sama sekali tidak bergerak tapi kenapa aku bisa mendengar suara Papa. Apa jangan-jangan ini yang sering dibilang orang dengan telephaty? Ini benar-benar aneh.

(Aku dengar. Tapi apa ini?)

(Bagus kalau begitu. Akhirnya Papa bisa berkomunikasi seperti ini dengan kamu. Selama ini tidak ada satu orangpun yang bisa mendengar suara Papa selain Ray. Papa tidak menyangka kamu juga bisa mendengarnya)

Aku menatap Papa tidak percaya.

(Ray??? Bagaimana mungkin? Kenapa selama ini aku tidak pernah tahu?)

(Papa pikir juga mustahil tapi Ray selalu bisa mendengar apa yang Papa katakan padanya. Dia akan menoleh saat Papa memanggilnya, sama seperti kamu)

Aku tidak menyangka Ray juga bisa mendengar suara Papa seperti ini. Padahal Ray tidak pernah kehilangan suaranya seperti aku. Ray juga bukan anak kandung Papa, jadi kemungkinan dia bisa melakukan telephaty dengan Papa terdengar mustahil untukku.

(Tapi mustahil. Bagaimana mungkin???)

(Ini bukan telephaty. Terkadang suara kita tidak benar-benar menghilang. Mereka tidak menghilang tapi oranglah yang tidak bisa mendengar suara kita. Mereka kehilangan indera pendengarannya dan membuat kita harus terlihat diam padahal hati kecil kita berteriak. Hanya orang yang menutup mata dan telinganyalah yang mampu mendengar teriakan kita)

(maksud Papa? Aku tidak mengerti….)

(Sudahlah, Papa rasa itu tidak penting untuk dibahas. Ini sudah sebulan sejak Ray meninggal, apa kamu baik-baik saja?)

(Apa Papa tidak bisa melihat kalau aku sedang tidak baik-baik saja. kenapa semua orang selalu menanyakan hal yang sama)

(Papa tahu kalau kamu sedang tidak baik-baik saja. Bukan hanya Papa, dunia juga tahu itu. Sebenarnya itu bukan pertanyaan, itu hanya harapan orang yang mengkhawatirkanmu. Berharap kalau kamu baik-baik saja walau mereka tahu kamu tidak baik-baik saja)

(Aku tidak mungkin baik-baik saja Pa… Ray terlalu berharga untukku. Aku merasa sepertinya langit tidak menyukaiku. Langit selalu mengujiku dan membuatku kehilangan apa yang kuinginkan. Ini tidak adil)

(Bukankah kamu juga sering berlaku tidak adil pada langit?)

(Maksud Papa?)        

(Kamu hanya menyukai satu sisi dari langit. Kamu hanya menyukai langit yang cerah dan bewarna biru. Tapi saat melihat warna langit berubah memerah dan menggelap, perasaanmu juga ikut berubah. Kamu tidak bisa memandang langit sebagai sesuatu yang indah dan luas hanya karena langit berubah warna. Padahal mau bagaimanapun, langit tetaplah langit. Dia sama sekali tidak berubah. Orang-orang disekitarnyalah yang berubah)

(Tapi aku mencintai Ray dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Aku tidak menyukai sisi cerah yang selalu dimiliki Ray. Aku juga suka sisi merah dan hitamnya.)

Papa tersenyum kecil. (Papa tidak membicarakan Ray. Papa membicarakan langit)

(Papa membuatku bingung. Terlalu betele-tele. Aku tidak mengerti maksud Papa)

(Kamu selalu menganggap Ray seperti langit biru yang kamu sukai. Benar begitu?)

Aku terdiam dan mengangguk.

(Kalau begitu kamu harus tahu kalau Ray tidak pernah meninggalkanmu. Dia seperti langit, akan selalu mengawasimu dari atas sana. Sejauh apapun kamu melangkah, dia tetap setia menyertaimu. Bukan saja dihari yang cerah, dihari gelappun dia tetap ada disana mengawasimu. Papa hanya berfikir kalau memang Ray sedang mengawasimu, apa yang ada dipikirannya bila melihatmu seperti ini?)

(Tentu saja dia akan menyesal meninggalkanku sendirian disini karena dia tahu aku tidak bisa apa-apa tanpanya.)

(Apa kamu tidak terlalu kejam pada Ray dengan menghukumnya seperti ini?)

(Maksud Papa?)

“Ya Ampun kakak cariin daritadi ternyata kamu ada disini ama Papa”

Percakapanku dengan Papa terputus saat kak Ferdi datang menghampiri kami. Aku tidak bisa mendengar suara Papa lagi. Aku menatap Papa menunggu penjelasannya tapi percuma, suara Papa tidak terdengar lagi. Papa hanya tersenyum kecil padaku.

“Mama udah masakin makanan special buat kamu. Walaupun kakak tidak bisa menjamin rasanya, tapi dari segi visual sih kayaknya enak. Kan kamu tahu sendiri kalau Mama itu paling payah dalam hal memasak tapi demi memenuhi janjinya ama kamu, Mama sampai ikut kelas masak. Selama ini kakak dan Papa selalu menjadi korban eksperimen Mama. Kakak rasa sih sejak masuk kelas masak, kemampuan masak Mama mulai meningkat. Setidaknya kamu harus mencicipinya sedikit agar Mama tidak terlalu kecewa.”

Aku menatap Papa. Papa tersenyum pada mendengar ucapan kak Ferdi.

“Yaudah kalau gitu ayo kita masuk. Ini sudah mulai gelap” ujar kak Ferdi sambil menghampirku dan mendorong kursi rodaku masuk. Papa juga ikut masuk dan berjalan disampingku. Berkali-kali aku mencoba memanggil Papa tapi tidak berhasil. Komunikasiku dan Papa terputus begitu saja. Aku berharap komunikasi ini bisa tersambung lagi karena ada banyak hal yang ingin kutanyakan pada Papa. Pria yang selama ini selalu diam dan menatapku sendu, ternyata punya banyak cerita yang membuatku nyaman berbicara dengannya. Selama ini aku memang tidak akrab dengan Papa dan selalu menganggapnya orang asing walaupun aku tahu kalau dia Papaku sendiri. Rasanya malam ini dinding pembatas yang membuat jarak antara aku dan Papa mulai roboh perlahan. Membuatku merasa dekat dengan Papa karena kami mempunyai perasaan yang sama walau aku masih belum mengerti dengan jalan pikiran Papa yang terkesan sedikit puitis.

***

Aku menatap kak Ferdi dan Mama bergantian. Bagaimana mungkin mereka mempercayakanku Alvin untuk merawatku. Apa mereka telah lelah merawatku karena tidak ada perubahan signifikan tentang kesehatanku tapi bukan berarti mereka lepas tangan dan membiarkan Alvin membawaku. Kak Ferdi bahkan tidak mengatakan apapun padaku. Dia hanya membantu memasukkan semua barang-barangku ke bagasi mobil Alvin. Padahal selama ini kak Ferdi tidak pernah mengeluh untuk merawatku.Ada apa ini?

Aku menatap Papa, meminta bantuan tapi tidak berhasil. Papa hanya diam dan tidak mengatakan apapun padaku, padahal sebelumnya Papa sering berbicara padaku. Apa jangan-jangan Papa juga lelah merawatku. Aku hanya bisa pasrah saat kak Ferdi mengangkat tubuhku dari kursi roda dan membuatku masuk kedalam mobil Alvin. Aku menatap mata kak Ferdi dalam, meminta bantuan. Walau bagaimanapun dia adalah kakak kembarku, aku yakin dia tahu kalau aku tidak suka Alvin membawaku pergi dari sini. Tapi lagi-lagi kak Ferdi memalingkan wajahnya seperti berusaha menghindari tatapanku. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Ini terlalu mendadak. Bagaimana mungkin aku harus meninggalkan rumah ini dan ikut bersama Alvin. Kenapa? Bahkan keluargaku sendiri sudah tidak menginginkanku lagi. Ini sedikit menyakitkan. Anehnya, walaupun hatiku sakit dan menangis, air mataku tidak juga keluar. Aku hanya memandang mereka sendu saat mobil Alvin perlahan membawaku pergi menjauh dari rumah itu.

Aku tidak tahu kenapa Alvin akan membawaku. Tidak ada satu orangpun yang ingin menjelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku tahu sebagian besar pakaianku yang ada dilemari telah berpindah tempat kedalam bagasi mobil Alvin. Rasa khwatir mulai menyergapku. Jangan-jangan Alvin ingin mengirimkanku kesebuah panti rehabilitasi yang jauh diluar kota. Aku pernah mendengar kak Ferdi menyarankan untuk mengirimkanku kesana tapi saat itu Mama langsung murka dan memarahi kak Ferdi. Bisa saja mereka lelah merawatku dan akhirnya menyerahkanku kepanti rehabilitasi. Ini sedikit membuatku terluka.

Aku hanya diam memandang jalanan dari balik jendela. Mobil Alvin terus melaju meninggalkan ibu kota. Semakin jauh Alvin meninggalkan ibu kota semakin kuatkeyakinanku dia akan membawaku kepanti rehabilitasi. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena kelelahan akhirnya aku tertidur sendiri.

Aku terbangun saat merasakan ada seseorang yang mengangkat tubuhku. Aku membuka mata dan mendapati diriku sudah ada dalam pelukan Alvin. Aku menatap sekeliling mencoba menebak panti rehabilitasi mana yang dipilih Alvin sebagai tempat tinggalku. Tapi aku hanya bisa terdiam saat menyadari kalau ini jauh lebih buruk dari dugaanku sebelumnya. Alvin membawaku masuk kesebuah rumah kecil yang ada dipinggir kota. Mungkin karena hari sudah malam, aku tidak bisa melihat semuanya dengan jelas. Tapi aku cukup yakin kalau ini bukan di ibu kota, ini daerah pedesaan. Aku bisa mendengar suara jangkrir dan binatang malam yang berisik disekelilingku.

“Ini kak kursi rodanya”

“Makasih ya Win..” ujar Alvin sambil meletakkan tubuhku dikursi roda. Aku hanya diam dan memandang sekeliling. Rumah ini terbuat dari kayu dan papan yang bolong dibeberapa sisinya. Bila ada hujan deras aku yakin rumah ini akan bocor.

“Yaudah, kalau gitu kakak pulang dulu. Kakak titip kak Shilla ya disini kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi kakak kapan saja”

Aku menatap Alvin lama. Apa dia benar-benar akan meninggalkanku sendirian disini dengan seorang anak kecil yang usianya masih sekitar sepuluh tahun. Apa dia sudah gila? Aku tahu keluargaku masih mampu membayar sebuah tempat yang lebih bagus dan menyewa perawat yang lebih dewasa dan berpengalaman. Tidak mungkin mereka membiarkanku tinggal digubuk seperti dan ditemani seorang anak perempuan kecil. Ini tidak masuk akal.

“Kalau begitu kakak pulang dulu yah” ujar Alvin sambil mengacak rambut gadis kecil itu tanpa memandangku lagi. Aku lupa kalau Alvin tidak menyukaiku. Dia pasti sengaja meninggalkanku sendirian ditempat seperti ini karena tidak menyukaiku. Aku juga lupa kalau Alvin bukan Ray yang bisa mengerti isi hatiku tanpa harus kukatakan. Percuma aku berbicara, Alvin tidaka akan pernah mendengar suaraku. Aku hanya bisa diam menatap mobilnya yang perlahan menjauh meninggalkanku sendiri.

Ditengah kesunyian aku semakin merasa sendirian. Tidak ada Mama yang selalu memamerkan masakannya didepanku. Tidak ada kak Ferdi yang akan selalu menceritakan tentang harinya padaku walau tak pernah sekalipun aku memberi komentar padanya. Tidak ada Papa yang akan mendorong kursi rodaku dan mengajakku duduk ditaman.Tidak ada siapapun disini.

“Kak… Kakak lapar?”

Aku mengangkat wajahku dan menatap gadis kecil yang berdiri didepanku.

“Kalau kakak lapar, aku udah nyiapin nasi goreng buat kakak. Kakak mau?” tanyanya sambil tersenyum ramah. Aku hanya diam dan langsung mendorong kursi rodaku menjauh darinya. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku tidak suka dengannya dan semua tentang rumah ini. Aku tidak suka tinggal sendirian ditempat sesunyi ini tanpa ada Mama, Papa dan kak Ferdi disampingku.

“Yaudah kalau gitu aku beresin kamar kakak dulu. Kalau ada apa-apa kakak bisa manggil aku” ujarnya sambil berlalu. Apa Alvin tidak mengatakan padanya kalau aku tidak bisa berbicara. Bagaimana mungkin aku bisa memanggilnya sedangkan suaraku tidak pernah keluar. Ini menyebalkan. Aku tidak tahu sampai kapan aku berada disini. Aku hanya berharap keluargaku akan datang dan membawaku pergi dari sini secepatnya. Aku tidak suka lingkungan baru dan segala sesuatu yang asing. Aku tidak suka berada disini.

****

Aku membuka mataku pelan saat mencium aroma yang menusuk hidung dari arah dapur. Aku tidak menyangka bisa tertidur ditempat seperti ini. Padahal aku selalu terkena insomnia akut bila berada ditempat asing. Dulu saja, aku butuh waktu setahun untuk beradaptasi dengan rumahku yang baru dan aku tidak menyangka bisa secepat ini tidur dirumah ini. Aku mencoba berdiri dan meraih kursi roda yang ada disebelah tempat tidur dengan sisa tenaga yang kumiliki. Menggunakan kursi roda sendirian ditempat seperti ini sedikit menyulitkanku karena tekstur tanahnya yang tidak rata. Rumah ini tidak menggunakan lantai seperti rumah lainnya, langsung menggunakan tanah sebagai dasarnya. Tadi malam aku terus berfikir bagaimana kalau tiba-tiba sebuah cacing akan keluar dari tanah itu. Bukankah itu menakutkan. Tapi sampai aku tertidur, tak seekorpun cacing atau binatang lainnya yang keluar dari sana dan mengetahui hal itu sedikit membuatku lega.

Aku berusaha mendorong kursi rodaku dengan keras. Butuh usaha ekstra untuk menggunakan kursi ini disini. Setelah setengah jam lebih berkutat dengan kursi rodaku yang macet, akhirnya aku tiba didapur. Disana aku melihat gadis kecil yang kutemui tadi malam terlihat sibuk memasak sesuatu. Dia terlihat cekatan dengan dapur padahal usianya kutaksir masih sepuluh tahun. Aku saja sampai saat ini masih takut dengan api dan tidak berani menyalakan kompor sendirian. Tapi gadis kecil ini tidak takut sedikitpun. Dia bahkan masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Ini pertama kalinya aku melihat dapur yang masih menggunakan kayu bakar seperti ini. Menakjubkan. Selama ini kupikir ini hanya ada film-film dan cerita zaman dulu. Ternyata dizaman yang serba modern dan canggih seperti inipun, masih ada orang yang memasak dengan menggunakan kayu bakar.

Lho? Kakak udah bangun? Tunggu sebentar yah kak. Bentar lagi semuanya masak kok” ujarnya saat menyadari kedatanganku. Aku bisa melihat peluh yang jatuh didahinya dan wajahnya yang menghitam. Rasanya tidak tega melihat anak sekecil ini bersusah payah memasak seperti ini untukku. Alvin benar-benar keterlaluan. Bagaimana mungkin dia mempekerjakan anak dibawah umur seperti ini. Kalau aku sembuh nanti, aku akan membantunya menuntut Alvin kepengadilan.

“Makanannya udah siap Kak. Ayo kita makan” ujarnya sambil meletakkan sebuah panci dimeja kayu yang ada disebelahku. Aku hanya mamandang isi panci itu penasaran, mencoba menebak-nebak masakan apa yang ada didalam. Dari aromanya sih kelihatannya enak. Tapi bagaimanapun juga dia masih anak-anak, tidak mungkin dia bisa memasak dengan baik. Aku menelan ludah pelan saat dia membuka panci itu dan menyendokkan bubur kacang hijau kemangkuk yang ada ditangannya.

“Silahkan dimakan kak. Moga-moga kakak suka”

Aku memandang semangkuk bubur kacang hijau yang ada didepanku. Sepertinya benar-benar nikmat, perut sampai keroncongan. Wajar saja, tadi malam aku tidak makan apapun makanya pagi ini semua cacing diperutku mulai berdemo minta makan. Dengan cepat aku langsung memakan bubur kacang hijau itu dengan penuh minat. Ternyata dugaanku salah besar. Bubur ini benar-benar nikmat. Bukan hanya aromanya saja yang wangi rasanya juga benar-benar pas. Tidak terlalu manis tapi tetap enak dan segar.

Gadis kecil itu sepertinya menyadari kalau aku masih lapar. Dia langsung mengisi kembali mangkuk kosongku yang langsung kulahap dengan cepat. Aku tidak tahu darimana dia belajar membuat bubur seenak ini. Padahal dia masih kecil tapi kemampuan memasaknya sepuluh kali jauh lebih hebat dari Mama yang sudah setahun ikut kursus memasak. Mama bisa menangis kalau tahu aku memandingkan masakan Mama dengan masakan anak kecil seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini memang fakta.

“Kak.. Aku mau sekolah dulu dan baru pulang sebelum makan siang. Kakak nggak papa kan tinggal sendiri disini?” tanyanya yang membuatku menghentikan aktifitasku dan menatapnya lama. Dia akan membiarkanku tinggal sendirian disini. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Aku tidak tahu apapun tentang rumah dan tempat ini. Bagaimana bila terjadi sesuatu disini. Aku tidak tahu apa-apa.

“Kalau gitu aku pergi sekarang yah kak soalnya sekolahnya jauh nanti bisa telat” ujarnya sambil berlalu meninggalkanku yang masih melongo ditempatku. Aku benar-benar ditinggal sendirian disini tanpa ada seorangpun yang menjagaku. Rasanya aku menjadi kangen rumahku yang dulu. Kangen dengan Mama yang selalu menyajikan hasil masakannya padaku walau rasanya berantakan. Lebih baik aku memakan masakan Mama yang abstrak daripada harus memakan makanan enak tapi harus tinggal sendirian ditempat asing seperti ini. Ini menakutkan.

Aku tidak tahu apa yang kulakukan sendirian disini. Tidak ada yang bisa kulakukan karena tidak ada satu hiburanpun disini. Sedaritadi aku sibuk mengitai rumah ini mencoba mencari hal menarik dirumah ini. Jangan sebuah TV, sebuah radiopun tidak ada dirumah ini. Rasa jenuh ini membunuhku perlahan. Aku benar-benar ingin pulang sekarang.

****

Tidak terasa sudah sebulan lebih aku tinggal dirumah ini bersama gadis kecil yang kutahu bernama Winda. Walaupun umurnya baru sepuluh tahun, aku bisa melihat kalau Winda adalah anak yang rajin dan pintar. Dia bisa mengurus dirinya sendiri seperti orang dewasa. Karena tidak mau terlalu membebani Winda, aku belajar untuk mengurus diriku sendiri. Walaupun aku tidak bisa membantu Winda memasak, menyuci dan membereskan rumah setidaknya aku tidak merepotkan Winda dengan mengurusku. Bagaimanapun juga ini berat untuknya dan tidak mungkin aku menambah beban berat Winda.

Seperti sore ini setelah selesai mandi, aku menamani Winda yang terlihat sibuk menyuci pakaian dikamar mandi. Sebenarnya banyak hal yang ingin kutanyakan pada Winda. Selama aku tinggal disini tidak pernah sekalipun aku melihat orang dewasa yang datang kerumah ini. Apa selama ini Winda memang tinggal sendirian kalau memang benar, kenapa dia harus tinggal sendirian dipelosok desa seperti ini. Dimana orang tuanya? Aku ingin menanyakan semua ini pada Winda tapi tak pernah sekalipun aku mampu menanyakannya. Mulutku terkunci dan suaraku tidak pernah sampai pada Winda.

Saat sedang asyik memperhatikan Winda yang sedang menyuci, aku mendengar suara ketukan dipintu depan. Aku mencoba memutar kursi rodaku tapi tidak berhasil. Sebuah batu kecil menghalangi ujung kursi roda dan membuatku tidak bisa bergerak. Winda segera berdiri dan mengelap tangannya cepat saat suara ketukan dipintu semakin besar.

“Tunggu bentar ya kak, aku bukain pintu dulu” ujar Winda berlalu meninggalkanku. Aku hanya menghela nafas berat. Aku tidak pernah memberi bantuan apapun untuk Winda. Bahkan untuk membantunya membuka pintu depan saja aku tidak sanggup. Rasanya aku orang yang paling tidak bermanfaat dimuka bumi ini. Selalu menyusahkan orang lain.

“Kak Shilla…Ada kak Alvin” bisik Winda menyadarkanku. Winda langsung mendorong kursi rodaku menuju ruang tamu. Disana aku melihat Alvin berdiri sendirian disudut ruangan. Dia terlihat kaget melihat kedatanganku sama halnya denganku yang kaget melihat kedatangan Alvin sore ini. Aku pikir dia akan datang bersama Mama, Papa dan kak Ferdi tapi dugaanku salah.Alvin datang sendirian. Padahal saat ini aku tidak mau bertemu dengan Alvin, aku lebih suka bertemu dengan keluargaku sendiri.

“Yaudah kalau gitu kakak bawa kak Shilla ya.. Kamu nggak mau ikut?” tanya Alvin menghampiriku.

“Nggak usah kak. Cucian Winda masih numpuk dibelakang” terang Winda yang berdiri disebelahku. Aku hanya menatap Alvin penuh tanda tanya. Kemana sebenarnya dia akan membawaku. Jangan-jangan dia akan membawaku pulang kerumahku. Semoga saja.

“Yaudah kalau gitu, ntar malam kakak dan kak Shilla balik lagi. Kalau begitu kakak pergi dulu ya” ujar Alvin sambil mendorong kursi rodaku. Aku menghela nafas pelan. Harapanku sirna. Mendengar ucapan Alvin barusan jelas mengatakan kalau aku akan kembali lagi kesini nanti malam. Itu artinya Alvin tidak membawaku pulang dan pergi dari tempat ini.

Aku mengangkat kepalaku dan menatap Alvin yang mendorong kursi rodaku keluar dari halaman rumah yang sudah sebulan ini kutempati. Kemana sebenarnya dia membawaku dan kenapa dia meninggalkan mobilnya dihalaman depan.

“Aku pengen ngajak kamu keliling tempat ini” ujar Alvin tiba-tiba sambil menatap jalanan lurus didepan. Aku tidak tahu harus berkata apa saat ini karena aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku tidak peduli kemana Alvin akan membawaku pergi karena jujur saja aku juga sudah cukup jenuh terus terkurung dirumah sempit itu. Rumah itu seperti penjaraa untukku. Tidak ada taman luas dengan berbagai jenis tanaman hias yang menjadi tempat favoritku dirumah. Tidak ada jendela kaca besar yang membuatku merasakan hangatnya sinar matahari dan menatap langit disiang hari. Tidak ada hal menarik yang bisa kulakukan dirumah itu kecuali mendengar suara-suara binatang malam yang sering membuatku ketakutan. Setidaknya aku bisa menghirup udara bebas sore ini. Merasakan sinar matahari sore dan menatap langit yang mulai berubah warna secara langsung. Ini menyenangkan.

Alvin menghentikan langkahnya tiba-tiba dan membuat kursi rodaku juga ikut terhenti. Aku terdiam menatap hamparan padi luas yang ada didepanku. Ini benar-benar indah. Hamparan padi yang masih muda seperti permadani hijau yang terbentang luas dengan langit yang mulai kemerahan diatasnya. Benar-benar warna yang kontras. Ini lukisan yang sempurna. Aku baru tahu kalau langit senja bisa terlihat seindah ini, padahal selama ini aku tidak begitu suka dengan langit yang kemerahan. Aku tidak suka gradasi warna langit yang oranye seperti ini. warna yang membuat orang hanyut dalam perasaannya sendiri. Warna yang membuat orang semakin terluka dan menyesali perjalanan hidupnya. Warna yang tidak membuat orang akan merasa nyaman dengan kesendiriannya. Warna tanpa semangat dan harapan. Tapi melihat perpaduan warna yang ada dihadapanku membuatku tercengang beberapa saat mengagumi lukisan alam yang sempurna ini. Kehangatan matahari senja yang tidak terlalu terik perlahan merasuki jiwaku. Benar kata Papa, langit kemerahan seperi ini tidak kalah dengan langit biru yang cerah. Dia memberi kehangatan tersendiri. Kehangatan yang tidak berlebihan dan membuat perasaan menjadi nyaman.

“Cantik…”

Aku memutar kepalaku dan menatap Alvin yang kini berdiri disebelahku. Awalnya aku berfikir Alvin sedang mengatakan kalimat itu padaku. Tapi melihat matanya yang fokus menatap lurus kedepan membuatku sadar kalau Alvin sedang memuji lukisan alam yang ada dihadapannya. Aku hanya tersenyum kecil mengutuki kebodohanku. Bagaimana mungkin aku bisa berfikir kalau Alvin akan memujiku seperti itu padahal jelas-jelas Alvin tidak terlalu menyukaiku. Kalau bukan karena Ray, mungkin sampai saat ini Alvin tidak akan pernah mau berurusan dengan gadis sepertiku. Gadis yang selalu menjadi penganggu dan tidak bisa diandalkan. Alvin memang sering menagtakannya secara langsung padaku kalau dia tidak menyukaiku dan anehnya aku tidak pernah tersinggung karena aku juga tidak terlalu menyukainya.

“Aku suka memandang langit sore seperti ini. Menurutku dari semua warna langit, warna langit senja seperti ini yang paling menarik” ujar Alvin menatap hamparan langit jingga yang ada didepannya. Aku tidak tahu kalau Alvin menyukai warna langit senja seperti ini.

“Langit senja seperti ini menunjukkan kehangatan yang tidak berlebihan ditengah kesunyian langit. Bila siang hari, langit tidak pernah sendiri. Selalu ada matahari dan sinarnya yang terik diatas sana memberi kehangatan dan kecerahan bagi dunia. Bila malam hari, ditengah kelamnya warna hitam selalu ada keramaian bintang dan bulan disana. Sedangkan langit senja berbeda. Tidak ada satupun diatas sana. Sang mentari perlahan menghilang meninggalkan langit sendiri sedangkan bintang dan bulan masih enggan menunjukkan wujudnya. Karena itulah aku suka memandang langit senja. Ditengah kesunyian masih ada kehangatan yang tidak berlebihan yang ditawarkan langit senja seperti ini. Rasanya benar-benar nyaman”

Baru kali ini aku melihat ekspresi Alvin yang meneduhkan seperti ini. Dia terlihat sangat menikmati langit senja sore ini. Tatapan matanya terlihat fokus tapi tidak mengintimidasi. Padahal biasanya dia selalu memasang ekspresi yang membuat semua orang tidak bisa mendekatinya dengan mudah. Alvin memang lebih senang hidup dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan pendapat orang lain tentangnya.

“Kata Ray kamu suka langit biru, apa kamu tidak suka langit senja seperti ini?”

Alvin tiba-tiba mengalihkan perhatiannya dan menatapku. Aku terdiam lama tidak tahu bagaimana menjelaskn perasaanku pada Alvin. Jujur, sebelumnya aku tidak begitu menyukai langit senja seperti ini. Mendengar Alvin membicarakan tentang Ray membuatku kembali teringat pada Ray. Ray sangat senang dengan langit malam yang bertaburan bintang diatas sana. Dari kecil dia selalu suka menatap bintang dan menebak rasi bintang yang terbentuk diatas sana. Mengingat Ray membuat dadaku kembali berdenyut nyeri. Hatiku kembali hancur. Sinaran dimataku kembali meredup. Andai saja masih ada Ray disini, aku akan melewatkan waktu memandang langit malam berdua dengan Ray bukan memandang langit senja seperti ini bersama Alvin.

 “Aku tahu kamu tidak akan bisa melupakan Ray karena Ray sangat istimewa. Tapi melihatmu yang seperti ini membuatku berubah pikiran tentang Ray. Sepertinya selama ini aku salah menilai Ray. Dia tidak sesempurna penilaianku”

Aku mengangkat wajahku dan menatap Alvin. Aku tidak mengerti apa yang sedang dikatakannya. Padahal selama ini aku tahu kalau Alvin selalu mengidolakan Ray lebih dari siapapun. Dia selalu berpihak pada Ray tapi kenapa Alvin bisa mengatakan hal sesinis ini tentang Ray.

“Seharusnya Ray tidak menunjukkan cinta yang berlebihan yang membuatmu tidak bisa kalau dia tidak ada. Cinta yang membuatmu hanya bergantung pada satu orang, Ray. Cinta yang membuatmu tidak bisa berpikir realistis dan menganggap cintamu adalah cinta paling sejati dari semua cinta sejati yang ada. Cinta yang membuatmu tidak bisa menatap cinta lain yang ada disekitarmu. Cinta yang membuat mata dan hatimu menjadi buta. Cinta yang hanya tertuju pada satu titik. Dan saat titik itu menghilang, kamu akan ikut hancur dan menghilang bersama titik itu. Cinta yang menghancurkan. Sepertinya Ray salah telah membiarkanmu mencintainya seperti ini”

Alvin menghela nafas pelan dan memalingkan wajahnya dariku. Dia kembali menatap langit dihadapannya lama. Aku masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Alvin. Kenapa dia berhak menghina perasaan cintaku padaku pada Ray padahal dia tidak tahu apa-apa tentang cinta ini. Benar aku mencintai Ray lebih dari apapun didunia ini. Benar mataku selalu tertuju pada Ray. Tapi salah besar kalau Alvin mengatakan cinta ini menghancurkan. Aku tidak pernah hancur. Aku hanya terluka.

“Kamu pikir kamu satu-satunya orang yang paling menderita karena ditinggalkan orang yang selalu ada didekatmu. Apa kamu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan orang lain. Bagaimana perasaan keluargamu yang hampir setiap hari menangis karena melihatmu yang terpuruk sendirian seperti mayat hidup. Berbulan-bulan kamu hanya mengandalkan bantuan orang lain untuk mendorong kursi rodamu padahal tubuhmu tidak cacat. Manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa orang lain, tapi tidak berarti harus selalu mengandalkan orang lain. Berhentilah bergantung pada orang lain dan urusi dirimu sendiri. Menurutku kamu tidak perlu dikasihani karena masih banyak orang diluar sana yang lebih patut dikasihani dibandingkan kamu”

Aku terdiam dan masih menatap Alvin. Aku tahu sedari dulu Alvin memang tidak pernah mengatakan hal-hal manis padaku. Dia selalu menekanku, menyindirku dan menyalahkanku. Walau kutahu kalau semua yang dikatakannya tidak pernah salah. Alvin selalu berkata apa adanya tanpa memperdulikan perasaanku. Ucapan Alvin seperti tamparan keras yang menyadarkanku.

“Apa kamu tahu siapa Winda? Anak kecil yang ada didekatmu selama sebulan ini….”

Alvin menggantung ucapannya dan menatapku. Aku hanya menggeleng pelan. Bagaimana mungkin aku bisa tahu dia siapa sedangkan aku tidak punya kemampuan untuk bertanya.

“Winda adalah putri supir truk yang menabrak motor yang kalian kendarai dimalam konser the star yang terakhir”

Aku menatap Alvin tidak percaya.

“Kamu bilang kamu orang yang paling menderita karena kecelakaan itu tapi kamu tidak pernah tahu ada orang lain yang jauh lebih menderita karena kecelakaan maut itu. Seorang putri kecil yang harus kehilangan ayah yang sangat disayanginya.. Ayah yang selalu mendukungnya dan bekerja siang malam untuk mewujudkan impian putrinya. Seorang ayah yang berperan sebagai pelindung dan perisai dari segala marabahaya. Seorang ayah yang selalu siap menjadi ibu, kakak, dan ayah untuk putri kesayangannya. Dan tiba-tiba saja sang ayah harus pergi selamanya meninggalkannya seorang diri dunia ini. Kamu bisa membayangkan bagaimana tersiksanya hidup seorang diri ditengah keramaian dunia ini. Kamu mungkin tidak pernah tahu karena kamu hanya ditinggalkan seorang pria yang kamu cintai. Walaupun kamu kehilangannya, masih banyak orang disekelilingmu yang peduli denganmu. Sedangkan dia? Tidak ada satu orangpun yang menyadari saat hatinya menjerit. Tidak ada satu orangpun yang menghapus air matanya saat dia menangis. Tidak ada satu orangpun yang tahu dan mau tahu. Tidak ada hal paling menakutkan didunia ini selain merasa sendiri ditengah keramaian”

Alvin menghela nafas dalam. Otakku membeku bersamaan dengan denyutan perih yang membuat dadaku sesak. Rasa sakit yang benar-benar menyiksa.

“Awalnya aku datang mencari keluarga supir truk itu untuk membalas dendam. Saat itu pikiranku benar-benar kalut dan aku berniat menghancurkan keluarga orang yang telah merenggut nyawa Ray. Tapi kamu tahu apa yang kutemukan? Seorang anak kecil kurus kering tergeletak tak bersemangat dibalik pintu. Dari cerita para tetangga kutahu kalau dia putri semata wayang sang supir truk. Ibunya telah lama meninggal dunia karena sakit paru-paru dan selama ini dia tinggal dengan ayahnya. Keinginanku untuk menghancurkan keluarga ini musnah sudah. Kaki lemah tidak bisa bergerak menatap gadis kecil yang tidak berdaya ini. Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu diri. Kesedihan yang kurasakan tidak sebanding dengan kesedihan yang dirasakannya. Luka yang kurasakan tidak sebanding dengan luka yang dideritanya. Aku  mengutuki diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku menghancurkan orang yang telah hancur lebur seperti ini. Aku kehilangan sahabat yang sudah seperti adikku sendiri sedangkan dia kehilangan seluruh dunianya. Saat seluruh dunia menangisi kepergian superstar Ray, gadis kecil ini menangis sendiri disebelah makam ayahnya tanpa ada satupun yang peduli. Saat semua orang memberi simpati dan doa pada Ray, tak ada satu orangpun yang mencoba menghiburnya. Takdir memang aneh, mempermainkan nasib seseorang seenaknya”

Suara Alvin bergetar mencoba menahan bulir air mata yang jatuh dipipinya. Alvin memalingkan wajahnya cepat dan menghapus air matanya. Aku tahu kalau Alvin pernah mengalami hal seperti ini. Alvin pernah kehilangan seluruh anggotanya secara tiba-tiba dan itu menjadi trauma untuknya. Wajar saja kalau Alvin menangis saat menceritakan kisah tentang Winda karena dimata Alvin, Winda seperti wujud dirinya beberapa tahun yang lalu. Alvin seperti melihat refleksi dirinya dalam diri Winda. Dadaku sesak. Rasa nyeri yang ada dihatiku semakin bertambah parah. Rasa sakit yang membuat Kristal-kristal es didalam mataku perlahan mencair dan berlomba jatuh membasahi pipiku. Aku menangis. Ini pertama kalinya air mataku mencair. Kristal-kristal es berubah menjadi air mata yang hangat dan mengalir deras dipipiku.

Hatiku menjerit kesakitan. Aku tidak pernah membayangkan gadis kecil yang selalu terlihat ceria dan mandiri bila didepanku ternyata menyimpan luka sebesar ini. Senyum polosnya menyimpan banyak cerita luka disana. Luka yang bisa membunuhmu kapan saja. Ditengah lukanya, dia masih mampu berdiri dan menantang dunia. Sedangkan aku? Apa yang kulakukan selama ini. Aku menutup seluruh mata, hati dan telingaku dari dunia. Aku menghindari dunia dan menyakiti diriku sendiri. Aku lumpuh tak berdaya karena keinginanku sendiri. Aku bertindak seolah-olah aku adalah manusia yang paling menyedihkan dimuka bumi ini.

“Karena itu kamu juga harus berhenti menangisi kepergian Ray. Sudah saatnya kamu berdiri dan mencari kebahagianmu sendiri. Bukankah akhir dari semua kisah adalah bahagia. Berhentilah menyakiti dirimu sendiri dan berbaikanlah dengan takdirmu. Walaupun menyakitkan, kamu harus tetap menjalani hidupmu dengan baik karena kamu masih diberi kesempatan untuk hidup. Kalau kamu benar mencintai Ray, kamu harus berjuang sendiri mencari kebahagianmu. Akhiri kisahmu dengan Ray dengan kebahagian bukan dengan kepedihan tak berujung seperti ini”

Aku menatap Alvin dan membiarkan airmataku terus mengalir dipipiku.Tiba-tiba Alvin menjulurkan tangannya dihadapanku. Aku hanya menatapnya bingung tidak mengerti apa yang diinginkannya dariku.

“Ayo berdiri. Aku tahu kamu sudah bisa berjalan dengan kakimu sendiri. Berhentilah mengandalkan kursi roda ini hanya karena kamu terlalu malas menggunakan tenagamu. Kalau kamu ingin bahagia, kamu harus berlari mengerjarnya sendiri bukan mengharapkan orang lain mendorong kursi rodamu untuk menggapai kebahagianmu. Karena tidak ada yang abadi didunia ini. Tidak selamanya ada orang yang akan membantu mendorong kursi rodamu dan mengangkat tubumu saat kau terjatuh. Kau sudah cukup dewasa untuk berdiri dengan kakimu sendiri. Sekarang ayo bangun dan berdiri”

  Kata-kata Alvin seperti hipnotis yang membuat tubuhku tidak bisa menolak perintahnya. Tanganku menggapai tangan Alvin dan kakiku perlahan menginjak tanah yang ada dibawahku. Tubuhku sedikit oleng saat kakiku menopang seluruh berat badanku, untung saja Alvin yang berdiri didepanku sigap menarik tubuhku agar tidak terjatuh. Tapi tindakan Alvin barusan membuat jarakku dan jarak Alvin semakin dekat. Wangi perpaduan antara kayu cendana, zaitun serta krim vanillanya begitu segar, namun tidak terlalu kuat tercium dari tubuh Alvin. Aku tidak tahu parfum apa yang digunakan Alvin tapi aromanya tidak begitu menyengat dan terkesan maskulin. Ini pertama kalinya aku mencium aroma parfum seperti ini. Rasanya benar-benar wangi dan nyaman.

“Kamu nggak papa?”

Aku segera menjauhkan tubuhku dari Alvin saat tersadar mendengar pertanyaan Alvin. Bisa-bisanya aku menikmati aroma parfumnya begitu lama. Ini memalukan.

Aku hanya menggeleng pelan dan menatap kakiku yang sudah menopang tubuhku dengan sempurna. Alvin benar. Aku bisa berdiri diatas kakiku sendiri dan aku tidak tahu kenapa selama ini aku tidak pernah menyadarinya.

“Kamu bisa jalan sendiri?” tanya Alvin tanpa melepaskan genggamannya dari tanganku. Aku hanya diam dan mencoba melangkahkan kakiku kedepan. Mencoba berjalan setapak demi setapak. Alvin hanya diam dan mengikuti langkahku.Ajaib.  Aku menatap Alvin tidak percaya. Aku bisa berjalan normal sekarang. Aku tidak mengerti kenapa aku harus memakai kursi roda selama ini kalau ternyata kakiku normal.

“Sudah aku bilang. Kamu itu tidak cacat fisik tapi cacat mental” Alvin tertawa kecil. Aku tidak peduli dia menghinaku seperti ini. Aku tidak peduli dia menyindirku dan mengatakan aku gadis bercacat mental yang penting sekarang aku tahu kalau aku bisa menggerakkan kakiku dengan normal. Aku tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya. Aku seperti menemukan hal yang sebelumnya kupikir hilang dariku. Aku tidak pernah menemukannya karena tidak benar-benar mencarinya dan saat ini Alvin telah membuka mataku lebar-lebar. Membuatku bisa melihat dan menemukan apa yang kucari selama ini. Aku tidak tahu kalau bahagia bisa sesimple ini. Aku bahagia mengetahui kalau ternyata kakiku bisa menopang tubuhku dengan sempurna. Benar kata Alvin, bahagia itu sederhana.

“Sepertinya ada kemajuan pesat dengan psikologismu. Ternyata keputusanku untuk membawamu ketempat ini tidak salah. Aura kehidupan diwajahmu mulai terpancar perlahan. Matamu tidak seperti mayat hidup lagi, sudah mulai bercahaya” ujar Alvin sambil mendekatkan wajahnya dan menatap mataku intens. Aku reflek memundurkan tubuhku saat melihat wajah Alvin yang mendekatiku. Aku kaget. Ini pertama kalinya aku berada sedekat ini dengannya.

“Kamu belum bisa ngomong?” tanya Alvin tanpa melepaskan tatapannya dariku. Aku mencoba mengeluarkan suaraku tapi kerongkonganku tercekat. Aku menggeleng lemah. Jangankan untuk bersuara,untuk bernafas saja aku sedikit kesulitan saat ini.

“Sepertinya butuh waktu untuk mengembalikan suaramu. Dokter yang menanganimu mengatakan kalau suaramu tidak keluar karena kamu terlalu shock dengan kecelakaan kemarin. Tapi tenang saja, aku yakin cepat atau lambat suaramu akan kembali” ujar Alvin sambil kembali keposisinya semula. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega sekarang.

“Kamu mau kemana sekarang? Melihat kondisimu yang membaik membuatku berfikir untuk membawamu pulang. Kita bisa pulang besok pagi. Aku terlalu lelah menyetir malam ini dan tidak berani mengambil resiko untuk membawamu pulang malam ini juga. Mama dan kakakmu sudah lama merindukanmu. Setiap hari mereka mendatangi kantorku memaksaku untuk mengunjugimu. Mereka tidak pernah bosan menyuruhku untuk membawamu pulang. Tidak heran kalau kalian keluarga, sifat kalian benar-benar sama Mau bagaimana lagi, aku hanya menuruti perintah psikolog yang menyarankanku membawamu ketempat ini seorang diri”

Aku tersenyum kecil mendengar penuturan Alvin. Sepertinya Mama dan kak Ferdi benar-benar mencemaskanku. Aku merasa bersalah karena sebelumnya pernah berfikir mereka telah lelah menjagaku. Ternyata dugaanku salah. Mereka tidak pernah lelah menjaga dan mencintaiku. Walaupun aku baru bersama mereka tiga tahun terakhir ini, tapi perhatian yang mereka berikan selama ini telah menunjukkan betapa besar kasih sayang yang mereka berikan untukku. Mereka mencintaiku apa adanya dan tidak pernah menuntut apapun dariku. Aku bersyukur mempunyai keluarga seperti mereka.

****

“Kamu mau langsung pulang kerumah?” tanya Alvin sambil melirikku sekilas. Aku hanya menggeleng pelan. Aku tidak ingin langsung pulang kerumah, ada tempat lain yang lebih ingin kukunjungi saat ini tapi aku terlalu bingung menjelaskan pada Alvin. Alvin bukan Papa yang akan mendengar suara hatiku. Alvin bukan Ray yang bisa mengetahui apa yang kuinginkan tanpa harus kuucapkan. Alvin juga bukan kak Ferdi yang memiliki ikatan batin yang sangat kuat denganku. Tidak ada jalan untuk berkomunikasi dengan Alvin dan itu membuatku frustasi.

“Winda terlihat sedih waktu tahu kamu mau pulang. Aku sudah lama membujuknya untuk ikut kejakarta tapi selalu ditolaknya. Katanya dia suka rumah dan sekolahnya yang lama. Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengunjunginya sebulan sekali untuk memastikan dia tidak kekurangan apapun selama sebulan penuh. Dia anak yang mandiri dan tidak pernah mau bergantung dengan orang lain. Walaupun aku khawatir tapi tidak ada yang bisa kulakukan untuk membujuknya ikut ke Jakarta” ujar Alvin tiba-tiba. Matanya terlihat fokus memandang jalan berlobang yang ada didepannya. Saat Alvin membawaku ketempat ini, aku tertidur pulas sampai tidak menyadari keadaan sekelilingku. Aku tidak tahu kalau jalanan yang kami lalui cukup terjal dan berliku. Bebatuan disepanjang jalan membuat tubuhku bergetar. Walaupun begitu, menurutku perjalanan ini tidak begitu buruk.  Pepohonan hijau yang masih alami dipinggir kanan jalan membuatku tidak sabar menurunkan kaca jendela. Mencoba menghirup oksigen pagi yang masih segar disekitarku.

“Sebenarnya ada yang ingin kuberikan padamu…”

Alvin mencoba mencari-cari sesuatu dilaci dashboard yang ada didepanku, membuat tubuhnya kembali mendekatiku. Aku tidak tahu apa yang sedang dicarinya karena aku hanya bisa duduk mematung ditempatku. Aku membiarkan semilir angin yang berhembus dari kaca  jendela memainkan rambutnya. Rambut halusnya bergerak beraturan mengikuti arah hembusan angin membuat aroma shampoo mint dan green tea menyeruak dari rambut halusnya menggelitik indra penciumanku. Wangi yang segar dan tidak menyengat. Mungkin seorang superstar memang harus wangi seperti Alvin. Ray juga dulu begitu selalu memperhatikan penampilannya. Dia selalu mengoleksi berbagai parfum merk terkenal, mulai dari parfum keluaran Versace, Givency, sampai berbagai koleksi parfum hugo boss. Sepertinya sebagian besar uang yang mereka dapatkan mereka belanjakan untuk membeli parfum mahal seperti ini. Menurut Ray, dia harus selalu tampil wangi dan segar setiap saat karena dia tidak tahu kapan fans nya akan muncul dan memeluk tubuhnya jadi tidak heran kalau Alvin juga selalu mempunyai wangi yang segar seperti ini.

“Ini dia…”

Aku tersontak kaget saat Alvin menyerahkan sebuah buku catatan kecil bewarna biru dongker dan sebuah mp3 player padaku. Aku tidak tahu kenapa Alvin memberikan buku catatan dan sebuah mp3 padaku.

“Minggu lalu, paket barang-barang Ray selama di Jerman sampai kekantorku. Aku memang sengaja menyuruh orang untuk membawa pulang semua barang Ray yang tersisa disana karena pemilik apartement yang ditempati Ray sudah menemukan penyewa baru. Dari semua barang milik Ray aku menemukan catatan kecil dan mp3 player yang sepertinya ditujukan untukmu. Aku tidak tahu kenapa Ray meninggalkan ini di Jerman sana dan tidak membawanya pulang ke Jakarta. Menurutku ini barang yang sangat penting untuk Ray dan aku harap kamu mau menyimpannya untuk Ray” ujar Alvin kembali fokus mengemudi mobilnya. Aku hanya diam dan menatap buku catatan dan mp3 player yang ada ditanganku.

Hatiku berkecamuk antara penasaran, sedih, marah, dan bingung. Aku tidak tahu apa yang ditulis Ray dalam buku catatan ini tapi perasaanku mengatakan kalau buku ini memang seperti jiwa Ray. Aku membuka pelan buka catatan itu dan mulai membaca tulisan dilembar pertama.

Munchen, 7 Oktober 2011

Setelah setahun lebih pindah dinegara ini, ini pertama kalinya aku meninggalkan berlin. Aku mendatangi kota Munchen karena penasaran dengan klub sepak bola yang paling terkenal disini, Bayern Munchen. Aku tahu kau akan mmarahiku habis-habisan kalau tahu aku sengaja bolos dua hari hanya untuk mendatangi kota ini. Tapi apa yang kutemukan? Ini jauh lebih menarik dari klub sepak bola. Aku tertegun menatap keindahan kota ini. Jerman memang terkenal dengan gedung-gedung tuanya. Aku berfikir mungkin akan menarik bila mengajakmu ikut disini. Kamu bisa melihat langsung kota tua dan melihat keramaian Oktoberfest yang merupakan pasar rakyat paling besar dinegara ini. Ini menakjubkan. Aku tahu kamu tidak suka dengan keramaian tapi aku yakin kamu akan suka berada disini. Ada banyak hal menarik yang bisa kau temukan disini. Tenang saja, suatu saat nanti aku akan memastikan untuk kembali kekota ini berdua denganmu. Sebentar lagi.. Sebentar lagi…

Hamburg, 7 November 2011

Setelah mengunjungi Munchen sebulan yang lalu, aku mulai tertarik untuk mengunjungi kota lainnya. Karena itulah aku pergi ke Hamburg bersama seorang kakak mahasiswa yang juga berasal dari Indonesia. Menyenangkan. Aku tahu apa yang ada dipikiranmu saat mendengar nama kota ini. Ini seperti nama makanan, benarkan? Jangan bilang kau tiba-tiba lapar saat membaca tulisan ini.

 Menurutku kota ini tidak jauh berbeda dengan Berlin. Kota yang ramai dan terlihat sibuk setiap saat apalagi karena kota ini memiliki pelabuhan terbesar di Jerman membuat kota ini semakin ramai dan padat. Aku tahu kamu pasti tidak terlalu suka dengan tempat yang ramai dan sepadat ini karena itulah aku melakukan survey terlebih dahulu. Menurutku kamu memang tidak cocok tinggal disini dan aku tidak akan mengajakku mendatangi kota ini. Tenang saja, aku akan mencarikan kota lain yang jauh lebih indah untukmu.

Dresden, 7 Maret 2011

Empat bulan aku tidak bisa kemana-mana karena nilai-nilaiku hancur karena terlalu banyak mengambil cuti tahun lalu. Bila dijumlahkan, total liburan yang kuambil nyaris sebulan lebih dan itu membuat nilaiku hancur. Dan yang lebih menyebalkan lagi, pihak sekolah mengirimkan surat pemberitahuan pada Alvin selaku penanggung jawabku. Kau tahu apa yang dilakukan Alvin saat tahu aku membolos karena mengatakan aku ingin mencari kota yang pas? Dia mengamuk dan mengancam untuk menyeretku pulang ke Indonesia bila aku tidak bisa menyelesaikan sekolahku tahun depan. Karena itulah selama empat bulan ini aku tidak bisa kemana-mana karena Alvin mengirimkan temannya untuk memata-mataiku. Ini membuatku frustasi. Untunglah bulan ini aku bisa kabur dari temannya.

Saat membaca buku petunjuk wisata di Jerman, aku langsung memutuskan untuk mengunjungi kota Dresden. Kota ini tidak seramai kota Berlin,Hamburg ataupun Munchen karena itu aku yakin kamu pasti menyukai kota ini. Istana-istana megah, gedung-gedung tua yang terawatt menjadi daya tarik di kota ini. Saat menginjakkan kaki pertama kali dikota ini aku yakin kalau ini kota yang selama ini kucari. Aku langsung berfikir untuk mengajakmu kekota ini. Kota ini akan jadi kota yang pas untuk menjadi saksi betapa besar keinginanku untuk memintamu menjadi milikku.

Heidelberg, 7 April 2011

Setelah melihat keindahan kota Heidelberg aku kembali ragu, haruskah aku menjadikan Heidelberg sebagai kota yang menjadi saksi ataukah aku melakukannya di Dresden. Kota ini tidak kalah menarik dari Dresden. Ini kota yang menakjubkan. Aku menyukai kota ini.  Sisa bangunan istana tua dan jembatan kuno diatas sungai Neckar seperti sihir yang membuatku terpesona. Aku jatuh cinta pada kota ini. Ini kota tua yang paling indah yang pernah kutemui. Sepertinya aku mulai berubah pikiran dan berfikir akan melamarmu ditempat ini.

Tanganku bergetar membaca tulisan yang ada dihadapanku. Aku tidak  tahu apa-apa tentang Ray.Saat berada di Jerman, Ray memang tidak pernah menceritakan apapun padaku. Dia sering menghubungiku tapi dia hanya menanyakan keadaanku, memaksaku untuk menceritakan hari yang telah kulalui. Tapi tak sekalipun aku menanyakan kabarnya.

“Ray ingin melamarmu. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya saat itu tapi setiap hari dia mengatakan padaku akan melamarmu begitu dia kembali dari Jerman. Menurutku itu tidak masuk akal. Bayangkan saja, Ray baru tamat SMA dan ingin melamarmu. Dia masih terlalu muda untuk memikirkan itu. Jalannya masih panjang dan masih banyak mimpi lain yang harus dicapainya selain melamarmu. Akan banyak gossip yang beredar bila media dan masyarakat tahu Ray menikah diusia semuda ini.  Disaat aku menyuruhnya untuk memilih musik dan dirimu, tanpa pikir panjang Ray mengatakan lebih memilih kamu dan siap keluar dari the star. Karena itulah aku sengaja menggelar konser the star tepat sebulan setelah jadwal kepulangan Ray. Mau tidak mau Ray harus menunda keinginanya untuk fokus menyukseskan konser the star karena kontraknya yang belum berakhir denganku.”

Aku menatap Alvin tidak percaya. Ternyata selama ini Alvin sudah tahu semuanya dan tidak pernah mengatakan apapun padaku. Aku tahu  kalau pendapat Alvin tidak salah mengganggap tindakan Ray terlalu terburu-buru, tapi aku tidak menyangka Alvin tega mengeluarkan Ray dari the star hanya karena dia melamarku. Pantas saja selama ini sikap Alvin tidak pernah ramah padaku. Dia pasti menganggap aku penyebab utamanya bubarnya the star. Padahal aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak pernah tahu kalau Ray berniat untuk melamarku saat dia kembali.

“Aku tahu kamu pasti berfikir kalau aku pria yang jahat. Kenyataannya memang seperti itu, aku memang jahat. Aku tidak ingin mentupi apapun darimu. Aku ingin kamu tahu kalau aku tidak sebaik Ray yang rela menyerahkan mimpinya hanya dan menghabiskan waktu bersamamu. Aku bukan pria romantis yang rela menyerahkan apapun demi cinta. Aku tahu cinta itu penting, tapi bukan berarti kamu bisa mengabaikan akal sehatmu hanya demi cinta. Karena itulah, aku tidak pernah menyesal meyelenggarakan konser the star karena konser ini bukan hanya mimpiku. Ini mimpi semua orang. Aku tidak akan pernah menyesal. Satu hal yang kusesalkan adalah aku membiarkan Ray mengendarai motornya malam itu. Itu saja” ujar Alvin seperti meyakinkan dirinya sendiri.

Aku hanya diam. Aku tidak tahu harus berkata apa saat ini. Perasaanku campur aduk dan sulit untuk dideskripsikan. Disatu sisi hatiku hancur, kecewa, marah, dan kesal mendengar penjelasan Alvin tapi disisi lain aku tahu kalau Alvin tidak salah. Sorot matanya terlihat terluka. Tidak ada yang salah dalam kisah ini. Ini hanya permainan takdir yang membuat kami berada disituasi yang salah.

*****

Aku menatap nisan Ray lama. Ini pertama kalinya aku mengunjungi makam Ray setelah Ray meninggalkan dunia. Selama ini aku tidak pernah mau menerima kenyataan kalau Ray telah pergi untuk selamanya. Aku kembali teringat isi mp3 yang diserahkan Alvin padaku kemarin. Sebuah lagu manis yang awalnya ingin digunakan Ray saat melamarku. Aku tidak pernah menangis selama itu sejak kepergian Ray. Aku tidak tahu berapa lama aku menangis sampai akhirnya aku tertidur dan tidak sadarkan diri.

Saat tidak sadarkan diri, Ray datang mengunjungi. Ini pertama kalinya ray datang dalam mimpiku. Aku tahu aku sedang bermimpi tapi saat itu aku tidak peduli. Aku benar-benar bahagia bertemu dengan Ray walau hanya dalam mimpi. Ray terlihat sangat tampan dengan kemeja dan celana putih yang dikenakannya. Dia tersenyum menatapku. Aku tahu aku sedang bermimpi karena itulah aku terus menangis didepan Ray. Ray hanya diam dan tidak melakukan apapun. Dia tidak menggenggam tanganku erat untuk menghentikan tangisku seperti biasa. Ray hanya tersenyum dan memandangku tanpa mengatakan apapun. Sampai akhirnya Ray perlahan menjauh dan meninggalkanku sendiri. Aku terus menangis dan berteriak memanggil nama Ray tapi Ray tidak pernah menoleh lagi. Ray pergi meninggalkanku dan tidak pernah kembali lagi.

Saat terbangun aku sudah mendapatkan suaraku kembali. Kak ferdi dan Mama langsung berlari kekamarku mendengar teriakanku  yang memanggil nama Ray keras. Mereka langsung menangis dan memeluk tubuhku kencang. Aku menangis dipelukan Mama dan menceritakan mimpi yang kualami. Mama hanya mengangguk dan ikut menangis bersamaku. Karena itulah sekarang aku datang kekuburan ray. Aku datang mengunjunginya untuk meminta maaf. Aku terlalu lama sibuk dengan diriku sendiri dan tidak pernah menemuinya.

“Ray… Maaf aku baru datang mengunjungimu sekarang. Aku tahu aku cukup jahat karena telah mengabaikanmu beberapa bulan ini. Karena sibuk dengan duniaku sendiri dan tidak pernah datang mengunjungimu sampai akhirnya kamu sendiri yang berinisiatif mengunjuki. Maafkan aku Ray.. Aku benar-benar minta maaf…”

Hatiku sesak. Batinku kembali memberontak membuat tetesan-tetesan hangat kembali mengalir deras dipipiku. Aku menangis dalam diam. Mengkhilaskan kepergian Ray bukan hal yang mudah untukku. Seluruh tubuhku menolak kenyataan ini tapi aku tahu ini bukan akhir dari kisahku. Aku menghapus airmataku mencoba untuk tegar. Ray tidak boleh melihatku menangis seperti ini

“Ray, kamu tidak usah khawatir saat ini aku baik-baik saja. Aku sudah ikhlas melepaskanmu karena itu kamu bisa pergi dengan tenang sekarang. Aku tahu kamu tidak kesepian disana karena ada Mama yang akan menjagamu. Disini aku juga tidak pernah kesepian karena ada banyak orang disekitarku yang selalu menemaniku. Ray, terimakasih sudah mencintaiku begitu dalam. Terima kasih sudah memberi warna dalam kehidupanku. Terima kasih sudah mengizinkanku untuk merasakan cintamu. Tidak ada yang bisa kulakukan selain mengucapkan terima kasih padamu. Sampai kapanpun kamu tetap bintang yang bersinar dalam hatiku dan aku mencintaimu Ray….”

Aku mencoba untuk tersenyum semampuku. Aku tahu Ray sedang melihatku. Ini waktunya untukku belajar berdiri tanpa Ray dismpingku. Walau berat aku yakin aku bisa.melaluinya. Tidak ada kebahagian yang abadi begitu juga dengan kesedihan. Tidak ada kesedihan yang abadi didunia ini. Aku yakin seiring berjalannya waktu kesedihan ini akan berlalu dan berganti dengan senyum kebahagian. Kebahagian akan tetap muncul selama orang terus berusaha dan percaya kalau kebahagian itu tetap ada.

****

10 tahun kemudian….

“Shilla… kamu udah datang?”

Aku tersenyum saat mendapati Nuri dan Kyla yang sudah menungguku dikursi depan. Aku langsung berjalan dan duduk disebelah mereka. Mala mini Nuri terlihat sangat anggun dengan terusan hitam selututnya. Rambutnya yang panjang digulung keatas memperlihatkan bentuk lehernya yang jenjang. Sejak menikah dengan seorang pengusaha asal Medan, Nuri sudah tidak tinggal di Jakarta lagi. Nuri ikut suaminya pindah ke Medan. Ini pertama kalinya aku melihatnya setelah tiga tahun. Aku langsung memeluk Nuri erat.

“Kamu datang sendiri? Anak dan suamimu nggak ikut?” tanyaku setelah melepaskan pelukanku pada Nuri.

“Ikut kok. Tadi bang Anton lagi menemani Boy kekamar mandi” Jelas Nuri. Aku hanya mengangguk mengerti. Nuri memang sudah memiliki seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang diberinama Boy. Terkadang aku tidak mengerti kenapa nuri memberi nama anaknya Boy. Rasanya aneh kalau nanti saat dia dewasa, orang-orang masih memanggilnya “Boy” padahal wajah dan namanya sudah tidak singkron lagi.

“Kak Ferdi mana?” tanyaku pada Kyla yang kini duduk disebelah kiriku. Sahabatku ini memang akhirnya menikah dengan kakakku, Ferdi. Selama ini aku tidak pernah tahu dan tidak pernah sadar kalau kakak kembarku sudah lama menyukai teman sepermainannya ini bahkan sebelum aku tahu kalau dia kakakku. Kak Ferdi tidak mengatakan apapun pada Kyla. Begitu kak Ferdi lulus dari Fakultas Kedokteran dan diterima disalah satu rumah sakit swasta besar dikota ini, kak Ferdi langsung melamar Kyla. Bukan hanya Kyla yang kaget, aku sebagai adik kembarnya juga ikut kaget. Kak Ferdi selalu bisa menutupi perasaannya tanpa membiarkan satu orangpun mengetahuinya. Anehnya, Kyla tidak menolak lamaran kak Ferdi. Dia langsung setuju dan menerima kak Ferdi menjadi suaminya. Hanya butuh waktu dua minggu untuk meresmikan hubungan mereka. Terkesan terburu-buru, tapi tidak begitu buruk. Buktinya sekarang aku bisa melihat kalau kak Ferdi dan Kyla adalah pasangan yang sempurna. Setiap hari mereka terlihat seperti orang yang sedang kasmaran padahal ini sudah tujuh tahun sejak mereka menikah.

“Ferdi nggak bisa datang. Dia ada operasi yang tidak bisa tunda siang ini. Kata Ferdi kalau sempat dia akan menonton konser ini langsung di TV” ujar Kyla..

“Si kembar kok nggak ikut? Si kembar kamu titip ama Mama?” tanyaku saat menyadari kalau Kyla datang sendiri tanpa putra putrinya.

Kyla menggeleng , “Mereka ikut kok. Lagi diajak keluar ama Ozy, nggak tahu mau kemana. Paling bentar lagi mereka datang”

Kak Ferdi dan Kyla memiliki sepasang anak kembar yang cantik dan lucu yang diberi nama Zaid dan Zaya. Anehnya, Zaid tidak mewarisi sifat kak Ferdi dia lebih mewarisi sifat Kyla yang selalu ribut. Sedangkan Zaya lebih pendiam dan sudah tertarik dengan segala hal yang berbau sains. Zaid lebih suka diberi hadiah robot model terbaru sedangkan Zaya lebih suka diberi hadiah buku. Satu lagi jenis anak kembar yang mempunyai sifat bertolak belakang.Satu-satunya yang menunjukkan mereka anak kembar adalah wajah mereka yang sangat mirip.Mereka kembar identik.

Tiba-tiba semua lampu diseluruh ruangan padam. Gelap. Beberapa lampu sorot langsung terfokus diatas panggung membuat suara tepuk tangan membahana diseluruh gedung. Aku menatap sekeliling. Rasanya aku seperti mengalami dejavu. Konser the star, sepuluh tahun yang lalu terulang kembali. Bedanya kali ini konsernya bersifat semi formal dan bebas biaya. Ini merupakan konser amal untuk mengenang kembali the star yang telah menghilang. Konser ini juga diliput salah satu stasiun TV swasta yang menayakannya secara live.

“Selamat malam semua. Terima kasih buat semua undangan dan para fans yang terus berusaha keras mewujudkan konser ini untuk the star. Rasanya mustahil mewujudkan konser the star ini mengingat sepuluh tahun yang lalu  the star secara official telah bubar. Tapi karena keinginan dan kerja keras para fans dan para kru stasiun TV, akhirnya konser ini dapat terselenggara. Saya sebagai perwakilan the star mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang yang telah membantu mewujudkan konser ini. Sepuluh tahun yang lalu, sahabat kami, saudara kami, Ray Arnald Prasetya telah pergi meninggalkan kita semua. Konser ini secara khusus kami persembahkan untuk mengenang saudara dan sahabat kami, drummer kebanggaan kami Ray Arndald Prasetya dan secara umum kami persembahkan buat semua orang yang masih mencintai the star. Terima kasih semuanya, semoga malam ini menjadi malam yang paling bersinar buat kita semua”

Tepuk tangan langsung membajiri seisi gedung saat Alvin menyelesaikan kata pembukaannya. Lampu diatas panggung kembali meredup sampai sebuah lampu sorot terfokus menyorot seorang anak kecil yang menabuh drum disudut panggung. Dia menampilkan atraksi dan penampilan yang memukau. Aku mengenalnya karena Alvin pernah mengenalkannya padaku. Dia salah satu drummer muda berbakat dinegri ini. Alvin memang sengaja memintanya untuk mengisi posisi Ray dalam konser ini.

Lampu diatas panggung langsung menyala terang benderang. Alvin dan Ken kembali menyanyikan lagu-lagu hits mereka yang diikuti seluruh penonton. Sudah sepuluh tahun berlalu tapi penampilan mereka tidak pernah memudar. Mereka teatp terlihat berkilauan diatas panggung. Kak Karel dan Kak Fei juga tidak kalah menakjubkan. Walaupun sudah sepuluh tahun mereka tidak pernah memegang gitar dan bass lagi tapi sepertinya itu bukan masalah besar bagi mereka. Musik memanggil mereka dan mereka berhasil menampilkan yang terbaik.

Setelah Ray meninggal dunia, Alvin secara resmi membubarkan the star dari agency nya tapi bukan berarti Alvin lepas tangan dan menghancurkan impian personil the star yang lain. Kak Karel dan kak Fei memilih mengeluarkan album duo yang tetap disponsori oleh Alvin. Album mereka meledak dipasaran dan semakin melambungkan nama mereka berdua. Sampai saat ini eksistensi duo Karel dan Fei masih meramaikan ranah musik tanah air. Bahkan setelah mereka menikah dan bekeluarga, jumlah fans mereka yang sebagian besar kaum wanita tidak pernah berkurang malah semakin hari semakin bertambah.

Sedangkan Ken lebih memilih untuk bersolo karir. Dia menjadi penyanyi solo yang lebih sering menyanyikan lagi mellow yang menghipnotis semua kaum hawa. Suaranya yang lembut dan khas bisa membuat semua wanita jatuh cinta padanya apalagi wajahnya yang baby face menjadi daya tarik tersendiri untuknya. Sampai saat ini Ken memang  belum menikah tapi bukan berarti Ken masih available. Ken saat ini sedang menjalani hubungan dengan seorang artis pendatang baru yang namanya mulai bersinar semenjak dikabarkan dekat dengan Ken. Dari semua mantan personil the star, Ken memang terkenal sebagai trouble maker. Dia sering terkena gossip berpacaran dengan beberapa artis terkenal dan membuat dunia infotainment ribut. Alvin yang masih menjadi produser ken sudah angkat tangan menangani kasus gossip Ken yang tidak pernah ada hentinya. Menurutnya Ken sudah cukup dewasa untuk menilai mana yang baik dan tidak untuk hidupnya.

Aku hanya bisa terhipnotis menatap panggung yang ada dihadapanku. Pikiranku kembali melayang kekonser sepuluh tahun yang lalu. Musik yang sama, suara yang sama, teriakan yang sama. Tidak ada yang berubah. Hanya satu yang membuat konser ini tidak sesempurna konser lalu, tidak ada Ray dipanggung itu. Hanya potret-potret Ray yang ditampilkan dibelakang screen server besar dibelakang mereka menjadi bukti kalau dunia tidak pernah melupakan Ray.

Tepuk tangan riuh terdengar bergitu konser ini berakhir. Lampu seisi ruangan langsung menyala terang membuatku tersadar dari hipnotis penampilan mereka. Aku menatap Kyla yang duduk disebelahku, matanya memerah seperti habis menangis. Aku tahu Kyla memang sangat mengidolakan the star sejak awal. Melihat konser ini seperti mimpi yang menjadi nyata untuk Kyla.

Nuri terlihat sibuk menggendong putranya keluar dari ruangan itu. Nuri pamit padaku untuk pulang duluan karena siang ini malam ini mereka harus langsung balik ke Medan. Nuri sengaja datang hanya untuk melihat konser ini secara langsung dan memaksa suami dan anaknya untuk ikut menemaninya. Aku hanya mengangguk dan menatap Nuri yang perlahan menghilang bersama ratusan orang yang keluar dari ruangan ini.

“Yaudah kalau gitu kita langsung ke backstage sekarang” ujar kak Ferdi sambil menggendong Zaya dipelukannya. Aku dan Kyla hanya mengangguk dan berjalan mengikuti kak Ferdi dibelakang sambil memegang tangan kecil Zaid.

Sesampai di backstage, aku kembali melihat kak Karel, kak Fei, kak Ken yang sibuk dengan keluarganya masing-masing.

“Shilla….”

Aku langsung menghampiri Mas Elang yang sedang berkumpul dengan Kak Karel, istrinya. Kak Ferdi dan Kyla juga ikut menghampiri Mas Elang dan Kak Karel.

Aunty….”

Aku tersenyum dan membelai pipi chubby Girda, keponakan kecilku yang masih berumur dua tahun ini. Girda hanya tertawa kecil membuat wajahnya yang gempal terlihat semakin imut. Girda adalah putra semata wayang Mas Elang dan Kak Karel.

Zaid dan Zaya yang memang sangat menyukai Girda langsung memeluk tubuh gempal Girda membuat Girda tertawa renyah. Girda memang sangat suka saat kedua kakaknya berebutan memeluknya seperti ini.

“Sarah mana kak?” tanyaku saat tidak melihat Sarah diruangan itu.

“Ada apa nyariin aku? Kangen yah?”

Aku langsung memutar tubuhku dan mendapati Sarah yang telah beriri dihadapanku. Sarah datang bersama Alvin yang sedang menggendong anak kecil yang masih berusia tiga tahun.

“Kalian darimana?” tanyaku sambil menatap Sarah dan Alvin bergantian. Sedaritadi mataku memang terus mencari mereka di backstage tapi aku tidak melihat mereka dimanapun.

“Tadi Ray minta Papa beliin Ray coklat, tapi diluar Papa malah diserbu cewek-cewek jadinya nggak jadi deh Papa beliin Ray coklat untung aja tante Sarah ada diluar dan nemani Ray beli coklat. Papa jahat. Ray benci ama Papa” ujar Ray cepat sambil memukul bahu Alvin bekali-kali. Sepertinya dia benar-benar kesal pada Alvin.

“Papa kan nggak tahu kalau diluar masih banyak orang. Kenapa masih marah sih? Yang penting kan coklatnya udah jadi dibeli ama tante Sarah” Alvin mencoba membela diri.

“Ray nggak suka Papa dekat-dekat ama cewek. Mama juga nggak suka. Iya kan Ma?”

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum saat Ray menatapku mencari dukungan. Ray segera menjulurkan kedua tangannya kearahku tapi sebelum aku berhasil meraih tubuh kecil Ray, Alvin langsung menarik tubub Ray menjauh dariku. Aku dan Ray langsung memandang Alvin kesal.

“Mama kamu lagi ngegendong adik kecil didalam perutnya. Kasihan kalau harus ngegendong kamu juga. Kamu Papa gendong aja yah?” ujar Alvin menatap Ray lama. Ray hanya diam lama sebelum akhirnya mengangguk mengerti.

Dunia memang aneh. Aku telah menemukan kebahagianku sendiri. Kebahagian besar yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Lima  tahun yang lalu Alvin mengajakku ke Jerman dan mengunjungi semua kota yang ada dibuku catatan milik Ray. Alvin juga melamarku dikota yang sama seperti kota yang dituliskan Ray didalam bukunya. Saat itu aku benar-benar bahagia menerima lamaran Alvin. Aku tidak tahu kapan aku mulai menyukai Alvin. Aku tidak pernah menyadari saat dia diam-diam masuk menguasai hati dan jiwaku. Aku tidak bisa menolak Alvin karena aku mencintainya. Aku menerima lamaran Alvin dan menikah dua bulan setelahnya.

Sedangkan Sarah sudah lama menyerah pada Alvin. Menurut cerita Sarah, sejak awal dia sudah tahu kalau Alvin tidak benar-benar mencintainya. Alvin hanya menjadikannya temeng untuk menutupi perasaannya padaku. Awalnya Alvin ingin mendekatiku, tapi saat tahu aku bukan adik kandung Ray, Alvin sadar kalau Ray mempunyai perasaan lebih padaku. Karena itulah dia mundur perlahan dan membiarkan Ray memiliku karena menurutnya Ray lebih berhak mendapatkanku. Karena sudah terlanjur bercerita pada Ray dan tidak ingin membuat Ray merasa bersalah, akhirnya Alvin berbohong dan mengatakan kalau adik Ray yang dimaksudnya bukan aku, tapi Sarah. Sarah tahu semua ini karena Alvin menceritakannya langsung pada Sarah. Tapi saat itu Sarah tidak peduli, dia tetap menerima Alvin dan berharap lambat laun Alvin akan mencintainya.

Tapi lagi-lagi takdir mempermainkan nasib manusia. Cinta yang dulu hilang menyeruak kembali saat Ray pergi meninggalkanku. Alvin tidak bisa membohongi perasaannya lagi dan memutuskan hubungannya dengan Sarah. Sarah yang sejak awal sudah tahu perasaan Alvin hanya bisa diam dan melepaskan Alvin tanpa mengatakan apapun. Benar kata pepatah, cinta adalah tentang menyakiti dan disakiti. Cinta tidak bisa memaksa. Sekeras apapun kita berusaha, hatilah akhirnya akan memilih sendiri cinta mana yang diinginkannya.

aunty.. aunty…aunty..Rena mau pegang adik kecilnya dong”

Aku menurunkan pandanganku saat menyadari ada tangan kecil yang menarik-narik ujung rokku. Aku hanya bisa tersenyum kecil saat tahu gadis kecil yang menarik tanganku adalah Renata, putri semata wayang Sarah. Aku langsung membantuRenata mengelus perutku yang membesar. Renata terlihat takjub saat merasakan tendangan-tendagan kecil diperutku.

Aunty.. Adik bayinya bergerak” ujar Renata menatapku dengan pandangan berbinar-binar. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Aku selalu suka dengan renata. Dia sangat cantik mirip ibunya. Aku selalu suka memandang matanya yang biru dan jernih. Benar-benar meneduhkan. Terkadang aku berfikir kalau mereka sudah dewasa nanti, aku akan menjodohkan Ray dengan Renata. Aku tahu ini hanya pikiran egoisku semata karena pada akhirnya merekalah yang menentukan jodoh mereka sendiri. Tapi tidak ada salahnya aku berharap, siapa tahu pintu langit terbuka dan keinginanku bisa terwujud nyata. 

Walaupun pernah terluka, sarah akhirnya menemukan kebahagiannya sendiri. Dua tahun setelah aku menikah dengan Alvin, Sarah menemukan cinta sejatinya. Sarah menikah dengan seorang pengusaha asal Inggris yang tulus mencintainya. Sejak menikah dengan Brian, sarah dan keluarganya pindah dan menetap di Bali.

Hidup memang penuh misteri. Cobaan selalu datang silih berganti. Menghancurkanmu, memporak-porandakan hatimu dan membuatmu tak bisa bernafas. Tapi satu hal yang pasti terjadi, setiap akhir sebuah kisah selalu ada kebahagian diujungnya. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah tetap percaya dan berusaha menyelesaikan kisah ini dengan baik. Aku sudah menemukan akhir kisahku dan aku percaya selama aku masih bernafas, kebahagian tidak pernah benar-benar meninggalkanku. Selalu ada langit cerah setelah langit gelap, selalu ada kebahagian setelah kesedihan, Selalu ada tawa setelah tangis dan saat ini aku bahagia.

THE END

If  your not willing to sound stupid , you’re not worthy of falling in love.

Note ; Sebenarnya cerita ini dibuat ditahun 2011 saat aku sedang ngefans-ngefansnya dengan idola cilik. Iseng buka Harddisk lama ketemu file ini.

Tinggalkan komentar

Statistik Blog

  • 669.811 hit

Tulisan Lainnya

Follow aiwantobehepi on WordPress.com